20
3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan HNO
3
1:1
Sebanyak 500 ml larutan HNO
3
65 bv diencerkan dengan 500 ml akuabides Helrich, 1990.
3.4.2 Larutan H
2
SO
4
1 N
Sebanyak 3 ml larutan H
2
SO
4
96 vv diencerkan dengan akuades hingga 100 ml Ditjen POM, 1979.
3.4.3 Asam Pikrat 1 bv
Sebanyak 1 gram asam pikrat dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml
Ditjen POM, 1979.
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan. Metode sampling ini ditentukan atas
dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi Budiarto, 2004.
3.5.2 Penyiapan Sampel
Daging buah apel hijau sebanyak ±1 kg, dicuci bersih dengan air mengalir dan ditiriskan sampai air cuciannya kering. Sampel dibelah menjadi dua bagian, dibuang
bijinya, diambil bagian daging buahnya, dan diblender sampai halus. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk apel hijau yang kulitnya tanpa dikupas.
Universitas Sumatera Utara
21
3.5.3 Proses Destruksi Kering
Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 25 gram dalam krus porselen, diarangkan di atas hot plate, lalu diabukan dalam tanur dengan temperatur
awal 100 ℃ dan perlahan – lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500℃ dengan
interval 25 ℃ setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 60 jam dihitung saat suhu
sudah 500 ℃, lalu setelah suhu tanur ±27℃, krus porselen dikeluarkan dan dibiarkan
hingga dingin pada desikator. Abu ditambahkan 5 ml HNO
3
1:1, kemudian diuapkan pada hot plate sampai kering. Krus porselen dimasukkan kembali ke dalam tanur
dengan temperatur awal 100 ℃ dan perlahan – lahan temperatur dinaikkan hingga
suhu 500 ℃ dengan interval 25℃ setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 1 jam
dan dibiarkan hingga dingin pada desikator Horwitz, 2000.
3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel
Sampel hasil destruksi dilarutkan dalam 5 ml HNO
3
1:1, lalu dipindahkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dibilas krus porselen dengan 10ml akuabides sebanyak
tiga kali dan dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 dimana 5 ml filtrat pertama dibuang untuk
menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung ke dalam botol Horwitz, 2000. Larutan ini digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif
terhadap logam kalsium, kalium dan natrium yang terkandung di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
22
3.5.5 Pemeriksaan Kualitatif 3.5.5.1 Kalsium
3.5.5.1.1 Uji nyala
Bersihkan kawat NiCr dengan HCl pekat lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian celupkan sampel lalu
dipijar pada api bunsen, amati warna yang terjadi pada nyala bunsen. Jika terdapat kalsium akan terbentuk warna merah bata pada nyala tersebut Vogel,1979.
3.5.5.1.2 Uji Kristal Kalsium dengan Larutan Asam Sulfat 1 N
Larutan sampel hasil destruksi sebanyak 1-2 tetes diteteskan pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat 1 N akan terbentuk endapan putih lalu
diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat kalsium akan terlihat kristal berbentuk jarum Vogel, 1979.
3.5.5.2 Kalium 3.5.5.2.1 Uji nyala
Bersihkan kawat NiCr dengan HCl pekat lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian celupkan sampel lalu
dipijar pada api bunsen, amati warna yang terjadi pada nyala bunsen. Jika terdapat kalium akan terbentuk warna ungu pada nyala tersebut Vogel, 1979.
3.5.5.2.Uji Kristal Kalium dengan Larutan Asam pikrat
Larutan zat diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat 1 bv, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati dibawah mikroskop. Jika
terdapat kalium, akan terlihat kristal berbentuk jarum – jarum besar Vogel,1979.
Universitas Sumatera Utara
23
3.5.5.3 Natrium 3.5.5.3.1 Uji Nyala
Kawat NiCr dicelupkan ke dalam HCl pekat kemudian dibakar pada nyala bunsen hingga nyalanya bersih. Kawat dicelupkan lagi ke dalam HCl pekat lalu ke dalam
sampel dan dibakar. Jika terdapat natrium, akan dihasilkan nyala kuning pada nyala tersebut Vogel, 1979.
3.5.5.3.2 Uji Kristal Natrium dengan Larutan Asam Pikrat
Larutan zat diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat 1 bv, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati di bawah mikroskop. Jika
terdapat natrium, akan terlihat kristal berbentuk jarum halus tersusun di pinggir.
3.5.6 Pemeriksaan Kuantitatif 3.5.6.1 Kalsium
3.5.6.1.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium
Larutan baku kalsium 1000 µ
gml sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml lalu dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides. Dari konsentrasi
20 mcgml dipipet masing-masing 1,25 ml; 2,5 ml; 3,75 ml; 5 ml; dan 6,25 ml; dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan
akuabides sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1,0 µ
gml; 2,0 µ
gml; 3,0 µ
gml; 4,0 µ
gml; 5,0 µ
gml; dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 422,7 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.
3.5.6.1.2 Penetapan Kadar Kalsium dalam Sampel
Larutan sampel apel hijau yang kulitnya dikupas dengan apel hijau tanpa dikupas hasil destruksi dipipet sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25ml dan
dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda Faktor pengenceran = 25 ml5 ml = 5 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom
Universitas Sumatera Utara
24 pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang
diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.6.2 Kalium 3.5.6.2.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalium
Larutan baku kalium 1000 µ
gml sebanyak 0,5 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml lalu dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides. Dari konsentrasi 10
mcgml dipipet masing-masing 1,25 ml; 2,5 ml; 5 ml; 7,5 ml; dan 10 ml; dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides sehingga
diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,5 µ
gml; 1,0 µ
gml; 2,0 µ
gml; 3,0 µ
gml; 4 µ
gml; dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 766,5 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.
3.5.6.2.2 Penetapan Kadar Kalium dalam Sampel
Larutan sampel apel hijau yang kulitnya dikupas dengan apel hijau yang kulitnya tanpa kupas hasil destruksi dipipet sebanyak 0,1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur
50ml dan dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda Faktor pengenceran = 500,1 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom
pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi
kalium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.6.3 Natrium 3.5.6.3.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Natrium
Larutan baku natrium 1000 µ
gml sebanyak 0,5 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml lalu dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides. Dari konsentrasi 10
mcgml dipipet masing-masing 0,5 ml; 1,0 ml; 1,5 ml; 2,0 ml; dan 2,5 ml; dimasukkan ke
Universitas Sumatera Utara
25 dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides sehingga
diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,2 µ
gml; 0,4 µ
gml; 0,6 µ
gml; 0,8 µ
gml; 1,0 µ
gml; dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 589,0 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.
3.5.6.3.2 Penetapan Kadar Natrium dalam Sampel
Larutan sampel apel hijau yang kulitnya dikupas dengan apel hijau tanpa kupas hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50ml dan
dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda Faktor pengenceran = 501,0 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom
pada panjang gelombang 589,0 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi
natrium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. Menurut Gandjar dan Rohman 2007, Kadar logam kalsium, kalium dan natrium
dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
g Sampel
Berat n
pengencera Faktor
x ml
Volume x
µgml i
Konsentras µgg
Logam Kadar
=
Universitas Sumatera Utara
26
3.5.7 Analisis Data Secara Statistik 3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan
Kadar kalsium, kalium dan natrium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing- masing larutan sampel dianalisis secara statistik. Menurut Sudjana 2005, standar
deviasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
SD =
1 -
n X
- Xi
2
∑
Keterangan : Xi = Kadar sampel
−
X = Kadar rata-rata sampel n = Jumlah perlakuan
Untuk mencari t hitung digunakan rumus: t
hitung
=
n SD
X Xi
−
Menurut Harris 1982, untuk menghitung kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99, dk = n-1, dapat digunakan rumus:
Kadar Mineral : µ =
X
± t
α2
, dk x SD √n
Keterangan :
−
X
=
Kadar rata-rata sampel SD
= Standar Deviasi dk
= Derajat kebebasan dk = n-1 α
= Interval kepercayaan n
= Jumlah perlakuan
3.5.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel
Menurut Miller 2005, sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan variansi
σ tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variansi kedua populasi sama
σ
1
= σ
2
atau berbeda σ
1
≠ σ
2
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
27 F
o
=
2 2
2 1
S S
Keterangan : F
o
= Beda nilai yang dihitung S
1
= Standar deviasi terbesar S
2
= Standar deviasi terkecil
Apabila dari hasilnya diperoleh F
o
tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus:
X
1
– X
2
t
o
= Sp
√1n
1
+ 1n
2
Keterangan : X
1
= kadar rata-rata sampel 1 n
1
= Jumlah perlakuan sampel 1 X
2
= kadar rata-rata sampel 2 n
2
= Jumlah perlakuan sampel 2 Sp = Simpangan baku
jika F
o
melewati nilai kritis F, dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus : X
1
– X
2
t
o
= √S
1 2
n
1
+ S
2 2
n
2
Keterangan: X
1
= kadar rata-rata sampel 1 S
1
= Standar deviasi sampel 1 X
2
= kadar rata-rata sampel 2 S
2
= Standar deviasi sampel2 n
1
= Jumlah perlakuan sampel 1 n
2
= Jumlah perlakuan sampel 2
Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila t
o
yang diperoleh melewati nilai kritis t, dan sebaliknya.
3.5.8 Uji Perolehan Kembali Recovery