14
double seamer . Prinsip kerja double seamer adalah menjepit dan mengepres sehingga
terbentuk empat lapisan antara badan kaleng dengan tutupnya Muchtadi 2008. Selanjutnya, produk sari tempe dalam kaleng dapat disterilisasi.
Setelah disterilisasi, produk sari tempe dalam kaleng didinginkan dengan memasukkan kaleng yang baru dikeluarkan dari retort ke dalam air dingin sehingga
terjadi penurunan suhu secara drastis. Proses ini bertujuan memberikan cold shock terhadap spora bakteri yang tersisa setelah sterilisasi komersial sehingga tidak dapat
tumbuh pada kondisi penyimpanan normal. Dengan demikian, keamanan produk pangan dalam kaleng menjadi terjamin Muchtadi 2008.
4. Uji Distribusi Panas Kusnandar et al. 2009
Distribusi panas adalah penyebaran panas yang terjadi selama proses panas di dalam retort. Uji distribusi panas dilakukan untuk menentukan titik dalam retort yang
memiliki kecepatan peningkatan suhu paling rendah titik terdingincoldest point selama proses pemanasan. Coldest point selanjutnya akan menjadi acuan tempat untuk uji
penetrasi panas. Dengan diketahuinya coldest point diharapkan dapat diperoleh waktu sterilisasi yang memberikan kecukupan panas pada titik yang paling lambat menerima
panas. Terpenuhinya kecukupan panas di titik terdingin dapat menjamin bahwa pada titik yang lain proses kecukupan panas sudah tercapai dan pangan yang diproses telah aman
untuk dikonsumsi. Uji distribusi panas dilakukan dengan menempatkan sepuluh termokopel pada
sepuluh titik berbeda dalam retort yang diduga lambat menerima panas. Dengan melakukan uji ini, dapat diketahui waktu venting yang diperlukan retort untuk
menyeragamkan suhu dalam retort. Selain itu, dapat diketahui pula come-up time CUT, yaitu waktu yang dibutuhkan retort sejak dinyalakan hingga mencapai suhu proses yang
diinginkan 121
o
C. Dari pengukuran distribusi panas, akan diperoleh grafik hubungan suhu dan waktu yang menggambarkan pada suhu dan waktu berapa proses venting
selesai dilakukan serta posisi titik terdingin dalam retort. Posisi termokopel dalam retort pada uji distribusi panas dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Posisi termokopel dalam retort selama uji distribusi panas Darmadi 2010 8
3
10 1
7 6
4 2
9 5
15
5. Uji Penetrasi Panas Kusnandar et al. 2009
Penetrasi panas adalah perambatan panas dalam kemasan dan produk pangan yang terjadi selama proses termal. Tujuan pengukuran penetrasi panas adalah memantau
perubahan suhu produk selama proses pemanasan dan pendinginan untuk menetapkan proses termal yang aman. Laju penetrasi panas terhadap produk dilakukan dengan
menentukan profil hubungan suhu dan waktu selama proses termal sehingga diperoleh nilai sterilisasi F aktual pada kondisi proses termal yang digunakan.
Pengukuran data penetrasi panas dilakukan dengan menggunakan termokopel yang dipasang di titik terdingin coldest point dalam kemasan, dalam hal ini kaleng yang
berisi sari tempe. Sari tempe merupakan produk pangan berbentuk cair sehingga proses perambatan panas dalam sari tempe berlangsung secara konveksi. Menurut Muchtadi
2008, titik terdingin untuk bahan yang mengalami perambatan panas secara konveksi pada kemasan kaleng dengan bentuk silindris vertikal terletak pada poros kaleng dengan
ketinggian kira-kira
1 4
tinggi di atas dasar kaleng. Uji penetrasi panas difokuskan pada titik terdingin dalam retort yang diketahui dari uji distribusi panas. Termokopel tersebut
dihubungkan dengan rekorder yang akan mencatat data perubahan suhu terhadap waktu. Dalam penelitian ini, akan diukur laju penetrasi panas pada lima sampel sari tempe
dalam kaleng yang diletakkan di sekitar titik terdingin dalam retort. Pengolahan data hasil pengukuran penetrasi panas dapat dilakukan menggunakan
metode umum metode luasan trapesium dan metode formula metode Ball. Metode umum adalah metode yang paling teliti dalam perhitungan proses termal karena data
suhu bahan hasil pengukuran dalam percobaan langsung digunakan dalam perhitungan tanpa asumsi dan prediksi berdasarkan persamaan hubungan suhu dengan waktu. Dalam
perhitungan kecukupan panas dengan metode formula, digunakan parameter-parameter yang diperoleh dari data penetrasi panas dan prosedur-prosedur matematik untuk
mengintegrasikan lethal effects. Metode umum biasa digunakan untuk mengevaluasi kecukupan panas dari proses sterilisasi yang telah dilakukan, tidak biasa digunakan untuk
merancang proses termal. Metode formula biasa digunakan untuk merancang sebuah proses sterilisasi. Subarna et al. 2008.
Metode umum didasarkan pada hubungan lethal rate Lr dan waktu t. Lr adalah tingkat sterilitas mikroba yang disetarakan pada suhu 250
o
F atau 121.1
o
C Hariyadi, Kusnandar 2000. Luasan di bawah kurva hubungan antara LR dan waktu menunjukkan
nilai Fo proses sterilisasi. Luasan kurva dapat ditentukan dengan melakukan pendekatan jumlah luasan trapesium tiap satuan waktu. Contoh kurva hubungan antara Lr dan waktu
dapat dilihat pada Gambar 5. Perhitungan kecukupan panas menggunakan metode umum dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan: ∆
Nilai Lr dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan:
.
Data penetrasi panas yang diperoleh juga dapat diplotkan dalam kurva hubungan suhu dengan waktu. Data ini kemudian diolah menggunakan metode formula metode
Ball sehingga diperoleh karakteristik penetrasi panas dalam pangan yang diproses. Dengan metode formula, data waktu-suhu diplotkan pada grafik semilogaritma
16
menghasilkan kurva pemanasan. Perbedaan antara suhu retort dan suhu bahan pangan diplotkan pada ordinat sumbu y dengan skala logaritma sedangkan waktu proses
diplotkan pada skala absis sumbu x dengan skala linier. Contoh kurva pemanasan metode formula dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai waktu proses, letalitas, dan
kecukupan sterilisasi Fo ditentukan berdasarkan persamaan berikut: t
B
= 0.42 t
c
+ t
p
t
B
= f
h
{log J
h
.I
h
– log g} Lr =
.
Fo = Nilai
t
B
menunjukkan waktu proses menit yang dibutuhkan dalam sterilisasi , t
c
menunjukkan waktu menit yang dibutuhkan sejak retort dinyalakan hingga mencapai suhu proses come-up time, t
p
menunjukkan waktu menit sejak retort mencapai suhu proses hingga suplai uap dihentikan operator time, f
h
menunjukkan waktu yang dibutuhkan oleh kurva pemanasan untuk melewati satu siklus logaritma, Jh.Ih
menunjukkan perbedaan suhu awal semu antara suhu retort dan suhu produk berdasarkan kurva pemanasan yang diperoleh, g menunjukkan perbedaan antara suhu retort dan suhu
akhir produk yang telah diaplikasikan proses termal, Lr menunjukkan nilai letalitas mikroba pada suhu retort T
R
yang ekivalen dengan nilai letalitas pada suhu 250
o
F dalam satuan menit, T adalah suhu bahan pangan yang terukur oleh termokopel, S adalah
jumlah penurunan siklus logaritma mikroba yang dikehendaki, dan fhU diperoleh menggunakan grafik atau tabel yang menghubungkan log g dengan fhU sehingga dapat
diperoleh nilai Fo sterilisasi Muchtadi 2008.
Gambar 5. Contoh kurva hubungan antara Lr dan waktu Kusnandar et al. 2006
17
0.58 t
c
0.42 t
c
f
h
t
c
t
p
t
B
Waktu sterilisasi sejak retort dinyalakan = t
c
+t
p
= t
B
+0.58t
c
Gambar 6. Kurva pemanasan metode formula
6. Uji Organoleptik
a.
Uji Rating Hedonik Adawiyah, Waysima 2009 T
R
-T =
g
Waktu menit Jh.Ih
Satu siklus logaritma
18
Uji rating digunakan bila uji sensori bertujuan menentukan dalam cara bagaimana suatu atribut sensori tertentu bervariasi di antara sejumlah contoh
jumlah contoh bervariasi dari tiga hingga enam contoh. Pada uji rating hedonik, panelis diminta untuk menilai atribut sensori tertentu produk rasa, warna, dan
aroma dan keseluruhan sifat sensori produk berdasarkan tingkat kesukaannya. Skala pengukuran yang digunakan dapat berupa skala kategori atau skala garis. Data yang
diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan ANOVA Analysis of Variance dengan uji lanjut uji Duncan. Persyaratan jumlah minimum panelis untuk uji rating
hedonik menurut American Srandard Testing Material ASTM adalah 70 panelis tidak terlatih. Dalam
penelitian ini, digunakan panelis tidak terlatih sebanyak 70 orang. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5. Dalam penelitian ini, uji rating hedonik
yang dilakukan menggunakan skala kategori 7 poin dengan deskripsi sebagai berikut:
1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka
3 = agak tidak suka 4 = netral
5 = agak suka 6 = suka
7 = sangat suka
b. Uji Segitiga Adawiyah, Waysima 2009
Pelaksanaan uji segitiga bertujuan mengidentifikasi apakah proses sterilisasi sari tempe menyebabkan perbedaan karakteristik sensori yang cukup signifikan sehingga
dapat dideteksi oleh panelis. Uji segitiga digunakan untuk menunjukkan apakah terdapat perbedaan karakteristik sensori di antara dua sampel. Tingkat probabilitas
uji segitiga adalah
1 3
. Uji segitiga merupakan overall difference test sehingga sampel dinilai secara keseluruhan. Contoh yang digunakan dalam uji segitiga adalah
sari tempe yang belum disterilisasi dan sari tempe yang telah disterilisasi. Dalam uji segitiga, panelis menerima tiga contoh berkode yang terdiri dari dua
contoh sama dan satu contoh berbeda. Terdapat enam kemungkinan penyajian contoh dalam uji segitiga, yaitu ABB, BAA, AAB, BBA, ABA, dan BAB. Contoh-
contoh disajikan membentuk pola segitiga. Setiap panelis akan menerima contoh dengan kode dan urutan penyajian yang berbeda. Panelis diminta untuk memilih satu
contoh yang berbeda di antara ketiga contoh yang disajikan. Analisis data hasil uji segitiga dilakukan dengan membandingkan jumlah jawaban benar dengan tabel