kesiapan berubah sedang adalah sebanyak 35 orang 41.2 dan subjek dengan kesiapan berubah tinggi adalah sebanyak 40 orang 47.0.
D. Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini adalah ingin melihat apakah kesiapan berubah memiliki pengaruh terhadap semangat kerja pada karyawan. Hasil penelitian
pada 85 orang karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit menunjukkan hipotesis penelitian yang berbunyi “ada pengaruh antara
kesiapan berubah terhadap semangat kerja” diterima.
Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi r2, sumbangan efektif kesiapan berubah terhadap semangat kerja adalah sebesar 34.1, sementara
65.9 lainnya dipengaruhi oleh pengaruh variabel lain yang menyebabkan perilaku semangat pada karyawan. Model persamaan regresi estimasi linier
yang diperoleh adalah Y = 0.849+0.686X, dapat diartikan bahwa jika
variabel kesiapan berubah adalah 1 maka semangat kerja adalah sebesar 1.535 satuan. Hal ini berarti bahwa peningkatan 1 unit kesiapan berubah akan
meningkatkan semangat kerja sebesar 0.686 unit. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
menyebutkan bahwa kesiapan berubah sebagai kondisi awal kognisi yang akan mengarahkan karyawan untuk mendukung atau menolak usaha-usaha
perubahan dalam suatu organisasi Armenakis, Harris, Mossholder, 1993. Lebih lanjut dikatakan bahwa karyawan yang tidak siap menghadapi
Universitas Sumatera Utara
perubahan cenderung menunjukkan penurunan semangat kerja Hellriegel Slocum, 2007.
Ada beberapa alasan mengapa kesiapan berubah memiliki hubungan positif dengan semangat kerja karyawan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, kesiapan berubah merupakan kesiapan mental dan fisik untuk mengambil suatu tindakan Walinga, 2008. Ketika karyawan memiliki
kesiapan berubah yang tinggi maka karyawan akan lebih mungkin untuk memulai perubahan, mengerahkan upaya yang lebih besar, tekun dan mau
bekerjasama Weiner, 2009 . Kerjasama sendiri merupakan salah satu aspek yang menyusun semangat kerja Maier, 1998. Sehingga, hal ini menjelaskan
bahwa ada hubungan positif kesiapan berubah dengan semangat kerja. Alasan lain mengenai hubungan positif antara kesiapan berubah dengan
semangat kerja dapat dijelaskan dari hubungan faktor-faktor pembentuk kesiapan berubah terhadap semangat kerja, yaitu:
Pertama, appropriateness adalah persepsi karyawan mengenai apakah perubahan organisasi benar-benar dibutuhkan dan tepat bagi organisasi Holt,
Armenakis, Field, Harris, 2007. Karyawan yang melihat perubahan sebagai hal yang dibutuhkan organisasi akan lebih terikat engage dalam
menerapkan perubahan dan terlibat dalam implementasi perubahan Weiner, 2009.
Kemudian, change self efficacy adalah keyakinan yang dimiliki karyawan mengenai kemampuannya menyelesaikan pekerjaan dengan baik meskipun
tuntutan lingkungan pekerjaan berubah Wanberg Banas, 2000. Efikasi
Universitas Sumatera Utara
secara konsisten mempengaruhi pola pikir, perilaku dan emosi seseorang Armenakis, Harris Mossholder, 1993. Change self efficacy yang tinggi
akan membantu karyawan melihat perubahan sebagai suatu tantangan dan kesempatan untuk mengembangkan diri, bukan sebagai suatu ancaman
Krueger Dickson, 1993, mengurangi stress sehingga pada akhirnya akan meningkatkan engagement karyawan Jimmieson dkk, 2004. Dimana
disebutkan bahwa engagement merupakan produk dari semangat kerja yang tinggi Bowles Cooper, 2009. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat
hubungan positif antara change self efficacy sebagai dimensi pembentuk kesiapan berubah dengan semangat kerja.
Selanjutnya, keyakinan karyawan mengenai dukungan pimpinan terhadap perubahan merupakan hal yang penting selama perubahan organisasi Covin
dan Kilmann, 1990. Pemimpin yang membawa perubahan dengan percaya diri, antusias dan merasa bahwa perubahan merupakan hal yang harus segera
dilakukan akan membentuk perspektif yang positif tentang perubahan dan menyebabkan karyawan mau mengadopsi perubahan Ngambi, 2011.
Sebaliknya, usaha perubahan yang tidak didukung oleh pimpinan atau pihak manajemen menyebabkan karyawan skeptis dan tidak mau secara aktif
mendukung usaha perubahan sampai ada dukungan yang terlihat oleh karyawan Armenakis, Harris, Stanley, 2002. Sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Robbins yang menemukan bahwa perubahan dan kepemimpinan yang buruk merupakan penyebab utama rendahnya
semangat kerja karyawan dalam Ngambi, 2011. Sehingga jelas terlihat
Universitas Sumatera Utara
bahwa kepemimpinan dan persepsi akan dukungan pemimpin terhadap perubahan mempengaruhi komitmen dan semangat kerja karyawan.
Terakhir, personal valence adalah keyakinan bahwa perubahan yang dilakukan membawa keuntungan Armenakis Harris, 2009. Hasil
penelitian menemukan bahwa individu yang siap berubah pada dasarnya adalah individu yang memiliki persepsi bahwa perubahan akan memberikan
manfaat bagi dirinya, sebaliknya individu yang nyaman dengan status quo dan takut kehilangan status keuangannya akan menolak perubahan Christian,
1995. Hal ini dapat dijelaskan dengan teori motivasi Vroom yang menyatakan individu-individu lebih termotivasi dan akan mengeluarkan
usaha pada aktivitas-aktivitas yang mereka percaya akan memberikan hasil yang bernilai bagi mereka dalam Koontz, 2010.
Berdasarkan kategorisasi, hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase karyawan dengan semangat kerja yang tinggi 31.8 lebih besar daripada
karyawan dengan semangat kerja yang rendah 21.2, sementara karyawan dengan semangat kerja sedang 47.0. Hal ini berarti bahwa cukup banyak
karyawan di perusahaan ini yang melakukan pekerjaannya dengan penuh energi, antusias dan memiliki rasa kebersamaan Carlaw, Deming
Friedman, 2003. Meski begitu, perusahaan harus tetap memperhatikan semangat kerja karyawannya karena masih terdapat karyawan dengan
semangat kerja yang rendah 21.2. Menurut Beyea 2004 semangat kerja yang rendah bersifat menular. Seorang karyawan dengan semangat kerja
yang rendah akan berkontribusi terhadap berkembangnya semangat kerja
Universitas Sumatera Utara
yang rendah dalam suatu organisasi. Seorang karyawan dengan semangat kerja yang rendah tidak menyukai pekerjaannya, merasa tidak bahagia, dan
menyebar ketidakbahagiannya dari satu departemen ke departemen lainnya hingga akhirnya mempengaruhi organisasi secara keseluruhan. Sehingga
karyawan yang berada pada kategori semangat kerja yang rendah harus mendapat perhatian perusahaan.
Selain itu, perusahaan juga berharap karyawan memiliki kesiapan berubah yang tinggi, sebab karyawan dengan kesiapan berubah yang tinggi akan lebih
mau memulai perubahan, mengerahkan upaya yang lebih besar terhadap perubahan, tekun dan lebih kooperatif Weiner, 2009. Sebaliknya, karyawan
dengan kesiapan berubah yang rendah memiliki kepuasan kerja yang rendah, lebih mudah teriritasi dengan lingkungan kerja dan memiliki intensi yang
tinggi untuk keluar dari organisasi Wanberg Banas, 2008. Dengan melihat hasil dari tiap kategori dimana terdapat subjek yang masuk ke dalam
kategori rendah untuk tiap variabel maka perlu dilakukan intervensi untuk meningkatkan kesiapan berubah yang akhirnya meningkatkan semangat
kerja. Intervensi yang dilakukan akan mencakup dimensi dari kesiapan berubah dalam bentuk pelatihan peningkatan kesiapan berubah.
E. Keterbatasan Penelitian