Impelentasi Kebijakan Rancangan pembangunan Jangka menengah Daerah (RP JMD) Tahun 2009-2014 Di kabupaten Garut

(1)

(Suatu Studi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Garut)

LAPORAN KKL

Diajukan sebagai Laporan Kuliah Kerja Lapangan

di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Garut Pada Prodi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Komputer Indonesia

Disusun oleh: YUSUF ABDUL LATIF

41707024

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

iii

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya serta akhirnya Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan kuliah kerja lapangan ini serta dengan segala petunjuk-Nya pula Penulis dapat menyelesaikannya. Pada kesempatan ini Penulis mengambil judul: “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) TAHUN 2009 – 2014 DI KABUPATEN GARUT (Suatu Studi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Garut).

.Dalam laporan kuliah kerja lapangan ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang Penulis hadapi, namun berkat dorongan dari berbagai pihak, maka segala hambatan tersebut secara bertahap dapat Penulis hadapi.

Laporan kuliah kerja lapangan ini membahas tentang pentingnya pelaksanaan RPJMD Kabupaten Garut. Pelaksanaan RPJMD bertujuan untuk meningkatkan pembangunan daerah yang dilaksanakan pemerintah dalam rangka perubahan menuju arah yang lebih baik serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Garut. Semoga laporan kuliah kerja lapangan ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Dalam kesempatan ini, Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak–pihak yang telah memberikan bantuan dalam Penulisan laporan kuliah kerja lapangan ini, antara lain :

1. Prof. Dr. J.M. Papasi selaku Dekan FISIP UNIKOM.

2. Nia Karniawati S.IP., M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu


(3)

iv

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

4. Seluruh Dosen dan Staf di lingkungan Program Studi Ilmu

Pemerintahan UNIKOM yang tidak henti-hentinya memberikan bantuan serta dukungannya.

5. Bapak Drs. Toni Tisna Somantri selaku pembimbing di Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Garut.

6. Kedua orang tua Penulis yang telah memberikan bantuan yang

tak terhingga dan tak terbalas.

7. Semua rekan dan teman-teman Ilmu Pemerintahan yang

memberikan bantuan moril maupun materil kepada Penulis. Semoga segala amal ibadah yang telah diberikan diterima oleh Allah SWT dan selalu berada dalam lindungan-Nya. Penulis juga menyadari bahwa laporan kuliah kerja lapangan ini masih belum sempurna, untuk itu Penulis menghaturkan kata maaf yang sebesarnya terhadap kesalahan yang ada dalam laporan kuliah kerja lapangan ini, baik dalam kata maupun kalimat yang ada. Akhir kata Penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun yang dapat lebih memajukan dalam penyusunan laporan-laporan selanjutnya.

Wassalamu’ Alaikum Wr.Wb

Bandung, November 2010


(4)

v

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan KKL ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan KKL ... 10

1.4 Kegunaan KKL ... 10

1.5 Kerangka Pemikiran ... 11

1.6 Metode Penelitian dalam Laporan KKL ... 23

1.6.1 Metode Penelitian dalam Laporan KKL ... 23

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data ... 25

1.6.3 Teknik Penentuan Informan……….... ... 26

1.6.4 Teknik Analisis Data ... 27

1.7 Lokasi dan Jadwal KKL ... 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi ... 30

2.2 Kebijakan Publik ... 32

2.3 Perencanaan ... 38

2.4 Pembangunan ... 41

2.5 Indikator Pengukuran Keberhasilan Pembangunan... 46

2.6 RPJMD ... 50

BAB III OBYEK LAPORAN KKL 3.1 Gambaran Umum Bappeda Kabupaten Garut... 53


(5)

vi

3.3 Gambaran Umum Pembangunan Daerah ... 63

3.3.1 Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama ... 63

A. Penduduk Kabupaten Garut ... 66

B. Pendidikan Masyarakat Kabupaten Garut ... 71

C. Kesehatan Masyarakat Kabupaten Garut ... 73

3.3.2 Perekonomian Daerah Kabupaten Garut... 75

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN LAPORAN KKL 4.1 Substansi RPJMD Kabupaten Garut ... 81

4.1.1 Sasaran Prioritas Pembangunan 2009-2014 ... 81

4.1.2 Program Akselerasi Pembangunan ... 95

4.1.3 Kebijakan dan Program Kerja ... 96

4.2 Tujuan RPJMD ... 155

4.3 Arah Kebijakan Keuangan Daerah ... 160

4.3.1 Arah Pengelolaan Pendapatan daerah... 165

4.3.2 Arah Pengelolaan Belanja Daerah... 176

4.3.3 Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN)... 179

4.3.4 Dana Masyarakat dan Mitra... 180

4.3.5 Arah Kebijakan APBD dan Dana Masyarakat/ Mitra... 182

4.3.5.1 Arah Kebijakan Pendapatan Daerah ... 182

4.3.5.2 Arah Kebijakan Belanja Daerah ... 187

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 197

5.2 Saran ... 198


(6)

vii

Tabel 1.2 Jadwal Pelaksanaan KKL ... 29 Tabel 3.1 IPM Tahun 2004-2008 ... 65 Tabel 3.2 Perkembangan Jumlah Laju & Kepadatan Penduduk... 66 Tabel 3.3 Presentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut

Ijazah/STTB yang Dimiliki Tahun 2006-2009 ... 69 Tabel 3.4 Presentase Penduduk Kabupaten Garut yang Bekerja

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008 ... 69 Tabel 3.5 Perkembangan Penduduk Miskin di Kabupaten Garut

Tahun 2002-2008 ... 71 Tabel 3.6 Rasio Jumlah Guru dan Murid ... 72 Tabel 3.7 Perbandingan Rekapitulasi Kondisi Sarana Pelayanan

Kesehatan Tahun 2006-2008 ... 74 Tabel 3.8 PDRB Tahun 2004-2008... 76 Tabel 3.9 Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Tahun

2004-2008 ... 77 Tabel 3.10 Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi) dan Laju

Investasi Tahun 2004-2008 ... 78 Tabel 3.11 Pendapatan Perkapita Kabupaten Garut Tahun

2000-2008 ... 80 Tabel 4.1 Pembentukan Modal tetap Bruto (investasi) dan Laju

Investasi Tahun 2005-2009 ... 124 Tabel 4.2 Perkembangan Rencana dan Realisasi PAD

Kabupaten Garut Tahun 2004-2009 ... 167 Tabel 4.3 Perkembangan Realisasi PAD dibandingkan dengan

APBD Kabupaten Garut Tahun 2004-2008 ... 168 Tabel 4.4 Perkembangan Realisasi Komponen PAD Tahun

2004-2008 ... 168 Tabel 4.5 Total Realisasi PAD Kabupaten Garut Tahun


(7)

viii

Tabel 4.7 Perkembangan Realisasi Komponen Dana

Perimbangan Tahun 2004-2008 ... 173 Tabel 4.8 Perkembangan Realisasi Total PAD Garut Tahun

2004-2008 ... 174 Tabel 4.9 Capaian Target Retribusi Pemakaian Kekayaan

Daerah... 175 Tabel 4.10 Proyeksi Capaian Pemanfaatan dan Pendayagunaan

Aset Daerah ... 176 Tabel 4.11 Perkembangan target dan Realisasi Belanja

Kabupaten Garut Tahun 2004-2009 ... 177 Tabel 4.12 Perkembangan Realisasi Alokasi Belanja Daerah

Tahun 2004-2009 Dibandingkan dengan APBD

Tahun 2004-2008 ... 177 Tabel 4.13 Perkembangan Rincian Anggaran Belanja Tahun

2004-2006 ... 178 Tabel 4.14 Perkembangan Rincian Anggaran Belanja Tahun

2007-2009 ... 179 Tabel 4.15 Rekapitulasi Dana APBN Tugas Pembantuan

Kabupaten Garut Tahun 2007-2008 ... 180 Tabel 4.16 Investasi Kabupaten Garut Tahun 2004-2008 ... 181 Tabel 4.17 Asumsi PAD Tahun 2010-2014... 187


(8)

ix

Gambar 1.1 Model Kerangka Pemikiran ... 23 Gambar 3.1 Kondisi Fisik Geografis Wilayah... 59 Gambar 3.2 Perkembangan IPM Tahun 2004-2008 ... 66 Gambar 3.3 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten


(9)

x

Lampiran 1 Riwayat Hidup.

Lampiran 2 Surat ijin Kuliah Kerja Lapangan dari Kampus UNIKOM kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Garut.

Lampiran 3 Surat ijin Kuliah Kerja Lapangan dari Bappeda Kabupaten Garut.

Lampiran 4 Surat Keterangan telah melakukan Kuliah Kerja Lapangan dari Bappeda Kabupaten Garut.


(10)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Keberhasilan kinerja pemerintahan dapat dinilai dari pembangunan baik di bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Masyarakat luas menilai keberhasilan pembangunan pada bidang ekonomi yang terwujud dalam pembangunan infrastruktur. Pembangunan bukan hanya berarti penekanan pada akselerasi dan keberhasilan di bidang ekonomi. Hal ini sejalan dengan pendapat Michael P. Todaro bahwa pembangunan merupakan suatu proses multidimensi yang meliputi pula reorganisasi dan pembaharuan seluruh sistem dan aktivitas ekonomi dan sosial dalam mensejahterakan kehidupan masyarakat (Kamaludin, 1983:9).

Tujuan dan sasaran pembangunan yaitu masyarakat adil dan makmur, perlu diusahakan adanya keserasian dan keselarasan dalam pemakaian sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) serta permodalan dan teknologi. Permodalan menjadi faktor penting dalam pelaksanaan pembangunan, maka perlu ditingkatkannya pendapatan keuangan dengan menggali sumber-sumber keuangan baik dari SDA, non migas, jasa, pajak maupun pendapatan-pendapatan lainnya yang sah.

Pengertian keuangan negara dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa


(11)

uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara, berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban (Sembiring, 2005:65).

Keuangan negara merupakan suatu kesatuan dari pendapatan pemerintah yang diperoleh dari keuangan daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan keuangan daerah dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah:

“Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka anggaran pendapatan dan

belanja daerah” (Sembiring, 2005:78).

Pelaksanaan pembangunan tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari luas negara yang begitu besar serta tersusun berdasarkan pulau-pulau dan adanya kecenderungan pembangunan yang tersentralistik, sehingga gerak pembangunan kurang berkembang terhadap daerah-daerah lainnya. Pelaksanaan pembangunan terfokus pada pemerintah pusat, akibat fenomena tersebut diletakanlah otonomi daerah pada pemerintah daerah untuk kemandirian daerah dalam mengatur dan mengurus penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan hasil sumber kekayaan yang dimiliki daerah tersebut dengan tujuan untuk kemakmuran masyarakat. Pengertian otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No. 32 Tahun 2004).


(12)

Pembangunan yang sering dirumuskan melalui kebijakan ekonomi dalam banyak hal membuktikan keberhasilan. Hal ini antara lain dapat dilukiskan di beberapa negara, seperti Singapura, Hongkong, Australia, dan negara-negara maju lain. Kebijakan ekonomi di negara-negara tersebut umumnya dirumuskan secara konsepsional dengan melibatkan pertimbangan dari aspek sosial lingkungan serta didukung mekanisme politik yang bertanggung jawab sehingga setiap kebijakan ekonomi dapat diuraikan kembali secara transparan, adil dan memenuhi kaidah-kaidah perencanaan. Dalam aspek sosial, bukan saja aspirasi masyarakat ikut dipertimbangkan tetapi juga keberadaan lembaga-lembaga sosial (social capital) juga ikut dipelihara bahkan fungsinya ditingkatkan. Sementara dalam aspek lingkungan, aspek fungsi kelestarian natural capital juga sangat diperhatikan demi kepentingan umat manusia. Dari semua itu, yang terpenting pengambilan keputusan juga berjalan sangat bersih dari beragam perilaku lobi yang bernuansa kekurangan (moral hazard) yang dipenuhi kepentingan tertentu (vested interest) dari keuntungan semata

(rent seeking). Demikianlah, hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati

oleh seluruh masyarakat secara adil melintasi (menembus) batas ruang

(inter-region) dan waktu (inter-generation).

Namun demikian, konsepsi pembangunan yang dikemukakan di atas sejalan dengan kajian terhadapnya maupun implementasi diberbagai negara dan wilayah lain, dikemukakan berbagai kelemahan. Kelemahan tersebut muncul seiring ditemukannya fenomena yang khas, antara lain kesenjangan, kemiskinan, pengelolaan public good yang tidak tepat,


(13)

lemahnya mekanisme kelembagaan dan sistem politik yang kurang berkeadilan. Kelemahan-kelemahan itulah yang menjadi penyebab hambatan terhadap gerakan maupun aliran penduduk, barang dan jasa, prestasi, dan keuntungan (benefit) dan kerugian (cost) di dalamnya. Seluruh sumber daya ekonomi dan non-ekonomi menjadi terdistorsi alirannya sehingga divergence menjadi makin parah. Akibatnya, hasil pembangunan menjadi mudah ditemukan antar wilayah, sektor, kelompok masyarakat, maupun pelaku ekonomi. implisit, juga terjadi dikotomi antar waktu dicerminkan oleh ketidakpercayaan terhadap sumberdaya saat ini karena penuh dengan berbagai resiko (high inter

temporal opportunity cost). Keadaan ini bukan saja jauh dari nilai-nilai

moral tapi juga cerminan dari kehancuran (insustainability). Ikut main di dalam permasalahan di atas adalah mekanisme pasar yang beroperasi tanpa batas. Perilaku ini tidak mampu dihambat karena beroperasi sangat massif, terus-menerus, dan dapat diterima oleh logika ekonomi disamping didukung oleh kebanyakan kebijakan ekonomi secara sistematis.

Kecenderungan globalisasi dan regionalisasi membawa sekaligus tantangan dan peluang baru bagi proses pembangunan di Indonesia. Dalam era seperti ini, kondisi persaingan antar pelaku ekonomi (badan usaha dan/ atau negara) akan semakin tajam. Dalam kondisi persaingan yang sangat tajam ini, tiap pelaku ekonomi (tanpa kecuali) dituntut menerapkan dan mengimplementasikan secara efisien dan efektif strategi bersaing yang tepat.


(14)

Dalam melaksanakan pembangunan, sudah seharusnya pemerintah melaksanakan perencanaan terlebih dahulu. Perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan yang buruk merupakan kegagalan awal dalam menentukan pencapaian tujuan, oleh karenanya proses penyusunan perencanaan ini perlu kehati-hatian dan ketelitian dengan mempertimbangkan seluruh aspek kehidupan baik itu politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berkembang, dengan memperhatikan asas demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan Nasional. Selain itu, perencanaan pembangunan disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan. Sedangkan perencanaan pembangunan pada hakekatnya bertujuan mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan, menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah. Selain itu, menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan dan mengoptimalkan partisipasi masyarakat serta menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan


(15)

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah berkewajiban untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), RPJM tersebut dituangkan ke dalam dokumen RPJMD sebagai penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah ke dalam strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program prioritas kepala daerah, dan arah kebijakan keuangan daerah.

Rancangan awal RPJMD harus berpedoman pada rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) dan memperhatikan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). RPJMN ini selanjutnya menjadi acuan untuk penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah lainnya, yaitu peraturan wali kota/ bupati tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran per tahun dari RPJMD, dan kemudian dijadikan dasar menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dan Penetapan Kinerja (Tapkin).

Rencana daerah ini juga menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) lima tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Rencana Kinerja Tahunan (Renja) SKPD. Dengan peran yang sangat penting ini, RPJMD menjadi salah satu dokumen perencanaan pembangunan yang harus disiapkan dengan cermat. Seluruh dokumen perencanaan harus selaras sehingga arah pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan dapat terfokus pada sasaran awal.


(16)

RPJMD harus memuat sasaran kinerja yang berfungsi sebagai indikator keberhasilan yang dapat dicapai lima tahun ke depan. Sasaran kinerja kemudian dijabarkan dalam sasaran tahunan yang akan memuat target yang akan dicapai dalam tahun pertama, kedua, dan seterusnya sampai tahun kelima. Dalam perumusan sasaran kinerja, dibuatlah indikator kinerja baik outcome (hasil/ manfaat) ataupun output (keluaran). Untuk itu, menjadi tantangan bagi pemerintah daerah untuk bisa menjabarkan visi, agenda penting, atau bahkan slogan sekalipun, ke dalam bentuk target kuantitatif yang akan dan harus dicapai. Ada baiknya pemerintah daerah mempertimbangkan penggunaan data kuantitatif dari daerah lain sebagai pembanding (benchmark).

Dalam penyusunan RPJMD Kabupaten Garut 2009-2014, beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan, yaitu sebagai berikut :

1. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2009 tentang RPJMD Kabupaten Garut Tahun 2009-2014;

2. Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 3 Tahun 2006 tentang RPJMD Kabupaten Garut Tahun 2006-2009;

3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);


(17)

5. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400);

6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);

7. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 8 Seri E);

Dalam rangka mengukur keberhasilan atau kegagalan atas target yang dibuat, pemerintah daerah diminta membuat pedoman pengumpulan data kinerja yang dapat mengukur keberhasilan atau kegagalan target RPJMD, RKPD, Tapkin, Renstra, dan Renja. Pedoman tersebut merupakan bagian dari sistem pengumpulan data kinerja agar dapat diperoleh data kinerja andal.

Pembangunan daerah Kabupaten Garut yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tahun 2004 s/d 2009 telah memberikan hasil yang positif dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Namun demikian, berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, masih terdapat berbagai masalah yang harus segera diatasi. Dalam upaya menanggulangi permasalahan tersebut, maka disusun RPJMD Kabupaten Garut Tahun 2009-2014, dengan mempertimbangkan pendekatan sektoral dan


(18)

kewilayahan serta melibatkan partisipasi aktif dari pemangku kepentingan di Kabupaten Garut, melalui proses penyusunan perencanaan secara politik, teknokratik, partisipatif, Top-Down dan

Buttom-Up dalam rangka meningkatkan sinergitas, sinkronisasi dan integrasi segenap potensi di Kabupaten Garut.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Garut, dengan judul Laporan KKL IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) TAHUN 2009 – 2014 DI KABUPATEN GARUT (Suatu Studi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Garut).

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka identifikasi masalahnya adalah:

1. Bagaimanakah substansi kajian dari kebijakan RPJMD Kabupaten Garut?

2. Bagaimanakah tujuan dari kebijakan RPJMD di Kabupaten Garut dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Garut?

3. Apa yang menjadi arah/ sasaran utama kebijakan keuangan daerah dari pelaksanaan RPJMD di Kabupaten garut?


(19)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi mengenai Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Garut tahun 2009 - 2014.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui bagaimana isi, arah dan tujuan dari RPJMD Kabupaten Garut.

2. Untuk mengetahui bagaimana tujuan dari pelaksanaan RPJMD Kabupaten Garut.

3. Untuk mengetahui arah/ sasaran utama kebijakan keuangan daerah dalam pelaksanaan RPJMD di Kabupaten garut.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian memiliki kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis. Adapun kegunaan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Kegunaan bagi penulis, dari hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis untuk menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan di bidang pemerintahan terutama mengenai RPJMD Kabupaten Garut.

2. Kegunaan teoritis, dari hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu sosial serta dapat dijadikan bahan acuan untuk masa yang akan datang bagi yang


(20)

melaksanakan penelitian mengenai pembahasan tentang RPJMD Kabupaten Garut.

3. Kegunaan praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi pemerintah, khususnya bagi lembaga Pemerintahan Daerah Kabupaten Garut.

1.5 Kerangka Pemikiran

Setiap peningkatan pembangunan daerah perlu didukung dengan suatu kebijakan yang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kebijakan ditujukan untuk mengarahkan tindakan-tindakan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai sesuai harapan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat dari Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier yang dikutip oleh Agustino yang menyatakan bahwa:

“Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah, keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan peradilan. Namun lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan-tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk

menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya” (Agustino,

2006:139).

Proses kebijakan baru dimulai ketika para pelaku kebijakan mulai sadar bahwa adanya situasi permasalahan, yaitu situasi yang dirasakan adanya kesulitan atau kekecewaan dalam perumusan kebutuhan, nilai dan kesempatan. Dunn berpendapat bahwa metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia: definisi, prediksi, preskripsi, deskripsi, dan evaluasi (dalam Dunn, 2003:121).


(21)

Kebijakan merupakan arah/ tindakan yang diambil oleh pemerintah daerah untuk mencapai tujuan (Perda Garut No. 7 Tahun 2009 tentang RPJMD). Suatu program kerja atau kegiatan yang telah dirumuskan dalam kebijakan tentunya mempunyai target-target atau tujuan yang ingin dicapai. Pencapaian target atau tujuan tersebut bisa dicapai atau terealisasi apabila program kerja atau kegiatan tersebut telah diimplementasikan. Oleh karena itu, pengimplementasian suatu kebijakan sangat penting terhadap berjalannya suatu kebijakan. Pengertian implementasi menurut Van Meter adalah kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan baik secara individu-individu/ pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan

(http://kertyawitaradya.wordpress.com/implementasi-kebijakan-

van-meter-van-horn).

Implementasi juga dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh suatu organisasi baik pemerintah atau swasta untuk mencapai tujuan yang diharapkan tentunya yang ada di dalam kebijakan organisasi. Implementasi kebijakan merupakan tahap-tahap yang paling penting dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi oleh tingkat keberhasilan atau tidaknya tercapai tujuan.

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal. Pertama adanya tujuan dan sasaran kebijakan. kedua adanya aktifitas atau kegiatan pencapaian tujuan. Ketiga


(22)

adanya hasil kegiatan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis dimana pelaksana kegiatan melaksanakan suatu aktifitas atau kegiatan dan implementasi itu harus diterapkan pada prakteknya bukan sekedar teori demi tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Implementasi kebijakan kaitanyanya sangat erat dengan adanya pembangunan yang berkelanjutan. Siagian memberikan pengertian

tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha

pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu

“sebagai suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya

yang dilakukan secara terencana”.

Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu sosial, para Ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan secara ilmiah. Secara sederhana pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan. Seiring dengan perkembangannya hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan


(23)

keduanya tanpa harus memisahkan secara tegas batasannya, Siagian (2008:24) dalam bukunya Administrasi Pembangunan mengemukakan:

“Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi

kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan.”

Proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi. Sebagaimana dikemukakan oleh para ahli, pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan.

Perkembangan dan kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh pembangunan yang merata di seluruh pelosok daerah. Seperti kita ketahui bahwa pembangunan di era pemerintahan Orde Lama maupun Orde Baru bersifat sentralistik (terpusat), sehingga pembangunan yang terjadi di Indonesia tidak merata sampai ke pelosok daerah. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya masyarakat di daerah-daerah terpencil yang masih belum tersentuh oleh kemajuan dari pembangunan tersebut.

Keberhasilan pembangunan dapat dinlai dari tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi dalam pembangunan, maka dalam pelaksanaannya perlu pula partisipasi masyarakat. Kartasapoetra memberikan pengertian


(24)

partisipasi rakyat dalam pembangunan adalah peranan sikap mental rakyat dalam pelaksanaan pembangunan melalui pemikiran dan perencanaan yang matang dan mantap (Kartasapoetra, 1984:69).

Berdasarkan pemikiran diatas, pemerintah di era sekarang ini sudah menerapkan Otonomi Daerah, dimana adanya pemerintahan yang bersifat desentralisasi dalam rangka pemerataan pembangunan, sehingga masyarakat di daerah-daerah terpencil dapat lebih tersentuh dengan adanya suatu pembangunan. Otonomi daerah menurut Widjaja adalah penyerahan urusan pemerintah kepada daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan (Widjaja, 2008:21).

Kebijakan pemerintah menerapkan otonomi daerah berdasarkan UU No. 32/33 Tahun 2004 dengan memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri merupakan langkah awal dalam menghilangkan kelemahan pemerintahan sentralistik pada masa yang lalu. Akibat dari perubahan tersebut di atas, maka daerah dihadapkan pada berbagai persoalan, baik dalam pemerintahan, pembangunan maupun pelayanan masyarakat.

Dengan demikian, otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dan ini dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta


(25)

potensi dan keanekaragaman daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan adanya otonomi daerah, daerah-daerah kabupaten/ kota diharapkan dapat menjalankan roda pemerintahannya sebak mungkin. Pemerintah Daerah harus melaksanakan pembangunan-pembangunan semaksimal mungkin. Dalam suatu era kepemimpinan dalam suatu daerah, program-program pembangunan tersebut biasanya tertuang dalam suatu perencanaan pembangunan, baik itu jangka tahunan, jangka menengah maupun jangka panjang.

Seorang kepala daerah dalam menjabat sebagai bupati atau walikota sudah semestinya mempunya suatu kebijakan mengenai Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD merupakan dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahun, yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah, yang memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program susunan organisasi perangkat daerah, lintas susunan organisasi perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Dalam suatu RPJMD terdapat perencanaan mengenai pembangunan tersebut. Perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan yang buruk merupakan kegagalan awal dalam menentukan pencapaian tujuan,


(26)

oleh karenanya proses penyusunan perencanaan ini perlu kehati-hatian dan ketelitian dengan mempertimbangkan seluruh aspek kehidupan baik itu politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berkembang, dengan memperhatikan asas demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan Nasional. Selain itu, perencanaan pembangunan disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan. Sedangkan perencanaan pembangunan pada hakekatnya bertujuan mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan, menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah. Selain itu, menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan dan mengoptimalkan partisipasi masyarakat serta menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Sebagaimana daerah lainnya di Indonesia, Pemerintah Kabupaten Garut mempunyai kebijakannya sendiri mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD Kabupaten Garut Tahun 2009-2014 disusun melalui tahapan perencanaan partisipatif dengan mengedepankan proses evaluasi, proyeksi dan analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan daerah Kabupaten Garut.


(27)

Kebijakan Pembangunan Kabupaten Garut tahun 2010 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bupati Garut Nomor 395 Tahun 2009 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Garut Tahun 2010 merupakan pelaksanaan tahun pertama dari Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Garut Tahun 2009-2014. Dalam dokumen tersebut dimuat arah dan tujuan pembangunan yang akan dicapai selama periode satu tahun, dengan kontribusi dari seluruh sumber dana yaitu APBD Kabupaten Garut, APBD Provinsi Jawa Barat dan APBN, serta sumber lainnya. Sebagai implementasi dari kebijakan pembangunan tahunan yang telah ditetapkan dalam RKPD Kabupaten Garut Tahun 2010, perlu mendapat dukungan kebijakan penganggarannya yang dituangkan dalam Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD), sebagai acuan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).

Penyusunan KU-APBD Tahun 2010, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang pelaksanaannya berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Berdasarkan ketentuan pasal 1 Peraturan


(28)

Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, KU-APBD merupakan dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode satu tahun.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa sebagai tindak lanjut dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), maka disusun Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) sebagai kerangka umum kebijakan pembangunan tahunan daerah dan yang mengatur rincian perkiraan alokasi anggaran serta merupakan pedoman dalam penyusunan rancangan APBD. Oleh karena itu, KU-APBD disusun untuk mensinkronisasikan antara RPJMD dan rencana pembangunan tahunan yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang operasionalisasinya sebagaimana tertuang di dalam pasal 85 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 bahwa Rancangan KUA memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi penyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah, dan strategi pencapaiannya yang disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.


(29)

Kebijakan Umum APBD (KU-APBD) Tahun Anggaran 2010 ini disusun dengan mengacu pula pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010 yang meliputi: tantangan dan prioritas pembangunan tahun 2010; pokok-pokok kebijakan penyusunan APBD; teknis penyusunan APBD; dan hal-hal khusus.

Kerangka pemikiran dalam KU-APBD Tahun Anggaran 2010 lebih difokuskan pada landasan kebijakan, bahwa aspek pelayanan umum, pengelolaan keuangan daerah, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, harus dapat dilaksanakan secara adil dan selaras, dengan memperhatikan pula peluang, tantangan dan kompetisi dalam persaingan global, dengan tetap mempertimbangkan daya dukung lingkungan serta memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karenanya, Pemerintah Kabupaten Garut harus dapat merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan untuk memberikan pelayanan, peningkatan prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang disertai dengan memberikan perhatian terhadap berbagai aspirasi masyarakat yang berkembang, seperti kebutuhan akan penguatan pembangunan berbasis pedesaan, tuntutan untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintahan daerah dan transparasi pengelolaan keuangan daerah termasuk aspirasi masyarakat terhadap pembentukan wilayah otonomi baru.

Karenanya, langkah-langkah strategis dalam konteks mewujudkan sistem manajemen keuangan yang baik merupakan tuntutan sekaligus


(30)

kebutuhan yang tak terelakkan dalam dinamika pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Garut. Kriteria daya guna dan hasil guna harus tetap menjadi fokus perhatian, melalui pendekatan yang mempertimbangkan tersedianya sumber daya manusia, dana dan peralatan untuk mendapatkan ketepatan, kepastian dan kecepatan hasil yang harus dicapai. Ukuran daya guna dan hasil guna itu dapat dilihat pada besaran manfaat dan pelayanan yang akan dirasakan oleh masyarakat. Berdasarkan hal itu, maka Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 harus memperhatikan hal–hal sebagai berikut :

1. Perlunya sinkronisasi antara kebijakan Pemerintah Kabupaten Garut dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat maupun Pemerintah Pusat. 2. Perlunya peningkatan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan

Pemerintah Daerah, agar dapat meningkatkan rasionalitas pembiayaan kegiatan pembangunan Daerah.

3. Perlunya konsistensi hasil perumusan skala prioritas, yang selama ini seringkali dihadapkan kepada kesulitan dalam penetapan prioritas anggaran, terutama karena sulitnya memadukan kebutuhan dengan kapasitas sumber daya yang dimiliki.

4. Perlunya peningkatan profesionalisme aparatur Pemerintah Daerah di seluruh tingkatan dalam pengelolaan anggaran publik.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis menyusun definisi operasional sebagai berikut :

1. Implementasi adalah suatu proses atau suatu aktivitas yang digunakan untuk mentransfer ide/ gagasan, program atau


(31)

harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk rancangan pembangunan desain (tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut. 2. Implementasi kebijakan RPJMD Kabupaten Garut:

a. Substansi kebijakan RPJMD sebagai kebijakan-kebijakan yang diambil dalam rangka mengimplementasikan program-program prioritas pembangunan kepala daerah disesuaikan dengan visi misi, tujuan dan sasaran pembangunan yang ditetapkan

b. Tujuan dari pelaksanaan RPJMD Kabupaten Garut untuk melaksanakan pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Garut. c. Arah/ sasaran kebijakan RPJMD Kabupaten Garut ditetapkan

dengan maksud untuk memberikan arah sekaligus menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan baik bagi pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan Kabupaten Garut yang berkesinambungan.

3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahun, yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah, yang memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Susunan Organisasi Perangkat Daerah, lintas Susunan Organisasi Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka


(32)

pendanaan yang bersifat indikatif.

Berdasarkan uraian di atas, penulis membuat model kerangka pemikiran sebagai berikut :

Gambar 1.1

Model Kerangka Pemikiran

1.6 Metode Laporan KKL 1.6.1 Metode Laporan KKL

Sesuai dengan masalah yang diteliti pada saat ini yang berhubungan dengan yang terjadi sekarang, maka dasar-dasar yang digunakan untuk mencari kebenaran dalam penulisan laporan KKL adalah berdasarkan suatu metode. Metode tersebut dapat lebih mengarahkan penyusunan dalam melakukan penelitian dan pengamatan. Metode penulisan laporan KKL merupakan rencana dan rancangan cara pengumpulan data dan menganalisa agar dapat dilaksanakan secara

Hasil

Substansi Kajian dari RPJMD Kabupaten

Garut 2009-2014

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RPJMD KABUPATEN GARUT 2009-2014

Peningkatan Pembangunan dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Garut

Tujuan dari Pelaksanaan RPJMD Kabupaten

Garut

Arah/ Sasaran Utama Kebijakan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan


(33)

ekonomis serta serasi dengan tujuan penulisan, sehingga pencapaian dari suatu penulisan dapat terpaparkan dengan baik.

Metode dalam penulisan Laporan KKL ini menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu memaparkan situasi atau peristiwa yang berhubungan antara gejala satu dengan yang lainnya, sejalan dengan pengertian deskriptif menurut Best bahwa: ”Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya ( Best, 1982:119).

Penelitian ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini penulis tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Dengan metode deskriptif, penelitian memungkinkan untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal. Disamping itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian, dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadan dan kejadian sekarang. Mereka melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.

Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan sobjek yang diteliti secara tepat. Dalam perkembangan akhir-akhir ini, metode penelitian deskriptif juga banyak di lakukan oleh para penelitian karena dua alasan. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan penelitian di lakukan dalam bentuk


(34)

deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai Implementasi Kebijakan RPJMD 2009 – 2014 di Kabupaten Garut.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

1) Studi lapangan:

a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara menghimpun data dengan melakukan praktek kerja lapangan langsung ke instansi terkait. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta empiris yang tampak (kasat mata).

b. Wawancara, dilakukan oleh penulis dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada narasumber yaitu kepada anggota Bappeda Kabupaten Garut.

c. Dokumentasi, teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan dokumen-dokumen tertulis, gambar, foto, atau benda-benda lainnya yang berkaitan dengan aspek-aspek yang diteliti. Penulis mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen yang dimiliki oleh Kantor Bappeda Kabupaten Garut.


(35)

Penelitian Kepustakaan, dilakukan dengan cara mempelajari, mendalami, dan mengutip teori-teori atau konsep-konsep dari sejumlah literatur, baik buku, jurnal, majalah, koran, atau karya tulis lainnya yang relevan dengan topik, fokus atau variabel penelitian.

1.6.3 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive (pengambilan informan berdasarkan tujuan). Teknik penentuan informan ini adalah siapa yang akan diambil sebagai anggota informan diserahkan pada pertimbangan pengumpul data yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Menurut Sugiyono, teknik pengambilan sampel purposif adalah:

“Teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

tertentu. Pertimbangan tertentu dapat diartikan bahwa informan yang kita pilih dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti” (Sugiyono, 2005:54).

Penentuan informan dalam penelitian ini berdasarkan objek yang diteliti dan berdasarkan keterkaitan informan tersebut dengan penelitian. Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan yang berkaitan dengan Implementasi Kebijakan RPJMD 2009-2014 di Kabupaten Garut. Adapun informan dalam penulisan Laporan KKL ini yaitu :

1. Kepala Bappeda Kabupaten Garut sebagai orang yang berperan atas proses didalam merancang dan melaksanakan RPJMD Kabupaten Garut.


(36)

2. Sekretaris Bappeda Kabupaten Garut sebagai orang yang sangat berperan ikut serta dalam membantu merancang kebijakan RPJMD.

3. Kepala Badan bidang pemerintahan, ekonomi, sosial & budaya, serta prasarana daerah sebagai orang-orang yang sangat mengetahui tentang kondisi perekonomian, social & budaya, prasarana daerah yang sangat berperan juga dalam proses pembuatan RPJMD.

1.6.4 Teknik Analisa Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, yaitu suatu kegiatan yang mengacu pada penelaahan atau pengujian yang sistematik mengenai suatu hal dalam rangka menentukan bagian-bagian hubungan diantara bagian dalam keseluruhan.

Terdapat unsur utama dalam proses analisis data pada penelitian kualitatif dimana terbagi menjadi :

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah bagian dari proses analisis untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting, dan mengatur data sehingga dapat dibuat kesimpulan.

2. Sajian Data

Sajian data adalah susunan informasi yang memungkinkan dapat ditariknya suatu kesimpulan. Sajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya, namun yang sering digunakan untuk penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif, karena akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan sesuatu selanjutnya.

3. Penarikan Kesimpulan

Pada penelitian kualitatif tidak akan ditarik kecuali setelah diproses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif


(37)

adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum pasti sehingga setelah diteliti menjadi jelas berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Kesimpulan yang dibuat perlu diverifikasi dengan cara melihat dan mempertayakannya kembali. Sambil meninjau secara sepintas pada catatan lapangan untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat. (Sugiyono, 2005:92-99).

Berdasarkan hal di atas maka dapat diartikan bahwa teknik analisis data merupakan proses dari Reduksi data yaitu dengan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Langkah selanjutnya adalah penyajian data, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Terakhir yaitu kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum pasti sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal tetapi mungkin juga tidak karena seperti yang telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penulis berada di lapangan.

Mencermati hal tersebut, sehingga teknik analisis data yang dipakai penulis adalah analisis deskriptif karena paling sesuai dengan penelitian yang sedang dilakukan yaitu suatu kegiatan yang mengacu pada penelaahan atau pengujian yang sistematik mengenai suatu hal dalam rangka menentukan bagian-bagian hubungan diantara bagian dalam


(38)

keseluruhan. Pengartiannya yaitu analisis data yang memiliki unsur utama reduksi data, sajian data hingga penarikan kesimpulan.

1.7 Lokasi dan Jadwal KKL

Lokasi yang diambil sebagai tempat pelaksanaan KKL adalah di Kantor Bappeda Kabupaten Garut yang beralamat di Jl. Patriot No. 8

Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut, Tlp. 0262-233063. Penjadwalan penulisan Laporan KKL dimulai dari pengajuan surat KKL sampai dengan pengumpulan laporan dapat diihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 1.1

Jadwal Pelaksanaan KKL

No Kegiatan Tahun 2010

Jul Agus Sept Okt Nov

1

Mengajukan surat ke kantor

Bappeda Kab. Garut

2

Pelaksanaan Kuliah Kerja

Lapangan 3 Pengumpulan

data 4 Analisis Data 5 Penulisan

laporan 6 Pengumpulan


(39)

30 2.1 Implementasi

Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan Wildavsky mengemukakan implementasi sebagai evaluasi, sedangkan Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa

”implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”

(dalam Nurdin dan Usman, 2004:70). Sedangkan Menurut Patton dan Sawicki seperti yang dikutip oleh Hessel Nogi S. Tangkilisan mengatakan bahwa:

”Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan

untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisisr, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unti dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk yang dapat

diikuti dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan”

(Tangkilisan, 2003:9).

Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek berikutnya yaitu pembangunan. Rippley dan Franklin seperti yang dikutip oleh Hessel


(40)

Nogi S. Tangkilisan dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publik yang

Membumi mengemukakan bahwa tiga kegiatan utama yang paling penting

dalam implementasi keputusan adalah:

1. Penafsiran yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.

2. Organisasi yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan.

3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya.

(Tangkilisan, 2003:18)

Dalam kenyataannya, implementasi merupakan proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan. Dalam konteks implementasi pebangunan pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di atas memberikan tekanan pada proses. Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu aktivitas yang digunakan untuk mentransfer ide/gagasan, program atau harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk rancangan pembangunan desain (tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut. Masing-masing pendekatan itu mencerminkan tingkat pelaksanaan yang berbeda.

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal. Pertama adanya tujuan dan sasaran kebijakan. kedua adanya aktifitas atau kegiatan pencapaian tujuan. Ketiga

adanya hasil kegiatan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis dimana pelaksana kegiatan melaksanakan suatu aktifitas atau kegiatan dan implementasi itu harus diterapkan pada prakteknya bukan sekedar


(41)

teori demi tercapainya kesejahteraan masyarakat (Tangkilisan, 2003:20). Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi:

1. Program dirancang dengan landasan yang jelas, dengan kelompok sasaran, perubahan perilaku, dan tujuan yang jelas.

2. Pendukung kebijakan memuat arahan dan struktur organisasi yang tepat sehingga memaksimalkan proses pelaksanaan.

3. Pemimpin lembaga punya keterampilan manajerial dan politik yang memadai.

4. Program didukung oleh kelompok konstituen yang terorganisasi dengan dukungan legislatif yang kuat.

5. Prioritas kebijakan tidak diganggu oleh konflik diantara perumus kebijakan dan perubahan kondisi sosial- ekonomi.

2.2 Kebijakan Publik

Banyak sekali definisi tentang kebijakan publik. Sebagian besar ahli memberi pengertian kebijakan publik dalam kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap akan membawa pengaruh positif bagi kehidupan warga negaranya. Bahkan dalam pengertian yang lebih luas kebijakan publik

acapkali diartikan sebagai “apapun yang dipilih oleh pemerintah apakah untuk dilakukan atau tidak dilakukan”. Apa yang dikemukakan diatas

merujuk ke semua keputusan pemerintah untuk memutuskan atau tidak memutuskan sesuatu atas masalah yang dihadapinya. Menurutnya, kebijakan pemerintah tidak hanya merujuk kepada apa yang dilakukan


(42)

dan diputuskan oleh pemerintah untuk dilakukan, tetapi ketika pemerintah tidak melakukan tindakan apapun atas isu yang berkembang juga merupakan kebijakan publik dari pemerintah.

Kebijakan publik tidak didefinisikan sebagai sesuatu yang ditetapkan secara tiba-tiba dan tanpa sesuatu sebab atau sebagai sesuatu yang aksidental, tetapi kebijakan publik adalah tindakan atau keputusan pemerintah untuk merespon tekanan-tekanan untuk kemudian diambil tindakan tersebut. Dengan demikian kebijakan publik adalah tindakan pemerintah atas sesuatu masalah yang dipilih dari alternatif-alternatif tindakan yang menghasilkan keputusan dalam bentuk undang-undang, pernyatan publik, peraturan pemerintah dan secara luas diterima dan publik melihatnya sebagai pola tindakan.

Secara ringkas dapat didefinikan bahwa kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak.

Proses kebijakan baru dimulai ketika para pelaku kebijakan mulai sadar bahwa adanya situasi permasalahan, yaitu situasi yang dirasakan adanya kesulitan atau kekecewaan dalam perumusan kebutuhan, nilai dan kesempatan. Dunn berpendapat bahwa metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam


(43)

pemecahan masalah manusia: definisi, prediksi, preskripsi, deskripsi, dan evaluasi (Dunn, 2003:121). Dalam analisis kebijakan prosedur-prosedur tersebut memperoleh nama-nama khusus, yakni:

1. Perumusan Masalah: perumusan masalah (definisi) menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan.

2. Peramalan: peramalan (prediksi) menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan. 3. Rekomendasi: rekomendasi (preskripsi) menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan masalah.

4. Pemantauan: pemantauan (deskripsi), menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan.

5. Evaluasi: evaluasi, yang mempunyai nama sama dengan yang dipakai dalam bahasa sehari-hari, menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.

William N. Dunn (2003:116) mengemukakan bahwa analisis

kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan.


(44)

Weimer and Vining (1998:1): The product of policy analysis is advice. Specifically, it is advice that inform some public policy decision. Jadi analisis kebijakan publik lebih merupakan nasehat atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan publik yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan juga berbagai alternatif kebijakan yang mungkin bisa diambil dengan berbagai penilaiannya berdasarkan tujuan kebijakan.

Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan.

Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik berpijak pada permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas. Dunn (2003: 117) membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan publik, yaitu:


(45)

1. Analisis kebijakan prospektif: Analisis Kebijakan Prospektif yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan.

2. Analisis kebijakan retrospektif: Analisis Kebijakan Retrospektif adalah sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3 tipe analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok analis ini yakni analis yang berorientasi pada disiplin, analis yang berorientasi pada masalah dan analis yang berorientasi pada aplikasi. Tentu saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan kelemahan.

3. Analisis kebijakan yang terintegrasi: Analisis Kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat.


(46)

Beragamnya pengertian mengenai kebijakan publik ini tidak bisa dihindarkan, karena kata kebijakan merupakan penjelasan ringkas yang berupaya untuk menerangkan berbagai kegiatan mulai dari pembuatan keputusan-keputusan, penerapan dan evaluasinya. Begitu banyak upaya untuk mendefinisikan kebijakan publik secara tegas dan jelas, namun pengertiannya tetap saja menyentuh wilayah-wilayah yan seringkali tumpang tindih, ambigu dan luas. Beberapa kalangan mendefinisikan kebijakan publik hanya sebatas dokumen-dokumen resmi, seperti perundang-undangan dan peraturan pemerintah. Sebagian lagi mengartikan kebijakan publik sebagai pedoman, acuan, strategi dan kerangka tindakan yang dipilih atau ditetapkan sebagai garis besar atau

roadmap pemerintah dalam melakukan kegiatan pembangunan.

Definisi-definisi tersebut memperlihatkan luasnya aspek dari kebijakan publik dan oleh karenanya tidak dapat diklaim bahwa salah satu dari definisi tersebut yang paling tepat. Semua definisi bersifat saling melengkapi. Oleh karenanya, dapat disimpulkan adanya enam komponen pokok dari kebijakan publik yang kesemuanya merupakan satu kesatuan, yakni :

1. Merepresentasikan antara mengambil tindakan atau tidak mengambil tindakan.

2. Melibatkan sejumlah aktor baik formal maupun informal di dalam pemerintahan atau di luar pemerintahan.

3. Mencakup berbagai tipe tindakan kebijakan publik.


(47)

5. Kebijakan publik menimbulkan konsekwensi yang dikehendaki atau tidak dikehendaki.

6. Diikuti oleh langkah-langkah yang telah ditetapkan, keputusan, dan tahap pasca keputusan atas proses pembuatan kebijakan.

2.3 Perencanaan

Dalam manajemen, perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain seperti pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tidak akan dapat berjalan.

Rencana dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.

Stephen Robbins (http://www.librarything.com/author) mengemukakan empat tujuan perencanaan. Tujuan pertama adalah untuk memberikan pengarahan baik untuk atasan maupun bawahan


(48)

nonmanajerial. Dengan rencana, karyawan dapat mengetahui apa yang harus mereka capai, dengan siapa mereka harus bekerja sama, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa rencana, departemen dan individual mungkin akan bekerja sendiri-sendiri secara serampangan, sehingga kerja organisasi kurang efesien.

Tujuan kedua adalah untuk mengurangi ketidakpastian. Ketika seorang manajer membuat rencana, ia dipaksa untuk melihat jauh ke depan, meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan menyusun rencana untuk menghadapinya.

Tujuan ketiga adalah untuk meminimalisir pemborosan. Dengan kerja yang terarah dan terencana, pegawai dapat bekerja lebih efesien dan mengurangi pemborosan. Selain itu, dengan rencana, seorang pemimpin juga dapat mengidentifikasi dan menghapus hal-hal yang dapat menimbulkan inefesiensi dalam perusahaan.

Tujuan yang terakhir adalah untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu proses pengontrolan dan pengevaluasian. Proses pengevaluasian atau evaluating adalah proses membandingkan rencana dengan kenyataan yang ada. Tanpa adanya rencana, manajer tidak akan dapat menilai kinerja perusahaan.

Perencanaan terdiri dari dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan rencana itu sendiri (plan). Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu, grup, atau seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan.


(49)

Sasaran dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sasaran yang dinyatakan (stated goals) dan sasaran riil. Stated goals adalah sasaran yang dinyatakan organisasi kepada masyarakat luas. Sasaran seperti ini dapat dilihat di piagam perusahaan, laporan tahunan, pengumuman humas, atau pernyataan publik yang dibuat oleh manajemen. Seringkali

stated goals ini bertentangan dengan kenyataan yang ada dan dibuat hanya untuk memenuhi tuntutan stakeholder pemerintahan. Sedangkan sasaran riil adalah sasaran yang benar-benar dinginkan oleh pemerintah. Sasaran riil hanya dapat diketahui dari tindakan-tindakan organisasi beserta anggotanya.

Ada dua pendekatan utama yang dapat digunakan pemerintah untuk mencapai sasarannya. Pendekatan pertama disebut pendekatan tradisional. Pada pendekatan ini, pembuat kebijakan memberikan sasaran-sasaran umum, yang kemudian diturunkan oleh bawahannya menjadi sub-tujuan (subgoals) yang lebih terperinci. Bawahannya itu kemudian menurunkannya lagi kepada anak buahnya, dan terus hingga mencapai tingkat paling bawah. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pembuat kebijakan adalah orang yang tahu segalanya karena mereka telah melihat gambaran besar keadaan masyarakat.

Pendekatan kedua disebut dengan management by objective atau MBO. Pada pendekatan ini, sasaran dan tujuan pemerintah tidak ditentukan pemimpin saja, tetapi juga oleh karyawan. pemimpin dan bawahan bersama-sama membuat sasaran-sasaran yang ingin mereka


(50)

capai. Dengan begini, bawahan akan merasa dihargai sehingga produktivitas mereka akan meningkat.

2.4 Pembangunan

Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah berkembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik, pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan pendahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelan-jutan. Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004:78). Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan. Ada pun mekanismenya menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai aspirasi


(51)

yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.

Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. Menurut Riyadi pembangunan adalah sumua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005:275). Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana,

yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana” (www.wilkipedia.org).

Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan westernisasi. Seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada aspek perubahan, dimana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara kese-luruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal


(52)

tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005:277).

Pembangunan (development) dapat diartikan sebagai proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya. Portes mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat (www.wilkipedia.org).

Menurut Deddy T. Tikson (2005:132) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, fasilitas rekreasi, dan


(53)

partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan, antara lain dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/ sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.

Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/

group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/

perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi.

Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan ma-syarakat yang menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun tidak lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan industri, melainkan telah merambah ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, modernisasi diartikan sebagai proses trasformasi dan perubahan dalam masyarakat yang meliputi segala aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial, budaya, dan sebagainya.

Oleh karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional menjadi


(54)

modern, yang pada awal mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat modern, menggantikan alat-alat yang tradisional.

Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu sosial, para Ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan secara ilmiah. Secara sederhana pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan. Seiring dengan perkembangannya hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa harus memisahkan secara tegas batasannya, Siagian dalam bukunya Administrasi Pembangunan mengemukakan,

“Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi

kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan.”

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangunan. Dalam


(55)

hal ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.

2.5 Indikator Pengukuran Keberhasilan Pembangunan

Penggunaan indikator dan variable pembangunan bisa berbeda untuk setiap Negara. Di Negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah. Sebaliknya, di Negara-negara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut, indikator pembangunan akan bergeser kepada faktor-faktor sekunder dan tersier (Tikson, 2005:93).

Sejumlah indikator ekonomi yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga internasional antara lain pendapatan perkapita (GNP atau PDB), struktur perekonomin, urbanisasi, dan jumlah tabungan. Disamping itu terdapat pula dua indikator lainnya yang menunjukkan kemajuan pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa atau daerah yaitu Indeks Kualitas Hidup (IKH atau PQLI) dan Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Berikut ini, akan disajikan ringkasan Deddy T. Tikson (2005:98) terhadap kelima indikator tersebut :

1. Pendapatan perkapita

Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu indikaor makro-ekonomi yang telah lama


(56)

digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tampaknya pendapatan per kapita telah menjadi indikator makro ekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi). Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi.

2. Struktur ekonomi

Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan mencerminkan transformasi struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan peningkatan per kapita, konstribusi sektor manupaktur/ industri dan jasa terhadap pendapatan nasional akan meningkat terus. Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat upah akan meningkatkan permintaan atas barang-barang industri, yang akan diikuti oleh perkembangan investasi dan perluasan tenaga kerja. Dilain pihak,


(57)

kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional akan semakin menurun.

3. Urbanisasi

Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di wilayah perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama dengan nol. Sesuai dengan pengalaman industrialisasi di Negara-negara Eropa Barat dan Amerika Utara, proporsi penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengn proporsi industrialisasi. Ini berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan semakin tinggi sesuai dengan cepatnya proses industrialisasi. Di negara-negara industri, sebagain besar penduduk tinggal di wilayah perkotaan, sedangkan di negara-negara yang sedang berkembang proporsi terbesar tinggal di wilayah pedesaan. Berdasarkan fenomena ini, urbanisasi digunakan sebagai salah satu indikator pembangunan. 4. Angka Tabungan

Perkembangan sektor manufaktur/ industri selama tahap industrialisasi memerlukan investasi dan modal. Finansial capital

merupakan faktor utama dalam proses industrialisasi dalam sebuah masyarakat, sebagaimana terjadi di Inggris pada umumnya Eropa pada awal pertumbuhan kapitalisme yang disusul oleh revolusi industri. Dalam masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi, modal usaha ini dapat dihimpun melalui tabungan, baik swasta maupun pemerintah. 5. Indeks Kualitas Hidup


(58)

IKH atau Physical Qualty of life Index (PQLI) digunakan untuk mengukur kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Indeks ini dibuat indikator makro ekonomi tidak dapat memberikan gambaran tentang kesejahteraan masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi. Misalnya, pendapatan nasional sebuah bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa diikuti oleh peningkatan kesejahteraan sosial. Indeks ini dihitung berdasarkan kepada: (1) angka rata-rata harapan hidup pada umur satu tahun, (2) angka kematian bayi, dan (3) angka melek huruf. Dalam indeks ini, angka rata-rata harapan hidup dan kematian bayi akan dapat menggambarkan status gizi anak dan ibu, derajat kesehatan, dan lingkungan keluarga yang langsung berasosiasi dengan kesejahteraan keluarga. Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf, dapat menggambarkan jumlah orang yang memperoleh akses pendidikan sebagai hasil pembangunan. Variabel ini menggambarkan kesejahteraan masyarakat, karena tingginya status ekonomi keluarga akan mempengaruhi status pendidikan para anggotanya. Oleh para pembuatnya, indeks ini dianggap sebagai yang paling baik untuk mengukur kualitas manusia sebagai hasil dari pembangunan, disamping pendapatan per kapita sebagai ukuran kuantitas manusia. 6. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)

The United Nations Development Program (UNDP) telah

membuat indikator pembangunan yang lain, sebagai tambahan untuk beberapa indikator yang telah ada. Ide dasar yang melandasi dibuatnya indeks ini adalah pentingnya memperhatikan kualitas sumber daya


(1)

(2)

1. Identitas Diri

Nama Lengkap : Yusuf Abdul Latif

Tempat & Tanggal Lahir : Garut, 21 September 1987 Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Lengkap : Jl. Bayongbong KM 3 Muara Sanding Garut Nama Ayah : H. Abdul Halim Lc.

Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Ibu : Hj. Lilis Nurjannah Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat Orang Tua : Jl. Bayongbong KM 3 Muara Sanding Garut

2. Pendidikan Formal

a. TK Al-Musadadiyyah Garut Lulus Tahun 1993 b. MI Al-Khoiriyyah Garut Lulus Tahun 1999

c. Pondok Modern Gontor Ponorogo Tahun 1999-2000 d. MTs Negeri 1 Garut Lulus Tahun 2001

e. SMU Negeri 1 Garut Lulus Tahun 2004

f. Universitas Al-Azhar Kairo Mesir Tahun 2004-2007

g. Universitas Komputer Indonesia Bandung Tahun 2007-sekarang

3. Pendidikan Non Formal:

a. Lembaga Bimbingan Belajar Ganesha Operation Garut (2000-2001).

b. Lembaga Bimbingan Belajar SSC Sony Sugema College Garut (2002-2004).

c. Kursus B.Arab Al-Arabi Kairo Mesir (2005-2006). d. Kursus B. Inggris Beverly Garut (2007).

e. Kursus B. Inggris EF Bandung (2009).

f. Latihan Dasar Kepemimpinan SEMA Unikom di Bandung (2007). g. Seminar “Public Speaking” Hima IP Unikom Bandung (2008).


(3)

207

h. Mentoring Pemerintahan Islam yang diselenggarakan Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UNIKOM, Bandung, 9 September 2008.

i. Sosialisasi Nasional UUD 1945 Pasca Amandemen Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Garut, 10 Februari 2008.

j. Seminar Nasional Mahasiswa Ilmu Pemerintahan se-Indonesia dalam rangka pertemuan Forum Komunikasi & Kerja Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Indonesia (FOKKERMAPI) di Samarinda Kalimantan Timur, 15 Desember 2008.

k. Kongres Nasional Mahasiswa Ilmu Pemerintahan se-Indonesia (FOOKKERMAPI) di Samarinda Kalimantan Timur, 16 Desember 2008.

l. Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) Nasional Mahasiswa Ilmu Pemerintahan se-Indonesia di Samarinda Kalimantan Timur, 17 Desember 2008.

m. Seminar Penanggulangan Bahaya Narkoba dan Aids oleh Kepolisian Resort Kota Besar (Kapolrestabes) Bandung di Unikom (2009)

n. Seminar Nasional “Kepemimpinan Nasional di Indonesia Pasca Reformasi” yang diselenggarakan Universitas Langlangbuana, Bandung, 14 Maret 2009.

o. Pelatihan Komputer Nasional (Internet & Pengenalan Website) Pondok Pesantren se-Indonesia, yang diselenggarakan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia yang bekerjasama dengan Pondok Pesantren Al-Musaddadiyah Garut, 16-19 Maret 2009.

p. Pelatihan Mahasiswa Peneliti “Pengembangan Mahasiswa Berprestasi Melalui Peningkatan Kesiapan Mahasiswa dalam Melaksanakan Penelitian Skripsi di Prodi IP” yang diselenggarakan Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Komputer Indonesia, Bandung, 7 April 2009.


(4)

q. Pelatihan Komputer Nasional (MS Word, Access, dan Excel) Pondok Pesantren se-Indonesia, yang diselenggarakan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia yang bekerjasama dengan Pondok Pesantren Al-Musaddadiyah Garut, 20-24 April 2010.

4. Pengalaman Organisasi dan Pengalaman Kerja: a. Ketua OSIS MTs Negeri 1 Garut Tahun 2000

b. Anggota Pengurus Organisasi Keluarga Paguyuban Masyarakat Jawa Barat (KPMJB) Kairo Mesir periode 2004-2005

c. Kepala Departemen Penalaran Mahasiswa Jurusan Ushuluddin Universitas Al-Azhar Periode 2005-2006.

d. Ketua Departemen Olah Raga Siliwangi Organisasi Keluarga Paguyuban Masyarakat Jawa Barat (KPMJB) Kairo Mesir Periode 2005-2006.

e. Wakil Ketua Organisasi Keluarga Paguyuban Masyarakat Jawa Barat (KPMJB) Kairo Mesir Periode 2006-2007.

f. Wakil ketua HIMA IP UNIKOM Periode 2007-2008.

g. Kepala Departemen Kesejahteraan Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UNIKOMPeriode 2008-2009.

h. Agen Biro Perjalanan pada Travel SKYTRAX di Kairo Mesir,Tahun 2006.

i. Mediator pengurusan mahasiswa baru Universitas Al-Azhar, Tahun 2005.

Demikian riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya.

Bandung, November 2010


(5)

209


(6)