Kondisi Perikanan dan Potensi Mangrove Kabupaten Probolinggo

Tin tinggi dala terlihat da sebesar 60 sebesar 33 kali. Sela yakni hany Gambar Be sudah ad penanama berhasil d mengataka mangrove besar bib nelayan p dan mena sebagai pe tidak sem Gambar 1 Gambar 1 ngkat parti am mengik ari presenta 0 untuk y 3 untuk y in itu ada ya sebanyak 17. Partisip erdasarkan w da kegiatan an mangrov dengan baik an bahwa h tersebut m it sengaja inggir pant rik sebaikn etani tambak mua respon 18. 18. Partisipa mangrov P leb P seban isipasi resp kuti penyulu se kehadira yang pernah yang pernah juga respo k 7 Gamb pasi respond wawancara n penghijau ve di daerah k, banyak m hal tersebu mengganggu dirusak ol ai tersebut. nya diberika k, melainka nden ikut d asi respond ve Pernah, bih dari 1 kali 60 Pernah, nyak 1 kali 33 Pernah, lebih dari 1 kali 13 ponden dari uhan yang d an responde h mengikut h mengikuti onden yang bar 17. den desa suk dengan K uan yang h pinggir p mangrove y ut disebabk u proses p leh masyar Untuk itu, an tidak han an juga kepa dalam keg den desa su h i Desa Suk diadakan di en dalam m ti penyuluha i penyuluha tidak pern kokerto dal epala Desa dilakukan pantai, nam yang gagal an oleh an penangkapan akat sekita , kegiatan p nya untuk m ada seluruh iatan pena ukokerto da T T kokerto seb i desa mere mengikuti pe an lebih da an setidakny nah mengik am mengiku a Sukokerto di desa mun kegiata tumbuh da nggapan ma n ikan, seh ar yang be penyuluhan masyarakat h masyaraka anaman ma alam mengi Tidak Pernah 7 Pernah, sebanyak 1 k 33 Tidak Pernah 54 benarnya c eka. Hal ter enyuluhan, ari satu kali ya sebanyak kuti penyul kuti penyulu o, saat pene tersebut, y an tersebut an rusak. B asyarakat b hingga seb rprofesi se yang lebih yang berpr at. Dalam ha angrove ter ikuti penan kali cukup rsebut yakni i, dan k satu uhan, uhan elitian yakni tidak Beliau bahwa bagian ebagai h baik rofesi al ini, rsebut naman Sebanyak 54 responden mengatakan bahwa mereka belum pernah mengikuti kegiatan penanaman mangrove yang diadakan di desa tersebut. Rendahnya partisipasi masyarakat tersebut cukup menjelaskan mengapa kelestarian mangrove kurang terjaga di desa tersebut. Selain itu, sebanyak 33 mengatakan bahwa mereka pernah mengikuti penanaman mangrove setidaknya satu kali, dan sisanya sebanyak 13 mengatakan bahwa mereka pernah mengikuti penanaman mangrove lebih dari satu kali. Besarnya partisipasi masyarakat dalam kelestarian mangrove salah satunya dapat terlihat dari seberapa besar keikutsertaan petani dalam kegiatan yang mendukung kelestarian mangrove seperti penyuluhan dan penanaman mangrove. Berdasarkan data yang ada, dapat terlihat bahwa besarnya keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan tersebut menjadi salah satu faktor yang menentukan kelestarian mangrove di desa tersebut Tabel 7. Tabel 7. Tingkat partisipasi responden dalam kegiatan pelestarian Jenis Kegiatan Keikutsertaan Desa Curahsawo Desa Sukokerto 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali Penyuluhan 7 87 33 60 Penanaman 7 93 33 13 Sumber: Hasil Pengolahan Data 2012 Tabel 7 tersebut menunjukkan tingkat keikutsertaan responden dari Desa Curahsawo dan Desa Sukokerto dalam beberapa kegiatan pelestarian mangrove di desa tersebut, yakni dalam kegiatan penyuluhan dan penanaman mangrove. Tabel tersebut menunjukkan bahwa tingkat keikutsertaan responden Desa Curahsawo terhadap kegiatan-kegiatan pelestarian mangrove lebih tinggi dari responden Desa Sukokerto, dalam ini yang terlihat dari tingginya persentase keikutsertaan responden dengan kuantitas yang lebih tinggi. Selain itu dapat terlihat juga bahwa tingkat keikutsertaan responden Desa Curahsawo dalam kegiatan penanaman jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat keikutsertaan responden Desa Sukokerto, yakni 100 7+93 untuk Desa Curahsawo dan 46 33+13 untuk Desa Sukokerto. Rendahnya tingkat keikutsertaan dari responden Desa Sukokerto dalam kegiatan penanaman tersebut menjadi indikasi penyebab kurang lestarinya mangrove di Desa Sukokerto tersebut.

6.2. Perbandingan Kelayakan Finansial Tambak Dalam Kawasan Mangrove dan di Luar Kawasan Mangrove

Analisis dilakukan terhadap tambak dalam dua lokasi yang berbeda, yakni tambak di Desa Curahsawo dan Desa Sukokerto. Tambak-tambak yang berada di kedua lokasi tersebut dikelola dengan pola budidaya yang sama, yakni tambak polikultur udang-bandeng tradisional dengan jumlah panen tiga kali dalam satu tahun, namun berada dalam kawasan yang berbeda. Desa Curahsawo adalah lokasi penelitian untuk tambak yang berada dalam kawasan mangrove sedangkan Desa Sukokerto merupakan lokasi penelitian dari tambak yang berada di luar kawasan mangrove. Hasil dari analisis biaya dan manfaat yang dilakukan terhadap kegiatan perikanan tambak dari dua lokasi tersebut dibandingkan untuk mengetahui usaha tambak di kawasan mana yang lebih menguntungkan secara ekonomi. Dalam analisis investasi yang dilakukan, nilai-nilai yang ada dibedakan menjadi biaya dan manfaat, kemudian dicari nilai berdasarkan kriteria-kriteria kelayakan yang ada. Biaya yang dikeluarkan petani dalam melakukan kegiatan perikanan tambak terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi yang dikeluarkan oleh petani tambak dari masing-masing lokasi tersebut meliputi biaya pembuatan tambak, kemudian pembuatan rumah jaga, pintu air, dan juga pembelian waring. Selain itu ada pula pembelian alat-alat lain seperti prayang, serok, lampak, caneur, cangkul, dan lain-lain, yang direinvestasi lebih kurang setiap lima tahun sekali. Biaya lain yang dikeluarkan adalah biaya operasional. Biaya operasional yang dikeluarkan meliputi biaya tetap dan tidak tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani meliputi biaya retribusi, iuran wajib kepada kelompok tani, dan sewa lahan. Biaya tidak tetap yang dikeluarkan antara lain pembelian bibit ataupun benur, obat-obatan, pupuk, dan juga upah tenaga kerja. Di sisi lain, penerimaan yang didapat merupakan hasil yang didapat dari penjualan hasil produksi tambak masing-masing lokasi. Pada prinsipnya, pengelolaan tambak di Desa Curahsawo tidak jauh berbeda dengan di Desa Sukokerto. Namun demikian, rata-rata nilai produktivitas total dari kedua desa tersebut berbeda cukup besar. Nilai produktivitas didapat dari semua komoditas yang dihasilkan oleh petani dari setiap tambak miliknya. Nilai produktivitas total tambak di Desa Sukokerto adalah 391,72 kg per ha per tahun sedangkan di Desa Curahsawo sebesar 425 kg per ha per tahunnya untuk bandeng dan udang vannamei, dan 475 kg per ha per tahunnya jika ditambah udang werus. Salah satu penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut kemungkinan adalah dikarenakan nilai kematian komoditi yang berbeda dari kedua tambak. Kegagalan panen pada tambak yang berada di luar kawasan mangrove lebih besar jika dibandingkan dengan yang berada di dalam kawasan mangrove. Penelitian ini tidak membahas secara detail mengenai produktivitas masing-masing komoditas namun hanya digunakan untuk membedakan secara deskriptif kondisi tambak di kedua lokasi daerah penelitian. Untuk pengelolaan jangka panjang, tambak yang berada pada kawasan mangrove akan memberikan manfaat bersih yang lebih baik dibandingkan dengan yang di luar kawasan mangrove. Analisis kelayakan dilakukan dengan menggunakan tingkat suku bunga 10, yang merupakan rata-rata suku bunga pinjaman yang digunakan oleh bank-bank yang terlampir di situs Bank Indonesia, dan umur proyek selama 20 tahun, yang ditentukan berdasarkan investasi terlama seperti rumah jaga. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan didapatkan nilai NPV dari Desa Curahsawo atau tambak yang berada di kawasan mangrove adalah sebesar Rp 45.799.888. Nilai tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan nilai NPV tambak dari Desa Sukokerto atau tambak yang berada di luar kawasan mangrove yang hanya sebesar Rp 4.523.615. Hasil perhitungan BCR dari kedua lokasi menunjukkan bahwa pada prinsipnya kedua lokasi tersebut layak untuk dilaksanakan, yakni karena nilainya yang lebih besar dari satu. Nilai BCR dari Desa Curahsawo adalah 1,39, artinya adalah setiap biaya yang dikeluarkan sebesar 1 rupiah per hektar per tahunnya akan memberikan manfaat sebesar 1,39 rupiah per hektar per tahunnya. Di sisi lain, nilai BCR dari Desa Sukokerto yang sebesar 1,11 menunjukkan bahwa setiap biaya yang dikeluarkan sebesar 1 rupiah per hektar per tahunnya akan memberikan manfaat sebesar 1,11 rupiah per hektar per tahunnya. Meskipun keduanya menguntungkan, nilai BCR yang lebih kecil pada tambak yang berada