D. Model George Edwards III
Menurut Edwards, studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy. Implemetasi kebijakan adalah tahap pembuatan
kebijakan antara pemebentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhuinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat
atau tidak dapat mempengaruhi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekali pun kebijakan itu
diimplemetasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut
kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Dalam kajian implementasi kebijakan, Edwards mulai dengan mengajukan
dua buah pertanyaan, yaitu: prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil? Kedua, hambatan utama apa yang
mengakibatkan suatu implementasi gagal? Menurut Edwards, terdapat empat faktor atau variable krusial dalam implementasi kebijakan publik. Faktor-faktor
atau variable tersebut adalah komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan- kecenderungan atau tingkah laku dan struktur birokrasi Winarno, 2002:174-202.
a. Komunikasi
Menurut Edwards, persyaratan utama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa
yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah- perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan-
keputusan dan perintah-perintah itu dapat diikuti. Tentu saja komunikasi- komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana.
Universitas Sumatera Utara
II. Karakteristik kebijakan, indikatornya adalah:
a. Kejelasan isi kebijakan
b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis
c. Besarnya alokasi sumber daya financial terhadap kebijakan tersebut
d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar institut
pelaksana e.
Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana f.
Tingkat komitmen aparat terhadap kebijakan III.
Variabel Lingkungan, indikatornya adalah: a.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi b.
Dukungan publik terhadap suatu kebijakan c.
Sikap dari kelompok pemilih d.
Tingkat komitmen dan ketrampilan dari aparat dan implementor
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3: Variabel-Variabel yang Memengaruhi Proses Implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier
Sumber: Subasono, 2005:95
Kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkan proses impelementasi
1. Kejelasan dan konsistensi tujuan
2. Digukannya teori klausal yang
memadai 3.
Ketepatan alokasi sumber daya 4.
Keterpaduan hirearki dalam dan antara lembaga pelaksana
5. Aturan-aturan keputusan dan badan
pelaksana 6.
Rekruitmen pejabat pelaksana 7.
Akses formal pihak luar Tahap-tahap dalam proses implementasi Variabel Tergantung
Output kebijakan Kepatuhan dampak nyata dampak output perbaikan Dari badan-badan kelompok sasaran output
kebijakan mendasar Pelaksana terhadap output kebijakan sebagaimana dalam
kebijakan dipersepsi undang-
undang Variabel diluar kebijaksanaan yang
mempengaruhi proses implementasi 1.
Kodisi sosi- ekonomi dan teknologi
2. Dukungan publik
3. Sikap dan sumber-sumber yang
dimiliki kelompok pemilih 4.
Dukungan dari kelompok atasan 5.
Komitmen dan ketrampilan kepemimppinan pejabat-pejabat
pelaksana Mudahtidaknya masalah
dikendalikan 1.
Kesulian teknis 2.
Keragaman perilaku kelompok sasaran
3. Presentase kelompok
sasaran dibanding jumlah populasi
4. Ruang llingkup perubahan
perilaku yang diinginkan
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi banyak hambatan-hambatan yang menghadang transmisi komunikasi- komunikasi pelaksanaan dan hambtan-hambatan ini mungkin menghalangi
pelaksanaan kebijakan. b.
Sumber-sumber Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas
dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun
cenderung tidak efektif. Dengan demikian, sumber-sumber dapat merupakan factor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumber-sumber yang
penting meliputi: staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang
diperlukan untuk menterjemhkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan publik.
c. Kecenderungan-kecenderungan
Kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif,
jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka akan melaksanakan
kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Demikian pula sebaliknya, bila tingkah laku para pelaksana berbeda dengan para
pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan akan semakin sulit. d.
Struktur Birokrasi Birokrasi merupakan salah satu yang paling sering bahkan secara
keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi baik secara sadar atau tidak
Universitas Sumatera Utara
sadar memilih bentuk-bentuk organisasi untuk kesepakatakn kolektif, dalam rangka pemecahan masalah-masalah social dalam kehidupan modern.
Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi yaitu prosedur-prosedur kerja atau sering disebut standard operating procedures SOP
dan fragmentasi. Yang pertama, berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari pada pelaksana serta keinginan
untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi yang kompleks dan tersebar. Yang kedua, berasal terutama dari tekanan-tekanan diluar unit-unit birokrasi,
seperti komite-komite legislative, kelompok-kelompok kepentingan, pejabat- pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi
organisasi birokrasi pemerintah. Di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan karena kurangnya koordinasi dan kerja sama di antara
lembaga-lembaga negara danatau pemerintahan.
Gambar 4: Faktor Penentu Implementasi menurut Edward III
Sumber: Subarsono, 2005:91
komunikasi
implementasi sumber daya
struktur organisasi
sikap
Universitas Sumatera Utara
II.1.3 Variabel yang Relevan dengan Implementasi Kebijakan Alokasi Dana DesaKelurahan ADDK di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun Anggaran
2013
Untuk dapat mengkaji dengan baik suatu implementasi kebijakan publik perlu diketahui variabel atau faktor-faktor penentunya. Solichin 2004:70
mengemukakan semakin kompleks permasalahan kebijakan dan semakin maendalam analisis yang dilakukan semakin diperlukan teori atau model yang
relative operasional, model yang mampu menghubungkan kausalias antar variabel yang menjadi fokus masalah. Oleh karena itu, model yang dipakai dalam
penelitian Implementasi Kebijakan Alokasi Dana DesaKelurahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun Anggaran 2013 adalah dengan melihat variabel:
1. Komunikasi
George C. Edward Winarno, 2002:126 menyatakan bahwa ada tiga tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, kkonsistensii
dan kejelasan. Faktor utama yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah transmisi. Sebelum pejabat dapa mengimplementasikan suatu keputusan, ia
harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mempengaruhi komunikasi
adalah kejelasan. Jika kebijakan-kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksana tidak hanya harus diterima para
pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi tersebut harus jelas. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan
akan mendorong terjadinya interpretasi yang salah, bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal.
Universitas Sumatera Utara
Faktor ketiga yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah konsistensi. Jika implementasi kebijakan ingin berlangsun efektif, maka perintah-
perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksana kebijakan mempunyai unsur kejelasan, tetapi
bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik.
2. Sumber Daya
Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang
diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun cenderung tidak efektif. Dengan demikian sumber-sumber dapat merupakan faktor
yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik Winarno, 2002:132. Unsur manusia di dalam organisasi mempunyai kedudukan yan sangat strategis karena
manusialah yang bisa mengetahui input-input apa yang perlu diambil dari lingkungan, dan bagaimana caranya untuk mendapatkan atau menangkap input
tersebut, teknologi dan cara apa yang dianggap tepat untuk mengolah atau mentransformasikan input-input tersebut menjadi output-output yang memenuhi
keinginan lingkungan. Winarno 2002:138 juga menyebutkan bahwa sumber- sumber yang akan mendukung kebijakan yang efektif terdiri dari jumlah staf yang
mempunyai ketrampilan yang memadai serta jumlah yang cukup, kewenangan,informasi dan fasilitas. unsur
3. Struktur Organisasi
Birokrasi merupakan salah satu yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi baik secara sadar atau tidak
Universitas Sumatera Utara
sadar memilih bentuk-bentuk organisasi untuk kesepakatakn kolektif, dalam rangka pemecahan masalah-masalah social dalam kehidupan modern.
Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi yaitu prosedur-prosedur kerja atau sering disebut standard operating procedures SOP
dan fragmentasi. Yang pertama, berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari pada pelaksana serta keinginan
untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi yang kompleks dan tersebar. Yang kedua, berasal terutama dari tekanan-tekanan diluar unit-unit birokrasi,
seperti komite-komite legislative, kelompok-kelompok kepentingan, pejabat- pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi
organisasi birokrasi pemerintah. Di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan karena kurangnya koordinasi dan kerja sama di antara
lembaga-lembaga negara danatau pemerintahan. 4.
Sikap
Sikap adalah reaksi atas rangsangan suatu obyek tertentu yang diikuti dengan kecenderungan untuk bertindak atau bertingkah laku, baik berua sikap mendukung
atau menolak.
Kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang
efektif, jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka akan melaksanakan
kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Demikian pula sebaliknya, bila tingkah laku para pelaksana berbeda dengan para
pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan akan semakin sulit. 5.
Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Menurut Van Metter dan Van Horn Winarno, 2002 : 110 identikasi indikator-indikator pencapaian merupakan tahap yang krusial dalam analisis
implementasi kebijakan. Indikator-indikator pencapaian ini menilai sejauh mana
Universitas Sumatera Utara
ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan berguna di dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan
kebijakan secara menyeluruh. Namun demikian, dalam banyak kasus ditemukan beberapa kesulitan untuk mengidentifikasi dan mengukur pencapaian. Van Meter dan
Van Horn mengemukakan bahwa ada dua penyebab untuk menjawab hal ini, yaitu pertama, disebabkan oleh bidang program yang terlalu luas dan sifat tujuan yang
kompleks. Kedua, akibat dari kekaburan-kekaburan dan kontradiksikontradiksi dalam pernyataan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan.
Sejalan dengan pendapat di atas, Mazmanian dan Sabatier Subarsono 2001:102, menyatakan bahwa standar dan tujuan kebijaksanaan yang dirumuskan
dengan cermat dan disusun dengan jelas dengan urutan kepentingannya memainkan peranan yang amat penting sebagai alat bantu dalam mengevaluasi program, sebagai
pedoman yang konkrit bagi pejabat pelaksana dan sebagai sumber dukungan bagi tujuan itu sendiri.
II.1.4 Desa