1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Negara-negara di dunia memberi perhatian yang cukup besar terhadap Angka Kematian Ibu AKI dan Angka Kematian Bayi AKB, sehingga menempatkannya di
antara delapan tujuan yang dituangkan dalam Millennium Development Goals MDGs, yang harus dicapai sebelum 2015. Komitmen yang ditandatangani 189
negara pada September 2000 itu, pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan manusia. Angka Kematian Ibu AKI di Indonesia tercatat
masih merupakan yang tinggi di Asia Tenggara atau keempat di wilayah Asia Pasifik, yakni mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian ibu
tersebut terutama adalah 40-50, infeksi, eklamsia, partus lama dan aborsi yang terkomplikasi Yustina, 2007.
Kesehatan perempuan dan kesehatan anak merupakan dasar yang penting dalam perkembangan masyarakat. Hanya perempuan yang bisa hamil dan melahirkan
anak, namun fakta menunjukkan bahwa ratusan ribu perempuan di seluruh dunia terus-menerus meninggal oleh sebab-sebab yang berkaitan dengan kehamilan, yang
seharusnya dapat cegah. Hal ini merupakan salah satu ketidak adilan sosial terbesar di masa kini. Beberapa tahun terakhir ini diakui dan diterima secara luas bahwa
kematian maternal yang seharusnya dapat dicegah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak asasi perempuan. Di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 529.000 perempuan
1
Universitas Sumatera Utara
meninggal tiap tahunnya oleh sebab-sebab yang berkaitan dengan kehamilan, dan 99 dari kematian ini terjadi di negara-negara yang sedang berkembang WHO,
2007. Pemerintah di seluruh dunia telah menyepakati Deklarasi Milennium
Millennium Declaration pada tahun 2000, dimana telah ditentukan tujuan-tujuan serta sasaran-sasaran pembangunan yang jelas untuk dilaksanakan diseluruh dunia.
Dari 8 tujuan yang ditentukan yaitu 1 menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan 2 mencapai pendidikan dasar secara universal 3 mendorong
kesejahteraan gender dan pemberdayaan perempuan 4 mengurangi tingkat kematian anak 5 meningkatkan kesehatan ibu 6 memerangi HIVAIDS, malaria dan
penyakit lainnya 7 menjamin keberkelanjutan lingkungan 8 mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Tiga diantaranya berkaitan langsung dengan
kesehatan perempuan yaitu peningkatan kesehatan maternal kesehatan ibu, pencapaian pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender. Secara tidak langsung
juga berkaitan dengan kesehatan perempuan WHO, 2007. Pembangunan kesehatan dengan meningkatkan mutu serta kemudahan
pelayanan yang terjangkau diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat. Indikator derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat ditandai dengan menurunnya angka kematian ibu, kematian bayi dan panjangnya umur
harapan hidup. Setiap jam, dua orang ibu meninggal saat melahirkan karena berbagai penyebab, jika seorang ibu meninggal, maka anak yang ditinggalkan mempunyai
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan 3 hingga 10 kali lebih besar untuk meninggal dalam waktu 2 tahun. Di Indonesia, angka kematian ibu 50 kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara-
negara ASEAN, Angka kematian bayi di Indonesia 1,2-1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ASEAN Hasanbasri dan Ernoviana, 2006.
Tingginya angka kematian ibu di Indonesia merupakan permasalahan pentung yang perlu mendapatkan penanganan serius. Berdasarkan hasil Survei Demokrafi
Kesehatan Indonesia SDKI 2007 menyebutkan Angka Kematian Ibu AKI saat melahirkan adalah 248 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematiyan bayi AKB
34 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya, angka-angka tersebut menunjukan adanya perbaikan. Namun, bila dibandingkan
dengan perbandingn kondisi antar daerah, terdapat kesenjangan yang cukup jauh antara daerah maju dan terpencil, serta antara daerah perdesaan dan perkotaan. Untuk
AKB, misalnya, di Sulawesi Barat mencapai 74 per 1.000 kelahiran hidup, di Nusa Tenggara Barat NTB 72, dan Sulawesi Tengah 60. Angka-angka tersebut empat
kali lipat lebih tinggi dari pada AKB di daerah Yogyakarta yang AKBnya 19. demikian pula untuk AKI, disparitas antara kota dan desa masih meningkat. Hal ini
dapat dilihat dari besarnya resiko yang dihadapi ibu melahirkan di desa Media Indonesia, 2008.
Data SDKI 20022003 menunjukkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di perkotaan besarnya 71 sementara itu desa sebesar 41. Data dari
Ikatan Bidan Indonesia IBI juga menunjukan indikasi serupa. Bidan, yang saat ini masih menjadi tenaga kesehatan utama penolong proses kelahiran di desa-desa,
Universitas Sumatera Utara
ternyata masih menumpuk di jawa. Menurut data IBI, saat ini dari sekitar 70 ribu desa di Indonesia, baru sekitar 30 ribu desa yang memiliki bidan. Padahal, pertolongan
tenaga kesehatan dalam kelahiran menjadi indikator penting dalam menentukan AKI. Penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain: rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat terutama kaum ibu, rendahnya tingkat sosial ekonomi, kondisi dan latar belakang sosial budaya yang tidak mendukung, rendahnya status gizi dan
tingginya prevalensi anemia khususnya pada ibu hamil, selain itu disebabkan karena terbatasnya akses ibu dan bayi di pedesaan memperoleh layanan kesehatan, miss
opportunity terhadap pelayanan ibu dan anak Hasanbasri dan Ernoviana, 2006 Upaya menurunkan kematian dan kesakitan ibu menuntut hubungan yang erat
antara berbagai tingkat sistem pelayanan kesehatan masyarakat yang dimulai dari Puskesmas. Upaya tersebut mencakup berbagai upaya pencegahan deteksi dini
komplikasi kehamilan, persalinan aman dan bersih serta rujukan kefasilitas rujukan yang memadai. Puskesmas adalah unit organisasi pelayanan kesehatan, yang
melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal disuatu wilayah Muninjaya, 1999.
Kebijakan dan berbagai upaya pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi, antara lain dengan kegiatan Gerakan Sayang Ibu GSI, Strategi Making
Pregnancy Safer dan pengadaan buku KIA. Buku KIA telah diperkenalkan sejak 1994 dengan bantuan Badan Kerjasama Internasional Jepang JICA. Buku KIA
diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kesehatan ibu dan anak. Buku KIA selain sebagai catatan kesehatan ibu dan anak, alat
Universitas Sumatera Utara
monitor kesehatan dan alat komunikasi antara tenaga kesehatan dengan pasien. Diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengontrol kesehatan
ibu. Penggunaan buku KIA merupakan salah satu strategi pemberdayaan masyarakat terutama keluarga untuk memelihara kesehatan dan mendapatkan pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Hal ini seyogyanya menjadi perhatian pemerintah kabupaten atau kota Hasanbasri dan Ernoviana, 2006.
Tingginya AKI dan juga AKB di Indonesia terkait dengan sejumlah indikator, yaitu penyelenggaraan pelayanan kesehatan, sarana dan prasarana kesehatan, maupun
sistem pengolahan kesehatan bersama. Jika kinerja ketiga indikator diperbaiki, pelayanan kesehatan bisa ditingkatkan. Meski masalah ini juga dipengaruhi kondisi
sosial budaya seperti sisi kesehatan reproduksi, persoalannya mencakup tingkat kesuburan, pengendalian kesuburan, serta pengolahan dan penanganan ibu hamil dan
melahirkan, kondisi dan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan ibu. Di samping itu juga dilakukan pendekatan dukun bayi yang pernah dibantu Organisasi
Kesehatan Dunia WHO Anwar, 2003 Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
antenatal, sejak tahun 1993-1994 pemerintah melalui kerjasama dengan Japan International Coopertion Agency JICA telah mengembangkan buku Kesehatan Ibu
dan Anak buku KIA. Pengembangan di Provinsi Nanggore Aceh Darussalam dimulai sejak tahun 1997 dilaksanakan di 6 Puskesmas dalam wilayah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, sedangkan untuk wilayah Kabupaten Aceh Tengah
Universitas Sumatera Utara
mulai diperkenalkan pada bulan Agustus 2003 di 14 Puskesmas yang ada Dinkes Kab Aceh Tenggah, 2007
Buku KIA berisi informasi dan materi penyuluhan tentang gizi dan kesehatan ibu dan anak, kartu ibu hamil, KMS bayi dan balita dan catatan pelayanan kesehatan
ibu dan anak. Buku KIA disimpan di rumah dan dibawa selama pemeriksaan antenatal di pelayanan kesehatan. Petugas kesehatan akan mencatatkan hasil
pemeriksaan ibu dengan lengkap di buku KIA, agar ibu dan keluarga lainnya mengetahui dengan pasti kesehatan ibu dan anak. Pencatatan sedini mungkin dapat
mengantisipasi adanya risiko tinggi pada kehamilan ibu dan untuk mengetahui perkembangan serta pertumbuhan balita. Buku KIA sebagai sarana informasi
pelayanan KIA. Bagi kader sebagai alat penyeluruh kesehatan serta untuk menggerakkan masyarakat agar datang dan menggunakan fasilitas kesehatan. Bagi
petugas puskesmas, buku KIA dapat dipakai sebagai standar pelayanan, penyuluhan dan konseling kesehatan, sehingga pelayanan kepada ibu dan anak dapat diberikan
secara menyeluruh dan berkesinambungan Hasanbasri dan Ernoviana, 2006. Hasil penelitian di Kota Sawahlunto Hasanbasri dan Ernoviana 2006 dapat
disimpulkan 80 petugas kesehatan tidak memanfaatkan buku KIA sebagai materi penyuluhan sewaktu melakukan pemeriksaan kesehatan ibu hamil, ibu bayi dan anak
balita. Bagian yang tidak dilakukan pengisian antara lain : pencatatan pelaksanaan pemeriksaan neonatus, berat badan anak pada KMS, pemberian vitamin A, anjuran
pemberian rangsangan perkembangan dan nasehat pemberian makan serta bagian catatan penyakit dan masalah perkembangan.
Universitas Sumatera Utara
Pada survei pendahuluan peneliti di lokasi penelitian, buku KIA telah didistribusikan pada seluruh Puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Aceh Tengah
14 Puskesmas, tetapi belum diperoleh gambaran pemanfaatan buku tersebut baik oleh petugas maupun sasaran ibu hamil, ibu bayi dan ibu anak balita. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa materi penyuluhan yang termuat dalam buku KIA belum dijadikan acuan baku dalam penyuluhan. Berdasarkan hasil wawancara
peneliti dengan ibu hamil di puskesmas yang berbeda, penyuluhan tidak diberikan secara rinci karena ibu-ibu disuruh membacanya sendiri di rumah, kecuali jika ada
yang tidak dimengerti boleh ditanyakan pada petugas KIA saat kunjungan. Dengan adanya fenomena tersebut dan untuk mengakomodasi keinginan
Dinas Kesehatan Kota Nanggroe Aceh Darussalam agar memiliki baseline data, disamping penelitian mengenai pemanfaatan buku KIA sebagai materi penyuluhan
serta hubungannya dengan karakteristik individu dan karakteristik organisasi Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, maka perlu dilakukan
penelitian tentang pengaruh karakteristik individu dan karakteristik organisasi terhadap pemanfaatan buku KIA sebagai materi penyuluhan di Kabupaten Aceh
Tengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pemanfaatan buku KIA merupakan pengejawantahan perilaku individu di
organisasi, dalam hal ini perilaku bidan dalam organisasi Puskesmas. Berdasarkan Pendapat Werdat S, dkk 2003 yang mengutip pendapat Anoroga, dkk 1995 dapat
disimpulkan bahwa perilaku individu dalam organisasi merupakan hasil interaksi antara karakteristik individu kemampuan, kebutuhan, kepercayaan, pengalaman,
Universitas Sumatera Utara
penghargaan dan karakteristik organisasi hirarki, tugas-tugas, wewenang, tanggung jawab, sistem kontrol. Selanjutnya pendapat Werdat, dkk 2003 yang mengutip
pendapat Gibson 1985 bahwa perilaku individu dalam organisasi merupakan hasil interaksi dari tiga variabel, yaitu variabel individu kemampuan dan keterampilan,
latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman, umur, asal-usul, dan jenis kelamin, variabel organisasi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, desain
pekerjaan, dan variabel psikologis persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi.
1.2 Permasalahan