Semiotika Roland Barthes Landasan Teori

17 konteks tertentu. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri dan makna meaning ialah hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda. 3. Semiotika Konotasi yang dikembangkan oleh Roland Barthes lebih menekankan lima kode yang ditinjau dan dieksplisitkan untuk menilai suatu naskah realis. Lima kode yang ditinjau Barthes adalah kode hermeneutik kode teka-teki, kode semik makna konotatif, kode simbolik, kode proaretik logika tindakan, dan kode gnomik yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu.

2.1.6. Semiotika Roland Barthes

Semiologi Roland Barthes mendasari kajian-kajian Barthes selanjutnya terhadap obyek-obyek kenyataan atau unsur-unsur kebudayaan yang sering ditelitinya. Cakupun kajian kebudayaan Barthes sangat luas. Kajian itu meliputi kesusastraan, perfilman, busana dan berbagai fenomena kebudayaan lainnya. Sebuah garmen, sebuah mobil, sepinggan masakan, sebuah bahasa isyarat, scbuah film, sekeping musik, sebuah gambar iklan, sepotong perabot, sebuah kepala judul surat kabar, ini semua memang nampaknya obyek-obyek heterogen. Semiologi Barthes merupakan suatu interpretasi kebudayaan, tetapi interpretasi yang dimaksudnya mengarah pada produksi makna sebanyak mungkin, bukan suatu upaya penggapaian makna ultim. Interpretasi semacam ini jelas menolak adanya “kebenaran” semacam grand narrative, menjamin istilah Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 18 Lyotard dan hanya mau menerima kebenaran-kebenaran Kurniawan, 2001:116- 117 Semiologi dengan kata lain berupaya melakukan pembebasan makna karena selama ini makna telah mapan yang hanya menghasilkan interpretasi tunggal yang dianggap benar dan tuntas. Pembebasan makna ini dimungkinkan dengan penggandaan tulisan dari sebuah teks, yang berarti pula membuka eksistensi tulisan secaro total. Di sana berdirilah bukan pengarangnya, tetapi pembaca. Pembaca adalah ruang tempat kutipan yang menciptakan sebuah tulisan, dilukiskan tanpa satupun dari mereka hilang. Karena kesatuan teks terletak bukan pada asal usulnya, tetapi pada tempat tujuannya Kurniawan, 2001:95. Dunia ini penuh dengan tanda-tanda, tetapi tanda-tanda ini tak semaunya punya kesederhanan murni dari huruf-huruf alphabet, tanda lalu lintas atau seragam militer mereka secara tak terbatas lebih kompleks Kurniawan, 2001:81- 82. Semiologi Barthes tersusun atas tingkatan-tingkatan sistem bahasa. Umumnya Barthes membuatnya dalam dua tingkatan bahasa, bahasa tingkat pertama adalah hahasa sebagai obyek dan bahasa tingkat kedua yang disebut metabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda yang memuat penanda dan petanda. Sistem tanda kedua terbangun dengan menjadikan petanda dan penanda tingkat pertama sebagai penanda baru yang kemudian memiliki penanda baru sendiri dalam suatu sistem tanda baru pada taraf yang lebih tinggi. Sistem tanda pertama disebutnya dengan istilah denotasi atau sistem Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 19 terminologis, sedang sistem tanda tingkat kedua disebutnya sebagai konotasi atau sistem retoris atau mitologi. Kurniawan, 2001:115. Pada setiap terbitannya Roland Barthes membahas mytology of the month mitologi bulan ini, sebagian besar dengan menunjukkan bagaimana aspek denotatif tanda-tanda dalam budaya dangdut remix menyingkapkan konotasi yang pada dasarnya adalah “mitos-mitos” yang dibangkitkan oleh sistem tanda yang labih luas yang membentuk masyarakat. Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca. Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif 3 terdiri atas penanda 1 dan petanda 2. Akan tetapi, pada saat yang bcrsamaan, tanda 1. Signifier penanda 3. Signified petanda 3. Denotatif Sign Tanda Denotative 4. CONOTATIVE SIGNIFIER PENANDA KONOTATIF 5. CONOTATIVE SIGNIFIED PETANDA KONOTATIF 6. CONNOTATIVE SIGN TANDA KONOTATIF Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 20 denotatif adalah juga penanda konotatif 4. Jadi dalam konteks Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya Sobur, 2003:668-69. Pada dasarnya ada perbedaan anima denotasi dan konotasi dalam pengertian secana umum serta denotasi dan korotasi yang dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian minim denotasi hiasanya dimengerti sehagai makna harfiah, makna yang sesungguhnya, bahkan kadang kala juga dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional, disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, di dalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Dengan demikian, sensor atau represi politis, sebagai reaksi yang paling ekstrem melawan keharfiahan denotasi yang bcrsifat opresif ini. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai ”mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 21 suatu sistem, pemaknaan tataram kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. Yang menjadi alasan atau pertimbangan Barthes menempatkan ideologi dengan mitos. karena, baik di dalam mitos maupun ideologi hubungan antara penanda konotatif dan petanda konotatif terjadi secara termotivasi. Ideologi ada selama kebudayaan ada, dan itulah sebabnya Barthes berbicara tentang konotasi sebagai suatu ekspresi budaya. Kebudayaan, mewujudkan dirinya di dalam teks- teks dan demikian ideologi pun mewujudkan dirinya rnelalui berbagai kode yang merembes masuk ke dalam teks dalam bentuk penanda-penanda penting, seperti tokoh, latar, sudut pandang. dan lain-lain Sobur, 2001:70-71. Semiologi Roland Barthes, jelas sangat terkait dengan strukturalisme. Strukturalisme adalah usaha untuk menunjukkan bagaimana makna literer bergantung pada kode-kode yang diproduksi oleh wacana-wacana yang mendahului dari sebuah budaya. Secara luas kode-kode budaya ini telah menggiringkan suatu makna tertentu bagi manusia. Kode-kode budaya ini tertihat jelas bila kita mengkaji mitos-mitos yang tersebar dalam kehidupan keseharian. Mitos menurut Barthes adalah sehuah sistem komunikasi yang dengan demikian dia adalah sebuah pesan. Mitos kemudian tak mungkin dapat menjadi sebuah obyek, sebuah konsep atau sehuah ide karena mitos adalah sebuah mode penindasan yakni sebuah bentuk. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 22 Mitos sebagai bentuk tidak dibatasi oleh obyek pesannya, tetapi dengan cara apa, mitos menuturkan pesan itu. Dengan demikian ada batas-batas formal dari mitos, tetapi dengan cara apa mitos menuturkan pesan itu. Dengan demikian ada batas-batas formal dari mitos, tetapi tak ada batasan yang substansial. Sejarah manusia mengkonversikan realitas ke dalam tuturan speech dan manusia sendirilah yang manentukan hidup dan matinya bahasa mistis. Kuno atau tidak mitologi hanya dapat memiliki sebuah landasan sejarah, yakni tipe tuturan yang terpilih dari sejarah dan dia tidak mungkin dapat berkembang dari hakikat benda-benda. Kurniawan, 2001:183-184. Di wilayah perbincangan kesusastraan dan linguistik, Barthes dikenal melalui analisa tekstual textual analysis atau analisa naratif struktural structural analysis of narrative yang dikernbangkannya. Analisa struktural yang dikembangkan Barthes ini digunakannya sebagai pisau bedah untuk menganalisa berbagai bentuk naskah. Sernentara bagi Barthes, analisa naratif struktural secara metodologis berasal dari perkembangan awal atas apa yang disebut linguistik struktural sebagaimana pada perkembangan akhirnya dikenal sebagai semiologi atau semiotika. Jadi secara sederhana analisa naratif struktural dapat disebut juga sebagai semiologi teks karena memfokuskan diri pada naskah. Intinya sama yakni mencoba memahami makna suatu karya dengan menyusun kembali makna-makna yang tersebar dalam karya tersebut dengan suatu cara tertentu. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 23 Persoalannya adulate tidak adanya suatu mesin pembaca makna. Mesin penerjemah memang ada, tetapi mesin ini hanya dapat menstranformasikan makna-makna denotalif atau makna literal dan bukan makna-makna kedua atau makna konotatif atau makna pada level asosiatif dari sebuah teks system retoris. Akibatnya pastilah operasi pembacaan bersifat individual dan tak ada metode tunggal dalam operasi tersebut. Mulai tampaklah di sini bagaimana strukturalisme Barthes memberi tempat berarti bagi pembaca seperti yang telah disebutkan oleh Jonathan Culer di atas. Dengan demikian, maka metode dalam mendekati suatu teks atau menilainnya dilihat dari bagaimana pembaca memproduksi makna tingkat dua. Barthes mengajak untuk menilai suatu teks dengan dua cara: writerly texs dan readerly texs. Namun dapatlah kiranya dipahami bahwa writerly text adalah apa yang dapat ditulis pembaca sendiri terlepas dari apa yang ditulis pengarangnya. Sedangkan readerly text adalah apa yang dapat dibaca, tetapi tak dapat ditulis, yakni teks terbaca yang merupakan nilai reaktif dari writerly text. Barthes sendiri memilih writerly text sebagai penilaian. Kurniawan, 2001:87-90. Teks kemudian mcnjadi terhuka terhadap scgala kemungkinan. Pembaca akan berhadapan dengan pluralitas signifikasi. Pada litik ini Barthes mengkritik pendekatan tunggal yang selama ini merupukan card represif yang tidak produktif. Pergeseran pusat dari perhatian kepada pengarang kepada pembaca merupakan konsekuensi logis dari semiologi Barthes yang menekankan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 24 semiologi derajat kedua yang memberi peran besar bagi pembaca untuk memproduksi makna. Kurniawan, 2001:91. Dimata Barthes karya utau teks merupakan sebentuk konstruksi belaka. Bila hendak menemukan maknanya, maka yang dilakukan adalah rekonstruksi dari bahan-bahan yang tersedia, yang tidak lain adalah teks itu sendiri. Sebagai sebuah proyek rekonstruksi, maka pertama-tama teks tersebut dipenggal-penggal terlebih dahulu menjadi beberapa leksia atau satuan bacaan tertentu. Leksia ini dapat berupa kala, beberapa kalimat, sebuah paragraph, atau beberapa paragraph. Dengan memenggal teks itu, maka pengarang tak lagi jadi perhatian. Teks bukan lagi menjadi milik pengarang, tetapi menjadi milik pembaca dan bagaimana pembaca memproduksi makna itu. Produksi makna dari pembaca itu sendiri akan menghasilkan kejamakan. Tugas para semiolog atau pembaca kemudian adalah menunjukkan sebanyak mungkin makna yang mungkin dihasilkan. Barthes menyebut proses ini sebagai semiolog yang memasuki ”dapur makna”. Kurniawan, 2001:93-94. Apa yang dilakukan Barthes terhadap beragam teks itu memberi peluang besar terhadap interpretasi kebaruan makna pada teks tersebut Kurniawan, 2001:98. Cara kerja Barthes sebagai upaya untuk mengeksplisitkan kode-kode narasi yang berlaku dalam suatu naskah realis. Barthes berpendapat bahwa Sarrasine ini terangkai dalam kode rasionalisasi, suatu proses yang mirip Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 25 dengan yang terlihat dalam retorika tentang tanda kode. Lima kode yang ditinjau Barthes adalah Sobur. 2006:65-66 : 1. Kode Hermeunetik atau kode teka-teki Berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan ”kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsure struktur yang utama dalam narasi tradisional. Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaiannya di dalam cerita. 2. Kode Semik atau kode konotatif Kode Senik atau kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pcmbaca menyusun tema suatu teks. la melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat suatu kumpulan satuan konotasi. kita menemukan suatu tema di dalam cerita. Jika sejumlah konotasi melekat pada suatu nama tertentu, kita dapat mengenali suatu tokoh dengan atribut tertentu. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling ”akhir”. 3. Kode Simbolik Merupakan suatu pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembcdaan baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 26 maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses. Dalam suatu teks verbal, perlawanan yang bersifat simbolik seperti ini dapat dikodekan melalui islilah-istilah retoris seperti antitesis, yang mcrupakan hal yang istimewa dalam sistem symbol Barthes. 4. Kode Paretik atau kode tindakanlakuan. Kode Paretik Mau kode tindakanlakuan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang; artinya, antara lain, semua teks yang bersifat naratif. Kita mengenal kode lakuan atau peristiwa karena dapat memahaminya. Pada kebanyakan fiksi kita selalu rnengharap lakuan di isi sampai lakuan utama menjadi perlengkapan utama suatu teks. 5. Kode Gnomik atau kode kultural Kode ini merupakan acuan teks benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional didefinisi oleh acuan ke apa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal-hal kccil yang tclah dikodifikasi yang di atasnya para penulis bertumpu.

2.2. Kerangka Pikir

Dokumen yang terkait

PEMAKNAAN LIRIK LAGU “AYAH” GROUP BAND SEVENTEEN (Studi semiologi roland barthes terhadap lirik lagu “Ayah” oleh kelompok musik Seventeen Band).

3 46 86

REPRESENTASI”SENSUALITAS”DALAM LIRIK LAGU ”BIBIR “ OLEH SAMANTHA BAND (Studi Semiologi Tentang Represenatasi ”Sensualitas”Pada Lirik Lagu”Bibir” Oleh Samantha Band).

1 15 66

REPRESENTASI KESALEHAN ANAK DALAM LIRIK LAGU ( Studi Semiotik Representasi Kesalehan Anak Terhadap Lirik Lagu “ Do’a Untuk Ibu ” Oleh Kelompok Musik Band Ungu ).

0 0 100

REPRESENTASI KASIH SAYANG DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotika tentang Representasi Kasih Sayang dalam Lirik Lagu “Ibu” yang dipopulerkan oleh Sulis).

1 6 124

PEMAKNAAN LIRIK LAGU ”TENDANGAN DARI LANGIT’’ DARI GROUP BAND KOTAK.

2 59 73

REPRESENTASI CINTA DAMAI DALAM LIRIK LAGU ” PERDAMAIAN ’’ (Studi Semiologi Representasi Dalam Lirik Lagu ’’ Perdamaian ’’ Oleh Band GIGI).

0 5 64

REPRESENTASI CINTA DAMAI DALAM LIRIK LAGU ” PERDAMAIAN ’’ (Studi Semiologi Representasi Dalam Lirik Lagu ’’ Perdamaian ’’ Oleh Band GIGI)

0 0 15

PEMAKNAAN LIRIK LAGU ”TENDANGAN DARI LANGIT’’ DARI GROUP BAND KOTAK

0 0 8

REPRESENTASI PENYUAPAN DALAM LIRIK LAGU PILIH SIDANG ATAU BERDAMAI OLEH GROUP BAND MORFEM (Studi Semiotika Representasi Penyuapan Dalam Lirik Lagu ”Pilih Sidang Atau Berdamai” Dari Group Band Morfem)

0 0 13

REPRESENTASI”SENSUALITAS”DALAM LIRIK LAGU ”BIBIR “ OLEH SAMANTHA BAND (Studi Semiologi Tentang Represenatasi ”Sensualitas”Pada Lirik Lagu”Bibir” Oleh Samantha Band)

0 0 18