4.4.4 Analisis Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui derajat atau tingkat hubungan secara serempak antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Korelasi antara indeks prestasi kumulatif,
keaktifan berorganisasi, dan motivasi dan perencanaan karier secara parsial dapat dilihat pada tabel 4.17 dibawah ini:
Tabel 4.24
Correlations
Indeks_Prestasi_K umulatif
Kaktifan_Beror ganisasi
Motivasi Perencanaan_
Karier Indeks_Prestasi_
Kumulatif Pearson Correlation
1 -.267
.325 .185
Sig. 2-tailed .009
.001 .074
N 94
94 94
94 Kaktifan_Berorga
nisasi Pearson Correlation
-.267 1
-.029 .106
Sig. 2-tailed .009
.779 .311
N 94
94 94
94 Motivasi
Pearson Correlation .325
-.029 1
.240 Sig. 2-tailed
.001 .779
.020 N
94 94
94 94
Perencanaan_Kar ier
Pearson Correlation .185
.106 .240
1 Sig. 2-tailed
.074 .311
.020 N
94 94
94 94
. Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed. . Correlation is significant at the 0.05 level 2-tailed.
Korelasi antara indeks pestasi kumulatif dan keaktifan berorganisasi.
Korelasi sebesar -0,267 memiliki maksud hubungan antara variabel indeks prestasi kumulatif dan keaktifan berorganisasi memiliki hubungan yang lemah namun tidak searah karena hasilnya
negatif. Tidak searah artinya indeks prestasi kumulatif tinggi belum tentu keaktifan
Universitas Sumatera Utara
berorganisasinya tinggi. Korelasi dua variabel bersifat signifikan karena angka signfikansi 0,009 0,05.
Korelasi antara indeks prestasi kumulatif dan motivasi
Berdasarkan perhitungan, angka korelasi antara variabel indeks prestasi kumulatif dan motivasi sebesar 0,325 memiliki hubungan yang lemah dan searah karena hasilnya positif. Searah artinya
jika indeks prestasi tinggi maka motivasi juga tinggi. Karena angka signifikansi sebesar 0,001 0,05 maka hubungan keduanya signifikan.
Korelasi antara indeks prestasi kumulatif dan perencanaan karier
Berdasarkan perhitungan, angka korelasi antara variabel indeks prestasi kumulatif dan perencanaan karier sebesar 0,185 memiliki hubungan yang lemah dan searah karena hasilnya
positif. Searah artinya jika indeks prestasi tinggi maka perencanaan karier juga tinggi. Karena angka signifikansi sebesar 0,074 0,05 maka hubungan keduanya tidak signifikan.
Korelasi antara keaktifan berorganisasi dan motivasi
Berdasarkan perhitungan diperoleh angka korelasi sebesar -0,029 merupakan korelasi lemah negatif. Dan korelasi bersifat tidak signifikan karena angka signifikan 0,779 0,05.
Korelasi antara keaktifan berorganisasi dan perencanaan karier
Berdasarkan perhitungan, angka korelasi antara variabel indeks prestasi kumulatif dan perencanaan karier sebesar 0,106 memiliki hubungan yang lemah dan searah karena hasilnya
positif. Searah artinya jika indeks prestasi tinggi maka perencanaan karier juga tinggi. Karena angka signifikansi sebesar 0,311 0,05 maka hubungan keduanya tidak signifikan.
Korelasi antara motivasi dan perencanaan karier
Berdasarkan perhitungan, angka korelasi antara variabel motivasi dan perencanaan karier sebesar 0,240 memiliki hubungan yang lemah dan searah karena hasilnya positif. Searah artinya jika
indeks prestasi tinggi maka perencanaan karier juga tinggi. Karena angka signifikansi sebesar 0,020 0,05 maka hubungan keduanya signifikan.
Universitas Sumatera Utara
Analisis Jalurnya sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan karier dapat diterjemahkan ke dalam sebuah
diagram jalur sebagai berikut:
Gambar 4.4 2.
Hubungan Struktural antara X1, X2, X3, dan Y
X1 ρyx1
rx1x3 rx1x2
X2 ρyx2 Y
rx2x3 X3
ρyx3
3. Gambar 4.4 yang berisi 3 buah variabel eksogen X1, X2, dan X3 dan sebuah vaariabel
endogen Y, persamaan struktural untuk diagram jalur diatas adalah:
3
2 1
3 2
1
X yx
X yx
X yx
Y
Dari tabel 4.17 didapat matriks korelasi sebagai berikut: X1
X2 X3
Y X1
1,000 -0,267
0,325 0,185
X2
-0,267 1,000
-0,029 0,106
X3
0,325 -0,029
1,000 0,240
Universitas Sumatera Utara
Y
0,185 0,106
0,240 1,000
4. Selanjutnya mencari koefisien jalur. Dari tabel 4.16 perhatikan pada Standardizedv
Coefficients, itu merupakan koefisien jalur varibel X1 dampai X3 ata biasa disebut koefisien beta atau beta hitung. Daari tabel tersebut kita dapat menyusun matriks koefisien jalur sebagai
berikut:
191
, 155
, 165
, 3
2 1
yx yx
yx
Dari tabel 4.14 telihat kalau R Square atau R
2
atau koefisien determinasi adalah 0,093. 5.
Dari R square tersebut dapat dihitung koefisien jalur variabel lain diluar model yakni ρy dengan rumus:
996 ,
093 ,
1 1
2 2
y
y R
y
6. Selanjutnya menguji
koefisien jalur ρyxi: H
: ρyxi = 0
H
1
: ρyxi ≠ 0 Dengan kembali menggunakan output SPSS, di tabel Coefficients Tabel 4.16 pada kolom
sig dan t dipakai untuk menguji koefisien jalur. -
Koefisien jalur ρyx1 H
: ρyx1 = 0 H
: ρyx1 ≠ 0 Terlihat pada p-value kolom sig = 0,139 yang lebih besar dari 0,05 atau pada kolom t =
1,493 yang lebih kecil dari titik kritis 1,665. Dengan demikian H diterima.
- Koefisien jalur ρyx2
Universitas Sumatera Utara
H : ρyx2 = 0
H
1
: ρyx2 ≠ 0 Terlihat pada p-value kolom sig = 0,140 yang lebih besar dari 0,05 atau pada kolom t =
1,488 yang lebih kecil dari titik kritis 1,665. Dengan demikian H diterima.
- Koefisien jalur ρyx3
H : ρyx3 = 0
H
1
: ρyx3 ≠ 0 Terlihat pada p-value kolom sig = 0,077 yang lebih besar dari 0,05 atau pada kolom t =
1,791 yang lebih kecil dari titik kritis 1,665. Dengan demikian H ditolak.
7. Dari hasil koefisien jalur diperoleh keterangan obyektif, bahwa koefisien jalur dari X1 ke Y
dan X2 ke Y kedua-duanya secara statistik adalah tidak bermakna t
hitung
dibawah t
tabel
dan p- value diatas 0,05 sedangkan koefisien jalur dari X3 ke Y adalah bermakna t
hitung
diatas t
tabel
dan p-value dibawah 0,05. Oleh karena itu proses akan diulang dengan mengeluarkan X1 dan X2 dari model.
8. Faktor yang mempengaruhi menjadi motivasi X3
4.4.6 Analisis Koefisien Jalur