Capital Adequacy Ratio CAR. FINANCING TO DEPOSIT RATIO FDR

B. Capital Adequacy Ratio CAR.

CAR atau Rasio Kecukupan modal adalah untuk mengukur sejauh mana modal yang dimiliki oleh perusahaan apakah sesuai dengan ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang berlaku, dalam hal ini 8. Capital Adequacy Ratio CAR merupakan salah satu indikator yang penting dalam penilaian kesehatan bank, karena faktor Capital Adequacy Ratio akan menjadi pertimbangan bagi masyarakat, khususnya masyarakat peminjam. Kepercayaan masyarakat amat penting artinya bagi bank, karena dengan demikian bank akan dapat menghimpun dana untuk keperluan operasional. Rasio kecukupan modal CAR dihitung dengan cara modal inti ditambah modal pelengkap dibagi dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko ATMR. Perhitungan Modal dan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko ATMR berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum pada bank berdasarkan prinsip syariah yang berlaku. Modal Inti biasanya terdiri dari: Modal disetor, cadangan, laba ditahan, agio saham dll. Sedangkan Modal Pelengkap Berasal dari cad. Revaluasi AT selisih penilaian kembali AT dengan persetujuan dirjen pajak, Cad. Penghapusan Aktiva yang diklasifikasikan cad. Yang dibentuk dengan cara membebani lap. RL tahun berjalan, modal kuasi capital instrument warkat yang memiliki sifat seperti modal, pinjaman subordinasi pinjaman antar bank dengan persetujuan BI dengan jangka waktu min. 5 tahun dan bila pelunasan sebelum jatuh tempo harus persetujuan BI. Modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka pengembangan usaha bisnis dan menampung resiko kerugian, semakin tinggi CAR semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap kreditaktiva produktif yang beresiko. Jika nilai CAR tinggi sesuai ketentuan BI 8 berarti bank tersebut mampu membiayai operasi bank, keadaan yang menguntungkan bank tersebut akan memberikan konstribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. 9

C. Tinjauan Teoritis Tentang Likuiditas

Untuk mengadakan interprestasi dan analisis terhadap laporan keuangan, suatu bank memerlukan adanya ukuran tertentu. Ukuran yang sering digunakan untuk analisis adalah rasio. Rasio merupakan alat yang dinyatakan dalam aritmatika yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih data keuangan. Dari rasio itulah yang akan dijadikan sumber informasi dan pedoman prosedur kerja oleh pihak bank serta menjadi dasar pengambilan keputusan oleh pihak lain yang berkepentingan terhadap bank tersebut. Salah satu rasio yang digunakan sebagai sumber informasi dan analisis adalah rasio likuiditas atau lebih spesifiknya Loan to Deposit RatioLDR dan dalam bank syariah sendiri rasio ini lebih sering dikenal dengan istilah Financing to Deposit Ratio FDR . 9 Mudrajat Kuncoro dan Suhardjono, Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2002 h.573

1. Pengertian Likuiditas

Dalam terminology keuangan dan perbankan terdapat banyak pengertian mengenai likuiditas, beberapa diantaranya dapat disebutkan sebagai berikut: Likuiditas adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau hutang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. 10 Selain itu, likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya depositosimpanan deposanpenitip. Maksudnya, suatu bank dikatakan likuid apabila dapat memenuhi kewajiban penarikan uang dari para penitip dana maupun dari peminjamdebitur. Ada juga yang mengartikan likuiditas adalah tingkat kemudahan relative suatu aktiva untuk segera dikonversikan ke dalam kas dengan sedikit atau tanpa penurunan nilai, serta tingkat kepastian tentang jumlah kas yang diperoleh. 11 Sedangkan menurut Oliver G. Wood, “Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo dan memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan”. 12 10 Riduan Tobink dan Bill Nikholaus-Fanuel, Kamus Istilah Perbankan Populer, Jakarta, PT. Atalya Rileni Sudeco,2003 h.124 11 Mohamad Muslich, Manajemen Keuangan Modern; Analisis, Perencanaan, dan Kebijaksanaan, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2003, Cet. III, h. 48 12 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: FEUI, 2004, h.153 Menurut pengertian ini bank dapat dikatakan likuid apabila: a. Bank tersebut memiliki cash assets sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk memenuhi likuiditasnya; b. Bank tersebut memiliki cash asset yang lebih kecil dari yang tersebut di atas, tetapi yang bersangkutan juga memiliki asset lainnya khususnya surat-surat berharga yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya; c. Bank tersebut mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash assets baru melalui berbagai bentuk hutang. 13 Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan secara singkat bahwa likuiditas adalah kemampuan suatu bank atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Secara praktis, likuiditas suatu bank sering dikaitkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang terdapat di bank tersebut pada waktu tertentu. Dalam hal ini, untuk kondisi Indonesia, Pemerintah melalui Bank Sentral menetapkan kewajiban setiap bank untuk memelihara likuiditas wajib minimum sebesar 5 dari besarnya kewajiban pihak ketiga. 13 Agnes Sawir, Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, Jakrta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, h.28-29

2. Tujuan Pengelolaan Likuiditas Bank

Adapun tujuan pengelolaan likuiditas antara lain 14 : a. Untuk menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan bank sentral b. Mengelola alat-alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan cash flow terutama kebutuhan yang tidak diperkirakan, misalnya penarikan dana yang tiba-tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka yang belum jatuh tempo. c. Sedapat mungkin memperkecil idle funds d. Memberi keyakinan kepada para penyimpan dana bahwa mereka dapat menarik dananya sewaktu-waktu atau pada saat jatuh tempo.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Likuiditas Bank

Pada umumnya kebutuhan likuiditas bank dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi 15 : a. Kewajiban Reserve Kewajiban reserve adalah rasio antara komponen-komponen alat likuid dengan komponen-komponen kewajiban yang harus dipelihara bank dalam suatu periode tertentu. Sebagaimana terjadi pada beberapa bidang perbankan lainnya, peraturan dibidang kewajiban reserve 14 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Alvabet, 2003 h. 165 15 Ibid, h. 166 Statutory Reserve Requirement juga terus menerus mengalami perubahan. Bank sentral sebagai otoritas meneter menetapkan kewajiban reserve itu dalam rangka pengendalian jumlah uang yang beredar, di samping guna mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Besarnya kewajiban reserve yang ditetapkan oleh Bank Indonesia bagi setiap bank telah beberapa kali mengalami perubahan. Reserve rasio itu pernah ditetapkan sebesar 30, lalu 15, kemudian 2 . Demikian juga komponen-komponen reserve yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia juga telah beberapa kali mengalami perubahan. Suatu ketika sebelum Pakto 88 Bank Indonesia telah menetapkan besarnya komponen alat likuid itu meliputi saldo kas, saldo giro pada Bank Indonesia dan saldo giro pada bank lain setelah Pakto 88 komponen alat likuid yang diatur hanya meliputi saldo kas dan saldo giro pada Bank Indonesia saja. Saat ini kewajiban reserve ditetapkan dalam bentuk Giro Wajib Minimum GWM sementara komponen alat likuid yang diatur meliputi saldo kas dan saldo giro pada Bank Indonesia. Saat ini BI memutuskan untuk menaikkan besar setoran GWM bank dari semula 5 menjadi 8. 16 Putusan ini dilatarbelakangi pertimbangan akan adanya potensi tekanan inflasi ke depan, sedangkan kondisi ekses likuiditas di perbankan masih cukup besar. 16 Peraturan Bank Indonesia Nomor 12 19 PBI2010 - Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia no:615PBI2004, maka kewajiban reserve yang harus dibayar adalah: 1 Giro 2 Deposito berjangka 3 Tabungan 4 Kewajiban segera lainnya 17 Kewajiban reserve minimum yng ditetapkan bank sentral hanyalah sebagian saja dari sekian faktor yang mempengaruhi kebutuhan likuiditas bank. Oleh karena itu bank harus memelihara posisi alat likuid minimum sebagai primary reserve untuk memepertahankan posisi likuiditasnya pada tingkat yang aman. a. Tipe Dana yang Ditarik Bank Tipe dana yang ditarik oleh bank merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan estimasi kebutuhan likuiditas bank. Untuk dana investasi mudharabah, kebutuhan likuiditas bank timbul pada tanggal jatuh tempo atas investasi tersebut. Tetapi untuk wadi’ah giro dan tabungan kebutuhan likuiditas dapat timbul sewaktu-waktu apabila pemegang wadi’ah, kebanyakan didasarkan atas pengalaman tentang besarnya penarikan dana sehari-hari masa-masa sebelumnya. Selain itu kemungkinan penarikan dana wadi’ah itu juga tergantung 17 Bank Indonesia no:6 21 PBI 2004 tentang; Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia pasal 9 pada persebaran dan jumlah pemegang rekening spreading resource. Besar kecilnya probability para nasabah menarik dananya secara bersama-sama pada hari yang sama akan tergantung pada luas sempitnya spreading resources tersebut. b. Komitmen Bank dalam Pembiayaan atau Investasi Komitmen bank kepada nasabah atau pihak lain dalam memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan investasi menimbulkan konsekuensi kewajiban bagi bank untuk merealisasikannya. Kewajiban komitmen ini oleh bank dicatat dalam rekening administratif. Ketidakmampuan bank untuk merealisasikan komitmen tersebut tidak saja berdampak pada reputasi dan bonafiditas bank, tetapi juga berpotensi untukmenghadapi tuntutan permintaan ganti rugi. 18

4. Jenis dan Sumber Alat Likuid

Ada empat rekening pokok yang merupakan alat likuid bagi bank 19 , yaitu: a. Kas pada vault, yang berisi uang tunai yang dipelihara oleh bank untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari. Besarnya uang tunai yang dipelihara oleh bank biasanya didasarkan pada pengalaman atau estimasi 19 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, Jakarta: Pustaka Alvabet,2005, cet.3, h.156 besarnya penarikan sehari-hari. Bila bank mempunyai kas pada vault melebihi kebutuhan transaksi sehari-hari, maka kelebihan tersebut akan disimpan pada bank sentral atau bank koresponden; b. Wajib Minimum GWM 20 sebagai pemenuhan statutory reserve requirement yang besarnya ditetapkan oleh bank sentral berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga DPK. Di samping itu rekening ini merupakan sarana transaksi antar bank, baik dalam rangka melakukan kliring cek-cek bank lain, maupun untuk transaksi pinjaman antar bank atau dengan bank sentral; c. Giro pada bank lain, yang berisi semua simpanan pada bank-bank koresponden yang juga dimaksudkan untuk menunjang transaksi antar bank, seperti transfer, inkaso collection, transaksi LC dan lain-lain. d. Item-item uang tunai yang masih dalam proses inkasi, yang terdiri dari cek-cek Bank Sentral atau bank koresponden yang belum secara efektif dikreditkan pada rekening bank pada Bank Sentral atau bank koresponden. Adapun menurut sumbernya, suatu bank dapat memperoleh alat-alat likuid yang diperlukan tersebut di atas dari berbagai sumber , yaitu: a. Asset bank yang akan segera jatuh tempo 20 Sesuai dengan peraturan BI bagi bank umum yang berdasarkan prinsip syari’ah, rumus perhitungan GWM adalah: GWM Rupiah = 5 x DPKt-2 dan GWM Valas = 3 x DPKt-2. Kredit pinjaman kepada debitur atau cicilan pinjaman yang akan jatuh tempo dapat dianggap sebagai sumber likuiditas. Oleh karena itu, dalam kondisi kebijakan uang ketat, posisi likuiditas suatu bank akan rawan apabila keseluruhan portofolio kreditnya masuk kategori evergreen. Surat- surat berharga, instrument pasar uang seperti Bank Acceptance, Sertifikat Bank Indonesia, dan Sertifkat deposito pada bank lain yang akan segera jatuh tempo, dapat pula dianggap sebagai sumber likuiditas dalam golongan ini. b. Pasar Uang Pasar uang adalah sumber likiditas bank. Namun harus diakui bahwa tidak setiap bank mempunyai kemampuan untuk masuk ke pasar uang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh besarnya suatu bank dan presepsi pasar uang atas Worthinness bank tersebut. Dalam hal ini, para investor yang meminjamkan uangnya ke bank akan melakukan analisa yang mendalam dan selektif terhadap tingkat dan konsistensi perkembangan pendapatan, kualitas asset, reputasi kesehatan manajemen, dan kekuatan modal bank. c. Sindikasi kredit Pembentukan sindikasi Kredit, selain bertujuan menyiasati legal lending limit 3L dan menyebarkan resiko, juga bertujuan untuk menjalin hubungan dengan bank lain. Dengan demikian, ketika mengalami kesulitan likuiditas maka bank tersebut dapat menyidikasi sebagian portofolio kepada bank lain untuk mengatasi masalah tersebut. d. Cadangan Likuiditas Khusus bank yang tidak dapt segera memperoleh dana pada saat diperlukan, maka bank tersebut biasanya membentuk cadangan likuiditas. Cadangan likuiditas biasanya dibentuk dengan cara memelihara saldo kas dan Giro BI pada batas maksimal yang diperbolehkan. e. Sumber Dana yang sifatnya Last Resort Salah satu sumber likuiditas yang sifatnya last resort, yang umum digunakan oleh kebanyakan bank adalah fasilitas line of credit dari bank lain. Bank yang menjalin hubungan koresponden dengan bank lain kemungkinan dapat meminta fasilitas stand by line of credit dari bank korespondennya tersebut. Selain itu, Bank Sentral bertindak sebagai leader of last resort untuk dunia perbankan atau Lembaga keuangan bukan bank. Namun bantuan dana dari bank sentral biasanya baru akan dimanfaatkan oleh bank yang kesulitan likuiditas apabila sumber-sumber likuiditas lainnya tidak cukup unruk mengatasi kesulitan likuiditas.

5. Piranti Penunjang Likuiditas Bank Syariah

a. Sertifikat IMA Bank syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara pemilik dan pengguna dana dapat berpotensi mengalami kekurangan atau kelebihan likuiditas. Kekurangan likuiditas umumnya disebabkan oleh perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana. Sedangkan kelebihan likuiditas dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum dapat disalurkan kepada pihak yang membutuhkan. Dalam rangka peningkatan pengelolaan dana bank, perlu diselenggarakan pasar uang antar bank, agar perbankan syariah dapat juga mengelola kelebihan dan kekeurangan dana secara efisien, landasan syariah mengenai pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah PUAS adalah: 1 Kaidah fiqih: “ ْ ﻷا ﻓ ْا ت ﺔ ﺎ ﻹا ْ د لﺪ ْنأ إ ﺎﻬ ْﺮْ ” yang artinya segala sesuatu dalam muamalat boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkanya . Kaidah ini dapat dijadikan rujukan bagi penyelenggaraan pasar uang antar bank tidak dilarang sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 2 Kaidah fiqh: “ اﺰﺟ ﻜْﺮ ﺖﱠﺼﺣ ْﻜْﺮ ثدﺎﺣأ ىﺮﺘْ او ﺮْﻏ ﻚْﻣ ىﺮﺘْ ﱠﻷ ”, yang artinya jika salah seorang dari yang bermitra membeli bagian mitranya dalam kemitraan tersebut, hukumnya boleh. Karena ia membeli hak milik orang lain. Kaidah ini dapat dijadikan rujukan diperkenenkannya Sertifikat IMA, yang mewakili kepemilikan asset mal bagi bank penanaman dana asset ini diperjualbelikan. 3 Al-Qur’an surat al-Baqarah 2 ayat 275 “ ﱠﺮ و ْ ا ﷲا ا و ﱢﺮ ا م ﺎ ” yang artinya Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba . Ayat ini menjadi rujukan bagi bank syari’ah untuk melakukan jual beli asset yang diwakili oleh Sertifikat IMA. 21 Pasar uang antar bank syariah menggunakan piranti Sertifikat Investasi Mudharabah antar bank IMA yang berjangka waktu maksimum 90 hari, diterbitkan oleh kantor pusat syariah atau unit usajha syariah bank konvensional. Besarnya imbalan sertifikat IMA yang dibayarkan pada awal bulan dihitung atas dasar tingkatan realisasi imbalan deposito investasi mudharabah pada bank penerbit sebelum didisribusikan sesuai jangka waktu penanaman. b. Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia Agar pelaksanaan operasi pasar terbuka berdasarkan prinsip syariah dapat berjalan dengan baik, maka perlu diciptakan suatu piranti pengendalian uang yang beredar yang sesuai dengan prinsip syariah dalam bentuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI. Piranti tersebut dapat dijadikan sarana penitipan jangka pendek khususnya bagi bank yang mengalami likuiditas. 21 Muhammad, Manajemen Bank….Op Cit., h. 335-336 Ketentuan mengenai SWBI didasarkan pada landasan syariah sebagai berikut: 1 Kaidah Fiqih: “ ﱠﺮ ﱠﺮ ا مﺎ ﻹا ف ﺔ ْ ﺎ ٌطْﻮﻨ ﺔ ” yang artinya tindakan pemegang otoritas harus mashlahat yang berlaku. Berdasarkan kaidah ini, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter memiliki kewenangan membuat aturan prinsip kehati- hatian yang digunakan oleh bank syariah dalam kegiatan operasionalnya untuk tujuan kemaslahatan. 2 Piranti yang digunakan dalam operasi pasar terbuka perbankan syariah adalah Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia SWBI yang menggunakan titipan wadi’ah yad dhomanah. Prinsip titipan dalam syariah berdasarkan al-Qur’an surat Al Baqarah 2 ayat 283: ⌧ ☺ ةﺮﻘﺒ ا : ٨ Yang artinya: “Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanahnya titipannya dan hendaklah yang ia bertakwa kepada Tuhannya” . Dalam transaksi wadi’ah yad dhomanah Bank Indonesia memperoleh manfaat penerbitan SWBI sebagai piranti pengendalian uang beredar sehingga dapat memberikan bonus sepanjang tidak diperjanjikan sebelumnya. Jumlah dana yang dapat dititipkan sekurang-kurangnya Rp500.000.000,- dan selebihnya dengan kelipatan Rp50.000.000,- Jangka waktu SWBI adalah satu minggu, dua minggu dan satu bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari. 22

6. Alat-alat Pengukuran Likuiditas

a. Cash Ratio Cash Ratio adalah alat pengukur likuiditas bank, yaitu suatu likuiditas minimum yang harus dipelihara oleh setiap bank. Cash Ratio atau cash requirement adalah perbandingan antara alat-alat likuid yang dikuasai bank dengan kewajiban segera yang akan dibayar. 23 Cash Ratio = A D b. Giro Wajib Minimum GWM GWM adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara dalam bentuk giro di Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan presentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga DPK. GWM = 5X DPK t-2 Di mana: 22 Ibid, h.344 23 Zainul Arifin, Dasar-Dasar ... Op.Cit h.170 DPK t-2 = rata-ata harian jumlah DPK bank dalam suatu masa laporan untuk dua masa laporan sebelumnya. c. Financing to Deposit Ratio FDR Financing to Deposit Ratio FDR merupakan rasio yang memberikan indikasi mengenai jumlah dana pihak ketiga yang disalurkan dalm bentuk kredit atau pembiayaan. Rasio yang terlalu tinggi menggambarkan kurang baiknya posisi likuiditas bank. Umumnya rasio sampai dengan 100 memberikan gambaran yang cukup baik atas keadaan likuiditas bank. 24 X Financing to Deposit Ratio FDR= T P T DP

D. FINANCING TO DEPOSIT RATIO FDR

Financing to Deposit Ratio FDR atau rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga, adalah perbandingan antara pembiayaan yang diberikan oleh Bank Syariah dengan Dana Pihak Ketiga yang berhasil dikerahkan oleh bank. 25 24 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan…., Op.Cit, h. 160 25 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2002, h. 55 Semakin besar tingkat FDR, maka semakin baik pula Bank Syariah tersebut dapat menjalankan fungsi intermediasinya. Dari fungsi intermediasi, Perbankan Syariah menunjukan kinerja yang mengagumkan. Hal ini bisa dilihat dari tahun ketahun besarnya fungsi intermediasi mendekati 100 persen bahkan pernah melampui. Dengan kata lain, hampir 100 persen dana pihak ketiga yang ada di bank Syariah disalurkan kembali kepada masyarakat. Sementara bank konvensional paling tinggi mendekati 70 persen. 26 Fakta ini menunjukan bahwa Bank Syariah lebih pro dalam mengembangkan sector riil atau fungsi Perbankan Syariah dalm melumasi mesin ekonomi lebih tangguh dibandingkan agregat Perbankan Konvensional. Rasio ini dipergunakan untuk mengukur sejauh mana dana pinjaman yang berhasil dikerahkan oleh bank kepada nasabah peminjam yang bersumber dari dana pihak ketiga. Tinggi rendahnya rasio ini menunjukan tingkat likuiditas bank tersebut. Sehingga semakin tinggi angka FDR suatu bank, berarti digambarkan sebagai bank yang kurang likuid dibanding dengan bank yang nilai FDR nya lebih kecil. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 265BPPP tanggal 29 Mei 1993, besarnya FDR ditetapkan oleh Bank Indonesia tidak boleh melebihi 110. Yang berarti bank boleh memberikan kredit atau pembiayaan melebihi jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun asalkan tidak melebihi 110. 27 26 A.Riawan Amin, “Perbankan Syariah sebagai Solusi Perekonomian Nasional” i-syariah, September,2009, h..41 27 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah…Op. Cit, h. 55 Dana pembiayaan adalah dana yang dibutuhkan untuk menggerakan sector riil dan diharapkan mampu untuk memicu pertumbuhan ekeonomi. Begitupula sebaliknya, bila dana FDR Bank Syariah tidak disalurkan dengan baik maka dampaknya selain penggerakan sector riil terhambat, juga mengakibatkan dana masyarakat tersebut menganggur iddle money dan dapat mempengaruhi berkurangnya jumlah uang yang beredar atau dapat digunakan sebagai tujuan spekulasi dengan menekan nilai tukar rupiah bahkan dapat terjadi inflasi. Begitu pentingnya FDR ini dalam menggerakan sector riil yang dapat memacu pertumbuhan ekonimi, maka Bank Sentral selalu memantau perkembangannya dan hati-hati dalam menentukan kebijakan moneternya. FDR =

BAB III DISKRIPSI HASILPENELITIAN

A. Sejarah Singkat PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk

Bank Muamalat merupakan bank syariah pertama yang menjadi cikal bakal berkembangnya perbankan syariah di Indonesia.Kemunculan ini berawal dari keresahan umat Islam terhadap hukum bunga bank.Adanya pro dan kontra dalam menyikapi hukum bunga bank oleh ulama di Indonesia membuat umat Islam menjadi ragu-ragu. Mereka takut berhubungan dengan bank karena dikhawatirkan akan tersangkut dengan bunga bank, yang jelas keharamannya. Namun di satu sisi mereka juga membutuhkan pelayanan perbankan dalam menjalankan kegiatan ekonomi.Oleh sebab itu maka dicarikanlah solusi yang berupa bank syariah. Gagasan munculnya bank syariah di Indonesia diawali oleh lokakarya yang bertema “Bunga Bank dan Perbankan” tanggal 18-20 Agustus 1990. Yang kemudian ditindaklanjuti oleh Munas IV MUI di Hotel Syahid tanggal 22-25 Agustus 1990. MUI kemudian membentuk TimSteering Comitte untuk mempersiapkan berdirinya bank syariah di Indonesia yang diketuai oleh Dr. Ir. Amin Azis. Dan juga dibentuk tim Hukum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ICMI yang diketuai oleh Drs. Karnaen Perwaatmadja, M.P.A. sedangkan untuk 46