Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam era perdagangan bebas ini, perubahan dan mobilitas keuangan internasional semakin cepat, sehingga mempengaruhi semua aspek kehidupan termasuk Akuntansi dan Keuangan. Bagi kita di Indonesia fenomena ini mau tidak mau, suka tidak suka harus kita alami. Dengan semakin majunya perkembangan dunia perbankan, persaingan antar bank pun semakin meningkat. Kinerja keuangan sektor perbankan Indonesia dinilai menuju ke arah perbaikan apabila dibandingkan pada masa krisis, akan tetapi belum pada tataran yang ideal. Antara tahun 1998 dan 2006, total aset sektor perbankan mengalami peningkatan yang cukup berarti. Pada tahun 1998, total aset sektor perbankan sebesar Rp895,5 triliun, sedangkan pada tahun 2006 meningkat sebesar 89,1 menjadi Rp1.693 triliun. Dana pihak ketiga meningkat sebesar 105,8 dari Rp625 triliun pada tahun 1998 menjadi Rp1.287 triliun pada tahun 2006. Kredit juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 52,7 dari Rp545,5 triliun menjadi Rp832,9 triliun. Rasio kecukupan modal CAR juga meningkat dari -15,7 pada tahun 1998 menjadi 20,5 pada tahun 2006. Namun, besarnya dana pihak ketiga yang digunakan untuk kredit yang terlihat dari loan to deposit ratio LDR masih rendah dibandingkan masa sebelum krisis. Pada tahun 1998 LDR sektor perbankan tercatat sebesar 87,2. Sementara itu pada tahun 1999, LDR turun drastis menjadi sekitar 45. Kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit pasca krisis merupakan alasan utama rendahnya LDR perbankan. Namun perlu dicatat bahwa seiring dengan berjalannya waktu, LDR perbankan menunjukkan peningkatan. Seiring dengan turunnya LDR dan lebih baiknya pengaturan kehati-hatian perbankan, kredit yang bermasalah atau non performing loan NPL juga turun, yaitu dari 34,7 pada tahun 1998 menjadi 3,6 pada tahun 2006. Kemudian, pendapatan bersih dari bunga atau net interest income NII mengalami peningkatan yang berarti sebesar 110,6 dari minus Rp73 triliun pada tahun 1998 menjadi Rp7,7 triliun pada tahun 2006. 1 Kinerja keungan perbankan ini merupakan alat untuk mengetahui seberapa besar suatu perusahaan dapat bertahan dalam mencapat target keuntungan yang ingin dicapainya. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.10 Tahun 1998, perbankan syariah telah mendapatkan kesempatan yang lebih luas untuk menyelenggarakan kegiatan usaha, termasuk pemberian kesempatan kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang yang khusus melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Pemberian kesempatan pembukaan kantor cabang syariah ini adalah sebagai upaya meningkatkan jaringan perbankan syariah yang tentunya akan dilakukan bersamaan dengan upaya pemberdayaan perbankan syariah. Upaya tersebut diharapkan akan mendorong perluasan jaringan kantor, pengembangan pasar uang antar bank syariah, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan kinerja bank syariah, yang pada 1 Fajar, “Kinerja Keuangan Perbankan Setelah krisis : suatu tinjauan”, artikel diakses pada 25 Oktober 2007 dari httpwww.starbucks.comyoung economists’talk starbucks intinya akan menunjang pembentukan landasan perekonomian rakyat yang lebih kuat dan tangguh. 2 Perbankan syariah pun dinilai harus mampu meningkatkan kinerjanya di tengah tingginya tingkat persaingan perbankan nasional, termasuk perbankan konvensional. Upaya tersebut semakin penting, karena perbankan syariah masih menemui kendala untuk mengembangkan usahanya selama ini. Menurut Dewi Astuti Dewi Astuti, dari Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia BI, Perbankan syariah memang harus bisa bersaing dan terus meningkatkan layanan serta efisiensi. Apalagi, kalau melihat suku bunga perbankan konvensional yang cenderung menurun mengikuti tren penurunan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI selama ini. Peningkatan daya saing perbankan syariah ini menjadi semakin penting, karena masih adanya beberapa kendala yang harus dihadapi. Contohnya, persoalan double tax atau pajak ganda, karena dalam setiap transaksi jual beli harus dikenai pajak. 3 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia PPSK BI yang dilakukan tahun lalu, industri perbankan syariah dinilai lebih efisien dibandingkan perbankan konvensional. Penelitian dilakukan dengan mengggunakan data kinerja industri perbankan syariah dan perbankan konvensional sejak 2002 hingga 2006. Penelitian ini juga menggunakan ukuran parametrik dan non parametrik. Salah satu bukti bahwa bank syariah lebih efisien 2 Muhammad Syafi’i Antonio, “Bank Syariah dari Teori ke Praktek”, Jakarta : Gema Insani Press, 2001, h.224 3 “Kinerja Bank Syariah Perlu ditingkatkan”. Artikel diakses pada 10 Agustus 2007 dari http:www.pikiran- rakyat.comcetak2007 ditunjukkan oleh rasio pembiayaan dibandingkan dana pihak ketiga financing to deposit rati, , FDR. Sejak 2002 hingga 2006, FDR perbankan syariah ternyata lebih tinggi dibandingkan rasio penyaluran kredit terhadap DPK loan to deposit ratio, LDR perbankan konvensional. 4 Salah satu bank yang dinilai baik kinerja keuangannya adalah Bank BTN. Bank Tabungan Negara BTN sebagai Bank yang terkemuka dalam pembiayaan perumahan tahun 2008 ini mengembangkan kantor cabang syariah ke-13 berlokasi di Bekasi Jawa Barat tepatnya di Ruko Kalimas Bekasi Timur untuk memudahkan masyarakat yang menggunakan layanan syariah. Menurut Direktur Utama BTN Iqbal Latanro, Pembukaan cabang syariah ini untuk memenuhi penyediaan alternatif layanan perbankan dual banking sistem. Sebelumnya 14 Januari 2005 BTN meresmikan kantor cabang Jakarta. Pengembangan unit syariah di BTN dimaksud untuk mendukung kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional terutama pembiayaan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah termasuk program Rusunami. Masyarakat tinggal memilih apakah mau menggunakan sistem konvensional atau syariah. 5 Berbagai aktivitas Bank dalam mengembangkan layanan perbankan yang mempermudah para nasabahnya dijalankan. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan keuntungan bank secara keseluruhan. Laporan yang belum diaudit sampai dengan 31 Desember 2007, BTN unit syariah memberikan kontribusi pembiayaan Rp396 miliar 4 Republika, “Bank syariah lebih efisien dibanding konvensional”, artikel diakses pada 5 Maret 2008 dari Http:stei-sebi.com200805bank-syariah-lebih-efisien-dibanding-kinvensional.html. 5 www.kompas.com, “BTN Perluas Cabang Syariah”, senin, 18 Februari 2008 bagi 4.156 unit rumah. Sementara total kredit yang disalurkan BTN mencapai Rp8,551 triliun untuk 140.192 unit. BTN pada periode yang sama 2007 juga membukukan kinerja yang baik. Laba yang dicapai Rp613 miliar, aset Rp36,7 triliun, kredit yang disalurkan Rp23,4 triliun, dana pihak ketiga Rp24,2 triliun. Sementara untuk rasio keuangan CAR 20,84 persen, LDR 92,42 persen,NPL 2,48 persen dan modal Rp2,7 triliun. 6 Atas dasar latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui ada tidaknya hubungan Kinerja Keuangan Berdasarkan Total Asset Turn Over TATO dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional BOPO terhadap Return On Asset ROA Bank Syariah pada Bank BTN Syariah tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil judul, “Analisis Pengaruh Total Asset Turn Over dan BOPO Terhadap Profitabilitas Bank Syariah”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah