E. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini yaitu: 1.
Mengetahui  seberapa  baik  tingkat  keterbukaan  diri  siswa  dalam komunikasi antar teman sebaya kelas XI di SMA Pangudi Luhur Sedayu
tahun ajaran 20162017. 2.
Mengidentifikasi pengukuran item yang rendah untuk diusulkan menjadi topik-topik  bimbingan  pribadi  sosial  agar  siswa  semakin  memiliki
keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya.
F. Manfaat Penelitian
Adanya  penelitian  ini,  peneliti  berharap  muncul  beberapa  manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Hasil  penelitian  ini  diharapkan  memberikan  sumbangan  bagi pengembangan  ilmu  Bimbingan  dan  Konseling  khususnya  mengenai
keterbukaan diri siswa dalam komunikasi antar teman sebaya. 2.
Secara Praktis
a. Bagi  guru  Bimbingan  dan  Konseling  di  SMA  Pangudi  Luhur
Sedayu.
Hasil  penelitian  ini  diharapkan  dapat  dipergunakan  guru Bimbingan dan Konseling dalam upaya meningkatkan keterbukaan
diri siswa dalam komunikasi antar teman sebaya dan masukan pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pelayanan  Bimbingan  dan  Konseling  yang  diharapkan  berfungsi
untuk meningkatkan keterbukaan diri siswa.
b. Bagi siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu.
Siswa  semakin  memiliki  keterbukaan  diri  yang  positif sehingga mampu berkomunikasi secara efektif pada teman sebaya,
responsif  terhadap  kebutuhan  orang  lain,  serta  menerima  dan
hormat pada teman.
G. Batasan Istilah
Keterbukaan  diri  dalam  komunikasi  antar  teman  sebaya  merupakan kemampuan  seseorang  untuk  mengungkapkan  informasi  diri,  memberikan
tanggapan secara tepat baik verbal maupun nonverbal terhadap stimulus yang datang dan menyadari perasaan serta pikiran  yang dilontarkan individu  pada
tingkat  usia  yang  sama.  Keterbukaan  diri  bertujuan  agar  individu  mampu mencapai  hubungan  yang  kuat,  stabil,  dekat  dan  penuh  perhatian  yang
menentukan bagaimana perkembangan kemampuan menjalin hubungan pada
masa berikutnya.
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini  memaparkan hakikat keterbukaan diri  dalam komunikasi, hakikat teman  sebaya,  hakikat  bimbingan  pribadi  sosial,  kajian  penelitian  yang  relevan
dan kerangka berfikir.
A. Hakikat Keterbukaan Diri dalam Komunikasi
1. Pengertian Keterbukaan Diri dalam Komunikasi
Devito  2011,  menyatakan  bahwa  keterbukaan  diri  self- disclosure  adalah  jenis  komunikasi  dimana  kita  mengungkapkan
informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan. Jadi,
suatu pengakuan yang dilakukan secara terbuka ataupun pernyataan yang tidak  disengaja  yang  di  dalamnya  berisi  informasi  tentang  diri  sendiri,
semuanya dapat  digolongkan ke dalam  self-disclosure.  Keterbukaan diri dalam  komunikasi  merupakan  salah  satu  keterampilan  sosial  yang
penting  dimiliki  oleh  individu.  Self-disclosure  dapat  diartikan  sebagai penyingkapan diri, atau keterbukaan diri.
Keterbukaan  diri  dalam  komunikasi  adalah  mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta
memberikan  informasi  tentang  masa  lalu  yang  relevan  atau  berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini. Tanggapan terhadap orang
lain atau terhadap kejadian tertentu lebih melibatkan perasaan. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu
yang  telah  dikatakan  atau  dilakukan,  atau  perasaan  kita  terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan  Johnson, 1981.
Gordon  1999  menjelaskan  bahwa  orang  dapat  mengungkapkan diri
dengan menggunakan
I-Message yaitu
pernyataan yang
mengungkapkan  diri  pikiran,  perasaan  dan  kebutuhan  kepada  mitra komunikasi secara deskriptif, otentik, jujur, dan apa adanya. Orang yang
terampil  mengungkapkan  diri  adalah  orang  yang  mampu  untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan kebutuhan secara tepat,  jujur dan
terbuka  dan  apa  adanya  sehingga  mitra  komunikasi  dapat  mengerti  dan memahaminya.
Berdasarkan uraian di atas maka membuka diri tidak sama dengan mengungkapkan  detail-detail  dengan  intim  di  masa  lalu.  Orang  lain
mengenal  diri  individu tidak  dengan  menyelidiki  masa  lalunya,
melainkan dengan mengetahui cara individu tersebut bereaksi. Masa lalu hanya berguna sejauh mampu menjelaskan perilaku di masa kini.
2. Karakteristik Keterbukaan diri dalam Komunikasi yang Efektif
Johnson  Ndoen,  2009  mengatakan  keterbukaan  diri  dalam komunikasi yang efektif memiliki sejumlah karakteristik, antara lain:
a. Reaksi yang diberikan kepada individu atau peristiwa lebih merujuk
pada  perasaan  dari  pada  fakta-fakta.  Mampu  mengungkapkan  diri artinya  dapat  berbagi  dengan  orang  lain  bagaimana  perasaan  kita
mengenai suatu peristiwa yang baru saja terjadi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Keterbukaan  diri  dalam  komunikasi  memiliki  dua  dimensi  yaitu
keluasan  dan  kedalaman.  Seseorang  dapat  mengenal  orang  lain secara  lebih baik,  kita  perlu  menampilkan lebih  banyak topik untuk
dijelaskan  keluasan  dan  membuat  penjelasan  itu  diungkapkan secara lebih pribadi kedalaman.
c. Keterbukaan diri dalam komunikasi fokus pada saat ini, bukan masa
lalu.  Keterbukaan  diri  dalam  komunikasi  bukan  berarti  kita mengungkapkan  secara  mendalam  mengenai  masa  lalu  kita.
Seseorang  mengetahui  dan  mengenal  kita  bukan  melalui  sejarah masa  lalu  kita  tapi  melalui  pemahaman  mereka  tentang  bagaimana
kita bersikap. d.
Pada tahap awal suatu hubungan, keterbukaan diri dalam komunikasi perlu  saling  berbalasan.  Jumlah  keterbukaan  diri  dalam  komunikasi
yang  kita  lakukan  akan  mempengaruhi  jumlah  keterbukaan  diri dalam komunikasi yang dilakukan oleh orang lain.
Devito 2011 mengemukakan bahwa self disclosure mempunyai beberapa karakteristik umum antara lain:
a. Keterbukaan diri adalah suatu tipe komunikasi tentang informasi diri
yang pada umumnya tersimpan, yang dikomunikasikan kepada orang lain.
b. Keterbukaan  diri  adalah  informasi  diri  yang  seseorang  berikan
merupakan  pengetahuan  yang  sebelumnya  tidak  diketahui  oleh penerima.
Informasi merupakan
pengetahuan baru.
Agar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keterbukaan diri
terjadi, suatu
pengetahuan baru
harus dikomunikasikan.
c. Keterbukaan diri adalah informasi tentang diri sendiri yaitu tentang
pikiran, perasaan dan perilaku seseorang. d.
Keterbukaan  diri  menyangkut  informasi  yang  biasanya  dan  secara aktif disembunyikan.
e. Keterbukaan  diri  melibatkan  sedikitnya  satu  orang  lain.  Agar
keterbukaan  diri  terjadi,  tindak  komunikasi  harus  melibatkan sedikitnya  dua  orang.  Informasi  yang  disampaikan  dalam
keterbukaan diri harus diterima dan dimengerti oleh orang lain. Karakteristik komunikasi antar pribadi diungkapkan oleh Weaver
dalam Budyatna, 2011 sebagai berikut: a.
Melibatkan paling sedikit dua orang. Komunikasi  antarpribadi  melibatkan  paling  sedikit  dua  orang.
Menurut  Weaver,  komunikasi  antarpribadi  melibatkan  tidak  lebih dari dua individu yang dinamakan a dyad. Jumlah tiga atau the triad
dapat  dianggap  sebagai  kelompok  yang  terkecil.  Apabila  kita mendefinisikan  komunikasi  antarpribadi  dalam  arti  jumlah  orang
yang  terlibat,  haruslah  diingat  bahwa  komunikasi  antarpribadi sebetulnya  terjadi  antara  dua  orang  yang  merupakan  bagian  dari
kelompok yang lebih besar. Apabila dua orang dalam kelompok yang lebih  besar  sepakat  mengenai  hal  tertentu  atau  sesuatu,  maka  kedua
orang itu terlibat dalam komunikasi antarpribadi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Adanya umpan balik atau feedback.
Komunikasi  antarpribadi  melibatkan  umpan  balik.  Umpan  balik merupakan  pesan  yang  dikirim  kembali  oleh  penerima  kepada
pembicara. Komunikasi antarpribadi hampir selalu melibatkan umpan balik
langsung. Sering
kali bersifat
segera, nyata,
dan berkesinambungan.
c. Tidak harus tatap muka.
Komunikasi  antar  pribadi  tidak  harus  tatap  muka.  Kehadiran  fisik tidaklah  terlalu  penting,  yang  terpenting  adalah  adanya  saling
pengertian  antara  individu  yang  melakukan  komunikasi.  Misalnya interaksi  antara  dua  orang  sahabat  dekat  bisa  dilakukan  melalui
telfon,  SMS  atau  bisa  dengan  bahasa  isyarat  ketika  berada  di  ruang terbuka  tetapi  masing-masing  tidak  berdekatan.  Tetapi  menurut
Weaver  dalam  Budyatna,  2011  bahwa  komunikasi  tanpa  interaksi tatap  muka  tidaklah  ideal  walaupun  bukan  dalam  komunikasi
antarpribadi.  Kehilangan  kontak  langsung  berarti  kehilangan  faktor utama  dalam  umpan  balik,  sarana  penting  untuk  menyampaikan
emosi  menjadi  hilang.  Sering  kali  tanggapan  nonverbal,  misalnya tatapan  mata,  anggukan  kepala  dan  senyuman  merupakan  faktor
utama  dalam  komunikasi.  Bentuk  idealnya  memang  adanya kehadiran  fisik  dalam  berinteraksi  secara  pribadi,  walaupun  tanpa
kehadiran  fisik  masih  dimungkinkan  terjadinya  komunikasi  antar pribadi.
d. Tidak harus bertujuan.
Komunikasi  antarpribadi  tidak  harus  dilakukan  secara  sengaja  atau dengan  kesadaran  maupun  diungkapkan  secara  verbal.  Gerakan
badan  yang  tidak  sengaja  dilakukan  juga  merupakan  komunikasi. Misalnya seseorang yang gelisah akan menggerak-gerakkan kakinya,
ketika  berbicara  terdebgar  penuh  keraguan,  dan  bereaksi  secara gugup.
e. Menghasilkan beberapa pengaruh atau effect.
Untuk  dapat  dianggap  sebagai  komunikasi  antar  pribadi  yang  benar, maka  sebuah  pesan  harus  menghasilkan  atau  memiliki  efek  atau
pengaruh.  Efek  atau  pengaruh  tidak  harus  segera  dan  nyata,  tetapi harus  terjadi.  Contoh  komunikasi  antar  pribadi  yang  tidak
menghasilkan  efek  misalnya,  Seseorang  mengajak  berbicara temannya yang sedang mendengarkan musik melalui headset. Contoh
tersebut  bukanlah  komunikasi  antar  pribadi  karena  pesan  yang disampaikan tidak diterima dan tidak menghasilkan efek.
f. Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata.
Komunikasi  antar  pribadi  tidak  harus  di  tunjukkan  dengan  berkata- kata  verbal.  Misalnya  seorang  teman  sudah  membuat  kesepakatan
kepada teman lain pada saat berkunjung di tempat teman yang sakit, yaitu  jika  dia  telah  mengedipkan  mata  maka  kepada  temannya
merupakan  isyarat  bahwa  waktunya  untuk  pulang.  Pesan-pesan nonverbal  seperti  menatap  dan  menyentuh  atau  membelai  kepada
seorang  anak  atau  teman  memiliki  makna  yang  lebih  besar  daripada kata-kata.
g. Dipengaruhi oleh konteks.
Verderber  dalam  Budyatna,  2011  menyatakan  bahwa  konteks merupakan  tempat  dimana  pertemuan  komunikasi  terjadi  termasuk
apa  yang  mendahului  dan  mengikuti  apa  yang  dikatakan.  Konteks mempengaruhi  harapan-harapan  para  partisipan,  makna  yang
diperoleh  para  partisipan  dan  perilaku  mereka  selanjutnya.  Konteks meliputi:
1 Jasmaniah. Konteks jasmaniah atau fisik meliputi lokasi, kondisi
lingkungan  seperti  suhu  udara,  pencahayaan,  dan  tingkat kebisingan,  jarak  antara  para  komunikator,  pengaturan  tempat,
dan  waktu  mengenai  hari.  Masing-masing  faktor  ini  dapat mempengaruhi komunikasi. Misalnya makna dalam pembicaraan
dapat    dipengaruhi  oleh  apakah  pembicaraan  tersebut  bertempat di ruang kelas ketika pelajaran berlangsung, atau di kantin ketika
jam  istirahat  yang  penuh  sesak  dan  ribut,  ataukah  di  lorong sekolah ketika istirahat sehingga suasana tenang.
2 Sosial.  Konteks  sosial  merupakan  bentuk  hubungan  yang
mungkin  sudah ada diantara partisipan. Komunikasi yang terjadi diantara anggota keluarga, teman, kenalan, mitra kerja, atau orang
asing  dapat  mempengaruhi  apa  dan  bagaimana    pesan-pesan  itu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dibentuk,  diberikan,  dan  dimengerti.  Misalnya,  interaksi  ketika berbicara dengan guru berbeda dengan interaksi dengan teman.
3 Historis.  Konteks  historis  merupakan  latar  belakang  yang  di
peroleh  melalui  peristiwa  komunikasi  sebelumnya  antara  para partisipan.  Hal  ini  mempengaruhi  saling  pengertian  pada
pertemuan  yang  sekarang.  Misalnya,  Tono  di  suatu  pagi memberitahu  Dina  bahwa  mereka  akan  mengerjakan  tugas
kelompok  bersama  di  rumah  Dina.  Ketika  siang  hari  di  sekolah Tono  bertemu  Dina  ia  berkata,  “Jadi?”  Orang  lain  yang
mendengar  pembicaraan  tersebut  tidak  tahu  atau  tidak  mengerti kata,  “Iya,  jadi.”  Tono  mungkin  menjawab  pertanyaan  Dina
dengan  mengatakan, “Ok,  pulang  sekolah  langsung  ya.”  Hanya
Dina dan Tono  yang mengerti  isi percakapan mereka karena ada percakapan sebelumnya.
4 Psikologis. Konteks psikologis meliputi suasana hati dan perasaan
dimana  dimana  seseorang  membawakannya  kepada  pertemuan antar  pribadi.  Misalnya  seseorang  yang  sedang  tegang  karena
ujian  yang  akan  dihadapinya  besok.  Ketika  ia  sedang  belajar untuk  menghadapi  ujiannya,  temannya  datang  dan  meminta  ia
berhenti  belajar  untuk  menemaninya  membeli  baju.  Orang tersebut  yang  biasanya  ramah,  amarahnya  meledak  sambil
memarahi  temannya.  Hal  ini  terjadi  karena  tingkat  ketegangan jiwanya  berkaitan  dengan  konteks  psikologis  dalam  suasana  hati
dan  perasaan  tegang  sehingga  mendengar  pesan  temannya  ini mempengaruhi cara bagaimana ia merespon.
5 Keadaan  Kultural  yang  mengelilingi  peristiwa  komunikasi.
Konteks kultural meliputi keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, sikap- sikap, makna, hierarki sosial, agama, pemikiran mengenai waktu,
dan peran dari para pertisipan Samovar  Porter, 2000. Budaya atau kultur melakukan penetrasi ke dalam setiap aspek kehidupan
manusia,  memengaruhi  bagaimana  kita  berpikir,  berbicara,  dan berperilaku.  Setiap  orang  merupakan  bagian  dari  satu  atau  lebih
budaya-budaya  etnik.  Perbedaan  kultur  maupun  etnik  yang dimiliki oleh individu dapat menyebabkan kesalahpahaman.
h. Dipengaruhi oleh kegaduhan atau noise.
Kegaduhan  atau  noise  ialah  setiap  rangsangan  atau  stimulus  yang mengganggu  dalam  proses  pembuatan  pesan.  Kegaduhankebisingan
atau noise dapat bersifat eksternal, internal, atau semantik. 1
Kegaduhankebisingan eksternal, berupa penglihatan-penglihatan, suara-suara,  dan  rangsangan-rangsangan  lainnya  di  dalam
lingkungan  yang  menarik  perhatian  orang  jauh  dari  apa  yang dikatakan atau diperbuat.
2 Kegaduhan  internal,  berupa  pikiran-pikiran  dan  perasaan-
perasaan  yang  ada  di  dalam  diri  sehingga  mengganggu  proses komunikasi.  Jika  individu  telah  mengabaikan  atau  memalingkan
pesan  dari  seseorang  dengan  siapa  individu  tersebut  sedang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berkomunikasi  dan  asik  melamun  atau  sedang  teringat pembicaraan  masa  lalu,  maka  dia  sedang  mengalami  kegaduhan
internal atau internal noise. 3
Kegaduhan  semantik,  adalah  gangguan  yang  ditimbulkan  oleh lambang-lambang  tertentu  yang  menjauhkan  perhatian  kita  dari
pesan yang utama. Misalnya penggunaan istilah yang tidak dapat diterima oleh lawan bicara.
3. Tahap-tahap dalam Keterbukaan Diri dalam Komunikasi
Keterbukaaan  diri  dalam  komunikasi  dapat  berlangsung pada  taraf  kedalaman  yang  berbeda-beda.  Taraf  kedalaman  diri
Keterbukaan diri dalam komunikasi dapat diukur dari apa dan siapa yang saling dibicarakan yaitu pikiran atau perasaan, obyek tertentu,
orang  lain  atau  dirinya  sendiri.  Semakin  orang  mau  saling membicarakan  tentang  perasaan  yang  ada  dalam  dirinya  semakin
dalamlah  taraf  keterbukaan  diri  dalam  komunikasi  yang  terjadi. Atas dasar kedalamannya, Powell 1985 membedakan komunikasi
dalam lima taraf. Urutan taraf kedalaman komunikasi  dimulai dari yang dangkal menuju yang dalam dalam di uraikan sebagai berikut:
1. Taraf kelima
Komunikasi  taraf  kelima  adalah  taraf  basa-basi.  Merupakan taraf  komunikasi  yang  paling  dangkal.  Biasanya  terjadi  antara
dua orang yang bertemu secara kebetulan. Misalnya, kita sedang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
duduk di teras rumah, lalu seorang tetangga lewat di jalan depan rumah  kita.  Sebagai  sopan-santun,  kita  menegur  tetangga  kita
itu. 2.
Taraf keempat Komunikasi  taraf  keempat  yakni  membicarakan  orang  lain.  Di
sini orang sudah mulai  saling menanggapi, namun tetap masih dalam  taraf  dangkal,  khususnya  belum  mau  berbicara  tentang
diri masing-masing. 3.
Taraf ketiga Komunikasi  taraf  ketiga  adalah  menyatakan  gagasan  dan
pendapat.  Kita  sudah  mau  saling  membuka  diri,  saling mengungkapkan  diri.  Namun,  keterbukaan  tersebut  masih
terbatas pada taraf pikiran. 4.
Taraf kedua Komunikasi taraf kedua  adalah taraf hati atau perasaan.  Emosi
atau  perasaan  adalah  unsur  yang  membedakan  orang  satu dengan  yang  lain,  dengan  mengungkapkan  perasaan  dan  isi
hati, berarti kita sepakat untuk saling percaya. 5.
Taraf pertama Komunikasi
taraf pertama
adalah hubungan
puncak. Komunikasi  pada  taraf  ini  ditandai  dengan  kejujuran,
keterbukaan,  dan  saling  percaya  yang  mutlak  di  antara  kedua belah pihak. Tidak ada lagi ganjalan-ganjalan berupa rasa takut,
rasa  khawatir  jangan-jangan  kepercayaan  kita  disia-siakan. Selain  merasa  bebas  untuk  saling  mengungkapkan  perasaan
biasanya kedua belah pihak juga memiliki perasaan yang sama tentang  banyak  hal.  Maka  pada  tahap  ini  komunikasi  itu  telah
berkembang  begitu  mendalam  sehingga  kedua  belah  pihak merasakan  kesatuan  perasaan  yang  timbal-balik  yang  hampir
sempurna.
4. Faktor-faktor Penghambat Keterbukan Diri dalam Komunikasi
Papu  2002,  mengungkapkan  bahwa  kesulitan  individu  dalam melakukan  keterbukaan  diri  dalam  komunikasi  didasari  oleh  tiga  faktor
berikut: a.
Faktor  resiko  yang  akan  diterima  di  kemudian  hari.  Resiko  yang dimaksud  adalah  bocornya  informasi  yang  diberikan  kepada  orang
ketiga,  padahal  informasi  tersebut  bersifat  pribadi  atau  informasi yang  dapat  menyinggung  perasaan  orang  lain  sehingga  dapat
mengganggu hubungan
interpersonal yang
telah dibangun
sebelumnya. b.
Belum adanya rasa aman dan percaya pada diri sendiri. Rasa aman dan  percaya  pada  diri  sendiri  yaitu  adanya  keyakinan  pada  diri
sendiri  untuk  mengungkapkan  diri  secara  jujur.  Hal  ini  berkaitan dengan penerimaan dan rasa percaya diri dengan segala hal yang ada
dalam diri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Faktor  pola  asuh  yaitu  tidak  adanya  dukungan  keluarga  atau
lingkungan  untuk  memiliki  semangat  keterbukaan  dan  kebiasaan untuk berbagi informasi sehingga mampu terbuka secara tepat.
5. Manfaat Keterbukaan Diri dalam Komunikasi
Menurut  Johnson  1981,  beberapa  manfaat  keterbukaan    dalam komunikasi diri adalah sebagai berikut:
a. Pembukaan diri dalam komunikasi merupakan dasar bagi hubungan
yang sehat antara dua orang. b.
Semakin bersikap terbuka terhadap orang lain, maka semakin orang lain  tersebut  akan  menyukai  diri  kita,  sehingga  ia  akan  semakin
membuka diri kepada kita. c.
Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung memiliki  sifat-sifat  sebagai  berikut:  kompeten,  terbuka,  ekstrover,
fleksibel,  adaptif,  dan  inteligen,  yakni  sebagian  dari  ciri-ciri  orang yang masak dan bahagia.
d. Membuka  diri  kepada  orang  lain  merupakan  dasar  relasi  yang
memungkinkan  komunikasi  intim,  baik  dengan  diri  kita  sendiri maupun dengan orang lain.
e. Membuka  diri  berarti  bersikap  realistik.  Maka,  pembukaan  diri
dalam  komunikasi  yang  kita  lakukan  haruslah  jujur,  tulus  dan autentik.
DeVito 2011, mengungkapkan bahwa manfaat dari keterbukaan diri dalam komunikasi adalah sebagai berikut:
a. Menambah pengetahuan diri.
Membuka  diri  dalam  komunikasi  membuat  seseorang  mampu memiliki  perpektif  baru  tentang  diri  sendiri  dan  pemahaman  yang
lebih mendalam mengenai perilaku diri sendiri. Misalnya ketika kita mau  berbicara  dengan  orang  lain,  mungkin  saja  mampu  menambah
kesadaran  mengenai  aspek  perilaku  atau  hubungan  yang  selama  ini tidak diketahui.
b. Lebih mampu mengatasi kesulitan.
Mengungkapkan perasaan kepada orang lain mampu menanggulangi masalah  dan  kesulitan  seseorang,  khususnya  perasaan  bersalah.
Salah  satu  perasaan  takut  yang  besar  yang  ada  pada  diri  banyak orang  adalah  bahwa  mereka  tidak  diterima  lingkungan  karena
rahasia  tertentu,  karena  sesuatu  yang  pernah  mereka  lakukan, perasaan  atau  sikap  tertentu  yang  mereka  miliki.  Ketakutan  untuk
ditolak membangun rasa bersalah. Dengan mengungkapkan perasaan seperti  itu  dan  menerima  dukungan,  bukan  penolakan,  kita  menjadi
lebih  siap  untuk  mengatasi,  mengurangi  maupun  menghilangkan perasaan bersalah. Keterbukaan diri menumbuhkan penerimaan diri.
Jika  seseorang  merasa  ditolak  oleh  orang  lain,  maka  orang  tersebut cenderung  menolak  diri  sendiri.  Melalui  pengungkapan  diri  dan
dukungan-dukungan  yang  datang  seseorang  akan  menempatkan  diri secara lebih baik untuk menerima tanggapan positif dari orang lain.
c. Komunikasi yang dilakukan lebih efisien.
Keterbukaan  diri  memperbaiki  komunikasi.  Seseorang  memahami dari  orang  lain  sebagian  besar  sejauh  seseorang  memahami  orang
lain  secara  individual.  Seseorang  mampu  memahami  apa  yang dikatakan  orang  lain  jika  telah  mengenal  baik  orang  tersebut.
Keterbukaan diri adalah kondisi yang penting untuk mengenal orang lain.  Seseorang  dapat  saja  meneliti  perilaku  atau  bahkan  hidup
bersama orang lain selama bertahun-tahun, tetapi jika orang tersebut tidak pernah mengungkapkan dirinya maka ia tidak akan memahami
orang itu sebagai pribadi yang utuh. d.
Hubungan lebih dalam Keterbukaan  diri  dalam  komunikasi  diperlukan  untuk  membina
hubungan  yang  lebih  bermakna  diantara  dua  orang.  Tanpa keterbukaan  diri  dalam  komunikasi  hubungan  yang  bermakna  dan
mendalam  tidak  akan  terjadi.  Mengungkapkan  diri  dalam komunikasi  bisa  memberitahu  orang  lain  bahwa  kita  mempercayai,
menghargai,  dan  cukup  peduli  kepada  orang  lain  untuk mengungkapkan diri kita kepada mereka. Terbuka kepada orang lain
mendorong  seseorang  terbuka  terhadap  diri  sendiri  sehingga membentuk  hubungan  yang  bermakna,  yaitu  hubungan  yang  jujur
dan terbuka bukan sekesar hubungan yang seadanya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Aspek-aspek Keterbukaan Diri dalam Komunikasi
DeVito  2011  menyebutkan  bahwa  kualitas  keterbukaan  diri
dalam  komunikasi  mengacu  pada  sedikitnya  tiga  aspek  dari  komunikasi antar pribadi.
a. Komunikator  antar  pribadi  yang  efektif  harus  terbuka  kepada  orang
yang  diajaknya  berinteraksi.  Ini  tidaklah  berarti  bahwa  orang  harus dengan  segera  membukakan  semua  riwayat  hidupnya.  Membuka
semua  riwayat  hidup  memang  menarik  tetapi  tidak  membantu komunikasi.  Sebaliknya,  harus  ada  kesediaan  untuk  membuka  diri,
yaitu  mengungkapkan  informasi  yang  biasanya  disembunyikan, asalkan  pengungkapan  diri  ini  patut,  yaitu  sesuai  dengan  lingkungan
konteks  dan  hubungan  antar  pembicara  dan  pendengar.  Sebelum melakukan keterbukaan diri perlu bertanya kepada diri sendiri apakah
waktu  dan  tempatnya  sudah  tepat.  Biasanya  makin  bersifat  pribadi keterbukaan  diri  itu  makin  dekat  hubungan  yang  di  perlukan.  Ada
baiknya  untuk  tidak  mengungkapkan  sesuatu  secara  pribadi  kepada orang  yang tidak terlalu akrab, kepada kenalan biasa, dan pada tahap
awal suatu hubungan. b.
Kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang  datang.  Orang  yang  diam,  tidak  kritis,  dan  tidak  tanggap  pada
umumnya  merupakan  peserta  percakapan  yang  menjemukan.  Kita ingin orang bereaksi terhadap apa yang kita ucapkan, dan kita berhak
mengharapkan  hal  itu.  Tidak  ada  yang  lebih  buruk  dari  pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ketidakacuhan, bahkan
ketidaksependapatan jauh
lebih menyenangkan.  Kita  memperlihatkan  keterbukaan  dengan  cara
bereaksi secara spontan terhadap orang lain. c.
Menyangkut  “kepemilikan”  perasaan  dan  pikiran  Bochner    Kelly, 1974  dalam  DeVito,  2011.  Terbuka  dalam  pengertian  ini  adalah
mengakui  perasaan  dan  pikiran  yang  di  lontarkan  yaitu  memang benar-benar dirasakan dan bisa di pertanggungjawabkan. Cara terbaik
untuk  menyatakan  tanggung  jawab  ini  adalah  dengan  pesan  yang menggunkan kata saya kata ganti orang pertama tunggal.
B. Hakikat Teman Sebaya