Dampak kebangkitan ekonomi Cina terhadap kebijakan perdagangan internasional amerika Serikat

(1)

DAMPAK KEBANGKITAN EKONOMI CINA TERHADAP KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

AMERIKA SERIKAT

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Sayid Haikal Quraisy

(106083003552)

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

DAMPAK KEBANGKITAN EKONOMI CINA

TERHADAP KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL AMERIKA SERIKAT

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial

Oleh :

Sayid Haikal Quraisy 106083003552

Dibawah Bimbingan :

Pembimbing Skripsi Pembimbing Akademik

Arisman, M.Si Nazaruddin Nasution, SH, MA

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sangsi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Oktober 2010

Sayid Haikal Quraisy 106083003552


(4)

ABSTRAK

Hubungan perdagangan antara Cina dan Amerika Serikat (AS) telah menjadi semakin penting untuk ekonomi kedua negara. Konflik perdagangan baru-baru ini dan gesekan antara Cina dan AS merupakan hambatan dalam jalan hubungan pembangunan perdagangan bilateral Cina-AS yang menjadi perhatian besar bagi kedua negara. Tulisan ini bersifat dekriftif yaitu dengan metode penulisan penelitian yang dilakukan dengan cara menggambarkan, menyusun dan menganalisa suatu pembahasan melalui kepustakaan.

Diharapkan dengan metode yang digunakan akan dapat menganalisis secara mendalam kebijakan perdagangan politik AS terhadap Cina, mengidentifikasi faktor-faktor kebangkitan ekonomi Cina, kebijakan perdagangan Cina dan kebijakan perdagangan AS terhadap Cina, Serta Pengaruh kebangkitan ekonomi Cina dan perubahan kebijakan perdagangan AS pada hubungan perdagangan antara AS dan Cina dan implikasi untuk hubungan perdagangan antara AS dan Cina pada masa depan.

Kata kunci: kebijakan perdagangan, perdagangan internasional, ekonomi politik internasional


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrrahmanirrahim, Assalamuaaikum Wr.Wb

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga tulisan ini dapat terwujud menjadi sebuah skripsi yang diharapkan dapat berguna bagi kalangan akademisi. Penulisan skripsi ini adalah merupakan suatu bentuk untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar sarjana sosial di Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Berdasarkan ketertarikan penulis terhadap kebangkitan ekonomi Cina yang begitu cepat dan mencengangkan dunia, maka penulis menuangkannya kedalam sebuah tulisan yang diajukan sebagai skripsi, dalam tulisan ini, penulis menganalisis bagaimana kebangkitan ekonomi Cina ini akan mempengaruhi kebijakan perdagangan internasional Amerika Serikat sebagai negarasuper power dan bagaimana hubungan kedua negara di masa depan, akankah menimbulkan perselisihan ataukah akan terjadi kerja sama yang baik diantara kedua negara tersebut.

Dikarenakan masalah ini sangat rumit, tentu saja penulis banyak dibantu oleh beberapa pihak yang membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Dengan kaitan ini, saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang dengan berbagai cara telah membantu penyusunan skripsi ini, diantaranya :

1. Keluarga yang senantiasa memberi dorongan dan do’a dalam segala bentuk yang tak mungkin pernah penulis dapatkan dari siapapun.


(6)

2. Farah Zesa Ayuningtyas.SE yang telah memberikan masukan-masukan positif, doa, motivasi, pemberi semangat dan segala sesuatu yang tak mungkin bisa terbalas.

3. Bpk.Arisman,M.Si selaku dosen pembimbing dalam penullisan skripsi ini, yang dengan sabar membimbing terciptanya tulisan ini.

4. Bpk.Armein Daulay,Drs.M.Si yang telah banyak memberikan motivasi dan masukan-masukan dalam penulisan skripsi ini dan dalam berbagai bidang selama dalam masa perkuliahan.

5. Ibu Rahmi,M.Si yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan selama masa perkuliahan.

6. Bpk. Nazaruddin Nasution,SH.MA selaku ketua jurusan yang dari awal terbentuknya jurusan Hubungan Internasional pada tahun 2006 hingga kini terus berusaha untuk memajukan jurusan yang tercinta ini.

7. Segenap staff pengajar ahi jurusan hubungan internasional, Bpk. Adian Firnas,S.sos, M.si. Bpk. Aiyub Mohsin,MA.MM, Bpk.Abdul Hadi Adnan,Dr,MA, Bpk. Amiruddin Noer,MA, Bpk. Badrus Sholeh,S.Ag,M.A, Bpk. Kiki Rizky,M.Si dan Bpk. Agus Nilmada Azmi,M.Si dan seluruh staff pengajar yang tak tertulis.

8. Teman-teman kos yang senantiasa memberikan masukan dalam penulisan skripsi dan teman-teman HI 2006 khususnya teman-teman HI B.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dengan segala kerendahan hati penulis memohon maaf dan


(7)

mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulis dan bermanfaat bagi semua kalangan.

Wassalamu’alaikum.Wr.Wb

Jakarta, Desember 2010

Sayid Haikal Quraisy 106083003552


(8)

DAFTAR ISI

Abstrak...i

Kata Pengantar...ii

Bab I Pendahuluan...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...8

C. Kerangka Teori...9

I. Teori Liberalisme...9

II. Teori Globalisasi...19

III. Teori Perdagangan Internasional...25

a. Comparative Advantage...29

b. Competitive Advantage...32

D. Metode Penelitian...34

E. Tujuan dan Manfaat Penulisan...35

F. Sistematika Penulisan...36

Bab II Tinjauan Pustaka...38

A. Konsep Dasar...38

A.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth)...38

A.2. Konsep Kebijakan (Policy)...41

A.3. Konsep perdagangan Internasional (International trade)...42


(9)

Bab III Kondisi Riil Ekonomi Cina...57

A. Perekonomian Cina Pra dan Pasca Diberlakukannya Open Door Policy...57

A.1. Budaya Bisnis Cina dan Perekonomian Cina Pra DiberlakukannyaOpen Door Policy...57

A.2. Perekonomian Cina Pasca DiberlakukannyaOpen Door Policy...66

A.3. Masuknya Cina ke dalamWorld Trade Organizations(WTO)...73

A.3.a. Latar Belakang dan Tujuan Masuknya Cina ke dalam WTO...74

A.3.b. Keuntungan Masuknya Cina kedalam WTO...81

B. Kebijakan Perdagangan Amerika Serikat...83

B.1. Sejarah Diskriminasi Kebijakan Perdagangan AS...83

B.2. Kebijakan Perdagangan AS Terhadap Cina...86

Bab IV Analisis Dampak Kemajuan Ekonomi Cina Terhadap Amerika Serikat...97

A. Indikator Kemajuan Ekonomi Cina Sebagai Pesaing Amerika Serikat...102

B. Prediksi Hubungan Dagang Cina - Amerika Serikat...110

BAB V Kesimpulan...118


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Pandangan Dasar Tradisi Liberalisme Dalam Teori Hubungan Internasional...77 Tabel 2

Reduksi Tarif (%) Setelah Cina Masuk WTO...81 Tabel 3

Kebijakan AS Terhadap Cina...96 Tabel 4

Faktor-Faktor Kebangkitan Ekonomi Cina...98 Tabel 5

Matriks Kebijakan Cina...99 Tabel 6

Pertumbuhan GDP Cina 1955-2009...106 Tabel 7

Perdagangan AS Dengan Cina : 1980-2009($ Dalam Miliar)...108 Tabel 8

Saldo Perdagangan AS Major Trading 2009 ($ Dalam Miliar)...109 Tabel 9

Persentase Produksi Cina Terhadap Output Dunia...109 Tabel 10


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Cina merupakan nama sebuah negara yang menarik untuk dicermati, karena pertumbuhan ekonominya yang mengagumkan, sehingga sering disebut-sebut dengan berbagai julukan seperti keajaiban Cina (Cina’s miracle), kebangkitan sang naga (rise of the dragon), dan lain-lain. Masyarakat internasional beranggapan bahwa abad ke-21 adalah abadnya Cina (the Chinese century) yang menggantikan abadnya AS (the American century) pada abad ke-20. Pertumbuhan ekonomi yang pesat, kemampuan militer yang semakin kuat, solidnya politik domestik, populasi yang sangat besar, akan menjadi akar dari pesatnya pertumbuhan ekonomi dan politik Cina.

Pertumbuhan luar biasa ini tidak terlepas dari perkembangan Cina sejak meninggalnya Mao Zedong pada tahun 1976 serta masa pancaroba politik Cina, sampai munculnya Deng Xiaoping sebagai pemimpin baru Cina. Deng Xiaoping mempunyai visi baru mengenai komunisme Cina. Sekalipun tetap menjunjung tinggi ideologi komunisme dengan tetap memegang penuh kekuasaan partai, Deng Xiaopingmenyadari bahwa ia harus mendistribusikan satu hal yaitu “kemiskinan atau kekayaan”, dan pilihan yang kedua hanya mungkin tercapai dengan memberikan kebebasan kepada rakyatnya. Maka pada Desember 1978 Deng Xiaoping memulai proses liberalisasi dan modernisasi di Cina. (Norberg, 2001 : 33)


(12)

Pada era sebelumnya yaitu pada masa kepemimpinan Mao Zedong yang konservatif dan terlalu tertutup, Cina seakan terasingkan dari dunia internasional. Perekonomian yang semakin terpuruk, bahkan kebijakan “lompatan jauh ke depan” (the great leap forward) yang dicetuskan oleh Mao Zedong pada tahun 1958 yaitu berupa program industrialisasi yang radikal mengalami kegagalan. Dalam Konferensi Lushan 1959, Mao Zedong pun dikecam akibat kegagalan kebijakan tersebut yang berimbas pada pengunduran dirinya sebagai presiden yang hanya bertahan lima tahun. (Wibowo, 2000 : 64) Namun, setelah rezim Mao Zedong berakhir dan digantikan oleh Deng Xiaoping, Cina mulai mengalami kemajuan di berbagai bidang termasuk dalam bidang ekonomi.

Konsep pintu terbuka (open door policy) dan ekonomi pasar muncul karena bentuk sebelumnya dianggap tidak mampu memberikan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan. Seperti dalam lompatan jauh kedepan (de yue jin) yang dilaksanakan pada masa Mao Zedong pada tahun 1956. Dalam masa pemerintahannya, Deng Xiaoping memasukan unsur investasi asing selain unsur pertanian, industri dan politik yang sudah ada pada masa pemerintahan sebelumnya. Investasi di Cina di buka dengan luas sementara pemerintah memiliki peran sebagai penjamin keamanan, stabilitas politik memotong jalur birokrasi serta menjamin perlindungan lainnya. Semua kebijakan yang diterapkan Deng Xiaoping bertujuan untuk mendukung tumbuhnya industri dan memacu ekspor. Masuknya invetasi di Cina membuat Cina tidak lagi hanya mengandalkan sektor agrikultur tapi juga sektor industri yang maju pesat. Konsep pintu terbuka terus dijalankan hingga kepemimpinan Jiang Zemin dan Hu Jintao.


(13)

Kebijakan open door policy sendiri di latar belakangi oleh adanya perimbangan kekuatan baru di Asia timur khususnya di Cina. open door policy pertama kali ditandai dengan pengiriman nota diplomatik oleh Jhon Hay (Menlu AS) yang berisi ajakan untuk melaksanakan nilai persamaan dalam perdagangan dan nota yang kedua yang berisi mengenai ajakan AS untuk mengakui kesatuan wilayah dan administrasi Cina. Nota tersebut mendapat berbagai respon dari negara yang menerimanya. AS yang pada saat itu dipimpin oleh seorang ekonom yaitu McKinley yang memilki pandangan mengenai perjuangan terhadap kaum petani dan golongan industri. Melihat situasi ekonomi Cina yang semakin memburuk, maka pada masa itu Cina memilih kebijakan tersebut sebagai lagkah yang diambil. Dengan menambahkan unsur insentif dan pasar bebas yang dijadikan stimulus bagi semangat produksi para pengusaha daerah dan petani diharapkan dapat memperbaiki kondisi ekonomi negaranya.(Siswanto, 1997 : 72)

Pada masa kepemimpinannya, Deng Xiaoping secara bertahap mulai membuka Cina terhadap persaingan dengan dunia luar, menyesuaikan ideologi, memodifikasi komunisme dengan sosialisme tahap awal, menerapkan sistem ekonomi pasar sosialis, sampai akhirnya Cina terjun dalam arus liberalisasi dan globalisasi. Sekalipun Deng Xiaoping menerapkan sistem ekonomi liberal, intervensi negara tetap dipertahankan. Pemerintah pusat tetap melakukan intervensi dan kontrol terhadap perekonomian negara, kemudian faham komunis tetap dipertahankan sebagai ideologi negara meski tidak diterapkan secara kaku.

Cina menggunakan Sistem ekonomi Pasar Sosialis, yaitu suatu sistem ekonomi yang berorientasi pasar, namun tetap berada dalam bingkai sistem politik yang digariskan oleh Partai Komunis Cina. Tidak mudah untuk menjelaskan


(14)

sistem baru yang digunakan oleh Cina, seperti halnya seperti organisasi lain yang berkembang, perlu waktu sampai sebuah sistem baru menemukan sebuah nama. Para pemimpin Cina lebih sering menyebutnya Sistem “Sosialis dengan karakteristik Cina”. Sistem ini telah menggantikan model ekonomi perencanaan terpusat yang umumnya dianut negara-negara dengan sistem komunis.

Para pemimpin Cina menyadari agar dapat berhasil memodernisasi Cina, harus beralih dari ekonomi terencana ke ekonomi pasar dan mereka harus menerapkan desentralisasi. Namun, definisi desentralisasi disini adalah memberi kekuasaan lebih besar ketangan rakyat, yang sering dianggap sebagai sebuah monolit, pada kenyataannya melakukan modernisasi kekuasaan lebih daripada negara manapun. Tujuan utamanya adalah menciptakan masyarakat dan pemerintahan yang harmonis berdasarkan kepercayaan, yaitu rakyat memberi kepercayaan kepada pemimpin untuk menciptakan kesempatan bagi kehidupan yang lebih baik, dan pemimpin memberi kepercayaan kepada rakyat untuk menjadi tenaga penggerak dalam prosesnya. Model baru Cina didasarkan pada keseimbangan antara kekuatan top-down dan bottom-up, yang dengan upaya terpadu meningkatkan taraf hidup serta menciptakan kemakmuran rakyat.(John & Doris.2010:xx)

Pada tahun 1987, Cina mengeluarkan sasaran dan strategi pembangunan ekonomi nasional Cina yang dikenal dengan nama Strategi Pembangunan Tiga Tahap (The Three-Steps Development Strategy). Strategi ini menetapkan 3 (tiga) tahap pembangunan ekonomi nasional Cina yaitu: (Kustia, 2009 : 45)


(15)

1. Melipatgandakan produk domestik bruto (PDB) di 1980 dan menjamin rakyat Cina cukup makan dan pakaian, yang diharapkan dapat dicapai pada akhir 1980.

2. Pada akhir abad ke-20 mentargetkan peningkatan PDB menjadi empat kali lipat PDB di 1980.

3. Meningkatkan PDB per-kapita setingkat negara-negara maju, dengan sasaran pencapaian pada pertengahan abad 21.

Langkah selanjutnya, pada tahun 1992, Cina menggariskan prinsip-prinsip utama dalam restrukturisasi ekonomi Cina yaitu: (Kustia, 2009 : 46-47)

1) Mendorong pembangunan dari berbagai unsur ekonomi sambil tetap mengedepankan sektor publik.

2) Mengembangkan sistem perusahaan yang modern agar dapat memenuhi tuntutan ekonomi pasar.

3) Sistem pasar terbuka dan menyatu di seluruh wilayah Cina, mentautkan pasar domestik dengan pasar internasional, meningkatkan optimalisasi sumber daya.

4) Melakukan transformasi manajemen ekonomi pemerintah untuk membangun sistem pengawasan makro yang lengkap.

5) Mendorong kelompok unggulan dan wilayah tertentu untuk mencapai keberhasilan dan kemakmuran lebih dulu, sehingga dapat membantu kelompok dan wilayah lain mencapai keberhasilan dan kemakmuran yang sama.

6) Merumuskan sistem pengaman sosial yang cocok untuk Cina, baik untuk masyarakat perkotaan maupun pedesaan, untuk meningkatkan


(16)

pembangunan ekonomi secara menyeluruh dan untuk menjamin stabilitas sosial.

Langkah besar lain yang dilakukan yaitu pada 1997 ketika Cina mulai memusatkan perhatian kepada pentingnya pembangunan di luar sektor publik yang dapat memberikan sumbangan terhadap pembangunan ekonomi nasional, merupakan unsur lain yang memperoleh keuntungan sebagai salah satu faktor produksi yang penting, di samping modal dan teknologi dalam mengembangkan usaha terus didorong.(Kustia, 2009 : 57)

Kemajuan-kemajuan di bidang ekonomi segera tampak akibat dari proses liberalisasi dan modernisasi yang dilakukan Cina di atas. Sejak 1978 hingga 2005, perdagangan internasional meningkat 69 kali dalam angka nominal (dalam USD), dengan pertumbuhan per-tahun sebesar 17%. Pada tahun 2005 Cina menjadi negara dagang terbesar ketiga di dunia. Rasio angka impor dibandingkan ekspor dalam PDB adalah 63% pada tahun 2005. Hal ini menjadikan Cina masuk dalam jajaran negara-negara yang terintegrasi kedalam perekonomian dunia. Sementara itu perolehan devisa melonjak ke angka US$ 1 triliun pada akhir tahun 2006. Selama 23 tahun terakhir, modal asing telah masuk ke Cina sebesar US$ 620 milyar. Standar hidup rakyat Cina meningkat tajam selama 27 tahun terakhir. Pendapatan per kapita di kota dan per-rumah tangga di pedesaan, tumbuh dengan angka 15%. (Wibowo, 2007 : 50)

Catatan statistik di atas adalah gambaran bagaimana Cina berkembang sedemikian pesatnya dalam pertumbuhan ekonomi sehingga berimbas pula pada taraf sosial ekonomi rakyat Cina yang semakin meningkat. walaupun sempat terjadi penurunan pada tahun 1989 dan 1990, namun di tahun-tahun berikutnya


(17)

pertumbuhan ekonomi Cina menunjukkan kenaikan dan cenderung stabil. Model perekonomian Cina dirancang dengan pengerahan kapital secara besar-besaran. Birokrasi pemerintah dari Beijing turun ke kota-kota kecil yang bertujuan membangun kawasan industri dengan mendorong investasi, terutama investasi dari luar negeri. Sebagai konsekuensi atas tingginya investasi asing, Cina menikmati pembangunan di seluruh bagian negaranya. (Wigrantoro, 2007)

Dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Cina bertahan di dua digit dengan kecenderungan terus naik di atas 10%. Tidak satu negara pun yang disebut sebagai Macan Asia (Jepang, Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan) mampu menyamai rekor pertumbuhan tersebut. (Damayanti, 2007) Banyak pengamat ekonomi meramalkan bahwa tidak lama lagi GDP Cina akan sanggup menyaingi GDP AS. GDP Cina pada tahun 2005 angka pertumbuhan ekonomi Cina sebesar US$ 2.259 milyar dan GDP per kapita sebesar US$ 1.725 menjadi indikator bagaimana Cina adalah ancaman nyata bagi AS. (Wibowo, 2007 : 50)

Masuknya Cina kedalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 2001 memicu peningkatan besar-besaran akan industrialisasi dalam negeri dan volume perdagangannya. Dampak keanggotaan Cina di WTO adalah terintegrasinya kegiatan perekonomian, perdagangan dan industri Cina dengan pasar global yang menyebabkan terjadinya ekspansi besar-besaran dari industri manufaktur Cina ke seluruh dunia. Dengan demikian keanggotaan Cina di WTO turut mendorong terbukanya berbagai kegiatan industri di berbagai sektor di tingkat domestik, mulai dari industri manufaktur dan kendaraan bermotor ke retail domestik dan menciptakan kompetisi usaha yang lebih kompetitif. (Wong, 2008 : 8)


(18)

Setelah AS meyadari bahwa Cina akan menjadi negara yang kuat pada masa depan, maka AS mulai menjalin hubungan baik dengan Cina, yaitu dengan kunjungan presiden Richard Nixon pada tahun 1972, yang dianggap sebagai terobosan baru hubungan bilateral AS dengan Cina, setelah berakhirya hubungan Cina dan Uni Soviet pada pertengahan 1960-an Cina sepertinya sudah enggan untuk menjalin persekutuan, oleh sebab itulah Nixon mencoba masuk untuk menjalin hubungann yang baik dengan Cina yang diharapkan akan terjalin hubungan yang baik antara keduanya dalam jangka panjang, selain itu misi perdamaian yang diusung Nixon terhadap Cina juga merupakan sebuah usaha untuk mendorong terjadinya perdamaian antara AS dan Vietnam yang merupakan sekutu Cina saat itu. Hal ini mengejutkan dunia karena AS sangat anti dengan Komunisme tetapi Nixon menjalin hubungan baik dengan Cina. Dalam hal ini Nixon mencoba menerapkan apa yang disebutnya realpolitics yang membuka jalan untuk hubungan baik antara AS dan Cina pada masa mendatang.

Cina mencari komprominya sendiri dan bahkan mengizinkan beberapa bentuk dari sebuah masyarakat majemuk dan akan menjadi tantangan yang menakutkan bagi peran AS sebagai penjaga moral luhur dunia. Pembukaan diri Cina tidak hanya memperluas pengaruh kepemimpinan Cina, tetapi juga mengguncang tatanan elit politik, AS menghadapi pemain baru yang kuat secara ekonomi, stabil secara politik dan tidak prnah ragu menunjukan nilai-nilai luhurnya pada dunia. Hal ini nyata sebagai ancaman bagi AS.(John & Doris,op.cit:xxii)


(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah faktor- faktor dan Kebijakan apa saja yang mendorong kebangkitan ekonomi Cina?

2. Bagaimanakah dampak kemajuan perekonomian Cina terhadap kebijakan perdagangan AS?

3. Bagaimanakah hubungan bilateral dalam perdagangan AS dan Cina dimasa depan?

C. Kerangka Teori

Untuk menganalisa suatu permasalahan dalam ilmu hubungan internasional membutuhkan teori, yang merupakan penjelasan paling umum mengapa sesuatu itu terjadi dan kapan peristiwa tersebut akan terjadi lagi. Dengan kata lain, teori dapat dipergunakan sebagai alat eksplanasi dan alat prediksi. (Mohtar, 1990 : 217) Atau lebih jelasnya dipaparkan bahwa, teori berfungsi untuk memahami, memberikan kerangka pemikiran secara logis, disamping menjelaskan maksud terhadap berbagai fenomena-fenomena yang ada. Tanpa menggunakan teori, maka fenomena-fenomena serta data-data yang ada akan sulit dimengerti. Dan di sisi lain teori juga dapat berupa sebuah bentuk pernyataan yang menghubungkan beberapa konsep secara logis dan sistematis. (Plano, 1992 : 7)

Teori yang digunakan untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah yaitu teori liberalisme, teori globalisasi dan teori perdagangan internasional.


(20)

I. Teori Liberalisme

Setelah era Mao Zedong berakhir dan digantikan oleh era Deng Xiaoping, Cina mulai mengalami kemajuan di berbagai bidang. Pada masa kepemimpinannya, Deng Xiaoping secara bertahap mulai membuka Cina terhadap persaingan dengan dunia luar, menyesuaikan ideologi, Memodifikasi komunisme dengan sosialisme tahap awal, menerapkan sistem ekonomi pasar sosialis, sampai akhirnya Cina menceburkan diri terhadap arus liberalisasi dan globalisasi.

Liberalisme berangkat dari kesejatian, di mana esensi hidup manusia menjadi sangat dihormati. Kebebasan, pembebasan, kemerdekaan, keadilan dan hak asasi menjadi pemersatu. Dalam perkembangannya teori liberalisme lebih banyak menekankan pada hal lain, selain perebutan pengaruh di bidang hard power, yaitu pengalihan perhatian orang pada teori ekonomi-ekonomi barat. Orang liberal tidak memperumit bagaimana perdamaian akan tercapai atau bagaimana kesejahteraan yang seutuhnya, namun lebih menaruh fokus akan prosesnya.

Liberalisme menitik beratkan perhatiannya pada kebebasan individu yang harus diimplementasikan dalam tingkat domestik, dan hubungan antar negara. Stanley Hoffman menuliskan, “Esensi dari liberalisme adalah self-restrain, moderasi, kompromi, dan perdamaian, dimana esensi politik internasional adalah berkebalikan yaitu perdamaian yang selalu terusik, atau lebih buruk lagi, state of war”. Peran negara adalah sebagai penjaga terwujudnya kebebasan tersebut, sebagai pelayan kemauan kebijakan seluruh individu. Di sinilah peran krusial demokrasi sebagai sebuah sistem untuk mewujudkan angan-angan liberalisme


(21)

sebagai te ori pemerintahan yang menginginkan kerukunan antara keamanan dan persamaan dalam suatu komunitas. (Jill, 2001 : 98)

Di sekitar abad ke-18, ahli ekonomi dan falsafah dari Scotland, Adam Smith (1723-1790) memperkenalkan satu teori yang mengatakan seseorang individu boleh membina kehidupan bermoral dan berekonomi tanpa bimbingan atau arahan dari negara. Tambahan lagi, sesuatu negara itu akan menjadi kuat apabila rakyatnya bebas. Smith mengetengahkan ide tersebut untuk mengakhiri sistem feodal, polisi-polisi merkantilisme, monopoli negara dan memperkenalkan kerajaan "laissez-faire", yaitu satu kerajaan berasaskan pasar bebas. Di dalamThe Theory of Moral Sentiments (1759), Smith menulis tentang teori motivasi yang menekankan kepentingan sendiri serta ketidakaturan sosial.

Terdapat beberapa prinsip liberalisme yang telah disetujui oleh kalangan liberal:

a. Liberalisme politik adalah aliran di mana seseorang itu adalah asas undang-undang dan masyarakat. Masyarakat dan institusi-institusi kerajaan berada di dalam masyarakat yang berfungsi untuk memperjuangkan hak-hak pribadi tanpa memihak kepada siapapun, baik yang mempunyai taraf sosial yang tinggi ataupun yang rendah. Magna Cartaadalah satu contoh di mana dokumen politik meletakkan hak-hak pribadi lebih tinggi daripada kekuasaan raja. Liberalisme politik menekankan perjanjian sosial dimana rakyat merangkai undang-undang dan bersedia untuk mematuhi undang-undang tersebut. b. Liberalisme budaya menekankan hak-hak pribadi yang berkaitan


(22)

kebebasan beragama, kebebasan pemahaman dan pelindungan dari campur tangan kerajaan di dalam kehidupan peribadi.

c. Liberalisme ekonomi yang juga dikenali sebagai liberalisme klasikal atau liberalisme Manchester adalah satu ideologi mengenai hak-hak peribadi atas harta benda dan kebebasan perjanjian tertulis. Ia memperjuangkan kapitalisme laissez-faire yang ingin membuang semua halangan terhadap perdagangan dan pemberhentian kemudahan yang diberi oleh kerajaan seperti subsidi dan monopoli. Liberalisme ekonomi menyatakan bahwa harga barang harus ditentukan oleh pasar yang sebenarnya ditentukan oleh tindakan-tindakan konsumen. Liberalisme ekonomi menerima ketidak samarataan sebagai hasil dari persaingan yang tidak melibatkan dan merugikan hak-hak peribadi. Aliran liberalisme ini dipengaruhi oleh liberalisme Inggris yang merebak di pertengahan abad ke-19.

d. Liberalisme sosial atau liberalisme baru, mulai terlihat di kalangan masyarakat negara-negara maju pada akhir abad ke-19. Dipengaruhi oleh utilitarianisme yang diasaskan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill. Teori ini berkembang dari teori penyalahgunaan Sosialis dan Marxis dan anggapan-anggapan terhadap "tujuan keuntungan" dan membuat kesimpulan bahwa kerajaan seharusnya menggunakan kuasanya untuk menyelesaikan masalah itu. Melihat dari faham tersebut, semua individu perlu diberi kebebasan seperti pelajaran, peluang ekonomik dan pelindungan daripada kejadian makro yang tidak ditentukan oleh mereka, seperti yang ditulis oleh John Dewey


(23)

dan Mortimer Adler pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Menurut liberalisme sosial, kemudahan-kemudahan ini dianggap sebagai hak yaitu hak-hak positif yang berbeda secara kualitatif dari apa yang disebutkan dari segi klasikal, serta hak-hak negatif yang hanya menuntut seseorang untuk mengambil hak-hak orang lain. Menurut ahli-ahli liberalisme sosial, hak-hak positif ini perlu dibuat dan diberikan kepada semua manusia. Menurut mereka, hak-hak positif adalah objektif yang secara asasnya melindungi kebebasan. (Jill, 2001 : 98)

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa paham liberalisme berkonotasi luas, sebagaimana yang disimpulkan oleh Elizabeth Martinez dan Arnoldo Garcia: Liberalisme mengacu pada ide-ide politik, ekonomi, bahkan agama. Dalam sistem politik, liberalisasi politik dipergunakan sebagai strategi untuk menghindari konflik sosial. Yakni dengan menyuguhkan (liberalisme) pada si miskin dan kaum pekerja sebagai hal yang progresif ketimbang kaum konservatif atau Kaum Kanan. Liberalisme ekonomi berbeda lagi, Politisi-politisi konservatif, yang mengatakan bahwa mereka membenci kata “liberal” dalam arti tipe politik tak memiliki keberatan apapun dengan liberalisme ekonomi. (Martinez & Garcia, 1997 : 34)

Liberalisme dengan demikian mempunyai makna yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain. Liberalisme asal mulanya merupakan bentuk perjuangan kaum borjuasi menghadapi kaum konservatif, Sehingga bisa dikatakan bahwa liberalisme sebelumnya merupakan ideologi kaum borjuis kota. Dalam arti luas, liberalisme adalah paham yang mempertahankan otonomi individu melawan


(24)

intervensi komunitas, Tapi memang ada liberalisme ekonomi juga “civic liberalism”atau liberalisme otonomi individual.

Teori yang kemudian menjadi acuan terhadap doktrin pasar bebas ini lahir pada saat borjuasi di Inggris pada abad ke-19 berhasil merebut kekuasaan dari tangan bangsawan penguasa masyarakat feodal yang disimbolkan melalui Revolusi Industri. Doktrin ini pulalah yang menjadi pengabsah bagi para borjuasi tersebut dalam melapangkan jalannya untuk menguasai dunia. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Elizabeth Martinez dan Arnoldo Garcia yaitu Sistem perdagangan bebas, perusahaan bebas dan ekonomi yang berbasiskan pasar, sebenarnya telah muncul sejak 200 tahun yang lalu, sebagai satu mesin penggerak utama dalam pembangunan revolusi industri. Namun, pada akarnya adalah merkantilisme yang terbentuk selama abad pertengahan beberapa ratus tahun sebelumnya. Dan juga memiliki akar serta paralel dengan berbagai metode yang digunakan imperium sepanjang sejarahnya (dan saat ini masih digunakan) untuk menguasai tempat-tempat yang lebih lemah disekitarnya serta untuk merampas kekayaannya. (Martinez & Garcia, 1997 : 34)

Ekonomi liberalisme klasik yang mulanya dibangkitkan oleh ekonom Adam Smith dalam karyanya The Wealth of Nations (1776). Adam Smith yang dianggap beberapa orang sebagai bapak kapitalisme pasar bebas, menganjurkan bahwa untuk mencapai efisiensi maksimum, semua bentuk campur tangan pemerintah dalam masalah ekonomi sebaiknya ditanggalkan, dan seharusnya tak ada pembatasan atau tarif dalam manufaktur serta perdagangan satu bangsa agar bangsa tersebut bisa berkembang.


(25)

Sepanjang sejarahnya, sistem ekonomi kapitalisme memang telah mengalami krisis yang mengharuskan para penganutnya untuk menemukan solusi untuk menyelesaikan krisis-krisis tersebut. Lahirnya liberalisme pun merupakan evolusi dalam sistem kapitalisme untuk menjawab krisis yang menimpanya. (Yaffe, 2001 : 2)

Akan tetapi sejarah liberalisme pasar ala Adam Smith pun harus berujung pada krisis ekonomi. Dipandu oleh doktrin liberal, komoditas diproduksi tidak untuk memenuhi kebutuhan pasar yang abstrak. Akibatnya jumlah komoditas yang diproduksi menjadi tidak terbatas jumlahnya, tergantung pada fluktuasi (naik turunnya) permintaan pasar yang tidak bisa diramalkan sehingga terjadi produksi masal. Tapi, bagaimana memasarkan produksi masal itu, Inilah yang tak sanggup dipecahkan oleh sistem kapitalisme, sehingga terjadi kelebihan produksi (over production).

Disaat malaise (krisis yang disebabkan oleh kelebihan produksi) itu, keadaan ekonomi mengalami kontraksi (pengetatan) yang sangat hebat di semua sektor (pertanian dan industri) sehingga terjadi pengangguran masal dimana-mana. Kapasitas produksi menjadi mubazir karena sebagian besar tak bisa dimanfaatkan. Karena depresi besar pada tahun 1930-an tersebut, seorang ekonom, John Maynard Keynes, menganjurkan bahwa regulasi dan campur tangan pemerintah sebenarnya dibutuhkan untuk memberi keadilan yang lebih besar dalam pembangunan. Selain itu, tugas Keynes adalah bagaimana memacu kembali dinamika kapitalisme tanpa memotong sepeser pun keuntungan kelas pemilik modal. Keynes berteori, liberalisme bukanlah cara terbaik bagi pertumbuhan kapitalisme. Inti pendapatnya, full employment (keadaan tanpa


(26)

pengangguran) adalah hal yang mutlak perlu untuk pertumbuhan kapitalisme. Dalam bukunya yang terkenal ditahun 1926, berjudul The End of Laissez Faire, Keynes mengatakan “Sama sekali tidak akurat untuk menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip ekonomi politik, bahwa kepentingan perorangan yang paling pintar sekalipun akan selalu berkesesuaian dengan kepentingan umum, keadaan tanpa pengangguran hanya bisa dicapai jika negara dan bank sentral campur tangan dalam menurunkan tingkat pengangguran”.(Setiawan, 2001 : 2)

Disini Keynes berpendapat, negara tidak hanya diharapkan menjaga ketertiban umum berdasarkan perangkat hukum, menyediakan prasarana ekonomi dan sosial yang memadai, melaksanakan program pemberantasan kemiskinan dan ketimpangan sosial, tetapi juga secara aktif terlibat langsung dalam investasi di bidang perhotelan dan barang-barang konsumsi. Keynes juga berpendapat bahwa dalam perekonomian yang sedang menurun, pemerintah sebaiknya memberlakukan deficits pending dalam waktu singkat untuk menciptakan lapangan kerja guna menghambat pelarian modal-modal ke luar negeri dan memperketat kontrol terhadap pertukaran mata uang. (Lorimer, http://www.jinx.sistm.unsw.edu.au diakses tanggal 12 Desember 2009)

Jadi, dalam konsepsi Keynes, negara tidak hanya menjadi parasit tapi investor sekaligus. Dengan campur tangan negara, diasumsikan sirkulasi ekonomi kembali bergerak keluar dari jebakan krisis. Kepercayaan bahwa negara harus memajukan kesejahteraan bersama akhirnya diterima dimana-mana. Ide tersebut mempengaruhi presiden AS, Roosevelt, untuk membuat program New Deal di tahun 1935, program yang ditujukan untuk “meningkatkan kesejahteraan banyak orang”, meningkatkan daya beli.


(27)

Ekonomi kapitalis membutuhkan intervensi negara, bila hanya mengandalkan mekanisme pasar semata, maka ia akan hancur, hanya negara yang sanggup melanggengkan kapitalisme. Sebagai contoh, krisis tahun 1930-an di AS dipicu oleh kelebihan produksi, maka salah satu wujud intervensi negara adalah membuka pasar negara lain bagi produksi komoditas negara industri maju jalan terampuh dan efektif untuk membuka pasar tak lain dengan perang. Persis, seperti yang dikatakan Keynes dalam tulisannya The General Theory of Employment, Interest, and Money bahwa perang telah menjadi satu-satunya bentuk pembelanjaan dalam skala besar (berbentuk hutang pemerintah) yang harus disetujui, diabsahkan oleh negarawan. (koran pembebasan partai rakyat demokratik, 2002)

Pasca perang dunia II, pertumbuhan ekonomi sangat luar biasa, Periode pasca perang hingga pertengahan tahun 1970-an disebut sebagai “Zaman Keemasan Kapitalisme” (Capitalist Golden Age), yang ditandai dengan berkembangnya negara-negara kesejahteraan dan berkembangnya pertumbuhan ekonomi saat itu. Meski demikian kondisi ini tidak terjadi akibat pengadopsian kebijakan Keynesian akan tetapi restorasi tingkat keuntungan (dalam investasi produksi) lah yang menyelamatkannya, yaitu melalui :

1) Rendahnya upah riil (karena tingkat pengangguran tahun 1930-an) 2) Hancurnya kompetisi bisnis, dan terjadinya konsentrasi modal secara

masif

3) Anggaran defisit negara yang dibelanjakan untuk membeli barang-barang kebutuhan perang sejak awal 1940-an. (koran pembebasan rakyat demokratik, 2002)


(28)

Karena tetap berjalan diatas fondasi hukum ekonomi kapitalis, pertumbuhan ekonomi yang begitu mengagumkan saat itu juga tak bertahan lama. Menjelang akhir tahun 1960-an dan dekade 1970-an kapitalisme kembali jatuh dalam krisis. Tingkat pertumbuhan dan investasi mulai jatuh di awal masa tersebut (sampai setengah dari tingkat sebelumnya). Pengangguran merajalela, sementara eksploitasi terhadap sumber-sumber daya semakin tak terkendali. (Amin, 2001 : 42)

Berbeda dengan krisis 1930-an, yang dianggap lahir karena pemusatan terhadap pasar, krisis kali ini dianggap sebagai akibat intervensi negara terhadap pasar. Keynesian dipersalahkan, karena intervensi negara telah menyebabkan kelas kapitalis gagal dalam melipatgandakan akumulasi kapital. Secara teoritis, ada dua penjelasan mengapa Keynesian gagal dalam mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi.

Pertama, kebijakan intervensi negara yang dianjurkan Keynes guna merangsang dan menggerakkan roda perekonomian yang macet akibat depresi besar, sekaligus mencegah berulang kembalinya krisis ekonomi, hanya bisa dipenuhi jika terjadi pertumbuhan ekonomi tinggi terus menerus dan berkesinambungan. Kenyataannya, pertumbuhan ekonomi tinggi pasca-malaise terjadi karena dikobarkannya perang dunia II yang dimenangkan oleh negara-negara imperialis.

Kedua, pertumbuhan tinggi hanya bisa terjadi jika kebebasan pasar dan upah buruh murah. Disini letak kegagalan teori Keynes, karena ia menderita kontradiksi didalam dirinya sendiri. Di satu sisi dia menganjurkan intervensi negara secara aktif dalam pasar, tapi disisi lain, intervensi itu menyebabkan pasar


(29)

terdistorsi sehingga momentum pertumbuhan ekonomi, sebagai sumber pendapatan negara dalam negara kesejahteraan mengalami perlambatan. Bagaimana mungkin mewujudkan distribusi kemakmuran tanpa menggerogoti keuntungan kelas kapitalis. (Pontoh, 2003 : 48-49)

Cara-cara Keynes hanya akan mendorong suatu inflasi harga barang-barang dan jasa-jasa saja bila para investor yang menguasai bisnis (oligarki finasial) tidak bisa memperluas pasar bagi peningkatan produksinya. Selama depresi besar tersebut tidak ada perluasan pasar seperti yang diharapkan, itulah mengapa keampuhan kebijakan Keynesian sangat terbatas.

Dikaitkan dengan ekonomi Cina, Meskipun dalam hal ini Deng Xiaoping menerapkan sistem ekonomi liberal, intervensi negara tetap dipertahankan. Pemerintah pusat tetap melakukan intervensi dan kontrol terhadap perekonomian negara, kemudian faham komunis tetap dipertahankan sebagai ideologi negara meski tidak diterapkan secara kaku. Cina menggunakan Sistem ekonomi Pasar Sosialis, yaitu suatu sistem ekonomi yang berorientasi pasar, namun tetap berada dalam bingkai sistem politik yang digariskan oleh Partai Komunis Cina sehingga sistem ini sering juga disebut dengan Sistem Sosialis dengan karakteristik Cina. Sistem ini telah menggantikan model ekonomi perencanaan terpusat yang umumnya dianut negara-negara dengan sistem komunis. (Wibowo, 2000 : 64)

II. Teori Globalisasi

Istilah "globalisasi" diberi beberapa pengertian dan dipahami di dalam berbagai konteks sesuai penggunaannya. Menurut Princeton N. Lyman, dari Institut Keamanan Amerika Serikat dan mantan Duta negara di Afrika Selatan,


(30)

globalisasi biasanya merujuk kepada "rapid growth of interdependency and connection in the world of trade and finance" (Lyman, 2000:90)

Tetapi dia sendiri berpendapat bahwa globalisasi tidak dapat dibatasi hanya sebagai fenomena perdagangan dan sirkulasi keuangan yang berkembang dan kian meluas. Karena menurutnya,"there are other Trends Driven by the same explosion of technological capability that have facilitated the financial changes. Globalization from communications is one such trend". ( Lyman, Ibid)

Pusat Kajian Globalisasi dan Regionalisasi (CSGR), Universitas Warwick Inggris, juga menolak pengertian globalisasi yang yang terbatas pada fenomena ekonomi. Di samping itu, dia tidak dapat menerima pandangan yang mengatakan bahwa apa yang disebut globalisasi hanyalah merupakan fenomena Amerika Utara, bukannya fenomena Eropa. Insitut itu menekankan pendiriannya bahwa pemahaman pada globalisasi melaksanakan berbagai dimensi, yaitu politik, ideologi, ekonomi dan budaya. Banyak benda dapat diglobalisasikan. Diantaranya, "goods, services, money, people, information, effects on the international order and less tangible things such as IDEAS, behavioural norms and cultural practices".(Loy,1998:63)

Selaras dengan cakupan luas fenomena globalisasi ini, CSGR memiliki dua pandangan terhadap fenomena itu. Pertama, globalisasi dipandang sebagai satu kumpulan proses. Globalization is the emergence of a set of sequences and processes that are increasingly unhindered by territorial or jurisdictional barriers and that indeed enhance the spread of trans-border practices in economic, political, cultural and social domains. Kedua, globalisasi dilihat sebagai satu wacana. Globalization is a Discourse of political and economic


(31)

knowledge ordered one view of how to make the postmodern world manageable. David Loy, seorang dosen dari Universitas Bunkyo Jepang dan salah seorang pembentang kertas di Konferensi Globalisasi anjuran melihat globalisasi sebagai "a complex set of developments: economic, political, technological and cultural ". (Loy, Ibid)

Deklarasi yang dikeluarkan di akhir Konferensi yang sama telah membuat kesimpulan berikut:

"Globalization refers to the interconnectedness of human activity on a global scale, to the unprecendented flows of capital and labour, technology skills, IDEAS and Values across state and national boundaries, but in ways which neither states nor Nations can adequately control". (Loy,Ibid)

Variasi dimensi globalisasi juga ditegaskan oleh Leonor Briones, Ketua Focus on the Global South, sebuah badan regional non-pemerintah (NGO) yang berkantor pusat di Bangkok. Menurutnya, bukan saja terdapat globalisasi bisnis dan ekonomi tetapi sejalan dengannya juga terdapat "globalization of the Democratic institusi, social development and human rights and the women's movement".(Briones, http://www.elibrary.com diakses pada 20, Februari, 2010)

Akhirnya, karena bahwa globalisasi ekonomi pada umumnya dianggap sebagai inti fenomena yang dinamakan globalisasi, maka ingin dijelaskan di sini satu definisinya yang dihitung dapat membantu kita merumuskan arti dan ciri-ciri globalisasi secara komprehensif. "Economic globalisation is a deepening process from interdependence from world economies in any fields, including production and market, which optimize the distribution of any production factors and resources by Mållag cross-border flows of human resources, capital,


(32)

Commodities, services, technology and information". (http://www.elibrary.com diakses pada tanggal 20 Februari 2010)

Berdasarkan beberapa definisi dan penjelasan diatas, dapat diidentifikasikan ide-ide kunci yang terkandung dalam konsep globalisasi. Dengan mengambil ide-ide ini kita dapat mengajukan makna komprehensif globalisasi seperti berikut. Globalisasi adalah suatu himpunan proses pengaliran global berbagai jenis objek yang melibatkan berbagai bidang aktivitas manusia. Objek yang diglobalisasikan bisa jadi fisik atau bukan fisik. Bisa jadi dalam bentuk informasi, ide, nilai, institusi, atau sistem. Himpunan proses pengaliran global ini dan bidang aktivitas manusia yang terlibat kian kait mengait, saling tergantung dan kompleks sifatnya. Dengan bersandarkan definisi dan penjelasan fitur-fitur utama globalisasi yang disebutkan di atas, kita dapati adalah wajar untuk membelah fenomena dan proses globalisasi ke berbagai dimensi.

Globalisasi yang diberi arti luas ini adalah suatu hakikat yang tidak dapat dipertentangkan. Kita juga mengambil pendirian di sini bahwa hakikat yang dinamakan globalisasi itu sudah ada sebelum istilah globalisasi diperkenalkan lagi. Globalisasi sudah ada dalam era penjajahan dan imperialisme Barat yang dimulai di sekitar tahun 1500, Pada sifatnya, imperialisme adalah suatu bentuk globalisasi. Paling tidaknya, bisa dianggap sebagai agen globalisasi. Semua imperialisme memiliki kecenderungan untuk menglobalisasikan objek tertentu. Dalam membuat pernyataan bahwa globalisasi adalah suatu kenyataan sebelum zaman kontemporer, tidak berarti tidak ada perbedaan langsung antara globalisasi zaman sekarang dengan globalisasi zaman dahulu. Memang ada perbedaan mencolok antara globalisasi dalam satu era dangan globalisasi dalam era yang


(33)

lain. Namun demikian, perbedaan itu bukan dari segi sifat tetapi dari segi ciri-cirinya. Selama kita berbicara tentang hakikat yang sama, yaitu globalisasi, maka selama itu sifatnya tetap sama tanpa melihat zamannya.

Waltz berpendapat bahwa globalisasi merupakan interdependensi, bahwa adannya saling ketergantungan antara perorangan, perusahaan, dan pasar, negara kurang peduli, karena ekonomi yang mendorong negara-negara untuk membuat sebuah kebijakan. Seperti menjadi lebih saling bergantung antara satu sama lain, keputusan dibuat secara keseluruhan kolektif di bidang ekonomi, bukan secara independen. (Waltz,1999:693-700)

Waltz berpendapat bahwa negara yang ingin bergabung dengan pasar dunia harus memakai straight jacket, paket kebijakan termasuk anggaran yang seimbang, deregulasi ekonomi, keterbukaan terhadap investasi dan perdagangan, dan mata uang yang stabil. Oleh Karena itu, globalisasi ekonomi sangat prihatin dengan hal tersebut, bukan keputusan politik oleh satu negara atau orang, bukan suatu kawanan investor dan pemberi pinjaman yang memutuskan kapan suatu negara akan menerima investasi dan menjadi pemain ekonomi dunia. Karena merupakan kawanan yang memutuskan keberhasilan suatu negara, mereka tidak peduli tentang siapa yang di pemerintahan, bukan memiliki negara apakah stabilitas, prediktabilitas, transparansi, dan kemampuan untuk mentransfer dan melindungi hak milik pribadi. (Walz,Ibid)

Untuk Waltz, globalisasi juga berarti homogenitas harga, produk, tingkat kepentingan, dan lain-lain. Sebuah ekonomi yang kuat di bawah globalisasi mensyaratkan transparansi, tapi kemudian bahwa transparansi akan mentransfer ideologi ke alam sosial dan politik. Waltz berpendapat bahwa ini ditunjukkan


(34)

bahwa terlambat meniru dan mengadopsi praktik institusi negara yang telah menunjukkan jalan. Negara-negara dibedakan dari satu sama lain bukan dengan fungsi, tetapi terutama oleh kemampuan Kapasitas. untuk mengubah, mengadopsi, menjaga kekuasaan, perdagangan, beradaptasi. Jika mereka tidak bisa beradaptasi, kemudian Waltz berpendapat bahwa kegagalan mereka akan diterima di komunitas global akan memimpin ke jurang kemiskinan yang lebih besar, investasi kurang, teknologi yang kurang: ekonomi stagnan. Apa globalisasi telah membawa dunia, akhirnya Waltz berpendapat, bukan saling ketergantungan meningkat, tapi ketimpangan tumbuh antara negara Utara dan Selatan.

Robinson berfokus pada ekonomi juga, tetapi lebih jauh berpendapat bahwa globalisasi adalah penyebaran kapitalisme di seluruh dunia. Sebelum globalisasi relevan, kekuasaan militer dan berjuang melalui kekuatan fisik, seperti contoh melalui konflik. AS mengambil tempat kolonialisme, intervensi baik secara politik dan militer di Amerika Latin, Timur Tengah dan di tempat lain. Setelah Perang dunia II, ini meninggalkan AS dengan tanggung jawab stabilitas, dan mereka sering memilih rezim otoriter. ( Robinson: 1996: 615-665)

Ketika ekonomi global menjadi lebih relevan dan didefinisikan, sebuah elit yang baru muncul berdasarkan kekuatan kapitalis uang di pasar bebas dan modal perseroan. Robinson menunjukkan bahwa ini terjadi pada pertengahan 1980-an sebelum berakhirnya perang dingin. Ini adalah poin penting, karena hal tersebut menunjukkan bahwa AS prihatin dengan globalisasi ekonomi dan faktor-faktor politik. Apa yang dihasilkan dari perubahan untuk mendukung rezim-rezim otoriter adalah dukungan dari elit polyarchy. "Polyarchy mengacu pada sebuah sistem di mana sekelompok kecil yang sebenarnya merupakan aturan masa dan


(35)

partisipasi dalam pengambilan keputusan terbatas, asumsi polyarchy adalah bahwa elit akan merespon kehendak mayoritas.

Di Timur Tengah, gerakan penduduk sedang mencari perubahan sosial yang mendasar, tidak hanya sekadar perubahan dalam proses pemilu. Populer Perbedaan antara demokrasi dan polyarchy penting untuk dicatat demokrasi Populer berarti bahwa mayoritas pemilih memutuskan kebijakan dan hasil representatif, sementara polyarchy menyiratkan bahwa elite akan memutuskan apa yang terbaik bagi mayoritas elit. Transisi dari otoriterisme ke polyarchy tidak menghilangkan koersif aparat tetapi aparat sipil untuk mensubordinasi . Dengan kata lain, siapa pun yang dipilih tidak harus mewakili semua orang, hanya elit ekonomi yang berkuasa.

Istilahglobalisasimenggambarkan dua proses yaitu produksi kapitalis dan perdagangan menggantikan ekonomi proteksionis melalui spesialisasi dan globalisasi dari proses produksi, dan pasar yang terintegrasi, ini telah menyebabkan integrasi ekonomi nasional, tidak hanya ekonomi, tetapi juga sosial. Aturan ekonomi berbasis di AS, bersama dengan Eropa dan elit penguasa lainnya.

Praktek transnasional globalisasi ada tiga tingkat yaitu ekonomi, politik dan budaya. Ekonomi itu adalah modal transnasional yang paling penting bagi elit global. Secara politis, itu adalah keberhasilan elite ekonomi, dan budaya, globalisasi adalah sistem konsumerisme.

III. Teori Perdagangan Internasional

Thomas Mun adalah seorang cendekiawan Inggris dan putera seorang pedagang di London. Mun berhasil mengeluarkan hasil pemikirannya dalam


(36)

bukunya yang berjudul England’s Treasure by Foreign Trade yang memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap teori perdagangan internasional. Mun berpendapat bahwa untuk meningkatkan kekayaan negara, cara yang biasa dilakukan adalah melalui jalur perdagangan dan karena itu pedoman yang harus dipegang teguh oleh suatu negara adalah mengusahakan agar nilai ekspor ke luar negeri harus lebih besar dibandingkan dengan yang di impor oleh negara itu. Keuntungan bersih menurutnya akan diperoleh melalui selisih dari hasil penjualan yaitu ekspor dengan pembelian yaitu impor dan dengan demikian jumlah uang emas dan perak yang akan diterima akan semakin besar tiap tahunnya. Mun juga berpendapat jika suatu negara melalui jalur perdagangan memperoleh banyak uang, jangan sampai modal itu hilang justru karena uang itu tidak dipergunakan untuk berdagang lagi. (http//www.brookesnews.com diakses pada 18, April, 2010) Dari argumen Mun dapatlah ditarik sebuah kesimpulan bahwa bahkan dalam suatu tata ekonomi perdagangan, uang baru merupakan kekayaan yang berarti hanya bila uang tersebut digunakan sebagai alat tukar menukar, dan uang akan menjadi beban suatu negara jika uang hanya disimpan saja. Sumbangan Mun yang tidak kalah pentingnya adalah terciptanya suatu kerangka dasar neraca pembayaran suatu negara pada tahun tertentu. Walaupun neraca pembayaran pada saat itu angka-angka itu memang tidak disusun teliti, namun yang terpenting Mun telah menunjukkan kerangka dasar neraca pembayaran dengan baik sekali.

Julukan merkantilisme pada dasarnya diberikan kepada aliran atau paham ini oleh para kritikus ekonomi khususnya Adam Smith. Sebutan merkantilisme mengandung makna menyamakan suatu bangsa atau negara dengan kebijakan seorang pedagang, yang berusaha mendapatkan hasil yang lebih besar pada waktu


(37)

menjual dibandingkan dengan apa yang dikeluarkannya ketika membeli dan dengan demikian meningkatkan kekayaan perusahaannya. (Ibid)

Ekonomi klasik resmi berdiri ketika Adam Smith mengeluarkan bukunya yang berjudulAn Inquiry into Nature and Causes of the Wealth of Nation s, yang biasa disingkat dengan Wealth of Nations. Dalam bukunya, Adam Smith menjelaskan apa yang merupakan pokok masalah ekonomi modern yakni bagaimana meningkatkan kekayaan suatu negara dan bagaimana kekayaan tersebut didistribusikan. (Krugman, 2003:31)

Menurut Adam Smith, kekayaan suatu negara akan bertambah searah dengan peningkatan keterampilan dan efisiensi para tenaga kerja, dan sejalan dengan persentase penduduk yang terlibat dalam proses produksi. Kesejahteraan ekonomi setiap individu tergantung pada perbandingan antara produksi total dengan jumlah penduduk. Smith juga menganjurkan adanya spesialisasi kerja dan penggunaan mesin-mesin sebagai sarana utama untuk peningkatan produksi. Dia juga memperkenalkan konsep invisible hand-nya di mana setiap orang yang melakukan kegiatan di dalam perekonomian dituntun oleh sebuah “tangan yang tidak terlihat” sehingga dia dengan mengejar kepentingannya sendiri dia kerap justru lebih efektif memajukan kepentingan masyarakat.

Adam Smith mengajukan teori perdagangan internasional yang dikenal dengan teori keunggulan absolute. Dia berpendapat bahwa jika suatu negara menghendaki adanya persaingan, perdagangan bebas dan spesialisasi di dalam negeri, maka hal yang sama juga dikehendaki dalam hubungan antar bangsa. Karena hal itu dia mengusulkan bahwa sebaiknya semua negara lebih baik berspesialisasi dalam komoditi-komoditi di mana dia mempunyai keunggulan


(38)

yang absolute dan mengimpor saja komoditi-komoditi lainnya.( (Krugman, Ibid) Apa yang dimaksud dengan keunggulan yang absolute? Maksudnya seperti ini, jika negara A dapat memproduksi kentang untuk 8 unit per tenaga kerja sedangkan negara B untuk komoditi yang sama hanya dapat memproduksi 4 unit per tenaga kerja, sedangkan untuk komoditi lain misalnya gandum, negara A hanya dapat memproduksi 6 unit per tenaga kerja sedangkan untuk negara B dapat memproduksi 12 unit per tenaga kerja, maka dapat disimpulkan bahwa negara A mempunyai keunggulan absolute dalam produksi kentang dibandingkan dengan negara B, sedangkan negara B dapat dikatakan mempunyai keunggulan absolut dalam produksi gandum dibandingkan negara A. Perdagangan internasional yang saling menguntungkan antara kedua negara tersebut jika negara A mengekspor kentang dan mengimpor gandum dari negara B, dan sebaliknya negara B mengekspor gandum dan mengimpor kentang dari negara A.

Teori perdagangan internasional yang lain diperkenalkan oleh David Ricardo (Anwar,1997:88). Teorinya dikenal dengan nama teori keunggulan komparatif. Berbeda dengan teori keunggulan absolute yang mengutamakan keunggulan absolute dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara lain, teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi walaupun satu negara tidak mempunyai keunggulan absolute, asalkan harga komparatif di kedua negara berbeda. Ricardo berpendapat sebaiknya semua negara lebih baik berspesialisasi dalam komoditi-komoditi di mana dia mempunyai keunggulan komparatif dan mengimpor saja komoditi-komoditi lainnya. Teori ini menekankan bahwa perdagangan internasional dapat saling menguntungkan jika salah satu negara tidak usah memiliki keunggulan


(39)

absoluteatas suatu komoditi seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki keunggulan komparatif di mana harga untuk suatu komoditi di negara yang satu dengan yang lainnya relative berbeda. Walaupun ada beberapa perbedaan pandangan mengenai perdagangan internasional, namun pada dasarnya keberadaan pandangan ekonomi klasik ini merupakan oposisi terhadap teori-teori yang beraliran merkantilistik abad ke-17 dan 18. Kaum merkantilis pada pokoknya mengutamakan perdagangan luar negeri, di mana mereka berpikir tipikal kapitalis yang keuntungannya datang dari membeli murah dan menjual mahal. Sedangkan tema pokok dalam ekonomi klasik adalah pembahasan tentang laba dan sewa dalam dalam pengertian surplus yang datang dari produksi. Surplus itu sendiri nantinya akan masuk ke tangan para kapitalis atau pemilik tanah sebagai tambahan untuk akumulasi modalnya.

Ada cukup banyak kontroversi tentang model dari perbandingan keuntungan dan penerapan untuk bisnis internasional, khususnya sebagai panduan untuk negara sukses dan atau perusahaan di pasar internasional. Persepsi ini dari ketidak bergunaan model keunggulan komparatif telah mengakibatkan pakar bisnis internasional untuk mengembangkan model baru, atau apa yang disebut kerangka kerja, untuk menganalisis potensi keberhasilan perusahaan dan atau negara di pasar internasional. Kerangka kerja yang dikenal sebagai model dari "keunggulan kompetitif.

a) Comparative Advantage

Literatur tentang perdagangan internasional dan kebijakan berisi sejumlah alasan mengapa negara mungkin memiliki keuntungan dalam mengekspor komoditas ke negara lain. Untuk kenyamanan, sebagian besar alasan ini dapat


(40)

diklasifikasikan menjadi : (1) teknologi superior, (2) sumbangan sumber daya, (3) pola permintaan, dan (4) kebijakan komersial. Teknologi Unggulan Adam Smith, prinsip "keuntungan absolut" dan Ricardo prinsip Keunggulan komparatif", pada umumnya, didasarkan pada keunggulan teknologi dari satu negara atas negara lain dalam memproduksi komoditas. keuntungan absolut mengacu pada negara yang memiliki produktivitas lebih tinggi (mutlak) atau menurunkan jumlah biaya dalam memproduksi komoditas dibandingkan dengan negara lain. Namun, keuntungan mutlak dalam produksi sebuah komoditas adalah tidak perlu dan tidak cukup untuk perdagangan yang saling menguntungkan. Sebagai contoh, negara mungkin mengalami kerugian mutlak dalam produksi semua komoditas dibandingkan dengan negara lain, namun negara bisa memperoleh manfaat dengan terlibat dalam perdagangan internasional dengan negara-negara lain, karena relatif (komparatif) keuntungan dalam produksi beberapa komoditas vis-a-vis negara-negara lain. Demikian pula, keunggulan absolut dalam produksi komoditi tidak cukup, karena negara mungkin tidak relatif (komparatif) keuntungan dalam produksi komoditas itu.

Menurut Ricardo prinsip keunggulan komparatif tidak memerlukan produktivitas mutlak lebih tinggi tetapi hanya produktivitas relatif lebih tinggi dalam memproduksi komoditas perdagangan. Model Ricardian mengasumsikan produktivitas konstan, karena hanya ada satu faktor produksi (buruh), dan karena itu konstan biaya yang mengarah untuk menyelesaikan spesialisasi.

Sedangkan prinsip keunggulan komparatif David Ricardo menguraikan itu dikemas dalam hal keunggulan teknologi, dengan prinsip, ketika diungkapkan dalam istilah membandingkan biaya peluang atau relatif harga barang dan jasa


(41)

antara negara cukup umum untuk mencakup berbagai situasi. Selanjutnya, meskipun penjelasan Ricardo keunggulan komparatif itu dalam hal statis, keunggulan komparatif merupakan konsep dinamis. Keuntungan komparatif sebuah negara dalam produk dapat berubah dari waktu ke waktu karena perubahan salah satu faktor penentu keuntungan komparatif termasuk sumbangan sumber daya, teknologi, pola permintaan, spesialisasi, praktek bisnis, dan kebijakan pemerintah.

kemampuan manusia juga dapat dianggap sebagai sumber daya. Negara-negara dengan keterampilan manusia berlimpah relatif akan memiliki keunggulan komparatif lebih intensif dalam produk yang menggunakan keterampilan manusia. Beberapa produk seperti elektronik memerlukan tenaga kerja terampil (seperti teknisi, programer, desainer, dan profesional lainnya). produk tersebut dapat memperoleh keuntungan komparatif di negara-negara (seperti Taiwan, Singapura, Hong Kong) mempuyai tenaga kerja yang relatif lebih baik dan terampil. (Keesing, 1966:54).

Selain itu, Skala ekonomi dapat memberikan keunggulan komparatif dengan menurunkan biaya produksi. Eksternal ekonomi yang beroperasi dengan menggeser biaya rata-rata perusahaan, sebenarnya dapat terjadi karena kebijakan industri atau peran proaktif dari pemerintah dalam menyediakan infrastruktur yang lebih baik dan tenaga kerja terdidik atau terlatih. Skala ekonomi tersebut sejalan dengan model Ricardian dan faktor proporsi model. Skala ekonomi (internal) dicapai melalui adanya sebuah pasar dan beberapa kebijakan aksesibilitas terhadap pasar yang lebih besar di luar negeri juga berarti biaya produksi yang lebih rendah. Hal ini dapat meningkatkan atau menciptakan


(42)

keunggulan komparatif untuk industri.(Venon,1966:81) Hipotesis Siklus Produk menekankan pentingnya sifat dan ukuran permintaan produk baru di negara-negara industri.

Perdagangan internasional, melalui alokasi sumber daya yang lebih baik, meningkatkan pendapatan, tabungan, dan investasi, sehingga memungkinkan negara untuk mewujudkan pertumbuhan yang lebih tinggi. Selain itu, untuk negara-negara berkembang, perdagangan dapat memungkinkan mereka untuk mentransformasi barang konsumsi dan bahan baku menjadi barang modal serta keuntungan teknologi tahu bagaimana teknologi negara-negara maju.

b) Competitive Advantage

Dalam sebuah artikel (Neary,2003:4), berusaha untuk memajukan teori keunggulan komparatif dengan adanya ketidak sempurnaan pasar untuk pemahaman umum keunggulan kompetitif dalam ekonomi.

Perbandingan keuntungan secara luas diyakini untuk menjadi kunci penentu produksi dan pola perdagangan internasional, tapi biasanya non-ekonom berpikir sebaliknya. Sesuatu yang harus dilakukan dengan pasar yang kompetitif lebih kepada hambatan lebih rendah atau hanya sejumlah besar perusahaan dapat memberikan suatu industri keuntungan dalam bersaing dengan pesaing asing. Berlainan dengan itu keunggulan kompetitif adalah sinonim untuk keuntungan absolute, beberapa kebijakan superioritas (seperti pajak yang lebih rendah atau fleksibilitas pasar tenaga kerja lebih besar) yang mengurangi biaya untuk semua sektor. Sebuah pendekatan yang berbeda untuk memahami keuntungan kompetitif, dicontohkan oleh Porter pada tahun 1990, adalah dengan


(43)

menggunakan studi kasus untuk mengidentifikasi faktor, yang mendorong perusahaan negara untuk mencapai pasar saham dunia yang tinggi di industri mereka. Untuk sebagian besar, ekonom mengabaikan pendekatan Porter atau menganggapnya sebagai sekadar penyajian kembali keunggulan komparatif (Warr, 1994:14)

Setelah pembangunan Porter dari konsep keunggulan kompetitif, litelatur produktif telah menjamur pada subjek (Hoffman, 2000:4) dan referensi di dalamnya untuk dikutip. Namun, tidak ada suara bulat pada makna dan sumber keunggulan kompetitif. (Porter,1985:96) Porter menekankan daya saing di tingkat perusahaan dalam hal kompetitif sebagai strategi biaya rendah dan diferensiasi produk. Namun, dia mendeskripsikan daya saing tidak memerlukan definisi konseptual formal. Seperti yang dicatat oleh Cho (Cho,1998:1)

Mengembangkan sebuah definisi keuntungan kompetitif yang berkelanjutan berdasarkan Barney bersama-sama dengan arti masing-masing kamus istilah sebagai sebuah keuntungan kompetitif adalah manfaat berkepanjangan menerapkan beberapa nilai untuk menciptakan strategi tidak secara simultan dilaksanakan oleh setiap atau potensi pesaing saat ini sepanjang dengan ketidakmampuan untuk menduplikasi manfaat dari strategi. (Barney,1991:17)

Definisi ini menekankan daya saing dari suatu perusahaan berdasarkan faktor-faktor spesifik perusahaan dan dengan demikian mengabaikan aspek makro keunggulan komparatif. Sejumlah penulis pada keunggulan kompetitif yang telah difokuskan pada penentu atau sumber keunggulan kompetitif seperti atribut penting dari perusahaan yaitu nilai, ketidakmampuan untuk ditiru, dan


(44)

ketidakmampuan untuk diganti (Barney,Ibid) potensi sumber daya penting diklasifikasikan sebagai keuangan, fisik, hukum, manusia, organisasi, informasi, dan rasional (Hunt dan Morgan, 1995:59)

Kerangka Pemikiran

Dalam bagan kerangka pemikiran diatas bisa dilihat korelasi antara ekonomi Cina dan ekonomi AS yang bersaing dalam perdagangan internasional, sehingga melalui perdagangan internasional itu bisa dilihat gross domestic product(GDP) dari masing-masing negara, AS melihat bahwa GDP Cina mengalami peningkatan secara konstan dan bahkan menigkata dalam setiap tahunnya, sehingga AS merasa khawatir jika peningkatan ekonomi Cina ini terus dibiarkan meningkat maka akan mengancam legitimasi AS sebagai negara super power dunia, oleh sebab itu AS mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk menghambat laju pertumbuhan ekonomi Cina.

D. Metode Penelitian

Penulisan penelitian memerlukan cara pemecahan bagi masalah-masalah yang dihadapi. Adapun arti dari metode itu sendiri diambil dari bahasa Yunani yaitu metodos adalah cara atau jalan, sehubungan dengan upaya ilmiah maka

Ekonomi Cina

Kebijakan

Ekonomi Amerika Serikat

Perdagangan


(45)

metode menyangkut mengenai cara kerja, yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. (Koentjaraningrat, 1973 : 15)

Adapun teknik pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan data kualitatif, dimana penulis akan menjelaskan permasalahan berdasarkan fakta-fakta dan data yang diperoleh. Angka-angka statistik hanya digunakan sebagai penunjang dari fakta-fakta yang dipaparkan yang diperoleh melalui kepustakaan, dimana konsep-konsep data yang relevan dengan pokok masalah dimbil dari sumber-sumber kepustakaan, seperti buku-buku, majalah, jurnal-jurnal berkala, koran, media elektronik serta laporan–laporan lainnya.

Karena penulisan ini bersifat deskriftif, yaitu dengan metode penulisan penelitian yang dilakukan dengan cara menggambarkan, menyusun menganalisa suatu pembahasan melalui kepustakaan, maka penelitian bermula dari hal-hal yang bersifat umum disarikan dengan mengumpulkan, menyusun dan menginterpresentasikan data yang ada. Data yang telah ada tersebut di klasifikasikan sesuai dengan pembahasan skripsi ini.

Dengan metode seperti ini diharapkan dapat dipelajari lebih dalam mengenai Kebijakan “Open Door Policy” yang dijalankan di Cina sejak tahun 1979 sampai saat ini yang membawa keberhasilan Cina dalam bidang ekonomi dan diharapkan dapat menganalisa pengaruh yang ditimbulkan terhadap perubahan kebijakan politik luar negeri AS, dan melihat bagaimana hubungan kedua negara dimasa yang akan datang.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian


(46)

a. Dapat menggambarkan strategi yang dijalankan dalam Open Door Policy dan mengidentifikasi kebijakan perdagangan AS untuk mengatasi Cina.

b. Melihat hubungan perdagangan antara AS dan Cina dimasa depan. c. Sebagai prasyarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial.

2. Manfaat Penelitian :

Hasil penulisan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : a. Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh diperguruan tinggi serta menambah wawasan.

b. Civitas Akademika dan pihak-pihak lain

Diharapkan dapat menjadi sumber informasi ilmiah dan sebagai bahan kajian lebih lanjut dalam studi hubungan internasional dan Menjadi masukan dan informasi serta bisa dijadikan bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.

F. Sistematika Penulisan

Agar pembaca dapat mengetahui alur logika penulis dengan mudah, maka dalam penulisan ini penulis akan membagi pembahasan dalam lima bab, yaitu : Bab I Pendahuluan

G. Latar Belakang Masalah H. Rumusan Masalah I.Kerangka Teoritis


(47)

J. Metode Penelitian K. Tujuan Penulisan L. Sistematika Penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka

C. Konsep Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth) D. Konsep Kebijakan (policy)

E. Konsep perdagangan Internasional (International trade) Bab III Kondisi Riil Prekonomian Cina

A. Perekonomian Cina Pra dan Pasca Diberlakukannya Open Door Policy

1. Perekonomian Cina Pra DiberlakukannyaOpen Door Policy 2. Perekonomian Cina Pasca DiberlakukannyaOpen Door Policy 3. Masuknya Cina kedalamWorld Trade Organizations(WTO)

3.a. Latar Belakang Masuknya Cina Kedalam WTO 3.b. Tujuan Masuknya Cina Kedalam WTO

3.c. Keuntungan Masuknya Cina Kedalam WTO B. Kebijakan Perdagangan Amerika Serikat

1. Sejarah diskriminasi kebijakan perdagangan AS 2. Kebijakan perdagangan AS terhadap Cina

Bab IV Analisis Dampak Kemajuan Ekonomi Cina Terhadap Amerika Serikat 1. Indikator Kemajuan Ekonomi Cina

2. Prediksi Hubungan Dagang Cina- Amerika Serikat Bab V Kesimpulan


(48)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

A.1. KonsepEconomic Growth(Pertumbuhan Ekonomi)

Pada awal tahun 1960 negara di dunia dikategorikan kedalam beberapa kategori yaitu pertama negara maju, seperti negara-negara Eropa, Amerika Utara, Jepang, Australia, dan New Zealand. Kedua Negara berkembang yang termasuk the rest of the word, biasanya negara berkembang mengacu kepada negara dunia ketiga (the third world) yang membedakan mereka dari negara-negara industri barat (the first world) dan yang dulu disebut sebagai blok sosialis yaitu negara-negara Eropa barat (the second world) namun pada tahun 2006, negara-negara dunia tidak hanya terbagi menjadi tiga bagian, ada negara yang berada dalam posisi antara negara berkembang dan negara maju, seperti negara Korea dan Argentina yang disebut sebagai new industrialized country. Para ekonom mencoba memahami pertumbuhan ekonomi dan perkembangannya sejak Adam Smith dan David Ricado pada abad ke 18 dan 19. Biasanyageneral theory perkembangan ekonomi bisa di gunakan di seluruh negara. terdapat beberapa faktor dasar terbatasnya pertumbuhan ekonomi negara miskin yaitu kurangnya pembentukan modal, terbatasnya sumberdaya manusia dan kemampuan perusahaan dan kurangnya modal sosial. (Case & Fair,2007: 764)

Pada dasarnya Pertumbuhan ekonomi terjadi ketika perekonomian mengalami kenaikan jumlah output, pertumbuhan ekonomi dapat memperbaiki


(49)

standar hidup dan membawa perubahan. Kenaikan dalam output rill dimulai di dunia barat dengan revolusi industri dan sampai saat ini masih berlanjut dan dengan cepat mengacu pada periode pertumbuhan ekonomi modern. Pertumbuhan ekonomi memperbaiki satandar hidup tapi juga membawa perubahan dalam cara berfikir. Beberpa berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi mengikis nilai-nilai tradisional dan mengakibatkan eksploitasi, perusakan lingkungan, dan banyak terjadi korupsi.(Case & Fair, Ibid : 663) Seperti yang diungkapkan oleh Munir bahwa Pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan output agregat atau pendapatan riil, khususnya output atau pendapatan riil per kapita, selama jangka waktu yang cukup panjang sebagai akibat peningkatan penggunaan input (dalam arti peningkatan jumlah atau efisiensi).( Munir,2008:3) Menurut Kuznets pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari suatu negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekomoni kepada penduduknya, kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau di mungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi institusional dan ideologis terhadap berbagai keadaan yang ada. (Todaro,2000:144)

Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa suatu proses prekonomian dikatakan mengalami suatu perubahan atau pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi adalah lebih tinggi daripada yang telah dicapai pada waktu sebelumnya.

Menurut Case dan Fair Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi terjadi apabila :


(50)

2. Masyarakat mengetahui cara untuk menggunakan sumber daya yang tersedia secara lebih efisien.

Untuk menaikan standar hidup maka angka pertumbuhaan ekonomi harus lebih besar dibandingkan dengan angka pertumbuhan populasi. Pada dasarnya kebangkitan ekonomi berarti pertumbuhan ekonomi, sedangkan Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) secara umum mempunyai definisi sebagai pertumbuhan GDP riil perkapita. Dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan GDP atau peningkatan output agregat yang berarti juga penambahan pendapatan nasional.(Case & Fair, Opcit : 665)

Case dan fair menjelaskan apabila kita melihat pertumbuhan GDP sebagai fungsi dari tenaga kerja maupun modal, maka Pertumbuhan GDP bisa muncul melalui :

1. Kenaikan penawaran tenaga kerja 2. Kenaikan modal fisik atau SDM

3. Pertumbuhan produktivitas (jumlah produk yang diproduksi oleh masing-masing unit modal atau tenaga kerja)(Case & Fair, Ibid)

Pertumbuhan ekonomi merupakan keseimbangan antara sisi agregat permintaan dan sisi agregat penawaran yang menghasilkan suatu jumlah agregat keluaran tertentu (GDP) dengan tingkat harga umum tertentu. Selanjutnya agregat keluaran yang dihasilkan di dalam suatu negara akan membentuk pendapatan nasional (Tambunan, 2001:37)


(51)

A.2. KonsepPolicy(Kebijakan)

Secara harifah kebijakan adalah terjemahan langsung dari kata policy, beberapa penulis besar dalam ilmu ini, seperti William Dunn, Charles Jones, Lee Friedman, dan lain-lain, menggunakan istilah public policy dan public policy analysis dalam pengertian yang tidak berbeda. Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari katapolicymemang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Ini sejalan dengan pengertian publik itu sendiri dalam bahasa Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat atau umum. (Zainal, 2004:67)

Dengan demikian perbedaan makna antara perkataan kebijaksanaan dan kebijakan tidak menjadi persoalan, selama kedua istilah itu diartikan sebagai keputusan pemerintah yang relatif bersifat umum dan ditujukan kepada masyarakat umum. Perbedaan kata kebijakan dengan kebijaksanaan berasal dari keinginan untuk membedakan istilah policy sebagai keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat, dengan istilah discretion (kebijaksanaan), yang dapat diartikan sebagai keputusan yang bersifat kasuistis untuk sesuatu hal pada suatu waktu tertentu. Keputusan yang bersifat kausitis (hubungan sebab akibat) sering terjadi dalam pergaulan. Seseorang meminta “kebijaksanaan” seorang pejabat untuk diperlakukan secara “istimewa” atau tidak diperlakukan secara “istimewa”, ketentuan-ketentuan yang ada, yang biasanya justru ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah (public policy).

Jones merumuskan kebijakan sebagai “behavioral consistency and repeatitiveness associated with efforts in and through government to resolve


(52)

public problems” (perilaku yang tetap dan berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan melalui pemerintah untuk memecahkan masalah umum). Definisi ini memberi makna bahwa kebijakan itu bersifat dinamis dalam hubungan dengan sifat dari kebijakan.(Zainal, 2004 :12 )

Sejalan dengan perkembangan studi yang makin maju, William Dunn mengaitkan pengertian kebijakan dengan analisis kebijakan yang merupakan sisi baru dari perkembangan ilmu sosial untuk pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu dia mendefinisikan analisis kebijakan sebagai ”ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang relevan yang dipakai dalam memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-hari”.Di sini dia melihat ilmu kebijakan sebgai perkembangan lebih lanjut dari ilmu-ilmu sosial yang sudah ada. Metodologi yang dipakai bersifat multidisiplin. Hal ini berhubungan dengan kondisi masyarakat yang bersifat kompleks dan tidak memungkinkan pemisahan satu aspek dengan aspek lain. (Dunn, 2003 :23)

A.3. KonsepInternational Trade(Perdagangan Internasional)

Perdagangan internasional merupakan bagian dari struktur ekonomi politik internasional, sebagai tinjauan, struktur produksi merupakan suatu hubungan antara suatu negara dan aktor-aktor lain. seperti bisnis internasional yang menentukan apa yang harus diproduksi, dimana, oleh siapa, bagaimana, untuk siapa dan berapa harganya. Bersamaan dengan keuangan internasional, teknologi, struktur keamanan, perdagangan yang menghubungkan negara bangsa dan aktor-aktor lain, yang mencerminkan saling ketergantungan dan kerjasama yang saling


(53)

menguntungkan tapi juga bisa memunculkan ketegangan antara negara dan kelompok yang berbeda. (Ballam & Veseth, 2005:117)

Perdagangan selalu bersifat politik, begitulah kata Robert Kuttner, perdagangan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari aspek politik. Faktanya, banyak teoritis ekonomi politik internasional yang mengatakan bahwa tidak ada topik yang lebih esensial dibandingkan perdagangan, dan hal itu tidak mengherankan karena sudah dalam ratusan tahun banyak praktisi yang fokus pada masalah perdagangan. Kuttner mengaris bawahi permasalahan bahwa perdagangan saat ini lebih politis dibandingkan dengan yang pernah terjadi.(Balaam & Veseth, Ibid:118)

Dalam Sistem perdagangan internasional terdapat konsensus yang besar yang diinginkan oleh sistem perdagangan internasional yang liberal, diantara struktur yang liberal tersebut bagaimanapun, individu negara bangsa dan aktor-aktor yang berbeda dalam kebijakan-kebijakan ekonomi merkantilis, dihawatirkan akan menjadi mandiri dan di ekploitasi oleh negara lain, walaupun hal itu sangat mungkin didukung oleh pemimpin negara dan dukungan dari perfektif ekonomi politik internasional, sebuah sistem global dari perdagangan bebas tetapi tetap menerapkan proteksi bagi perdagangan domestik dan pekerja-pekerja yang mendapatkan gaji yang tinggi, tanpa melakukan perusakan lingkungan disekitar pasilitas produksi. Maka dari itu tidak heran jika kebijakan perdagangan internasional menjadi sangat kontroversial. (Balaam & Veseth, Ibid:119)

Apabila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan


(54)

kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan dan hukum dalam perdagangan. (Apridar, 2007:116)

Ada beberapa manfaat yang dihasilkan dalam perdagangan internasional diantaranya yaitu pertama, memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri. Kedua, memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri. Ketiga, memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri. Keempat, Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern. (Apridar,Ibid:117)


(1)

O, Robert, Keohane, After Hegemony: Cooperation & Discord In The World Political Economy, United Kingdom: Princeton University Press, 1984.

Olton, Roy &Jack C. Plano, “Kamus Hubungan Internasional”, Terjemahan, Wawan, Bandung: Cv. Ardin, 1990.

Michael, Todaro & Stephen C Smith, Pembangunan Ekonomi Edisi Ke-9, Jakarta: Pt.Erlangga, 2006.

Porter, Michael E. Competitive Advantage: Creating & Sustaining Superior. New York: The Free Press. 1985.

Saputra, Sumpena Prawira, “Politik Luar Negeri Indonesia”, Jakarta: Remaja Karya Offset, 1985.

Setiawan, Bonnie,Menggugat Globalisasi,Jakarta: Infid & Igj, 2001.

Steans, Jill. “International Relations Perspectives & Themes”, England: Pearson Education Limited, 2001.

Wang, Yuan & Rob Goodfellow & Xin Shengzhang, Menembus Pasar Cina, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2000.

Wibowo, I, “Negara dan Masyarakat”, Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Wibowo, I. “Cina’s Rise, Dinamika Asia Pasifik”, Jakarta: Program Pascasarjana FISIP UI, 2007.

Wong, John, “Cina’s Economy In Search of New Development Strategies”, Dalam Saw Swee- Hock, “Asean-Cina Economic Relations”, Dalam Zainuddin Djafar, “Indonesia, Asean & Dinamika Asia Timur: Kajian Perspektif Ekonomi-Politik”, Jakarta: Pustaka Jaya, 2008.


(2)

Yaffe, David,Globalisasi Dalam Perspektif Sosialis,Jakarta: Cubuc, 2001. Yusuf, Sufri, “Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri, Sebuah

Analisis Teoritis dan Uraian Pelaksanaannya”, Jakarta: Pustaka Sinar, 1989.

Zakaria, Fareed, “The Challenger, Dalam The Post American World”. New York: W. Norton & Co, 2008.

Zainal, Said Abidin,Kebijakan Publik, Edisi Revisi: Jakarta: Yayasan Pancur Siwah, 2004.

Zainun, Buchari & Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Edisi Pertama, Jakarta: Yayasan Pancur Siwah, 1988.

Referensi Jurnal :

Amin, Samir, Ekonomi Politik Abad Ke-20, Buletin Diponegoro 74, No. 9/2001.

Barney, Jb.Firm Resources & Sustained Competitive Advantage, Journal of Management, 1991.

Bergsten. C. Fred, A Partnership of Equals: How Washington Should Respond to China’s Economic Challenge, dalam Foreign Affairs, Vol. 88, Mei/Juni 2009.

Cho, Ds.From National Competitiveness to Block & Global Competitiveness Review, V 8. 1998.

Dwi, Siswanto, Konvergensi Antara Liberalisme dan Kolektivisme Sebagai Dasar Etika Politik Di Indonesia, dalam Jurnal Filsafat Jilid 38


(3)

F. Carolina, Sembiring, NennyAnggaraini, “Cina: Globalisasi dan Kehebatan Ekonomi; Sebuah Pembelajaran Serta Peluang Bisnis, Jurnal Ekonomi Vol. XV No. 40. Jakarta. Nopember/Desember 2005.

Fred, C. Bergsten, A Partnership of Equals: How Washington Should Respond To China’s Economic Challenge, Dalam Foreign Affairs, Vol. 88, May/Juni 2009.

Hoffman, Nicole P. An Examination of The “Sustainable Competitive Advantage” Concept: Past, Present, & Future, Academy of Marketing Science Review, 2000.

Hunt, Shelby D. & Robert M. Morgan. "The Comparative Advantage Theory of Competition,Journal of Marketing, April, 1995.

Joffe, Josef. The Default Power, dalam Foreign Affairs, Vol. 88, Issue 5. September-Oktober, 2009.

Kenneth, Waltz. Globalisasi & Tata PS: Ilmu Politik dan Politik, Vol. 32, No.4, Desember. 1999.

Keesing, D.Labour Skills & Comparative Advantage, American Economic Review, May 1966.

Links, No. 12, Mei-Agustus, 1999.

Loy, David, "Can Corporations Become Enlightened? Buddhist Reflections on TNCS, "Joseph A. Camilleri & Chandra Musaffar, Eds., Globalization: The Perspectives & Pengalaman of The Religious Traditions of Asia Pacific, International Movement For A Just World, Jakarta. 1998.


(4)

Lyman, Princeton N, "Globalization & The Demands of Governance," Georgetown Journal Of International Affairs, Winter / Spring, 2000. Neary, J. Peter. Competitive Versus Comparative Advantage, World

Economy, Vol. 26 April, 2003.

Siswanto, “Oreintasi Politik Amerika Terhadap Perimbanagn Kekuatan Cina Dalam Kasus Open Door Policy”, Program Pasca Sarjana UI,1997. Warr, PG. Comparative & Competitive Advantage. Asian Pacific Economic

Literature, Vol 8, 1994.

William, Robinson, Globalisasi Sistem Dunia, dan "Promosi Demokrasi" Dalam Kebijakan Luar Negeri AS. Teori dan Masyarakat, Vol. 25, No. 5 Oktober 1996.

Referensi Koran:

Damayanti, Doty, “Cina Memaksa Semua Negara Untuk Siaga”, Kompas, 10 Mei 2007.

Mas, Wigrantoro Roes Setyadi, “Kekuatan Ekonomi Dunia Bergeser Ke Asia”, Kompas, 20 Mei 2007.

Koran Pembebasan Partai Rakyat Demokratik, Kejahatan Badan-Badan Keuangan/ Perdagangan Dunia dan Agen-Agen Lokalnya, 2002. Thee Kian Wie, Ekonomi Cina Setelah Pertumbuhan 30 Tahun. Harian

Kompas, Kamis 01 Oktober 2009. Referensi Internet:


(5)

China Daily, “US, China Should Foster Win-Win Relationship in the 21st Century”. http://www. chinadaily.com.

Cohen, William & Maurice R.Greenberg, Smart Power in US-China Relations: A Report of the CSIS Commission in China,diakses dari http://ics.leeds.ac.uk.

Dennis Wilder,The U.S-China Strategic & Economic Dialogue: Continuity & Change in Obama’s China Policy, http://www.jamestown.org

Doug Lorimer, Welfare Capitalism & Neoliberal Globalization, http://jnx.sistm.unsw.edu.au.

Friedberg, Aaron L, “The Future of US-China Relations: Is Conflict Inevitable?” http: //belfercente.ksg.harvard.edu.

Henry M.Paulson.Strategic Economic Development: A Brief Report, diakses darihttp://www.foreignaffairs.com

Hilary Roadham Clinton, Pernyataan resmi Menteri Luar Negeri http://www.ustreas.gov.

Joint Press Release, on the First Round of the U.S.-China Strategic & Economic Dialogue, http://www.ustreas.gov.

Thomas Wilkins, The New Equlibrium of From US & China, http: //www.chinastakes.com

U.S.-China Business Council, “U.S.-China Trade Statistics &China’s World Trade Statistics”. http://www.uschina.org.

US Bombing Of Chinese Embassy: Implausible Blunder? www. globalpolicy.org.


(6)

What Obama & China Disagree On,diakses dari http://www.time.com. William Cohen & Maurice R.Greenberg, Smart Power in U.S-China

Relations: A Report of the CSIS Commision on China, diakses dari http:// www.fas.org.