Tindak Tutur Permintaan Dalam Film Tokyo Love Story
TINDAK TUTUR PERMINTAAN
DALAM FILM TOKYO LOVE STORY
TESIS
Oleh
ROSMITA SYAHRI / LNG
097009004
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
TINDAK TUTUR PERMINTAAN
DALAM FILM TOKYO LOVE STORY
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ROSMITA SYAHRI / LNG
097009004
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
Persetujuan Komisi Pembimbing Judul Tesis : TINDAK TUTUR PERMINTAAN DALAM FILM TOKYO LOVE STORY Nama Mahasiswa : Rosmita Syahri
Nomor Pokok : 097009004 Program Studi : Linguistik Konsentrasi : Bahasa Jepang
Menyetujui Komisi Pembimbing
( Prof. Amrin Saragih, M. A., Ph. D) (Dra. Siti Muharami Malayu, M. Hum) Ketua Anggota
Ketua Pogram Studi Direktur
(Prof. T. Silvana Sinar, M. A., Ph. D) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE )
(4)
Telah diuji pada
Tanggal 2 Agustus 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Amrin Saragih, M.A.,Ph.D.
Aggota : 1. Dra. Siti Muharami Malayu, M.Hum. 2. Dr. Deliana, M. Hum
(5)
PERNYATAAN
TINDAK TUTUR PERMINTAAN
DALAM FILM TOKYO LOVE STORY
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai Syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.
Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian –bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya sacara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata di temukan Tesis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, 2 Agustus 2011
(6)
RIWAYAT PENULIS
A.
IDENTITAS
Nama : Rosmita Syahri
Tempat / Tgl lahir : Medan / 4 Oktober 1986 Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : Mahasiswa Agama : Islam
Alamat : Jln, SMA 7 no. 44 Lubuk Buaya Padang Email : tabitha_libra2000@yahoo.com
B. PENDIDIKAN
1. Tahun 1992-1998 tamat SDN 20 Sangkir, Lubuk Basung. 2. Tahun 1998-2001 tamat SMPN 10 Medan.
3. Tahun 2001- 2004 tamat SMU ADABIAH Padang.
4. Tahun 2004-2008 tamat kuliah Jurusan Sastra Asia Timur Fakultas Ilmu Budaya Universitas Bung Hatta Padang.
5. Tahun 2007-2008 Mendapat Beasiswa Pertukaran Mahasiswa antara Universitas Bung Hatta dengan Sonoda Women’s University, Osaka Jepang.
6. Tahun 2009 – Sekarang tercatat sebagai Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Pada Program Studi Konsentrasi Linguistik Jepang, Universitas Sumatera Utara Medan.
(7)
C. PENGALAMAN KERJA
1. Tahun 2008 – 2009 Guru honorer SMK N 10 Kelautan Padang. 2. Tahun 2010 – Sekarang Guru MA. Miftahussalam Medan.
D. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Tahun 2006-2007 tercatat sebagai Anggota Jurnalistik Wawasan Proklamator (Koran Kampus) Universitas Bung Hatta.
2. Tahun 2007-2008 tercatat sebagai Anggota klub nihon buyou (Tari Jepang) Sonoda University, Osaka Jepang.
3. Tahun 2007-2008 tercatat sebagai Anggota klub shadou (Kebudayaan Teh Jepang) Sonoda University, Osaka Jepang.
(8)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, serta salawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, atas segala rahmat dan karunia Nya lah sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disampaikan untuk melengkapi salah satu persyarat menyelesaikan studi pada Program Studi Konsentrasi Linguistik Jepang, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Tesis ini berjudul “Tindak Tutur Permintaan Dalam Film Tokyo Love Story” yang
terdiri atas enam bab yaitu: Bab I : Pendahuluan, Bab II : Tinjauan Pustaka, Bab III : Metode Penelitian, Bab : IV : Analisis dan Pembahasan, Bab V : Temuan Hasil Penelitian, Bab VI : Simpulan dan Saran.
Pemilihan judul ini berkaitan dengan ketertarikan peneliti, sebagai pembelajar bahasa Jepang, terhadap temuan dan teori-teori para linguis yang berkenaan dengan kajian pragmatik khususnya mengenai tindak tutur.
Hasil penelitian yang tertuang pada tesis ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi kajian pragmatik di Indonesia khususnya bagi pembelajar bahasa Jepang mengenai tindak tutur dalam bahasa Jepang.Akhirnya penulis mengharapkan sumbangan pikiran, pendapat, serta kritik membangun dari segala pihak untuk kesempurnaan tesis ini.
Medan, Juli 2011 Penulis,
(9)
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, serta salawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, atas segala rahmat dan karunia Nya lah sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Adapun yang menjadi topik penelitian dalam tesis ini adalah suatu analisis tindak tutur yang diberi judul : ‘Tindak Tutur Permintaan Dalam Film Tokyo Love Story ‘. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna menyelesaikan Sekolah Pascasarjana pada Program Studi Konsentrasi Linguistik Jepang, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan yang perlu disempurnakan terutama yang berkaitan dengan isi tesis ini, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Dalam proses penulisan tesis ini, banyak pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung sejak awal penulisan sampai tesis ini terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada orang tuaku yang sangat kusayangi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini yakni ayahanda Syahrial S.S.,M.Hum dan ibunda Rosdaini beserta adik-adik penulis yang penulis sayangi (Erni, Budi dan Lia) serta untuk seseorang yang sangat penulis sayangi terima kasih untuk semangatnya yang selalu dibagi kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
(10)
1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Tengku Silvana Sinar, Ph.D.,sebagai Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana dan ibu Dr. Nurlela M,Hum., sebagai Sekretaris Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana.
3. Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi M.A., Sebagai Koordinator Konsentrasi Bahasa Jepang Program Studi Magister Linguisik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D., sebagai dosen pembimbing pertama yang telah bersedia menyediakan waktu untuk membagi pengetahuan, pandangan, masukan serta bimbingan bagi penulis selama pengerjaan tesis ini.
5. Ibu Dra. Siti Muharami Malayu, M. Hum., sebagai dosen pembimbing kedua yang telah bersedia menyediakan waktu untuk membagi pengetahuan, pandangan, masukan serta bimbingan bagi penulis selama pengerjaan tesis ini.
6. Ibu Dr. Deliana, M. Hum dan Bapak Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP sebagai dosen penguji atas segala koreksi, masukan-masukan selama kolokium, seminar hasil dan sidang.
7. Seluruh staf pengajar / dosen-dosen saya di Program Magister Linguistik USU yang telah memberikan pendidikan pelajaran dan bimbingan pada penulis dari semester awal hingga menamatkan perkuliahan.
8. Seluruh staf pengajar / dosen-dosen saya di Fakultasa Ilmu Budaya Sastra Asia Timur Universitas Bung Hatta yang telah memberikan dorongan serta masukan-masukan selama penulis menjalani masa studi.
(11)
9. Seluruh staf administrasi Program Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara.
10. Teman-teman angkatan 2009 baik yang dari Jurusan Linguistik Umum, Konsentrasi Linguistik Jepang, Konsentrasi Linguistik Arab, Analisis Wacana dan Kesusastraan dan Translation.
11. Teman-teman penulis di Bung Hatta (via dan putri) beserta teman-teman yang lainnya ang telah memberikan semangat serta masukan untuk penulis.
12. Panitia Seminar Linguistik USU 2010-2011 yang telah berkenan hadir dalam prakolokium dan memfasilitasi pra seminar hasil di program studi linguisti.
13. Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih pada semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung, membantu penulis menyelesaikan tesis ini.
Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada keluarga ibunda Ermiati, SS dan pak Zulnaidi, SS, M, Hum beserta keluarga (kak Evi, bang Andi, Ani, Erna dan Tia) yang telah banyak sekali membantu penulis dalam masa perkuliahan sampai akhirnya penulis menyelesiakan tesis ini baik secara moril ataupun materil dan tidak henti-hentinya memberikan dukungan, semangat serta saran kepada penulis.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Kak Elviati Saprina Amd beserta suami Drs. Husnel Anwar Matondang M.Ag dan anak (Rido, Shaza, Dura, Fudla dan Tsuroiya) dan Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bang Sabriandi Erdian, SS, M, Hum. beserta istri kak Eka Satria Bukhari dan anak (‘Akilla dan Mufliha) yang telah membantu penulis selama masa kuliah dan menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran membangun demi menyempurnakan
(12)
tesis ini. Semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT, Amien Yaa Rabbal Alamin. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Juli 2011 Penulis,
(13)
DAFTAR ISI
ABSTRAK...i
ABSTRACT...ii
KATA PENGANTAR...iii
UCAPAN TERIMA KASIH...v
RIWAYAT HIDUP...viii
DAFTAR ISI...x
DAFTAR TABEL...xiii
DAFTAR LAMPIRAN...xiv
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang Masalah………....1
1.2 Rumusan Masalah………..8
1.3 Tujuan Penelitian………...9
1.4 Manfaat Penelitian………...9
1.5 Landasan Teori……….10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...13
2.1 Bahasa Jepang...………...13
2.2 Sosiopragmatik...………...14
2.2.1 Sosiolinguistik...16
2.2.2 Pragmatik...17
2.2.3 Pragmatik Bahasa Jepang...18
2.3 Tindak Tutur...19
2.3.1 Tindak Tutur Permintaan...22
2.3.2 Konsep Tindak Tutur Permintaan...24
2.4 Kesopanan...26
2.5 Fungsi Tindak Tutur ...26
2.6 Jenis Tindak Tutur...29
(14)
2.8 Kajian Terdahulu / Sebelumnya...33
2.9 Kerangka Konseptual...34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...36
3.1 Metode Penelitian...36
3.2 Sumber Data...36
3.3 Teknik Pengumpulan Data...37
3.4 Analisis Data...37
3.5 Contoh Analisis Data...38
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN...40
4.1 Analisis Data...………40
4.1.1 Ragam Kinerja Verbal Tindak Tutur Permintaan, pada Data Ragam Kinerja Verbal...40
4.1.2 Kinerja Kesopanan………...45
4.1.3 Kinerja Ketidaksopanan………..47
4.1.4 Pemakaian Ragam Kinerja Verbal Tindak Tutur Permintaan Bahasa Jepang dalam Film Tokyo Love Story...48
4.2 Pembahasan………....……….48
4.2.1 Ragam Kinerja Verbal Tindak Tutur Permintaan……….48
4.2.1.1Tuturan Bermodus Imperatif……….………...49
4.2.1.2 Tuturan Performatif Eksplisit………52
4.2.1.3 Tuturan Performatif Berpagar……….………...54
4.2.1.4 Tuturan Dengan Proposisi Keharusan………….………..…………57
4.2.1.5 Tuturan yang Menunjukkan Kesangsian (pesimis)………59
4.2.1.6 Tuturan Pengandaian Bersyarat………..………...64
(15)
4.2.3 Kinerja Ketidaksopanan………..………..72
4.2.4 Pemakaian Ragam Kinerja Verbal Tindak Tutur Permintaan Bahasa Jepang dalam Film Tokyo Love Story…………..………..….74
BAB V TEMUAN HASIL PENELITIAN...77
5.1 Temuan hasil penelitian...77
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN………...79
Simpulan………….………..………...…….…………79
Saran……….………..………..………...81 DAFTAR PUSTAKA
(16)
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Ragam kinerja verbal tindak tutur………..40
2. Kinerja kesopanan………..45
3. Kinerja ketidaksopanan………..47
4. Temuan hasil penelitian……….77
(18)
ABSTRAK
Rosmita Syahri . 2011. Tindak Tutur Permintaan Dalam Film Tokyo Love Story
Medan : Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Tesis ini mengkaji tentang tindak tutur permintaan dalam bahasa Jepang pada Film Tokyo Love Story .Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menguraikan jenis dan fungsi tindak tutur permintaan dalam bahasa Jepang pada Film Tokyo Love Story.Teori utama yang digunakan adalah untuk menganalisis jenis tindak tutur penulis menggunakan teori Rahardi (2009 : 19) yang membedakan jenis –jenis tindak tutur menjadi dua jenis. Untuk menganalisis fungsi tindak tutur penulis menggunakan pendapat Blum Kulka (1987) yang membagi fungsi tindak tutur menjadi sembilan kelompok.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode yang memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data, menyusun dan mengklasifikasikannya, menganalisis serta menginterprestasikannya.. Data dikumpulkan dengan cara mendengarkan dan mencatat semua tuturan permintaan pada kolom jenis tindak tutur dan fungsi tindak tutur. Hasil penelitian tentang tindak tutur permintaan dalam bahasa Jepang pada Film Tokyo Love Story ini menunjukkan dalam interaksi masyarakat Jepang tuturan senioritas, yang lebih tua, majikan, atasan, genderlaki-laki lebih cenderung menggunakan tuturan yang kurang sopan, sementara tuturan dalam interaksi yang digunakan oleh junior, lebih muda, pembantu, gender perempuan lebih cenderung menggunakan tuturan yang sopan dan disampaikan dengan jenis tuturan tidaklangsung (ketidakterusterangan).
(19)
ABSTRACT
Rosmita Syahri. 2011. Speect acts found in the Tokyo Love Story Film. School Student. Medan. Postgraduate Program North Sumatera University.
This thesis deals with speect acts in Japanese found in the Tokyo Love Story Film. The objective of the study is to describe and explain the function of speect acts in the film. The study is based on the theory of speect acts as proposed by Rahardi (2009 : 19) in which two kinds of speect acts are elaborated to analyze the speect act function, reference is made to Blum Kulka (1987) who categorized the speect acts into nine types. The study was based on descriptive approach. Data were collected by listening to the expression and categorizing the types of speect act. Finding of the research about speech act order in Japanese at Tokyo Love Story film show that in interaction society of Japan speech seniority old age, boss, employer, man inclined use impolite speech, while speech in interaction use of junior, younger age, assistant, servant, woman inclined use polite and show with indirect speech (roguishness).
.
(20)
ABSTRAK
Rosmita Syahri . 2011. Tindak Tutur Permintaan Dalam Film Tokyo Love Story
Medan : Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Tesis ini mengkaji tentang tindak tutur permintaan dalam bahasa Jepang pada Film Tokyo Love Story .Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menguraikan jenis dan fungsi tindak tutur permintaan dalam bahasa Jepang pada Film Tokyo Love Story.Teori utama yang digunakan adalah untuk menganalisis jenis tindak tutur penulis menggunakan teori Rahardi (2009 : 19) yang membedakan jenis –jenis tindak tutur menjadi dua jenis. Untuk menganalisis fungsi tindak tutur penulis menggunakan pendapat Blum Kulka (1987) yang membagi fungsi tindak tutur menjadi sembilan kelompok.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode yang memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data, menyusun dan mengklasifikasikannya, menganalisis serta menginterprestasikannya.. Data dikumpulkan dengan cara mendengarkan dan mencatat semua tuturan permintaan pada kolom jenis tindak tutur dan fungsi tindak tutur. Hasil penelitian tentang tindak tutur permintaan dalam bahasa Jepang pada Film Tokyo Love Story ini menunjukkan dalam interaksi masyarakat Jepang tuturan senioritas, yang lebih tua, majikan, atasan, genderlaki-laki lebih cenderung menggunakan tuturan yang kurang sopan, sementara tuturan dalam interaksi yang digunakan oleh junior, lebih muda, pembantu, gender perempuan lebih cenderung menggunakan tuturan yang sopan dan disampaikan dengan jenis tuturan tidaklangsung (ketidakterusterangan).
(21)
ABSTRACT
Rosmita Syahri. 2011. Speect acts found in the Tokyo Love Story Film. School Student. Medan. Postgraduate Program North Sumatera University.
This thesis deals with speect acts in Japanese found in the Tokyo Love Story Film. The objective of the study is to describe and explain the function of speect acts in the film. The study is based on the theory of speect acts as proposed by Rahardi (2009 : 19) in which two kinds of speect acts are elaborated to analyze the speect act function, reference is made to Blum Kulka (1987) who categorized the speect acts into nine types. The study was based on descriptive approach. Data were collected by listening to the expression and categorizing the types of speect act. Finding of the research about speech act order in Japanese at Tokyo Love Story film show that in interaction society of Japan speech seniority old age, boss, employer, man inclined use impolite speech, while speech in interaction use of junior, younger age, assistant, servant, woman inclined use polite and show with indirect speech (roguishness).
.
(22)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Bahasa adalah wahana komunikasi yang paling efektif bagi manusia dalam menjalin hubungan dengan dunia di luar dirinya. Hal itu berarti bahwa fungsi utama bahasa adalah sumber daya untuk berkomunikasi. Sebagai media komunikasi, bahasa tidak dapat dipisahkan dari masyarakat pemakaianya. Bahasa itu muncul karena adanya kepentingan untuk menjalin hubungan interaksi sosial.
Sebagai alat komunikasi, bahasa sangat esensial dalam kehidupan manusia, yakni untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Dengan bahasa, manusia dapat berbuat sesuatu usaha yang berhubungan dengan kebutuhannya untuk meningkatkan taraf kesejahteraan.
Begitu juga sebagai unsur kelengkapan hidup manusia, seperti kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, merupakan kelengkapan kehidupan manusia yang dibudidayakan dengan menggunakan bahasa menurut Suparno dan Oka ( 1993 : 1).
Sebagai salah satu wujud budaya, bahasa dengan berbagai fungsinya merupakan bentuk keterampilan yang harus dimiliki seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Melalui bahasa maksud perasaan ataupun pola pikir dari penutur dapat diketahui. Diantara berbagai fungsi bahasa seperti untuk menyampaikan perasaan, menginformasikan sesuatu, memberi perintah dan sebagainya.
(23)
Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Menguraikan peran bahasa dalam setiap aspek kehidupan manusia, seperti berkomunikasi berpikir oleh Kartomiharjo ( 1988 : 1).
Dengan demikian kajian tentang bagaimana bahasa digunakan di masyarakat sangat diperlukan. Di masyarakat, bahasa berperan sebagai pengikat anggota-anggota masyarakat pemakainya menjadi suatu masyarakat yang kuat, bersatu dan maju dan fungsinya adalah untuk berinteraksi dengan sesamanya guna memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Bagi individu, bahasa diguakan untuk berfikir, berintrospeksi diri, berkhayal, dan lain-lain. Sebenarnya manuasia dalam diam itu, tetap menggunakan bahasa. Walaupun tampak diam, namun dia tidak dapat dikatakan sepenuhnya diam. Dalam kondisi diam itu, pikiran manusia masih tetap aktif dan dalam keaktifannya itu berarti manuasia berbahasa.
Begitu juga dalam menuturkan suatu kalimat, seseorang tidak semata-mata mengatakan sesuatu dengan pengucapan kalimat, ia juga “menindakkan” sesuatu. Contoh
dalam pengucapan kalimat Mau minum apa? si pembicara tidak semata-mata
menanyakan atau meminta jawaban tertentu ; ia juga menindakkan sesuatu, yakni menawarkan minuman.
Seperti contoh berikut : seorang ibu rumah pondokan putri berbicara kepada tamu laki lakinya;
Sudah jam sembilan!
Pada contoh diatas si ibu tidak hanya semata-mata memberi tahu keadaan jam pada waktu itu, tetapi menindakkan sesuatu, yakni memerintahkan lawan bicara. Agar tamu laki-laki supaya pergi meninggalkan rumah pondokannya. Hal-hal yang dapat
(24)
ditindakan di dalam berbicara antara lain, permintaan (request), pemberian izin
(permission ), tawaran (offers), ajakan (invitation), penerimaan akan tawaran (acceptation
of offers) menurut Purwo ( 1990 : 19-20).
Wujud praktis penggunaan bahasa dapat dilihat dalam tindak tutur. Dalam bertindak tutur , antara penutur dan mitra tutur selalu berhubungan dengan fungsi, maksud, modus dan konteks yang melatari terjadinya interaksi Leech (1983 :13). Istilah
fungsi berhubungan dengan tujuan tindak, misalnya tindak yang hanya berorientasi
penutur, mitra tutur , atau tindak yang berorientasi baik penutur maupun mitra tutur dalam interaksi. Istilah maksud berhubungan dengan tujuan tindak yang telah dibebani
oleh kemauan atau motivasi yang sadar dari pemakainya dalam interaksi Verhaar (1982 : 131) misalnya persuasi, menyindir dan sebagainya. Modus adalah strategi penyampaian
tutur sehubungan dengan tujuan dan maksud tutur tersebut dalam interaksi, misalnya permintaan disampaikan dengan bentuk kalimat pernyataan sebagai modus langsung, permintaan disampaikan dengan bentuk kalimat pernyataan sebagai modus tidak langsung, dan sebagainya. Dapat dilihat pada contoh yang ditulis oleh Purwo (1990 : 20) berikut ini:
(1) ( Tindak Ujaran langsung )
A: Minta uang untuk membeli gula B: Ini
(2) (Tindak Ujaran tak langsung ) A: Gulanya habis, nyah. B: Ini uangnya. Beli sana!
(25)
contoh (2) penutur A tidak semata-mata menyatakan bahwa gulanya habis, ia dengan tidak langsung juga “menindakkan” sesuatu, yakni meminta uang untuk membeli gula walaupun tidak ditunjukkan secara eksplisit dengan performatif minta. Konteks
mengacu kepada aspek-aspek yang berhubungan dengan lingkungan fisik dan sosiobudaya dalam interaksi.
Contoh kasus di atas bukan hanya terdapat pada penutur bahasa Indonesia, tetapi juga terdapat pada penutur bahasa asing lainnya seperti bahasa Jepang. Bahasa Jepang ialah bahasa yang dipakai sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat di seluruh pelosok negara Jepang. Bahasa Jepang dipakai sebagai bahasa resmi, bahasa penghubung antar anggota masyarakat Jepang yang memiliki berbagai macam dialek , dan dipakai sebagai bahasa pengantar di semua lembaga pendidikan di Jepang sejak sekolah taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi menurut Sudjianto (1995 : 1).
Selain itu bahasa Jepang juga mengenal adanya tingkatan bahasa, dalam penggunaanya perlu dipertimbangkan banyak faktor seperti status sosial pembicara dan pendengar serta suasana yang mengiringinya. Disamping itu, pula perlu dikenali apakah ungkapan tersebut umum digunakan oleh laki-laki atau perempuan, anak-anak, atau orang dewasa serta bagaimana hubungan yang mempertautkan mereka menurut Edizal (2001 : 1)
Karena adanya penggunaan konsep tersebut dalam stratifikasi sosial masyarakat Jepang maka terbentuklah ragam bahasa Jepang yang terdiri dari ragam hormat dan ragam biasa.
Kajian tentang stratifikasi sosial tersebut dibahas pada cabang ilmu sosiolinguistik. Sering dikatakan, sosiolinguistik itu sangat berkaitan dengan pragmatik (yang oleh
(26)
segolongan orang dimasukkan ke dalam linguistik). Salah satu kaitan yang dapat kita lihat adalah munculnya istilah tindak tutur dalam kedua bidang kajian itu Sumarsono
(2004 : 322).
Sehubungan dengan peran tindak tutur tersebut, pemakaian tindak tutur dalam interaksi antara penutur dan mitra tutur cenderung memiliki keberagaman kinerja bentuk verbal dan mendapatkan status dan konteks interaksi tersebut.
Tesis ini mengkaji tindak tutur direktif, khususnya tindak tutur permintaan pada penutur bahasa Jepang pada film TLS. Permintaan adalah salah satu tindak tutur yang
dikelompokkan ke dalam kategori tindak tutur direktif. Direktif adalah tindak tutur atau ujaran yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar penutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu (misalnya : menyuruh, meminta, memohon, menuntut, menyarankan, menentang) Searle (1975 : 24). Bach dan Harnish (1979) juga menyatakan bahwa direktif juga mengungkapkan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh petutur, tindakan direktif juga bisa mengungkapkan maksud penutur (keiginan, harapan) sehinggga ujaran atau sikap yang diungkapkan dijadikan sebagai alas an untuk bertindak oleh petutur.
Tindak tutur direktif yang dikhususkan pada tuturan permintaan adalah tindak tutur yang dilakukan penutur dalam bentuk perintah atau suruhan dengan maksud meminta mitra tutur untuk melakukan sesuatu.
Kendala tindak tutur permintaan dari fungsi dan jenis penyampaiannya menurut hasil pengamatan banyak dijumpai pada ragam bahasa Jepang sebagai peristiwa - peristiwa tutur sehari- hari.
(27)
Sebagai contoh analisis yaitu pada film TLS adalah:
A: ( Episode 1)
Nande, sono kao yo, waratte, waratte.
Kenapa raut wajah kamu, tersenyumlah. B:
Yaa, boku wa hitoride Ehime kara kite, nani wo suru ka, wakaranaiyo.
Saya sendirian datang dari Ehime, apa yang mau dikerjakanpun belum paham. Pada tuturan di atas A adalah teman wanita dari B. A meminta agar B tersenyum karena melihat raut muka B yang murung. Menurut Rahardi (2009: 19-20) tuturan yang modus penyampaiannya sama dengan kalimat menggambarkan pernyataan permintaan secara langsung dan literal karena makna / maksud dari kalimat tersebut sama dengan tuturan yang disampaikan. Jadi tuturan diatas merupakan jenis tindak tutur langsung literal dan berfungsi menawarkan dengan menggunakan kalimat bermodus imperatif. Sebagaimana pendapat Alisjahbana (1959 : 54) dapat dimaksudkan sebagai perintah langsung, yang menggunakan tuturan yang bermodus imperatif cenderung dimaksudkan sebagai perintah positif, karenanya cenderung lugas.
Penelitian ini di fokuskan pada bahasa Jepang dengan objek studi kasus serial drama Jepang TLS. Film ini dimulai dengan kepindahan Kanji Nagao ke Bagian
Penjualan, Heart Sports di Tokyo, dari desa kecil yang bernama Ehime. Dan mempertemukannya dengan teman baru satu kantornya yang bernama Rika Akana. Selama berada di Tokyo, Kanji yang biasa mengikuti reuni dengan teman-teman satu SMA-nya yang tinggal di Tokyo, yakni Mikami dan Satomi. Ketiganya adalah teman
(28)
sejak kecil dan tumbuh bersama. Mikami adalah sahabat laki-lakinya yang berkepribadian terbuka, dan cenderung playboy. Sementara Satomi adalah wanita yang diam-diam dicintainya sejak mereka SMA dulu, tapi Kanji tidak pernah menyatakan perasaannya.
Kanji yang naif dan peragu langsung shock ketika melihat Mikami dan Satomi berjalan bersama dengan mesra, Mikami yang memang sering bertengkar dengan Kanji karena Satomi bahkan tidak ragu mengumumkan hubungan mereka. Dia mengatakan, Satomi yang pendiam membalas perasaannya. Dia tidak peduli bila hal tersebut akan menyakitiKanji.
Namun kehadiran Rika yang periang dan selalu bersemangat mampu menghibur kekecewaan Kanji. Bahkan dia berusaha terus berada di dekat ketiga sahabat tersebut sehingga membuat persahabatan mereka tidak putus, Kanji yang mengetahui Rika secara diam-diam juga menyukai dirinya akhirnya menerima Rika sebagai kekasihnya. Hubungan mereka sempat terganggu, karena Kanji mendengar Rika pernah punya hubungan dengan bos mereka Sendo, yang sudah berkeluarga. Sifat Mikami yang cenderung playboy membuatnya tak mampu menahan diri
untuk mendekati teman kuliahnya, Naoko Nagasaki, meskipun dia sudah menjalin hubungan dengan Satomi. Kecuekan Naoko membuatnya penasaran. Tapi ternyata, sebenarnya Naoko yang sudah dijodohkan tersebut juga diam – diam menyukai Mikami. Bahkan, dia rela membatalkan pernikahannya demi Mikami. Hubungan Mikami dan Naoko akhirnya diketahui Satomi. Kepada siapa lagi dia mengadu selain pada teman akrabnya yang tidak lain adalah Kanji. Dia pun mulai menyadari, sebenarnya Kanji sangat memperhatikannya, melebihi Mikami. Meski dia mengetahui
(29)
hubungan Kanji dan Rika, dia berusaha menguji, apakah perasaan Kanji pada Rika lebih besar daripada perasaan Kanji padanya. Kanji yang peragu tentu saja kesulitan ketika dihadapkan pada pilihan ini. Apalagi dia mengira, Satomi yang pemurung lebih memerlukan kehadirannya daripada Rika yang tampak selalu gembira seolah tak pernah punya masalah.
Dari hubungan pertemanan mereka ini banyak menghasilkan tindak tutur permintaan yang berbeda seperti tuturan permintaan pada waktu menolak, mengajak, menerima dan sebagainya, baik dilihat dari segi gender, pendidikan, latar belakang sosial maupunumur.
Film ini diadaptasi dari manga “komik” dengan judul yang sama karya
Fumi Saimon yang di produksi oleh Fuji TV dengan sutradara Kozo Nakayama yang terdiri dari 11 episode. Serial drama Jepang ini adalah teledrama Asia pertama yang sangat populer di Indonesia setelah oshin di era TVRI. Selain itu tindak tutur yang diteliti
banyak terdapat pada drama ini dan bahasa Jepang yang digunakan juga mudah dipahami oleh penulis sebagai pembelajar asing yang mempelajari bahasa Jepang.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Jenis tindak tutur permintaan apakah yang terdapat pada film TLS?
2. Fungsi tindak tutur permintaan apakah yang terdapat pada film TLS?
3. Jenis dan fungsi tindak tutur permintaan manakah yang paling dominan pada film
(30)
4. Apakah penyebab tindak tutur permintaan tertentu muncul lebih dominan pada film TLS?
1.3Tujuan Penelitian
Sejalan dengan masalah yang akan dikaji, tujuan penelitin ini adalah:
1. Mendeskripsikan jenis tindak tutur permintaan yang terdapat pada film
TLS,
2. Mendeskripsikan fungsi tindak tutur permintaan yang terdapat pada film
TLS,
3. Menguraikan jenis dan fungsi tindak tutur permintaan yang paling
dominan pada film TLS,
4. Menguraikan penyebab tindak tutur permintaan tersebut muncul lebih
dominan pada film TLS.
1.4 Manfaat Penelitian
Temuan penelitian diharapkan memberi manfaat teoritis dan praktis yakni, Manfaat teoritis temuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Temuan penelitian ini dapat menigkatkan ilmu kebahasaan (Linguistik), khususnya pada kajian pragmatik dan sosiopragmatik bahasa Jepang.
2. Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang lengkap dan mendalam khususnya oleh pembelajar bahasa, budaya dan sastra Jepang di Indonesia dalam memahami pola pikir bangsa Jepang.
(31)
3. Temuan penelitian ini dapat menambah kajian kosakata bahasa Jepang khususnya yang berhubungan dengan tindak tutur.
Manfaat praktis mencakup hal sebagai berikut:
1. Temuan penelitian ini juga diharapkan berguna bagi penelitian selanjutnya. 2. Temuan penelitian ini diharapkan berguna bagi pengajar dan pembelajar
khususnya bahasa Jepang.
3. Temuan penelitian ini dapat menambah khasanah kepustakaan pada bidang Linguistik bahasa Jepang.
1.5 Landasan Teori
Tesis ini menggunakan teori sosiopragmatik dan tindak tutur sebagai landasan teori. Uraian tentang teori yang berkaitan dengan sosiopragmatik dan tindak tutur akan diberikan pada bab II.
Untuk teori sosiopragmatik sebagai kajian dalam tesis ini, penulis mengacu pada pendapat Rahardi (2009 : 21) yang mengatakan sebagai ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia, pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks situasi yang mewadahi bahasa itu.
Untuk menganalisis tindak tutur penulis mengacu pada pendapat Saragih (2010 : 15) yang mengatakan tindak tutur adalah aksi yang dilakukan oleh pembicara melalui ujaran atau dengan menggunakan bahasa. Saragih juga mengelompokkan tindak tutur menjadi lima jenis, yaitu tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi.
(32)
Untuk menganalisis jenis tindak tutur, penulis juga menggunakan pendapat Rahardi (2009 : 19) yang membedakan jenis-jenis tindak tutur menjadi:
1. Tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. 2. Tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal.
Untuk menganalisis fungsi tindak tutur penulis menggunakan pendapat Blum Kulka (1987) dalam Kartika (2000 : 29-30) dapat diungkapkan dengan menggunakan berbagai ujaran seperti berikut:
1. Bermodus imperatif (Pindahkan kotak ini!).
2. Performatif eksplisit (Saya minta Saudara memindahkan kotak ini)
3. Performatif berpagar (Saya sebenarnya mau minta Saudara memindahkan kotak ini)
4. Pernyataan keharusan (Saudara harus memindahkankotak ini ) 5. Pernyataan keinginan (Saya ingin kotak ini dipindahkan) 6. Rumusan saran ( Bagaimana kalau kotak ini dipindahkan) 7. Persiapan pernyataan (Saudara dapat memindahkan kotak ini?) 8. Isyarat kuat (Dengan kotak ini di sini, ruangan ini kelihatan sesak) 9. Isyarat halus ( Ruangan ini kelihatan sesak)
Untuk pengertian mengenai tindak tutur permintaan penulis menggunakan pendapat Bach dan Harnish ( 1979 : 41 ) yang mengatakan tindak tutur permintaan merupakan jenis tindak tutur yang dilakukan oleh penutur untuk membuat mitra tuturnya melakukan sesuatu.
(33)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahasa Jepang
Bahasa Jepang ialah bahasa yang dipakai sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat di seluruh pelosok negara Jepang. Bahasa Jepang dipakai sebagai bahasa resmi, bahasa penghubung antar anggota masyarakat Jepang yang memiliki berbagai macam dialek , dan dipakai sebagai bahasa pengantar di semua lembaga pendidikan di Jepang sejak sekolah taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi dalam Sudjianto (1995 :1).
Bahasa Jepang adalah bahasa yag unik, apabila kita melihat para penuturnya, tidak ada masyarakat negara lain yang memakai bahasa Jepang sebaai bahasa nasionalnya. Sebagai bandingan kita dapat melihat bahasa lain seperti bahasa Inggris yang dipakai di beberapa negara sebagai bahasa nasionalnya seperti di Amerika, Inggris, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan sebagainya. Sehingga walaupun hanya menguasai bahasa Inggris kita dapat berkomunikasi dengan warga negara-negara tersebut. Contoh lain adalah bahasa Melayu yang biasa dipakai oleh orang-orang Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan sebagainya. Bahasa Jepang tidak sama dengan bahasa –bahasa yag tadi. Orang-orang yang lahir dan hidup di dalam lingkungan masyarakat dan kebudayaan Jepang. Kita dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Jepang atau dengan orang lain yang pernah mempelajarinya menurut Sudjianto (1995 : 3)
Dari sisi lain kita juga melihat bangsa Jepang hanya memakai satu bahasa sebagai bahasa nasionalnya yaitu bahasa Jepang. Tidak ada bahasa lain yang dipakai di Jepang
(34)
sebagai bahasa nasionalnya. Keunikan bahasa Jepang lainnya berkaitan dengan rumpun bahasanya. Bahasa-bahasa yang ada di dunia ini pada umumnya jelas rumpun bahasanya. Sedangkan rumpun bahasa Jepang sampai sekarang masih diperdebatkan oleh para ahlinya. Hal ini dapat disadari apabila melihat klasifikasi bahasa-bahasa yang ada di dunia berdasarkan rumpun bahasanya menurut Shimizu (2000 : 14)
Dilihat dari aspek-aspek kebahasaannya, bahasa Jepang memiliki karakteristik tetentu yang dapat kita amati dari huruf yang dipakainya, kosakata, sistem pengucapan, gramatika, dan ragam bahasanya. Apabila melihat huruf yang dipakai untuk menuliskan bahasa Jepang , kita tahu bahwa bahasa Jepang memiliki sistem penulisan yang sangat kompleks.
Selain itu bahasa Jepang juga mengenal adanya tingkatan bahasa, dalam penggunaanya perlu dipertimbangkan banyak faktor seperti status sosial pembicara dan pendengar serta suasana yang mengiringinya. Disamping itu, pula perlu dikenali apakah ungkapan tersebut umum digunakan oleh laki-laki atau perempuan, anak-anak, atau orang dewasa serta bagaimana hubungan yang mempertautkan mereka dalam Edizal (2001 : 1)
2.2 Sosiopragmatik
Pandangan yang berterima di kalangan pakar pramatik dan juga di kalangan pakar sosiolinguistik saat ini adalah bahwa, jika kita berbicara atau mengeluarkan ujaran (apakah ujaran itu berupa kalimat, frasa atau kata), apa yang keluar dari mulut kita itu dapat dianggap sebagai tindakan. Tindakan itu dapat disebut sebgai tindakan berbicara, tindakan berujar, atau tindakan bertutur. Istilah yang sekarang lazim dipakai untuk
(35)
mengacu ke tindakan itu ialah tindak tutur, yang merupakan terjemahan istilah Inggris
speech act.
Sering dikatakan, sosiolinguistik itu sangat berkaitan dengan pragmatik (yang oleh segolongan orang dimasukkan ke dalam linguistik ). Salah satu kaitan yang dapat kita lihat adalah munculya istilah tindak tutur dalam kedua bidang kajian itu menurut
Sumarno dan Partana (2004 : 322)
Ihwal sosiopragmatik dapat dijelaskan dari pengertian oleh pakar-pakar linguistik dalam Rahardi (2009 : 20) yaitu Levinson (1983) mendefiisikan sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteknya. Batasan dari Levinson dapat dilihat pada kutipan berikut: Pragmatics is the study of those relations between language and
context that are gramaticalizzed or encoded in the structure of a language menurut
Levinson (1983 : 9). Pada sisi lain, Parker (1986) dalam Rahardi (2009 : 20) dalam bukunya yang berjudul Linguistics for Non-Linguists menyatakan bahwa itu cabang ilmu
bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal.
Tarigan (1990 : 26) mengatakan sosiopragmatik adalah telaah mengenai kondisi-kondisi ‘setempat’ atau kondisi-kondisi-kondisi-kondisi ‘lokal’ yang lebih khusus mengenai penggunaan bahasa. Dalam masyarakat setempat yang lebih khusus ini jelas terlihat bahwa prinsip koperatif atau prinsip kerjasama dan prinsip kesopansantunan berlangsung secara berubah-ubah dalam kebudayaan yang berbeda-beda atau aneka masyarakat bahasa, dalam situasi-situasi sosial yang berbeda-beda, dan sebagainya. Dengan kata lain, sosiopragmatik merupakan tapal batas sosiologis pragmatik. Jadi jelas di sini betapa erat hubungan antara sosiopragmatik dengan sosiologi.
(36)
Dari batasan-batasan yang disampaikan ini dapat disimpulkan bahwa sosok pragmatik, yakni ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia, pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks situasi yang mewadahi bahasa itu. Konteks yang dimaksud dapat mencakup dua macam hal, yakni konteks yang bersifat sosial dan konteks yang bersifat sosietal. Konteks sosial adalah konteks yang timbul sebagai akibat dari munculnya interaksi antaranggota masyarakat dalam suatu masyarakat sosial dan budaya tertentu. Adapun yang dimaksud dengan konteks sosietal adalah konteks yang faktor penentunya adalah kedudukan dari anggota masyarakat dalam institusi-institusi sosial yang ada di dalam masyarakat dan budaya tertentu.
2.2.1 Sosiolinguistik
Sosiolinguistik merupakan ilmu antar disiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat. Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitanya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat menurut Chaer dan Agustina (2004 : 2-3).
Menurut Rahardi (2010:16) Sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan memperhitungkan hubungan antara bahasa dan masyarakat, khususnya masyarakat penutur bahasa itu. Jadi jelas, bahwa sosiolinguistik mempertimbangkan keterkaitan antara dua hal, yaitu linguistik untuk segi kebahasaannya dan sosiologi untuk segi kemasyarakatannya.
(37)
2.2.2 Pragmatik
Tarigan (1996 : 34) menyatakan bahwa teori tindak tutur adalah bagian dari pragmatik, dan pragmatik itu sendiri merupakan bagian dari performansi linguistik. Pengetahuan mengenai dunia adalah bagian dari konteks dan dengan demikian pragmatik mencakup bagaimana cara pemakai bahasa menerapkan pengetahuan dunia untuk menginterprestasikan ucapan-ucapan.
Purwo (1990 : 16) dan Leech (1983: 21) mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mengkaji makna tuturan, sedangkan semantik adalah ilmu yang mengkaji makna kalimat, pragmatik mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi ujar.
Djajasudarma (1994 : 56) sendiri menerangkan bahwa pragmatik itu mengkaji unsur makna ujaran yang tidak dapat dijelaskan melalui referensi langsung pada pengungkapan ujaran dan juga mencakup studi interaksi antara pengetahuan kebahasaan dan dasar pengetahuan tentang dunia yang dimiliki oleh pendengar / pembaca.
Purwo (1990 : 17-20) mengatakan bahwa pragmatik menjelajahi empat fenomena, yaitu (1) deiksis, (2) praanggapan, (3) tindak ujaran, dan (4) implikatur percakapan. Soemarno (1998) juga mengemukakan bahwa unsur-unsur penting yang perlu diamati dalam penelitian pragmatik adalah deiksis, praanggapan, implikatur, pertuturan, dan struktur wacana. Jadi jelas bahwa tindak tutur merupakan prasyarat dalam memperoleh bahasa pada umumnya.
(38)
2.2.3 Pragmatik Bahasa Jepang
Gouyouron ha gohou kensha shitari, kentou shitari suru bunmon dehanai. Gengou
dentatsu ni oite, hatsuwa aru bamen ni oitenasareru. haiwa toshite no bun ha, sore
yoirareru no naka de hajimete tekitou na imi wo motsu koto ni naru.
Pragmatik adalah studi dari penggunaan untuk pemeriksaan terhadap tindakan dalam komunikasi linguistik, baik berupa ucapan yang dibuat dalam sebuah tuturan, baik berupa teks yang tepat dalam pertama penggunaannya sehingga memiliki makna di dalamnya.
Tatoeba:
(1) kore o mawashite kudasai.
Contoh:
(1) silahkan putar ini
1993 : 281-282
(1) no bun ga ba no kotoba de areba, [mawasu] ha hako no tottete o [kaitensaseru]
koto de aru. Futsu, go ya bun ha iku touri ka no imi o motsu koto ga ooi.
Koushita imi wo yomi to iuga, sono go ya bun ga tsukawawreru joutai ni yotte,
(39)
Contoh (1) pada kalimat di atas adalah kata (putar), untuk memutar sebuah kotak itu. Biasanya, kata tersebut apabila berada dalam sebuah kalimat maka akan memiliki beberapa makna.
Maka itu berarti, kata-kata dan pernyataan yang digunakan dalam beberapa situasi itu menentukan suatu tindakan.
2.3 Tindak Tutur
Telaah mengenai bagaimana cara kita melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kalimat-kalimat adalah telaah mengenai tindak ujar / tindak tutur (speech act ) dalam
menelaah tindak ujar ini kita harus menyadari benar-benar betapa pentingnya konteks ucapan / ungkapan. Teori tindak ujar bertujuan mengutarakan kepada kita, bila kita mengemukakan pertanyaan padahal yang dimaksud adalah menyuruh, atau bila kita mengatakan sesuatu hal dengan intonasi khusus padahal yang dimaksud justru sebaliknya Tarigan (1990 : 33).
Chaer dan Austina (2004 : 50) Istilah dan teori mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L. Austin, seorang guru besar di Uiversitas Harvard, pada tahun 1956. Teori yang bersal dari materi kuliah itu kemudian dibukukan oleh J.O. Urmson
(1965) dengan judul How to do Thing with Word? Tetapi teori tersebut baru mulai
terkenal dalam studi linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan buku berjudul Speech
Act and Essay in the Philosophy of Language.
Sehubungan dengan peran tindak tutur tersebut, pemakaian tindak tutur dalam interaksi antara penutur dan mitra tutur cenderung memiliki keberagaman kinerja bentuk verbal dan mendapatkan status dan konteks interaksi tersebut.
(40)
Tindak tutur memerlukan penutur dan mitra tutur. Keberagaman kinerja tindak tutur itu menurut Hymes (1980-23) dan Jacobson yang dikutip Djajengwasito (1984 : 4-5) dapat berfugsi sebagai:
1. Repsentatif ( disebut juga asertif), yaitu tindak tutur yang mengikat
penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya (misalnya: menyatakan, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan);
2. Direktif, yaitu tindak ujaran yang dilakukan penuturnya dengan maksud
agar penutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu (misalnya : meminta, menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, menentang);
3. Ekspresif, tindak ujaran yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya
diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam ujaran itu ( misalnya : memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh);
4. Komisif, tindak ujaran yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan
apa yang disebutkan di dalam ujarannya ( seperti : berjanji, bersumpah, mengancam);
5. Deklaratif, yaitu tindak ujaran yang dilakukan penutur dengan maksud
untuk menciptakan hal ( status, keadaan, dan sebagainya) yang baru (misalnya: memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, memberi maaf).
Austin (1962) dalam How to do Thing with Word mengemukakan bahwa mengujarkan sebuah kalimat tertentu dapat dipandang sebagai melakukan tindakan (act),
(41)
disamping memang mengucapkan kalimat tersebut. Ia membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan tindak tutur, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
1. Tindak tutur lokusi adalah semata-mata tindak berbicara, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna kata itu (di dalam kamus ) dan makna kalimat itu sesuai dengan kaidahnya sintaksisnya. Perbuatan bertutur, hal mengungkapkan sesuatu atau menyatakan sesuatu (locutyonary speech act).
Misalnya: Dia sakit.
Kaki manusia dua. Pohon punya daun.
Wacana-wacana ilmiah yang tidak menekankan emosi termasuk tindak tutur lokusi. Tindak tutur ini sangat sedikit peranannya dalam pragmatik.
2. Tindak tutur ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu. Di sini kita mulai berbicara tentang maksud dan fungsi atau daya ujaran yang bersangkutan, untuk apa ujaran itu dilakukan. Perbuatan yang dilakukan dalam mengujarkan sesuatu atau melakukan sesuatu. Misalnya : memperingatkan, bertanya (illocutionary speech act)
Misalnya : Ibunya di rumah! (bisa bermaksud melarang datang menemui anaknya) Bapaknya galak! (bisa melarang jangan ke sana)
Saya tidak dapat datang (minta maaf)
3. Tindak tutur perlokusi mengacu ke efek yang ditimbulkan oleh ujara yang dihasilkan oleh penutur. Secara singkat , perlokusi adalah efek dari tindak tutur itu bagi mitra tutur. Perbuatan yang dilakukan dengan mengujarkan sesuatu, membuat orang lain percaya akan sesuatu dengan mendesak orang lain untuk berbuat sesuatu, misalnya mempengaruhi orang lain (perlocutionary speech act) Misalnya : Tempat itu jauh.
(42)
2.3.1 Tindak Tutur Permintaan
Bach dan Harnish (1979 : 41) mengatakan tindak tutur permintaan merupakan jenis tindak tutur yang dilakukan oleh penutur untuk membuat mitra tuturnya melakukan sesuatu baik berfungsi sebagai pengatur tingkah laku maupun berfungsi sebgai pengontrol tindak.
Selanjutnya menurut Fasold (1990 : 58) , Bach dan Harnish (1979 : 47) bahwa tindak tutur permintaan tidak hanya penutur menuntut mitra tutur melakukan sesuatu, bertindak atau berkata, tetapi ia (penutur) menuntut mitra tuturnya melakukan kegiatan yang sesuai dengan pandangan Grice (1975 : 40-50) baik menyangkut apa yang dikatakan, apa yang dimaksudkan maupun apa yang dilakukan yang sangat berkaitan dengan tataran sosio budaya masyarakat tuturnya.
Pada waktu seseorang mengutarakan permintaan ataupun suruhan kepada orang lain, banyak hal yang harus dipertimbangkannya. Salah satu pertimbangannya adalah bagaimana menyatakan permintaan tanpa melukai perasaan lawan tuturnya. Pemilihan tindak tutur permintaan sebagai satu analisis didasari pada beberapa pertimbangan :
1. Pertama, tindak tutur permintaan ini berpotensi besar mengancam muka ( yakni muka orang yang dimintai permintaan).
2. Kedua, permintaan tidak hanya sebagai gagasan yang asal terujar melainkan perlu mempertimbangakan kepada siapa permintaan tersebut dituturkan dan dimana peristiwa tersebut dituturkan.
3. Ketiga, permintaan dapat merusak keharmonisan hubungan baik antara penutur
(43)
Analisis tindak tutur permintaan merupakan bagian dari tindak direktif. Tindak tutur permintaan adalah kajian yang diteliti dalam tesis ini. Menurut Moelino et al (1993)
meminta adalah berharap supaya diberi atau mendapat sesuatu. Sedangkan permintaan
adalah perbuatan meminta. Dikemukakan pula oleh Marckwardt e al (1996 : 170) permintaan adalah (1) untuk mengungkapkan keinginan ; (2) untuk menyatakan kehendak, menghendaki seseorang untuk melakukan sesuatu dengan ikhlas (senang). Jadi permintaan berarti menggambarkan sikap penutur yang menghendaki agar mitra tutur melakukan sesuatu.
Dalam tindak tutur permintaan, pelaku tutur dihadapkan pada : (1) konteks sosio-budaya yang berupa struktur dan fungsi sosial dalam sistem nilai yang ada dalam masyarakat tuturnya, misalnya hubungan sosial (status dan fungsi peserta tutur, mobilitas strata peserta tutur seperti uchi dan soto dikebudayaan Jepang. Dan proses sosial dalam
mengekspresikan pelaksanaan tindak yang diinginkan atau kehendaki oleh penutur kepada mitra tutur atau sebaliknya , dan (2) modus (strategi) penyampaian tindak, fungsi, maksud tindak tutur permintaan dalam kinerja bentuk verbal yag sesuai dengan konteks tutur dan budaya pelaku tutur. Namun, tidak jarang dengn bekal pemahaman yang menyeluruh tentang tindak, fungsi, dan maksud serta modus penyampaian tindak yang tepat baik sesuai dengan konteks tutur maupun konteks budaya tersebut, pelaku tutur dapat menciptakan hubungan yang harmonis, tetapi jika penyampaiannya tidak tepat dapat merusak hubungan diantara petutur dan mitra tutur.
(44)
Di dalam bahasa, kebutuhan penutur bukanlah semata-mata untuk menyampaikan proposisi atau amanat saja, melainkan lebih dari itu. Dengan berbahasa penutur dapat melakukan tindakan, salah satu tindakan yang penting dan dilakukan oleh penutur dalam berbahasa adalah tindak ilokusi. Searle (1975) mengklasifikasikan tindak ilokusi ke dalam beberapa fungsi diantaranya direktif, yakni ilokusi sebagai aspek makro yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan seperti meminta, memerintah, menyarankan yang dilakukan oleh mitra tutur.
Tindak tutur permintaan yang dianalisis pada penelitian ini adalah bentuk tindakan yang memiliki tujuan, dan menempatkan tindak tutur permintaan dalam konteks interaksi skala makro.
2.4 Kesopanan
Kesantunan menurut Fasold (1990): 159) adalah formalitas (formality),
ketaksegajaan (hesitancy) dan persamaan kesekawanan (equality or comaradirie). Jika
dijabarkan, formalitas berarti ‘jangan memaksa atau jangan angkuh (aloof); ketaktegasan berarti ‘buatlah sedemikian rupa sehingga mitra tutur anda dapat menentuka piliha (option); dan persamaan atau kesekawanan berarti ‘bertindaklah seolah-olah anda dan mitra tutur anda sama’ atau dengan kata lain ‘buatlah ia merasa senang’.
Prinsip kesantunan yang sampai saat ini dianggap paling lengkap, paling mapan, dan paling komprehensif adalah prinsip kesantunan yang dirumuskan Leech (1983). Leech dalam Rahardi (2009 : 5-9) menyampaikan maksim-maksim di dalam prinsip kesantunan itu sebagai berikut (1) Maksim Kebijaksanaan menyatakan : (a) kurangilah kerugian orang lain, dan (b) tambahlah keuntungan untuk orang lain. (2) Maksim
(45)
Penerimaan menyatakan : (a) kurangi keuntungan diri sendiri, dan (b) tambahi pengorbanan diri sendiri. (3) Maksim Penghargaan menyatakan : (a) kurangi cacian pada orang lain, dan tambahi pujian pada orang lain. (4) Maksim Kesederhanaan menyatakan : (a) kurangilah pujian pada diri sendiri, dan (b) tambahi pujian pada orang lain. (5) Maksim Permufakatan menyatakan (a) kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain, dan (b) tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. (6) Maksim Simpati menyatakan : (a) kurangi simpati antara diri sendiri dengan orang lain, dan (b) perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain.
Sementara itu, Kartomihardjo (1988) menyatakan bahwa dalam menggunakan bahasa (tindak bahasa), penutur tidak bias lepas dari norma-norma sosial dan budaya yang dimilikinya. Agar terjadi keserasian dan keseimbangan antara penutur dengan mitra tutur dalam melaksanakan interaksi, penutur dapat memasuki norma atau tata krama yang diwujudkan.
2.5 Fungsi Tindak Tutur
Komunikasi suatu fungsi dapat dinyatakan atau diutarakan melalui berbagai bentuk ujaran. Untuk maksud “permintaan” menurut Blum-Kulka (1987) dalam Kartika (2010 : 29-30) dapat diungkapkan dengan menggunakan berbagai ujaran seperti berikut:
Berdasarkan penelitian empiris tentang tindak tutur permintaan dalam berbagai bahasa yang berbeda, Blum Kulka dalam Kartika (2010 : 29-30) menjabarkan hal tersebut ke dalam sembilan subtingkat yang berbeda yang disebut “fungsi tindak tutur” yang membentuk skala ketidaklangsungan.
(46)
modal verba gramatikal dalam ujaran memarkahi daya ilokusinya sebagai tindak tutur.Contohnya ialah:
Pindahkan kotak ini
Kono hako ha utsutte kure Ini kotak (pem. S) pindahkan Pindahkan kotak ini.
(2). Performatif eksplisit (explicit performatives)
Daya ilokusi ujaran secara eksplisit disebut oleh penutur . contohnya ialah: Saya minta Saudara memindahkan kotak ini.
Kono hako ha utsuttekudasai, onegai Ini kotak (pem. S) memindahkan, minta Saya minta saudara memindahkan kotak ini.
(3). Performatif berpagar (hedged performative)
Ujaran menyisipkan sebutan daya ilokusi. Contohnya ialah: Saya sebenarnya mau minta Saudara memindahkan kotak ini.
Jitsu, kono hako ha utsutteitadaku
Sebenarnya, ini kotak (pem. S) mau memindahkan.
Saya sebenarnya mau minta saudara memindahkan kotak ini.
(4). Pernyataan Keharusan (Locution derivable)
Titik ilokusi secara langsung ditimbulkan dari makna semantik lokusi. Contohnya ialah:
Saudara harus memindahkan kotak ini.
(47)
Ini kotak (pem. S) harus memindahkan Saudara harus memindahkan kotak ini.
(5). Pernyataan Keinginan (scope Stating)
Ujaran mengungkapkan maksud penutur, keinginan, atau perasaan yang diharapkan dilakukan penutur.contohnya ialah:
Saya ingin kotak ini dipindahkan.
Kono hako ha utsuritagaru.
Ini kotak (pem. S) ingin dipindahkan. Saya ingin kotak ini dipindahkan.
(6). Rumusan Saran (language specific suggestory formula)
Ujaran berisi saran untuk melakukan tindak. Contohnya ialah:
Bagaimana kalau kotak ini dipindahkan?
Kono hako ha utsutte moiidesuka.
Ini kotak (pem. S) dipindahkan bagaimana? Bagaimana kalau kotak ini dipindahkan.
(7). Persiapan Pertanyaan (reference to preparatory conditions)
Ujaran berisi acuan kepada syarat persiapan (misalnya kemampuan atau keinginan, kemungkinan tindak dilakukan) seperti dikonvensionalisasi dalam bahasa tertentu. Contohnya ialah:
(48)
Kono hako ha utsuttekureru.
Ini kotak (pem. S) memindahkan dapat. Saudara dapat memindahkan kotak ini
(8). Isyarat kuat (strong hints)
Ujaran berisi acuan sebagian kepada objek atau kepada unsur-unsur yang diperlukan untuk pelaksanaan tindak memohon.
Dengan kotak ini di sini, ruangan ini kelihatan menjadi sempit.
Kono hako ha koko ni atte, kono shitsu ha semakunatte mieru.
Ini kotak (pem. S) sini di dengan (keberadaan), ini ruangan (pem. S) sempit menjadi kelihatan.
Dengan kotak ini di sini, ruangan ini kelihatan menjadi sempit.
(9). Isyarat halus (mild hints)
Ujaran yang dibuat tidak mengacu kepada ciri permohonan (atau unsur-unsurnya), tetapi dapat diinterprestasikan melalui konteks sebagai permohonan (secara tidak langsung dan secara pragmatik mengimplikasikan tindak). Contohnya ialah:
Ruangan ini kelihatan sesak.
Kono shitsu ha semaku mieru. Ini kotak (pem.S) sesak kelihatan. Ruangan ini kelihatan sesak.
Jika kesembilan bentuk tuturan di atas benar-benar dituturkan, akan memperoleh sembilan tindak tutur yang berbeda-beda derajat kelangsuangannya dalam hal menyampaikan maksud ” menyuruh memindahkan kotak itu”. Dalam teori Blum-Kulka dibicarakan tentang tindak tutur langsung dan tindak tutur tak langsung.
Saragih (2001 : 57-58) menguraikan dalam berbahasa penutur atau pengguna
(49)
peran itu terkait dua jenis komoditas, yaitu (1) informasi, dan (2) barang dan jasa. Apabila variabel peran dan komoditas tersebut diklarifikasikan silang, dapat 4 (empat) jenis aksi, atau tindak tutur seperti terlihat dalam tabel I. Keempat variabel tersebut disebut protoaksi atau tindak tutur dasar karena keempat aksi tersebut menjadi sumber dari aksi atau tindak tutur yang dilalukan pemakai bahasa.
Tabel 1. Protoaksi Dalam Bahasa
KOMODITAS
INFORMASI BARANG DAN JASA
Memberi Pernyataan Tawaran
Meminta Pertanyaan Perintah
Secara sistematik, keempat protoaksi atau tindak tutur dasar itu dapat diuraikan sebagai berikut:
Memberi informasi : Pernyataan ( Statementt) Meminta / informasi : Pertanyaan ( Question) Memberi / barang dan jasa : Tawaran (Offer) Meminta / barang dan jasa : Perintah (Command)
Selanjutnya Saragih (2001 : 59) mengatakan protoaksi tersebut direalisasikan oleh 3 (tiga) nada percakapan pada tingkat tata bahasa yang disebut modus yaitu modus
deklaratif, interogatif dan imperatif. Lazimnya aksi ”pernyataan”, ”pertanyaan”
dan ”perintah” masing-masing direalisasikan oleh modus deklaratif, interogatif, dan
(50)
Saragih (2001 : 64) mengamati bahwa realisasi aksi atau tindak tutur pada strata
semantik dan tata bahasa bukanlah hubungan ’satu ke satu’ (biunique relatio); artinya
bahwa semantik aksi ’pernyataan’ tidak selamanya direalisasikan oleh modus
deklaratif, ’pertanyaan’ oleh interogatif dan perintah oleh imperatif.
2.6 Jenis-Jenis Tindak Tutur
Wijana (2006) dalam Rahardi (2009 : 19-20) menguraikan dua macam jenis tindak tutur di dalam praktik berbahasa, yaitu:
1.Tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung.
a. Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang dinyatakan sesuai dengan modus kalimatnya.
Contoh: Tolong hidupkan lampunya.
Tuturan di atas adalah tindakan memerintah seseorang untuk menyalakan lampu karena situasi ruangan gelap.
b. Tindak tutur tidak langsung adalah tindakan yang tidak dinyatakan langsung oleh modus kalimatnya.
Contoh:Ruangnya gelap sekali.
Tututran di atas secara tidak langsung menyuruh atau meminta seseorang untuk menghidupkan lampu karena situasi ruangannya gelap tetapi di sampaikan secara tidak langsung.
2.Tindak tutur literal dan tindak tutur non literal.
a. Tindak tutur literal dapat dimaknai sebagai tindak tutur yang maksudnya sama persis dengan makna kata-kata yang menyusunnya.
(51)
Contoh:: Wah, suaramu bagus sekali.
Jika maksud tuturan itu adalah untuk pujian kepada sang mitra tutur, maka jelas sekali bahwa tuturan itu merupakan tuturan yang sifatnya literal.
b. Tindak tutur non liteal
Adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama, atau bahkan berlawanan, dengan makna kata-kata yang menyususnya itu.
Contoh : Wah, suaramu bagus sekali.
Jika maksud tuturan itu adalah untuk untuk menyindir atau untuk mengejek sang mitra tutur maka tindak tutur yang demikian itu disebut sebagai tindak tutur nonliteral atau tindak tutur tidak literal.
Dari empat macam jenis tindak tutur yang disampaikan di atas itu, masing-masing kemudian bisa diinterseksikan antara yang satu dengan yang lainnya. Dari interseksi keempatnya itu dapat dihasilkan empat jenis tindak tutur yang berikutnya yakni:
1. Tindak tutur langsung literal, 2. Tindak tutur tidak langsung literal, 3. Tindak tutur langsung non literal, 4. Tindak tutur tidak langsung non literal. 2.7 Ragam Bahasa Hormat dan Ragam Bahasa Biasa
Dahidi dan Sudjianto (2004 : 188-189) menyatakan pemakaian ragam bahasa hormat menjadi salah satu karakteristik bahasa Jepang. Pada dasarnya ragam bahasa hormat dipakai untuk menghaluskan bahasa yang dipakai orang pertama (pembicara) untuk menghormati orang kedua (pendengar) dan orang ketiga (yang dibicarakan). Jadi yang dipertimbangkan pada waktu menggunakan ragam bahasa hormat adalah konteks
(52)
tuturan termasuk orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga. Nakano Toshio dalam Sudjianto (1999 : 149) menjelaskan bahwa ragam bahasa hormat ditentukan dengan parameter sebagai berikut:
1. Usia : tua atau muda, senior atau yunior 2. Status : atasan atau bawahan, guru atau murid.
3. Jenis Kelamin : pria atau wanita (wanita lebih banyak menggunakan ragam bahasa hormat).
4. Keakraban : orang dalam atau orang luar.
5. Gaya Bahasa : bahasa sehari-hari, ceramah, perkuliahan. 6. Pribadi atau umum: rapat, upacara, atau kegiatan apa.
7. Pendidikan : berpendidikan atau tidak.
Selain itu bahasa Jepang juga mengenal adanya tingkatan bahasa, dalam penggunaanya perlu dipertimbangkan banyak faktor seperti status sosial pembicara dan pendengar serta suasana yang mengiringinya. Disamping itu, pula perlu dikenali apakah ungkapan tersebut umum digunakan oleh laki-laki atau perempuan, anak-anak, atau orang dewasa serta bagaimana hubungan yang mempertautkan mereka menurut Edizal (2001 : 1)
Ragam bahasa biasa adalah bentuk bahasa sehari-hari / biasa dalam bahasa Jepang dan biasanya digunakan kepada orang yang lebih muda atau kepada orang yang sudah akrab.
Seperti disebutkan diatas situasi / ranah juga mempengaruhi tindak tutur berinteraksi di mana satu bahasa digunakan.
(53)
Ranah merupakan gugusan situasi atau cakrawala interaksi di mana satu bahasa digunkan. Ranah dihubungkan dengan variasi tertentu, variasi-variasitersebut dibandingkan dengan situasi sosial dan merupakan abstraksi dari persilangan antara hubungn peran dan status, lingkungan dan pokok bahasan tertentu menurut Siregar (1998 : 38)
Di dalam penulisan yang pernah dilakukan oleh Fishman (1971) dalam Rahardi (2009 : 39) telah digunakan lima macam ranah yakni (1) ranah keluarga, (2) ranah persahabatan, (3) ranah pekerjaan, (4) ranah pendidikan, (5) ranah agama.
Maka sebuah ranah, misalnya saja, akan dapat dianggap sebagai ranah keluarga apabila terdapat pertuturan yang terjadi di rumah atau dalam sebuah keluarga, terdapat topik perbincangan mengenai masalah keluarga, dan terdapat para partisipan tutur yang merupakan bagian dari keluarga itu menurut Rahardi (2002) dan Sumarsono (1993) dalam Rahardi (2009 : 39).
2.8Kajian Terdahulu / Sebelumnya
Penelitian mengenai tindak tutur telah dilakukan oleh beberapa orang, diantaranya penelitian mengenai jenis dan fungsi tindak tutur yang mendekati dengan penelitian yang penulis tulis adalah:
Eviravriza (2000) dalam tesisnya mengkaji tentang tindak tutur permintaan yang menjadi studi kasusnya adalah pengguna bahasa Melayu Riau di Pekan Baru. Eviravriza membahas tentang modus dan bagaimana bentuk kesopanan direfleksikan dengan tindak tutur khususnya permintaan yang objek studi kasusya pengguna bahasa Melayu Riau di Pekan Baru.
(54)
Hamida (2002) dalam tesisnya mengkaji tentang jenis dan fungsi tindak tutur pada cerita anak bergambar berbahasa Inggris. Hamida membahas jenis-jenis dan fungsi tindak tutur pada cerita anak-anak bergambar dalam bahasa Inggris.
Pramuniati (2009) dalam disertasinya mengkaji tentang Strategi Tindak Tutur dan Kepekaan Pragmatik Melarang Dalam Bahasa Aceh Utara. Pramuniati membahas strategi bertutur apa yang digunakan oleh penutur Aceh Utara di dalam perilaku tindak tutur melarang.
Kartika (2010) dalam bukunya mengkaji tentang Kesantunan Tindak Tutur Memohon Dalam Bahasa Indonesia Oleh Mahasiswa Jepang, yang menjadi studi kasus pada Program Bahasa Indonesia Penutur Asing Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
2.9 Kerangka Konseptual
Tindak tutur permintaan bahasa Jepang dalam Film TLS juga dipengaruhi
beberapa faktor, yakni dari kelompok umur, jenjang pendidikan dan jenis kelamin. Faktor perbedaan variasi sosial tersebut juga dipengaruhi oleh unsur kesantunan yang mengacu pada kekuasaan (K), solidaritas (S) dan latar publik (P). Kajian teori terdahulu menunjukkan terdapat jumlah tindak tutur permintaan ini bervariasi dan di rumuskan mencakup hal sebagai berikut:
1.Untuk menganalisis jenis tindak tutur, penulis menggunakan pendapat Rahardi ( 2009 : 19) yang membedakan jenis-jenis tindak tutur menjadi:
(55)
b. Tindak tutur literal dan tindak tutur non literal.
2. Untuk menganalisis fungsi tindak tutur penulis menggunakan pendapat Blum Kulka (1987) dalam Kartika (2010 : 29-30) dapat diungkapkan dengan menggunakan berbagai iujaran sebagai berikut:
1. Bermodus imperatif (Pindahkan kotak ini!).
2. Performatif eksplisit (Saya minta saudara memindahkan kotak ini)
3. Performatif berpagar (Saya sebenarnya mau minta saudara memindahkan kotak
ini)
4. Pernyataan keharusan (Saudara harus memindahkankotak ini ) 5. Pernyataan keinginan (Saya ingin kotak ini dipindahkan) 6. Rumusan saran ( Bagaimana kalau kotak ini dipindahkan) 7. Persiapan pernyataan (Saudara dapat memindahkan kotak ini?) 8. Isyarat kuat (Dengan kotak ini di sini, ruangan ini kelihatan sesak) 9. Isyarat halus ( Ruangan ini kelihatan sesak)
Teori ini penulis jadikan acuan dalam penelitian yang akan penulis kaji karena teori ini relevan dengan penelitian yang dilakukan.
(56)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode ini merupakan suatu metode penelitian yang semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa paparan apa adanya menurut Sudaryanto (1993 : 62). Adapun metode kualitatif ini membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti, sehingga akan didapatkan gambaran data secara ilmiah menurut Djajasudarma (1993 : 8-9).
3.2Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data lisan yang berasal dari tuturan-tuturan dalam film.. Data yang diambil merupakan data primer yang berasal dari film Jepang yang berjudul TLS. Film ini diadaptasi dari komik (manga) dengan judul
sama karya Fumi Saimon yang di produksi oleh Fuji TV dengan sutradara Kozo Nakayama yang terdiri dari 11 episode. Serial drama Jepang ini adalah teledrama Asia pertama yang sangat populer di Indonesia setelah oshin di era TVRI. Selain itu tindak
tutur yang diteliti banyak terdapat pada drama ini dan bahasa Jepang yang digunakan juga mudah dipahami oleh penulis sebgai pembelajar asing yang mempelajari bahasa Jepang.
(57)
3.3Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data digunakan teknik dasar simak dan teknik lanjutan simak catat, teknik ini digunakan karena sumber data pada penelitian ini adalah sumber data lisan. Data – data yang telah terkumpul yang bersumber dari film bebahasa Jepang tersebut diperiksa, yaitu dengan cara sebagai berikut.
1. Mendengarkan seluruh teks film secara cermat dan teliti dengan menggunakan
alat berupa CD yang merupakan objek yang menjadi kajian tesis ini dan media bantu yang lain berupa laptop dan hadset untuk mendengarkan tuturan-tuturan dalam film tersebut.
2. Mengidentifikasi dan mengamati tuturan demi tuturan yang terdapat pada film
tersebut.
3. Mecatat semua data yang terkumpul pada matriks yang memuat kolom jenis
tuturan dan kolom fungsi tuturan.
4. Mengedit jenis tuturan dan fungsi tuturan pada film TLS.
3.4 Analisis Data
Setelah data tersedia, tahap selanjutnya dilakukan analisis data sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Pemilihan metode analisis dilakukan mengikuti alur metode kualitatif, dalam pengertian bahwa kegiatan analisis yang dilakukan berkaitan dengan penelususran pola-pola yang umum pada wujud dan perilaku data yang ada yang dipengaruhi dan hadir bersama dengan konteks-konteknya.
(58)
Metode yang digunakan untuk menganalisis keragaman wujud verbal tindak tutur permintaan dapat menggunakan metode padan pragmatis dan metode agih dengan teknik lesap, teknik ganti dan teknik sisip menurut Sudaryanto (1993 : 15 ) di sini akan tampak keragaman wujud verbal tindak tutur permintaan itu dan refleksi kesopanan dari tindak tutur permintaan.
3.5Contoh Analisis Data
Berikut ini adalah contoh analisis dengan menggunakan teknik-teknik di atas adalah :
Tuturan ini ditandai dengan adanya kelompok kata sebenarnya....,
sebaiknya....,sesungguhnya..., dengan berat hati...., dilihat dari sudut penerimaan oleh
mitra tutur , tuturan performatif berpagar ini akan mengganggu kebebasan pribadi mitra tutur untuk melaksanakan apa yang di minta oleh penutur. Dengan demikian, tuturan performatif berpagar dapat menekankan kesan pemaksaan dan merupakan upaya untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara penutur dan mitra tutur.
Sebagai contoh analisis tuturan performatif berpagar adalah:
Wakareta hou ga ii ne, onegai
Mohon, sebaiknya kita berpisah saja.
Tuturan diatas adalah permintaan yang diinginkan oleh seorang wanita kepada teman lelakinya untuk mengakhiri hubungan mereka / putus. Si wanita tidak ingin menyakiti perasaan temannya dengan mengucapkan tuturan langsung sehingga dia menggunakan tuturan jenis tidak langsung yang menyatakan fungsi performatif berpagar agar mereka berpisah saja yaitu
(59)
sebaiknya...Ketidaklangsungan tuturan tersebut dipahami oleh mitra tutur
sebagai pengurangan dominasi penutur, pemaksaan tindakan yang diminta penutur dalam tuturan performatif berpagar sangatlah diindahkan dalam interaksi dengan mitra tutur . Dengan demikian, citra diri mitra tutur merasa dihargai.penghargaan citra diri berarti tuturan performatif berpagar ini cenderung memberikan kesempatan kepada mitra mitra tutur untuk menolak.
Dari uraian ini jelas bahwa tuturan performatif berpagar merupakan suatu tuturan yang sopan.
(60)
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data
Setelah data terkumpul maka dilakukan analisis terhadap data penelitian dari tindak tutur permintaan dalam Bahasa Jepang dalam Film TLS sebagai berikut.
4.1.1Ragam Kinerja Verbal Tindak Tutur Permintaan Pada data Ragam Kinerja Verbal
Tindak tutur permintaan ini didapat hasil pola tuturan. Pada tabel 2 menunjukkan Ragam kinerja verbal tindak tutur permintaan dari penutur bahasa Jepang dalam Film
TLS.
Lampiran 1
Ragam Kinerja Verbal Tindak Tutur Permintaan N
o
Tindak Tutur Permintaan
Arti Tindak Tutur Makna Ilokusi Jenis Aksi
(61)
1.
2
3
4
Ore no sanporu
ni tsuite kita
juuuyona
chekushitekure
Hoka no mise ni
ikou Chotto misete,,,,, Doushita, hayakuike,,,,,, Sokomade kangaeruno,
Karena sampel saya sudah datang kamu cek dengan teliti
Ayo pergi ke toko yang lain
Perlihatkan sebentar
Kenapa, ayo cepat pergi!
Permintaan untuk perintah memeriksa barang.
Permintaan untuk perintah pergi ke toko
yang lain.
Permintaan untuk perintah memperlihatkan
sesuatu.
(62)
5
6
.
7
8
deteike yo.
Wakareta hou
ga ii ne
Ishhouni itai noni, nande konaikana. Aa, Sekiguchisan to Mikamisan wa misede matteru
kara, ikanakya.
Ne, isshoni
Sampai disitu berpikirmu, saya minta pergi keluar!
Sebaiknya kita berpisah saja ya?
Sebenarnya, ingin bersama-sama mengapa tidak datang?
Oya, karena Sekiguchi dan Mikami menunggu di toko kita harus pergi.
Permintaan untuk pergi. perintah
Permintaan untuk pertanyaan berpisah.
Permintaauntuk datang. pertanyaan
(63)
9
10
11
konaika
Hisashiburi,,no
mi demo,
douda?
Minnade,
isshouni gohan
demo tabeni
ikanai.
,
Hitotsu, kiitem
ii?
Sono kawari,
Mau ngak datang sama-sama.
Sudah lama tidak bertemu,bagaimana kalau kita pergi minum,,bisa?
Semuanya, mau ngak pergi makan sama-sama?
Permintaan untukdatang pertanyaan
Permintaan untuk pertanyaan pergi minum.
Permintaanuntuk pertanyaan pergi makan.
(64)
12
13
14
ore wa kattara,
Sekiguchi wa
ore nomono da.
Nagao, ore to
Sekiguchi
wakaretara,
ureshika.
.
Mikamikun, ima
nomeba
atatameru yo.
Bolehkah, bertanya sesuatu satu hal?
Sebagai penggantinya, seandainya saya menang sekiguchi jadi milik saya?
Nagao, kalau aku dan
Sekiguchi putus, senangnya?
Permintaan untuk pertanyaan bertanya.
Permintaanuntuk pertanyaan menjadi pacar.
Permintaanuntuk pertanyaan menentukan
(65)
15 Mikami, kalau diminum sekarang masih hangat lo.
Permintaan untuk perintah minum.
4.1.2 Kinerja Kesopanan
Penghargaan dan pengaturan citra diri cenderung dipakai sebagai kerangka rujukan pemilihan pemakaian kenerja verbal tindak tutur permintaan dalam interaksi Bahasa Jepang pada Film TLSy, seperti terlihat pada tabel 3 berikut:
Lampiran 2 Kinerja Kesopanan N
o
Fungsi Tuturan
Tuturan Permintaan Arti
Tuturan
1 Tuturan
performatif berpagar
Sebaiknya
kita berpisah
(66)
2 3 Tuturan Proposisi Keharusan Tuturan yang menunjukk an kesangsian
Wakareta hou ga ii ne
Ishhouniitainoni,nandekonaikana.
Aa, Sekiguchisan to Mikamisan wa misede matteru kara, ikanakya.
Ne,isshonikonaika
Hisashiburi,,nomi demo, douda?
Minnade, isshouni gohan demotabeniikanai.
,
Hitotsu, kiitemo ii?
saja. Sebenarnya, ingin bersama-sama mengapa tidak datang? Oya, karena Sekiguchi dan Mikami menunggu di toko, kita harus pergi. Mau ngak datang bersama-sama. Sudah lama rasanya tidak pergi minum, bisa ngak? Semuanya, mau ngak pergi makan bersama-sama. Boleh, bertanya sesuatu. Sebagai
(67)
4
Tuturan pengandaia n bersyarat
Sono kawari, ore wa kattara, Sekiguchi wa ore no
mono da.
Nagao, ore to Sekiguchi wakaretara, ureshika.
pengganti nya, seandainya saya menang Sekiguchi jadi milik saya.
Nagao,
kalau aku dan
Sekiguchi putus, apa kamu
senang?
4.1.3 Kinerja Ketidaksopanan
Ketidaksopanan cenderung terjadi dalam interaksi kurang memperhatikan citra muka mitra tutur, kurang menguntungkan mitra tutur. Oleh sebab itu kinerja tindak tutur permintaan yang tidak sopan cenderung kurang menghargai dan mengakui citra diri mitra tutur seperti terlihat pada tabel 4 berikut:
(68)
Lampiran 3 Kinerja Ketidaksopanan
No Fungsi Tuturan Tuturan Permintaan Arti Tuturan 1
2
Tuturan Bermodus Imperatif
Tuturan performatif eksplisit.
.
Ore no sanporu ni tsuitekita,
jyuyona no chekushite kure
Hoka nomise niikou
Chotto misete,,,,,
Doushita, hayakuike,,,,,,
Sokomade kangaeruno, dete
ike yo.
Coba,, kamu periksa contoh barang yang sudah datang.
Ayo pergi ke toko yang lain.
Perlihatkan sebentar,,
Kenapa, saya minta cepat pergi,,,
Sampai disitu berpikirmu,
saya minta cepat keluar,,,
(69)
4.1.4 Pemakaian Ragam Kinerja Verbal Tindak Tutur Permintaan Bahasa Jepang dalam Film Tokyo Love Story
Pemakaian bentuk tindak tutur permintaan oleh penutur bahasa Jepang pada Film
TLS cenderung berpedoman pada tingkatan bahasa, dalam penggunaanya perlu
dipertimbangkan banyak faktor seperti status sosial pembicara dan pendengar serta suasana yang mengiringinya. Disamping itu, pula perlu dikenali apakah ungkapan tersebut umum digunakan oleh laki-laki atau perempuan, anak-anak, atau orang dewasa serta bagaimana hubungan yang mempertautkan mereka menurut Edizal (2001 : 1)
Sebagai bagian masyarakat tutur yang berpedoman pada tingkatan bahasa yaitu adanya bahasa ragam hormat dan ragam biasa, pemakaian tindak tutur permintaan dalam interaksi pada masyarakat Jepang ternyata tidak dapat melepaskan pandangan hidup masyarakat Jepang pada umumnya, yaitu pandangan hidup yang mengindahkan prinsip hormat dan senioritas.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Ragam Kinerja Verbal Tindak Tutur Permintaan
Tabel 2 menunjukkan ragam kinerja verbal tindak tutur permintaan dalam Bahasa Jepang pada Film TLS.
4.2.1.1 Tuturan Bermodus Imperatif
Imperatif sebagaiman pendapat Alisjahbana (1959 : 54) dan Mees (1969 : 161) dapat dimaksudkan sebagai perintah langsung, yaitu makna literal langsung dimana tuturan yang disampaikan sama dengan makna yang dimaksud. Interaksi dalam sebuah
(70)
perusahaan, yang menggunakan tuturan yang bermodus imperatif cenderung dimaksudkan sebagai perintah positif, karenanya cenderung lugas.
(1a)
Ore no sanporu ni tsuitekita, jyuyona no chekushitekure
Ore no sanporu ni kitekita, jyuyona no chekushitekure Kamu Pem. S (pos) sampel yang datang dengan teliti periksa. Kamu periksa dengan teliti contoh sampel yang sudah datang. (2a)
Hoka no mise ni ikou
Yang lain toko ke pergi ayo Ayo pergi ke toko yang lain (3a)
Chotto misete,,,,,
Sebentar perlihatkan,,,,,
Perlihatkan sebentar,,,,
Kinerja verbal dengan tuturan yang berfungsi sebagai modus Imperatif seperti contoh diatas ditunjukkan kepada orang yang lebih muda sebagai pelaksana tunggal keinginan orang yang lebih berkuasa (atasan – bawahan) Pada lazimnya, tuturan modus imperatif cendeung menimbulkan konflik antara orang yang tua kepada orang yang lebih muda, karena orang yang memiliki kekuasaan hanya mementingkan kesesuaian peran dan status mereka dalam interaksi dengan mudah, misalnya dalam tuturan (1a), (2a) dan (3a) sama sekali tidak menggambarkan pernyataan permintaan bantuan ataupun permintaan mengajak, melainkan merupakan kalimat perintah yang termasuk dalam suruhan.
(71)
Sebalaiknya bagi yang menerima tuturan modus tuturan imperatif tersebut wajar dituturkan kepadanya, meskipun dapat mengancam citra dirinya (nosi negatif) karena merasa kurang dihargai oleh orang lebih tua.Upaya untuk mengurangi keterancaman citra diri tersebut misalnya : penambahan kata tolong dan mari dimaksudkan sebagai permintaan. Penambahan kata tolong dan mari tersebut dapat ditambahkan pada akhir tuturan dalam kalimat bahasa Jepang, misalnya sebagai berikut:
(1b)
Ore no sanporu ni kitekita,jyuuyona chekushite kudasai.
Kamu sampel yang sudah datang dengan teliti periksa tolong. Tolong kamu periksa dengan teliti contoh barang yang sudah datang. (2b)
Hoka no mise ni ikimashou
Yang lain toko ke mari Mari pergi ke toko yang lain.
(3a) .
Chotto misete kudasai.
Sebentar perlihatkan tolong.
Tolong perlihatkan sebentar.
Pada tutturan permintaan (1a.b) seorang atasan (laki-laki) pada sebuah perusahaan memerintahkan bawahanya untuk mengecek / memeriksa barang-barang yang baru saja datang. Pada tuturan permintaan (2a.b) seorang majikan mengajak pembantunya untuk pergi ke toko yang lain. Pada tuturan permintaan (3a.b) seorang teman sebaya (laki-laki)
(1)
Shimizu, Yoshiaki. 2000. Gaisetsu Nihongogaku- Nihongo Kyooiku, Oofuu, Tokyo.
Siregar, Bahren. Umar. dkk.1998. Pemertahanan Bahasa dan Sikap Bahasa : Kasus Masyarakat Bilingual di Medan, Jakarta, Depdikbud.
Searle, J. R. 1969. Speech Acts: An Essay in the Philosophy. Cambridge : Cambridge University Press.
Searle, J. R. 1975. “Indirect Speech Acts”. Dalam : P. Cole dan J. Morgon (Penyunting), Syntax and Semantics. Vol 3: Speech Acts. New York : Academic Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa : Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta : Duta Wahana Universitas Press.
Sudjianto. 1995. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Bandung : Kesaint Blanc.
Suparno dan I. G. N. Oka. 1993. Hakikat Bahasa. Malang, FPBS IKIP Malang.
Sumarsono dan Partana P. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Verhaar, J. M. W. 1982. Pengantar Linguistik. Yogyakarta. Gajah Mada : University Press.
Tamotsu, Koizumi. 1993. Gengogakunyuumon. Tokyo : Printed in Japan.
Tarigan, Guntur. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa Bandung.
Tarigan, Guntur. 1996. Pengantar Pragmatik. Bandung : Angkasa Bandung.
(2)
LAMPIRAN DATA
1. A:
Ore no sanporu ni kitekita, juuyo no chekushitekure Ore no sanporu ni kitekita, jyuyona no chekushitekure Kamu Pem. S (pos) sampel yang datang dengan teliti periksa. Kamu periksa dengan teliti contoh sampel yang sudah datang
B:
Hai,, wakarimashita. Ya,,mengerti.
Ya, saya mengerti.
2. A:
Gomennne,, mata osokunarimasu. Maaf,,lagi terlambat.
Maaf ,, terlambat lagi. B:
Hoka no mise ni ikou Yang lain ke toko pergI. Pergi ke toko yang lain. A:
Hai,, ya
3.A:
Chotto misete,,,,, Sebentar perlihatkan,,,,, Perlihatkan sebentar,,,, B:
Nani surundayo,,iya da.
Apa yang kamu lakukan,,ngak bisa.\ Apa yang kamu lakukan,,ngak bisa.
(3)
4. A:
Doushita, hayaku ike,,,,,,
Kenapa, cepat saya minta pergi,,,, Kenapa, saya minta cepat pergi.
B:
Hai,, wakarimashita. Ya, mengerti
Ya,,saya mengerti.
5.A:
Sokomade kangaeruno, dete ike yo.
Sampai disitu berpikir, keluar pergi minta.
Sampai disitu berpikirmu, saya minta pergi keluar. B:
(Soto de nigeta) (Luar ke lari) (lari ke luar)
6. A:
Wakareta hou ga ii ne Berpisah saja sebaiknya Sebaiknya kita berpisah saja. B:
Nani,, itteruno. Iya da.
Apa,, yang kamu katakan. Ngak bisa. Apa ,,,yang kamu katakan. Ngak bisa.
A: .
Onegaine,, wakaremasho Tolong,,putus.
Tolong,,kita putus
7. A:
Ishhouni itai noni, nande konaikana.
Bersama-sama ingin sesungguhnya, mengapa tidak datang. Sesungguhnya, ingin bersama-sama megapa tidak datang.
(4)
B:
Gomen,, hontouni gomen. Maaf,, benar-benar maaf.
Maaf,, saya benar-benar minta maaf.
8. A:
Aa, Sekiguchisan to Mikamisan wa misede matteru kara, ikanakya.
Oya, Sekiguchi dan Mikami toko di menunggu karena, pergi harus. Oya, karena Sekiguchi dan Mikami menunggu di toko, kita harus pergi. B:
Iino,,kochirakoso. Bolehnya,,terimakasih Bolehnya,,terimakasih. A:
Un,, Ya
9. A:
Ne, isshoni konaika
Mm,,sama-sama datang mau ngak? Mau ngak datang sama-sama? B:
Iino, kochirakoso Boleh, terimakasih A:
un ya
10. A:
Hisashiburi,,nomi demo, douda?
Sudah lama rasanya, tidak minum-minum, bisa ngak? Sudah lama rasanya tidak pergi minum-minum, bisa ngak? B:
Doushoukana Gimana ya,,
(5)
Un, nandemo ii yo Ya,, terserah saja
11.A:
Minnade, isshouni gohan demo tabeni ikanai. Semuanya, sama-sama makan pergi mau ngak? Semuanya, mau ngak pergi makan sama-sama? B:
Hontou, ii no yo Betul,,, ayo...ayo.
12.A:
Hitotsu, kiitem ii? Sesuatu, bertanya boleh? Boleh, bertanya sesuatu? B:
Un, kiite iiyo Ya, tanya boleh Ya, boleh tanya.
13.A:
Sono kawari, ore wa kattara, Sekiguchi wa ore no mono da.
Sebagai penggantinya, saya menang seandainya, Sekiguchi saya milik. Sebagai penggantinya, seandainya saya menang Sekiguchi jadi milik saya. B:
Annta,,nani itteyo,,,
Kamu,,apa yang kamu katakan.
14.A:
Nagao, ore to Sekiguchi wakaretara, ureshika. Nagao, aku dan Sekiguchi putus kalau, senangnya? Nagao, kalau aku dan Sekiguchi putus, senangnya? B:
Aa,,dou iu imi,,,, Aa,,apa maksudmu,,, 15. A:
(6)
Mikami , sekarang tetap hangat lebih baik di minum Mikami, lebih baik diminum sekarang biar tetap hangat. B:
Un,, arigatou Ya, terimakasi