Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat terlepas dari kehidupan makluk hidup, khususnya manusia. Sejak lahir manusia telah melakukan kegiatan komunikasi baik verbal maupun non-verbal. Dalam dunia pemasaran, komunikasi merupakan salah satu hal terpenting. Hal ini jelas terlihat di dalam proses pemasaran yang berlangsung antara produsen dan konsumen. Produsen memberikan informasi kepada pembeli terkait produk atau jasa yang dijual. Informasi tersebut berisi penawaran yang diharapkan dapat membujuk konsumen untuk membeli produk tersebut, kemudian pembeli mengajukan penawaran, arus pertukaran informasi inilah yang dinamakan komunikasi pemasaran. Proses pemasaran tidak dapat berlangsung tanpa adanya komunikasi. Dengan kata lain, keberhasilan pemasaran sangat berlangsung pada keberhasilan komunikasinya. Maka dari itu komunikasi pemasaran dianggap sangat penting, juga melihat dimana kegiatan pemasaran tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Saat ini cakupan ruang lingkup pemasaran telah meluas. Kegiatan pemasaran tidak lagi hanya menyangkut proses penjualan produk atau jasa, namun juga ide- ide sosial maupun politik. Muncul beberapa cabang pemasaran baru seperti marketing not-for-profit organization pemasaran organisasi nirlaba dan social marketing pemasaran sosial. Pemasaran sosial mencakup kegiatan desain, implementasi dan pengendalian program-program yang dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan maksud atau tujuan dan ide-ide sosial pada kelompok sasaran. Bentuk dari pemasaran sosial ini ialah Political Marketing yang bertitik tolak dari konsep meaning yang dihasilkan oleh stimulus politik berupa komunikasi politik baik lisan maupun non lisan dan baik secara langsung maupun melalui perantara. Makna yang muncul dari stimulus tersebut berupa persepsi yang tidak selalu mencerminkan makna yang sebenarnya. Makna tersebut pada gilirannya Universitas Sumatera Utara akan mempengaruhi sikap, aspirasi dan perilaku politik, termasuk pilihan politik. Salah satu bentuk penggunakan political marketing dapat dilihat di dalam kegiatan pemilihan umum. Para kandidat berlomba-lomba mempromosikan partai politik dan diri mereka kepada para pemilih yang bertindak sebagai pembeli di dalam kegiatan pemasaran ini. Produk yang dijual tentu saja ide-ide sosial dan politik guna membujuk masyarakat untuk memilih mereka. Ide-ide tersebut disampaikan dengan cara-cara kampanye dan kegiatan kehumasan konvensional. Kegiatan pemilihan umum yang merupakan salah satu bentuk dari political marketing bukanlah suatu kegiatan yang asing ditelinga masyarakat. Masyarakat Indonesia telah mengenal pemilihan umum sejak tahun 1955 dengan dilakukannya pemilihan umum legislatif pertama. Pemilihan umum ini dilakukan setelah lahirnya Undang-Undang No.7 Tahun 1953 tentang Partai Politik dan Persyaratan untuk mengikuti pemilihan umum oleh Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP sebagai lembaga legislatif pertama. Pemilihan umum anggota DPR pertama yang dilaksanakan pada 29 September 1955 diikuti oleh 28 partai politik dan perorangan, kemudian disusul pemilihan anggota konstituante yang dilaksanakan 15 Desember 1955 yang diikuti oleh 34 partai politik dan perorangan. Kemudian pemilihan umum kembali dilakukan pada 3 Juli 1971 yang diikuti oleh 10 partai politik, dan terus berlangsung hingga saat ini. Dalam pemilihan umum tahun 2004 tercatat 148.000.369 warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih, namun hanya 124.420.339 jiwa yang menggunakan hak suaranya. Ini berarti ada 23.580.030 jiwa tidak menggunakan hak pilihnya. Suatu realitas yang tidak bisa dipungkiri adalah timbulnya kelompok yang tidak mau menggunakan hak suaranya. Golongan ini disebut golongan putih. Golongan ini kadang berpendapat sebagai kelompok yang merasa tidak diwakili atau tidak setuju dengan kandidat atau partai politik yang mengikuti pemilu. Golongan ini memiliki jumlah yang cukup besar dari waktu ke waktu bahkan melebihi jumlah perolehan suara yang diraih oleh partai politik peserta pemilu. Sebagai contoh pada pemilu tahun 2009 dimana 72.271.209 suara golput ditambah suara tidak sah dari 176.367.056 yang seharusnya memilih dalam Universitas Sumatera Utara pemilu legislatif. Angka ini melebihi suara terbanyak yang diraih oleh Partai Demokrat yakni hanya 21.703.137 suara Cangara, 2011: 208. Masyarakat yang menjadi bagian dari golongan putih tidak hanya berasal pemilih yang sudah mengikuti kegiatan pemilihan umum lebih dari satu kali, namun juga pemilih pemula. Pemilih pemula yang dimaksud adalah kelompok muda yang baru pertama kali menggunakan hak suara dalam pemilu. Namun tidak hanya itu, anggotan TNIPolri yang baru pensiun dan kembali menjadi warga sipil yang memiliki hak pilih juga dikategorikan sebagai pemilih pemula. Pada pemilu 2004, jumlah pemilih pemula mencapai sekitar 27 juta dari 147 juta pemilih. Pada pemilu 2009 meningkat mencapai 36 juta pemilih dari 171 juta pemilih. Data Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyebutkan penduduk usia 15-19 tahun berjumlah 20.871.086 orang, usia 20-24 tahun berjumlah 19.878.417 orang. Dengan demikian jumlah pemilih muda sebanyak 40.749.503 orang. Dalam pemilu jumlah itu sangat besar dan bisa menentukan kemenangan partai politik atau kandidat tertentu yang berkompetisi dalam pemilihan umum www.kpujakarta.go.id Pemilih Pemula. Besarnya jumlah pemilih pemula serta untuk mengurangi angka golongan putihlah yang mendorong pemerintah gencar melakukan aksi promosi kegiatan pemilihan umum kepada para pemilih pemula. Kegiatan tersebut terlihat dengan dibentuknya berbagai program, diantaranya melalui “iklan generasi pemilih cerdas pemilu 2014” yang ditayangkan di berbagai stasiun tv nasional. Iklan yang diproduksi oleh Kalingga Romansa Film ini merupakan salah satu produk iklan layanan masyarakat yang dicanangkan oleh divisi Hubungan Partisipasi Masyarakat Komisi Pemilihan Umum HUPMAS KPU. Terlihat jelas di dalam iklan tersebut pemuda-pemudi yang menggunakan seragam sekolah yang berarti pemilih pemula. Makna tersirat yang terkandung di dalamnya ialah berharap pemilih pemula dapat menggunakan hak suaranya secara cerdas dan mampu meneruskan estafet pemerintahan Indonesia. Target pasar iklan ini jelaslah para pelajar sebagai pemilih pemula. Universitas Sumatera Utara Kota Lhokseumawe yang merupakan salah satu bagian dari propinsi Aceh ternyata memiliki jumlah golongan putih yang tinggi. Hal ini terlihat jelas pada pemilihan umum kepala daerah Pilkada Kota Lhokseumawe 10 April 2012. Jumlah pemilih dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Lhokseumawe yang tidak menggunakan hak suaranya mencapai 15.145 jiwa dari total keseluruhan pemilih 24.138 jiwa. Jelas terlihat hampir 63 dari total pemilih tidak menggunakan hak suaranya. Ini merupakan bukti bahwa golongan putih masih mendominasi pada pemilu di Indonesia, khususnya di Kota Lhokseumawe Sumber: Pusat Informasi dan Data KPU Kota Lhokseumawe. Walaupun Aceh memiliki hak khusus dengan dibentuknya beberapa Partai politik lokal, bahkan 3 partai berhak ikut dalam pemilu 2014 mendatang, yakni Partai Nasional Aceh, Partai Aceh serta Partai Damai Aceh. Namun ternyata pembentukan partai lokal tersebut tidak juga menumbuhkan minat para pemilih untuk turut serta menggunakan hak suaranya pada pemilihan umum http:www.partaiaceh.com201202sejarah-partai-aceh.html . Berangkat dari fakta diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat apakah iklan pemilihan umum yang dicanangkan pemerintah mampu memotivasi pemilih pemula untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemilihan umum mendatang. Peneliti memilih salah satu sekolah di Kota Lhokseumawe mengingat tingginya angka golongan putih di Kota tersebut. SMA Negeri 1 Lhokseumawe terpilih sebagai lokasi penelitian karena sekolah ini merupakan sekolah favorit dan sempat menjadi satu-satunya rintisan sekolah bertaraf Internasional di Kota Lhokseumawe, berdasarkan keputusan SK Dirjenmandikdasmen Nomor: 4100.aC.C4KP2010 tanggal 24 September 2010 di Kota Lhokseumawe. Siswa kelas XII terpilih sebagai populasi dalam penelitian karena telah berusia 17 tahun dan menjadi bagian dari pemilih pemula.

1.2 Rumusan Masalah