ANALISIS POTENSI ENERGI Pembuatan Bioetanol dari Hidrolisat Kulit Kakao (Theobroma Cacao, L)Menggunakan Fermipan

20 Dalam penelitian yang telah dilakukan menggunakan tanin dari gambir sebanyak 4 gram di setiap run fermentasi sebagai penghambat terbentuknya asam asetat sehingga dapat meningkatkan kadar etanol yang terbentuk.

2.8 ANALISIS EKONOMI

Dalam penelitian ini, maka dilakukan suatu analisis ekonomi sederhana terhadap pembuatan bioetanol dari hidrolisat limbah kulit buah kakao dengan cara konvensional. Adapun rincian biaya terdapat dalam tabel 2.4 Tabel 2.4 Rincian Biaya Pembuatan Bioetanol dari Hidrolisat Limbah Kulit Buah Kakao Bahan dan Peralatan Jumlah Harga Rp Biaya Total Rp Kulit buah kakao 1 kg 0,-1 kg 0,- Asam sulfat 264 ml 500,-ml 132.000,- Fermipan 211,6314 gr 13.500,-11 g 259.671,- Gambir 48 gr 20000 kg 960,- Total biaya 392.631,- Dari rincian biaya di atas yang telah dilakukan maka total biaya yang diperlukan untuk pembuatan bioetanol per kilogram limbah kulit buah kakao adalah sebesar Rp. 392.631-. Walaupun biaya yang dikeluarkan cukup besar, tetapi penelitian ini mengindikasikan bahwa bioetanol dapat diperoleh dari limbah kulit kakao melalui proses fermentasi dengan kadar yang cukup bagus.

2.9 ANALISIS POTENSI ENERGI

Seiring dengan bertambahnya penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, serta menipisnya cadangan minyak bumi, maka dicari energi alternatif untuk menunjang kebutuhan akan energi. Salah satunya dengan mengkonversi biomasa menjadi bioetanol. Kekayaan Indonesia yang berlimpah akan sumber daya hayati termasuk mikroorganisme, sangat memungkinkan untuk pemanfaatan biomasalignoselulosa menjadi bioetanol, yang sampai saat ini belum dikembangkan secara optimal [ ]. 21 Semakin meningkatnya produksi kakao baik karena pertambahan luas areal pertanaman maupun yang disebabkan oleh peningkatan produksi per satuan luas, akan meningkatkan jumlah limbah buah kakao. Pod kakao merupakan limbah perkebunan kakao yang sangat potensial dan mempunyai nilai produktif yang bisa dikembangkan. Pod kakao merupakan limbah lignoselulosik lignin, selulosa, dan hemiselulosa [ ]. Selulosa dan hemiselulosa dapat dikonversi menjadi etanol, sedangkan lignin sudah terlignifikasi saat proses hidrolisis berlangsung. Karena memiliki potensi yang cukup besar, limbah kulit buah kakao diharapkan dapat menjadi sumber alternatif bahan baku untuk pembuatan bioetanol guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Dalam hal prestasi mesin, bioetanol dan gasohol kombinasi bioetanol dan bensin tidak kalah dengan bensin; bahkan dalam beberapa hal, bioetanol dan gasohol lebih baik dari bensin. Pada dasarnya pembakaran bioetanol tidak menciptakan CO 2 neto ke lingkungan karena zat yang sama akan diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sebagai bahan baku bioetanol [50]. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi bioetanol sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk bahan baku farmasi maupun bahan campuran bensin untuk menghasilkan pembakaran mesin yang sempurna. Salah satu cara yang paling efektif untuk membandingkan perbedaan sumber- sumber energi dan mengukur profabilitas dari masing- masing sumber energi disebut energi profit rasio EPR, yaitu rasio dari energi output terhadap energi [51], seperti rumus dibawah ini ��� = � ���� � ���� � [51] Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi energi pada pembuatan bioetanol dari hidrolisat kulit buah kakao. Dimana pada laporan penelitian ini energi output adalah energi yang dihasilkan etanol dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan untuk memproses hidrolisat kulit kakao menjadi bioetanol yaitu energi yang terkandung dalam bahan baku hidrolisat kulit buah kakao, NaOH, Asam sulfat, gambir, fermipan, dan air, energi listrik yang digunakan untuk proses pembuatan bioetanol dan equal energi bahan 22 yang dipakai pada proses pembuatan bioetanol. Pada perhitungan analisis potensi energi menggunakan basis memproduksi 1 kg bioetanol. Tabel 2.5 Kebututhan Listrik Proses Pembuatan Bioetanol Nama Alat Daya watt Waktu pemakaian jam Pemakaian listrik kwhkg bioetanol Rotary evaporator 1.000 1 1 Hot Plate 350 2 0,75 Oven 400 1 0,4 Jumlah 2,15 Untuk menghitung EPR diperlukan jumlah energi output dan juga jumlah energi input seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 Berikut: Tabel 2.6 Total Energi Input [52], [53], [54], [55] Bahan Masukan Kandungan Energi Bahan kal gram Total Energi kkalkg bioetanol Hidrolisat Kulit Buah Kakao 3900 300 NaOH 7911,089 47,466 Asam Sulfat 2222 26,664 Gambir 5622 1686,6 Fermipan 3650 17,844 Air 10 60 Jumlah energi bahan baku 2138,574 Kebutuhan Energi Listrik Peralatan 860 kkalkwh 3719,5 Total 5858,074 Tabel 2.7 Jumlah Energi Output [38] Produk Kandungan Energi Bahan kalgram Total Energi kkal kg bioetanol Etanol 5612,87 4613,317 Total 4613,317 Dari jumlah energi output dan input pembuatan bioetanol yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 maka dapat dihitung nilai EPR dengan mengunakan persamaan 2.1 sebagai berikut: 23 ��� = � ���� � ���� � = , , = , Dari perhitungan didapatkan nilai produktivitas sebesar 0,787, dimana nilai produktivitas lebih kecil dari 1 satu. Dapat disimpulkan bahwa pembuatan bioetanol dari hidrolisat kulit kakao menggunakan fermipan membutuhkan energi input yag lebih besar dari energi output yang dihasilkan. Hal ini disebabkan tahapan pembuatan bioetanol yang cukup panjang dimana dibutuhkan energi yang besar pada tahapan fermentasinya. Oleh karena itu perlunya dicari metode alternatif untuk memproses hidrolisat kulit buah kakao menjadi bioetanol dengan energi input yang rendah sehingga didapatkan nilai produktivitas 1. Hasil ini belum bernilai secara ekonomi tetapi bisa dijadikan scientific study untuk penelitian selanjutnya dan pemilihan alterantif proses yang lain. Semakin tinggi harga EPR untuk untuk sebuah bahan bakar, semakin tinggi jumlah energi bersih dan semakin berharga bahan bakar tersebut karena energi tersebut dapat digunakan untuk penggunaan yang lain. Minyak konvensional, batubara, dan gas alam memiliki harga EPR yang tinggi dibandingkan sumber energi yang lain sehingga menjadikan mereka sangat bernilai [56]. Energi profit ratio adalah suatu ukuran seberapa banyak energi yang dibutuhkan suatu proses untuk menghasilkan suatu jumlah tertentu energi yang keluar. Sumur-sumur minyak terdahulu di Pennyslavania mempunyai sebuah harga perbandingan energi yang besar karena energi input yang dibutuhkan hampir tidak ada. Prosesnya hanya dengan memindahkan secara manual lalu membakarnya, tetapi perbandingan EPR untuk bentuk energi yang lebih rendah. Etanol, sebagai contoh, mempunyai harga energi profit rasio lebih kecil dari 1:1, artinya prosesnya memerlukan lebih banyak energi untuk menghasilkannya daripada memproduksinya [57]. 1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG