dengan lainnya. Selain itu, periode penelitian yang digunakan juga berbeda dimana Lestari 2010 menggunakan periode 2004 sampai 2008 sedangkan
Indraningrum 2011 menggunakan periode 2007 sampai 2009. Berdasarkan uraian latar berlakang masalah tersebut, peneliti merasa
tertarik untuk menguji bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja
Langsung di Provinsi Sumatera Utara dalam skripsi yang berjudul : “Pengaruh Pendapatan Asli daerah PAD, Dana Alokasi Umum
DAU, Dana Alokasi Khusus DAK dan Dana Bagi Hasil DBH Terhadap Belanja Langsung
Pemerintah Daerah KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013”
.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat perumusan masalah yaitu “Apakah terdapat pengaruh Pendapatan Asli Daerah
PAD, Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK dan Dana Bagi Hasil DBH terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah
KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara baik secara parsial maupun secara simultan?”
1.3 Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini bertujuan untuk membatasi cakupan penelitian, yaitu :
a. Hanya mencakup Akuntansi Keuangan Daerah saja dengan melihat PAD, dana perimbangan DAU, DAK, DBH dan belanja langsung sebagai salah
satu kriteria kesiapan pemerintahkabupatenkota Provinsi Sumatera Utara dalam melaksanakan otonomi daerah.
b. Kabkota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan APBD di Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.
c. Batasan waktu penelitian ini adalah hanya meliputi tahun 2010-2013.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah : untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah KabupatenKota Provinsi Sumatera
Utara.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : a. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus
dan dana bagi hasil terhadap belanja langsung pada Pemerintah KabupatenKota Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010-2013.
b. Bagi peneliti lainnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi
akademisi dalam melakukan dan mengembangkan penelitian sejenis.
c. Bagi Pemerintah Daerah Penelitian ini diharapakan menjadi informasi serta bahan
pertimbangan bagi manajemen Pemerintah Daerah KabupatenKota untuk memberikan masukan terhadap penggunaan belanja
langsung yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah PAD, Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK dan
Dana Bagi Hasil DBH dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan di masa yang akan datang sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja
langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari:
a. Belanja Pegawai Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang
maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil
PNS, dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan
dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan dengan pembentukan modal. b. Belanja Barang dan Jasa
Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang
dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja
perjalanan.
c. Belanja Modal Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetapinventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk
didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas
dan kualitas aset. Belanja Modal dapat diaktegorikan dalam 5 lima kategori utama:
i. Belanja Modal Tanah ii. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
iii. Belanja Modal Gedung dan Bangunan iv. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
v. Belanja Modal Fisik Lainnya
2.1.2 Pengelolaan Keuangan Daerah dan APBD
a Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005, keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu, baik uang maupun barang yang dijadikan milik daerah berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban daerah tersebut. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan
keuangan daerah yang diatur dalam peraturan menteri ini meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur
APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki
DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah,
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan
pengelolaan keuangan BLUD. Pendekatan dalam memahami ruang lingkup keuangan daerah dapat dilihat dari segi objek, subjek, proses
dan tujuannya yaitu : 1. Dari sisi objek
Dari sisi objek, yang dimaksud keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah, dalam kerangka APBD. 2. Dari sisi subjek
Subjek keuangan daerah adalah mereka yang terlibat dalam pengelolaan keuangan daerah, dalam hal ini pemerintah daerah
dan perangkatnya, perusahaan daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan daerah, seperti Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah DPRD dan Badan Pemeriksa Keuangan BPK
3. Dari sisi proses Keuangan daerah mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan pengelolaan objek mulai dari perumusan kebijakan sampai dengan pertanggungjawaban.
4. Dari sisi tujuan Keuangan daerah meliputi keseluruhan kebijakan, kegiatan dan
hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan penguasaan objek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Pemegang kekuasaan mengelola keuangan di daerah adalah
gubernurbupati atau walikota selaku kepala pemerintahan daerah. Pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan keuangan daerah tersebut
kemudian dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola APBN dan Kepala
SKPD selaku Pejabat Pengguna AnggaranBarang Negara. Salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur
secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan
perencanaanpenyusunan anggaran pendapatan belanja daerah APBD.
b. Pengertian APBD Menurut Bastian 2006:189, “Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah merupakan rencana kerja Pemerintah daerah dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahun tahunan dan berorientasi
pada tujuan kesejahteraan publik”. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD sebagaimana berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan
pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan
dengan peraturan daerah. APBD yang disusun oleh pemerintah daerah telah mengalami perubahan dari yang bersifat incramental menjadi
anggaran berbasis kinerja sesuai dengan tuntutan reformasi. c. Fungsi APBD
APBD merupakan salah satu bentuk instrumen kebijakan ekonomi yang mempunyai fungsi tersendiri yaitu :
1. Fungsi Otorisasi Anggaran menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan. 2. Fungsi Perencanaan
Anggaran menjadi pedoman bagi manajemen dalam membuat
rencana kegiatan pada tahun yang bersangkutan. 3. Fungsi Pengawasan
Anggaran menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan. 4. Fungsi Alokasi
Anggaran harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas perekonomian. 5. Fungsi Distribusi
Kebijakan anggaran harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi Anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
2.1.3 Pendapatan Asli Daerah PAD
Pemerintah daerah di dalam membiayai belanja daerahnya, selain dengan menggunakan transfer dari pemerintah pusat, mereka juga
menggunakan sumber dananya sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah PAD. PAD menurut Halim 2004 : 67 merupakan “ semua penerimaan
daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”.
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos
Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam Isdijoso, 2002.
Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli
Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal
Elita dalam Pratiwi, 2007. Daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk
menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai seluruh
penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan daerah otonom kepada bantuan pusat diharapkan seminimal mungkin. Semakain besar
kontribusi yang dapat diberikan oleh PAD terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah pusat.
PAD memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian daerah. Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif
mempunyai kemungkinan untuk memiliki pendapatan per kapita yang lebih baik Harianto dan Adi, 2007. Apabila suatu daerah PAD-nya
meningkat maka dana yang dimiliki pemerintah akan meningkat pula. Peningkatan ini akan menguntungkan pemerintah, karena dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan daerahnya.
PAD menurut Halim 2004:67 merupakan “Semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. PAD hanya
merupakan salah satu komponen sumber penerimaan keuangan negara disamping penerimaan lainnya berupa dana perimbangan, pinjaman daerah
dan lain-lain penerimaan yang sah juga sisa anggaran tahun sebelumnya dapat ditambah sebagai sumber pendanan penyelenggaraan pemerintahan
di daerah. Keseluruhan penerimaan tersebut setiap tahun tercermin dalam APBD. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai APBD,
proporsi PAD terhadap total penerimaan tetap merupakan indikasi “derajat kemandirian ” keuangan suatu pemerintah daerah.
Pendapatan asli daerah merupakan sumber murni daerah yang terdiri dari: a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Klasifikasi PAD yang terbaru berdasarkan Permendagri 132006
adalah terdiri dari : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang
undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang
mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Negara
BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang
sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup ,hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi,
potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari
selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan
denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran cicilan penjualan.
2.1.4 Dana Perimbangan
Dalam Ketentuan Umum UU Nomor 25 Tahun 1999, yang dimaksud dengan dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari
penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem hubungan keuangan yang bersifat vertikal antara pemerintah pusat dan daerah,
sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dalam bentuk penyerahan sebagian wewenang pemerintahan.
Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal
dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada
daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang sangat baik Widjaja 2002:129.
Pemerintah pusat dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, mengalokasikan sejumlah dana dari APBN sebagai dana
perimbangan yang terdiri atas :
1. Dana Bagi Hasil DBH
Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana bagi hasil bersumber dari :
a. Pajak
DBH yang berasal dari pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan, Biaya Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan
Pasal 21. Penetapan Alokasi DBH Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
DBH Pajak sendiri disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.
1. DBH PBB Penerimaan Negara dari PBB dibagi dengan imbangan
10 sepuluh persen untuk Pemerintah dan 90
sembilan puluh persen untuk daerah. DBH PBB untuk daerah sebesar 90 sembilan puluh persen dibagi
dengan rincian sebagai berikut: 16,2 enam belas dua
persepuluh persen untuk provinsi yang bersangkutan, 64,8 enam puluh empat delapan persepuluh persen untuk
kabupatenkota yang bersangkutan, dan 9 sembilan persen untuk biaya pemungutan. Bagian Pemerintah sebesar 10
sepuluh persen dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota. Alokasi untuk kabupaten dan kota sebagaimana dimaksud
dibagi dengan rincian sebagai berikut: 6,5 enam lima persepuluh persen dibagikan secara merata kepada seluruh
kabupaten dan kota, dan 3,5 tiga lima persepuluh persen dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten dankota
yang realisasi penerimaan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapaimelampaui rencana
penerimaan yang ditetapkan. 2. DBH BPHTB
Penerimaan Negara dari BPHTB dibagi dengan imbangan 20 dua puluh persen untuk Pemerintah Pusat dan 80 delapan
puluh persen untuk daerah. DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80 delapan puluh persen dibagi dengan rincian sebagai
berikut: 16 enam belas persen untuk provinsi yang bersangkutan; dan 64 enam puluh empat persen untuk
kabupatenkota yang bersangkutan. Bagian Pemerintah sebesar 20 dua puluh persen dialokasikan dengan porsi yang sama
besar untuk seluruh kabupaten dan kota. Penyaluran DBH
BPHTB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun
anggaran berjalan. Penyaluran DBH
BPHTB dilaksanakan secara mingguan. Penyaluran DBH BPHTB
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205PMK.072009.
3. DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 Penerimaan Negara dari PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21
dibagikan kepada daerah sebesar 20 dua puluh persen. DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagi dengan rincian sebagai
berikut: 8 delapan persen untuk provinsi yang bersangkutan; dan 12 dua belas persen untuk kabupatenkota dalam
provinsi yang bersangkutan. DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagi dengan rincian berikut: 8,4 delapan empat
persepuluh persen untuk kabupatenkota tempat wajib pajak terdaftar; dan 3,6 tiga enam persepuluh persen untuk seluruh
kabupatenkota dalam provinsi yang bersangkutan dengan bagian yang sama besar.
b. Sumber Daya Alam