REPRESENTASI PENYUAPAN DALAM LIRIK LAGU PILIH SIDANG ATAU BERDAMAI OLEH GROUP BAND MORFEM (Studi Semiotika Representasi Penyuapan Dalam Lirik Lagu ”Pilih Sidang Atau Berdamai” Dari Group Band Morfem).

(1)

”Pilih Sidang Atau Berdamai” Dari Group Band Morfem)

SKRIPSI

Disusun Oleh : Okky Wahyu Wicaksono

0443010155

YAYASAN KESEJAHTERAAN, PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA

2011


(2)

"9'ilih Sidang atau Damai" Dari Group Band Modem)

Nama : O KKY W AIIYU W IC AKS O N O

NPb 1 : 044307011155

Progdi : limn Kommnikasi

Faku ltas : llnm Sosial dan Ilmu Politik

Telah disctujui untuk mengikuti Seminar Proposal

Mengetahu i Menyetujui, Ketu a Program Stu di Pembimbing Utama


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAKSI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 9

2.1.1. Musik ... 9

2.1.2. Lirik ... 11

2.1.3. Definisi Penyuapan ... 12

2.1.4. Semiotika ... 14

2.1.5. Semiotika dalam Ilmu Komunikasi ... 13

2.1.6. Semiotika Roland Barthes ... 17

2.2. Kerangka berfikir ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Penelitian ... 27


(4)

3.3. Corpus ... 28

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.5. Metode Analis Data ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 34

4.1.1. Sekilas tentang Band Morfem ... 34

4.1.2. Lirik Lagu Pilih Sidang Atau Berdamai ... 35

4.2. Penyajian Data ... 36

4.3. Analisis dan Interpretasi Data ... 38

4.4. Pembahasan ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

Lagu Pilih Sidang Atau Berdamai Oleh Group Band Morfem (Studi Semiotika Representasi Penyuapan Dalam Lirik Lagu ”Pilih Sidang Atau Berdamai” Dari Group Band Morfem)

Perkembangan musik Indonesia akhir-akhir ini sangat pesat mulai dari musik indie hingga musik mainstream, Salah satu band Indie dari Jakarta bernama Morfem. Band yang terbentuk pada akhir dekade lalu ini adalah proyek sampingan dari vokalis The Upstairs, Jinni Multhazam. Seperti lagu-lagu yang lainnya, Lagu terbaru band Morfem yang berjudul "Pilih Sidang atau Berdamai" memiIiki sebuah makna tersendiri tergantung pada orang yang mendengarnya. Lagu “Sidang atau Berdamai" ini sendiri menceritakan tentang pengalaman seorang pemuda yang mengalami kesialan karena harus berurusan dengan polisi di jalan karena melanggar tata tertib lalu lintas Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui representasi penyuapan dalam lirik lagu “Pilih Sidang atau Berdamai” yang dibawakan oleh group band Morfem.

Teori yang digunakan adalah semilogi Roland Barthes yang mendasari kajian-kajian Barthes selanjutnya terhadap obyek-obyek kenyataan atau unsur-unsur kebudayaan yang sering ditelitinya. Semiologi Barthes tersusun atas tingkatan-tingkatan sistem bahasa. Umumnya Barthes membuatnya dalam dua tingkatan bahasa, bahasa tingkat pertama adalah hahasa sebagai obyek dan bahasa tingkat kedua yang disebut metabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda yang memuat penanda dan petanda. Metode dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu sebuah metode yang lebih menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataanya ganda, menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Kesimpulan dari interpretasi lagu pilih “Sidang atau Berdamai” yang dibawakan oleh band morfem adalah bahwa penyuapan yang terjadi disebabkan karena adanya tawaran dari oknum yang memiliki kekuasaan serta lemahnya kesadaran akan hukum dan tanggungjawab yang dimiliki oleh masyarakat. Melalui lagu ”Pilih Sidang atau Berdamai” dapat menyadarkan masyrakat serta oknum yang memiliki kekuasaan agar sadar bahwa tindakan penyuapan baik yang memberi suap atau menerima suap merupakan tindakan melanggar hukum.


(6)

1.1.Latar Belakang Masalah

Musik merupakan hasil budaya manusia yang menarik diantara banyak budaya yang lain, dikatakan menarik karena musik memegang peranan yang sangat banyak diberbagai bidang. Seperti jika dilihat dari sisi psikologinya, musik kerap menjadi sarana pemenuhan kebutuhan manusia datum hasrat akan seni dan berkreasi. Dari sisi sosial musik dapat disebut sebagai cermin tatanan sosial yang ada dalam masyarakat saat musik tersebut diciptakan. Dari segi ekononri, musik telah berkembang pcsat menjadi suatu komoditi yang menguntungkan.

Isi tanda musik dalam hal ini adalah emosi yang dibangkitkan dalam diri pendengar. Langer berpendat bahwa musik merupakan “ekspresi perasaan, bentuk simbolik” yang signifikansinva dapat dirasakan, tetapi tidak dapat didelinisikan karena ia hanya bersitat “implisit”, tetapi secara konvesional tidak tetap'. Para ahli ilmu musik yang telah bcrupaya menemukan berbagai korelasi antara bentuk dan isi musik adalah Meyer dan Cooke. Meyer mengembangkan teori kesesuian antara pola-pola tegangan, penundaan dan pelepasan dalam irama atau harmoni dan dalam herbagai emosi manusia. Cooke bahkan mencoha menetapkan 'kosakata' musik yang berkaitan dengan frase-frase musik dan rangkaian yang selaras dengun berbagai emosi seperti kegembiraan, kesenangan, kesedihan dan sebabainya (Noth. 2006:440).

Melalui lirik lagu sebagaimana bahasa, dapat menjadi media komunikasi. Sebab lewat lirik lagu, pencipta berusaha menyampaikan apa yang ingin


(7)

diungkapkannya. Pesan yang disampaikan oleh seorang pencipta lagu tentunya tidak berasal dari luar diri pencipta lagu tersebut, dalam artian bahwa pesan tersebut bersumber pada pola pikirnya serta kerangka acuan (frame of reference) dan pengalaman (field of experience) sehagai lingkungan social disekitarnya.

(www.balipost.co.id/baliposcetak/2006/g3.html).

Makna yang terkandung dari sebuah lagu berbeda antara satu lagu dengan lagu lain karena makna menurut Rakhmad (1996) sehuah makna kata sangat subjektif artinya bergantung pada orang yang memaknai kata itu sendiri. Ketertarikan peneliti juga berdasarkan pada unsur metafora yaitu pemakaian kata atau persamaan karena lirik lagu adalah sehuah ekspresi tertulis dalam komunikasi verbal yang menjelaskan terhadap makna isi lagu yang ada di dalamnya, suatu lirik lagu juga dapat menggantarkan suatu perasaan pada seseorang (Kridakalaksana dalam Sohur, 2003:155).

Perkembangan musik Indonesia akhir-akhir ini sangat pesat mulai dari musik indie hingga musik mainstream. Musik indie berbeda dengan musik mainstream, umumnya yang dimaksud dengan mainstream adalah arus utama, tempat di mana band-band yang bernaung di bawah label besar, sebuah industri yang mapan. Band-band tersebut dipasarkan secara meluas yang coverage promosinya juga secara luas, nasional maupun internasional, dan mereka mendominasi promosi diseluruh media massa, mulai dari media cetak, media elektronik hingga multimedia dan mereka terekspos dengan baik. Sedangkan musik indie merupakan band yang berbasis dari apa yang dipunya, “do it yourself”, etika yang dipunyai band tersebut mulai dari merekam,


(8)

mendistribusikan dan promosi dengan uang sendiri

(http://id.88db.com/ID/Views/Looking-for-Something.htm?aspxerropath=/id/

Views/ListDiseussionReplv.aspx) .

Salah satu band Indie dari Jakarta bernama Morfem. Band yang terbentuk pada akhir dekade lalu ini adalah proyek sampingan dari vokalis The Upstairs, Jinni Multhazam bersama tiga rekannya yang beberapa tergabung juga dalam band The Porno, Nervous Breakdown dan Dikeroyok Wanita, yakni Pandu Fathoni (gitar), Freddie Alexander Wamerin (drum) dan Bramasta Juan Sasongko (bas). Debut album yang diberi judul INDONESIA menyiratkan lirik kritis menyoroti hirup pikuk ibukota yang semakin semrawut dikemas secara apik, lucu, lugas tanpa ada kesan menjadi martir ataupun menggurui. Alasan peneliti memilih band Morfem karena dalam membuat lagu, Morfem mencoba memilih tema yang biasa terjadi sehari-hari dari sudut pandang mereka sebagai orang yang terlibat dan ditengah-tenguh ganasnya kehidupan Jakarta. Setelah sukses dengan single mereka yang berjudul "Gadis Suku Pedalaman", sekarang Morfem telah mengeluarkan single terbarunya yang berjudul "Pilih Sidang atau Berdamai".

Seperti lagu-lagu yang lainnya, Lagu terbaru band Morfem yang berjudul "Pilih Sidang atau Berdamai" memiIiki sebuah makna tersendiri tergantung pada orang yang mendengarnya. Lagu “Sidang atau Berdamai" ini sendiri menceritakan tentang pengalaman seorang pemuda yang mengalami kesialan karena harus berurusan dengan polisi di jalan karena melanggar tata tertib lalu lintas.

Tata tertib lalu lintas dibuat untuk mengatur pengendara dijalan raya, pcngcndara yang melanggar lalu lintas akan mendapatkan sanksi sesuai dengan


(9)

undang-undang tata tertib lalu lintas yaitu undang-undang no 22 tahun 2009. Pengendara yang melanggar lain lintas akan mendapatkan bukti pelanggaran atau tilang. Pengendara yang kena tilang diharuskan membayar denda sesuai dengan peraturan yang berlaku. Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini hanyak sekali terjadi tindak pelanggaran lalu lintas yang berakhir dengan cara menyuap polisi agar pelanggar lalu lintas tersebut dapat lolos dari jerat hukum. Biasanya pelanggar memilih untuk menyuap polisi dengan uang berlipat-lipat dari denda yang akan dijatuhkan karena adanya anggapan bahwa mengurus tilang itu sangatlah sulit dan memakan waltu yang lama. Sebenarnya bila penyuapan ini terbukti, maka bisa membuat polisi dan penyuap dihukum pcnjara karena menyuap polisi atau pegawai ncgeri adalah sebuah perbuatan melanggar hukum. Padahal sesuai dengan instruksi Polri tidak memperbolehkan adanya penyelesaian pelanggaran lalu lintas dengan cara "damai", karena bila ketahuan menyuap polisi, maka akan dikenakan denda hukuman pcnjara 10 tahun

(http://www.lintasberita.com/Lifestyle/Otomotif/

perhatian-mulai-5-maret-2011-jangan- coba-coba-mcnyuap-polisi-lagi-itu-hanya- jebakan.).

Maraknya tindakan tilang damai atau penyuapan polisi ini seharusnya tidak boleh terjadi apabila pengawasan internal kepolisian lebih tegas dalam mengawasi anggotanya di lapangan. Sebab, tindakan yang dianggap aparat kepolisian dilapangan adalah hal sepele itu sehenarnya adalah tindakan yang melanggar undang-undang tentang lalu lintas dan khususnya undang-undang tentang tindak pidana korupsi karena dapat dikategorikan penyuapan atau gratifikasi. Mengenai maraknya masalah suap menyuap sebenarnya juga telah


(10)

dilakukan kampanye anti suap, kasus suap yang sering terjadi justru terjadi di jalan dari data ayang dihimpun sebuah surat kabar di Surabaya, hampir semua kasus suap yang diungkap polisi berasal dari perkara tilang. Hal tersebut sangat wajar terjadi karena penyuapan dalam kasus tilang di jalan telah menjadi kebiasaan selama ini. Kampanye anti suap itu dilakukan dengan maksud membina mental personel polisi (http://www.forumbebas.com/thread-25527.html).

Untuk mengurangi maraknya penyuapan kepada petugas polisi di nJAlan Raya, pihak POLRI sebenarnya telah menciptakan suatu inovasi baru Elektronik Traffic Law Enforcement (E-TLE) atau tilang elektronik yang segera diberlakukan DitLantas Polda Metro Jaya, tailang elektornik tersebut memiliki dua peran yaitu penggunaan E-TLE ini untuk mendidik masyarakat agar tertib berlalu lintas dan meminimalisir interaksi petugas dengan pelanggar agar tidak terjadi 'main mata' alias aksi suap terhadap petugas, Sedangkan peran yang kedua adalah sinergi dengan kebijakan pemerintah perihal tertib administrasi kendaraan bermotor. Maksudnya, dalam penerapan tilang elektronik ini, akhirnya mengharuskan pemilik kendaraan untuk melapor atau mengonfirmasi jika kendaraannya telah dijual karena surat tilang pelanggar akan dikirimkan ke alamat yang tertera di STNK. Ketika itu, masyarakat pun dituntut untuk balik nama jika kendaraannya telah dijual

Kata damai menggambarkan mengenai penyelesaian masalah tentang pelanggaran lalu lintas di tempat kejadian tanpa harus melalui prosedur yang berlaku. Kata damai dalam makna denotatif sebenamya memiliki arti menunjuk secara umum ke keadaan tenang-ketiadaan gangguan atau godaan, kata damai


(11)

juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari keadaan perang (Wikipedia.org). Damai juga identik dengan suasana tanpa kekerasan, adanya harmoni, toleransi, saling menghargai dan relasi yang setara antar individu maupun komunitas yang hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu wilayah tertentu pula. Namun damai juga menjadi suatu mimpi yang tidak bisa dijangkau oleh sehagian warga diberbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia yang memiliki sejarah panjang konflik kekerasan dengan berbagai latar belakang penycbabnva. (

http://umum.kompasiana.com/2009/06/17/damai-itu-apa-sekilas-pendidikan-perdamaian/).

Ada banyak definisi dan teori tentang damai atau perdamaian. Definisi yang paling banyak dipahami adalah tidak adanya perang atau konflik kekerasan. Sementara dari faktor penyebab, pemahaman tradisional menyatakan perdamaian akan tercipta ketika individu memiliki rasa kedamaian dalam dirinya sendiri, memiliki kemampuam untuk mengontrol emosi dan pikirannya agar tidak melakukan tindakan yang merugikan orang lain serta bisa memicu terjadinya konflik kekerasan secara terbuka. Perdamaian adalah konsep dan cara pandang yang positif baik terhadap dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Dr. Ursula Franklin, seorang feminis dan aktifis perdamaian dari Kanada yang berpendapat bahwa damai hukan hanya, sekedar tidak adanya perang, tetapi damai juga terciptanya keadilan dan hilangnya ketakutan dalam diri individu dan masyarakat. Ketakutan yang dimaksud adalah rasa tidak aman dari factor ekonomi, misalnya takut tidak punya pekerjaan atau tempat tinggal yang layak.


(12)

(http:/umum.kompasiana.com/2009/06/17/damai-itu-apa-sekilas-pendidikan-perdanmian/).

Penelitian ini naenggunakan semiotik Barthes, menurut Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to commnicate), namun memaknai berarti bahwa objck-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system terstruktur dari tanda (Kurniawan, 2001:53 dalam Sohur. 2006:15)

Bcrdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan sehuah studi semiologi untuk mcngetahui representasi penyuapan dalam lirik Iagu "Pilih Sidang atau Berdamai" oleh group band Morfem.

1.2.Perumusan Masalah

Dari latar bclakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah representasi penyuapan dalam lirik lagu: “Piling Sidang Atau Berdamai” yang dibawakan oleh group band morfem?

1.3.Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi penyuapan dalam lirik lagu "Pilih Sidang atau Berdamai” yang dibawakan oleh group band Morfem.


(13)

1.4.Manfaat Penelitian

1. Kcgunaan praktis

Diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami makna tentang representasi penyuapan pada lirik lagu “Pilih Sidang atau Berdamai" yang dibawakan oleh grup band Morfem.

2. Kegunaan tcoritis -

Sebagai bahan acuan serta menambah referensi perpustakaan khususnya ilmu komunikasi kepada para peneliti yang lain.


(14)

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Musik

Musik adalah suara atau bunyi-bunyian yang diatur menjadi satu yang menarik dan menycnangkan. Dengan kata lain musik dikenal sehagai sesuatu yang terdiri atas nada dan ritme yang mengalun secara teratur. Musik juga memainkan peran dalam evolusi manusia, dibalik perilaku dan tindakan manusia terdapat pikiran dan perkembangan yang dipengaruhi oleh musik. Seni musik merupakan salah satu seni untuk menyampaikan ekspresi. Ekspresi yang disampaikan sekarang ini bukan hanya mengandung unsur keindahan seperti tema-tema percintaan, namun belakangan ini banyak tercipta terna-tema yang berisi permasalahan sosial dan realitas yang ada pada masyarakat. Musik dapat tercipta karena didorong oleh kondisi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Musik adalah cermin sebuah masyarakat, musik juga diilhami oleh perilaku umum masyarakat, dan sebaliknya perilaku umu m masyarakat dapat terilhami oleh musik tertentu. Perilaku umum masyarakat dapat berupa permasalahan sosial, peristiwa monumental, kebutuhan dan tuntutan bersama, kritikan ataupun harapan yang diidamkan (Ayuningtyas, 2006:9).

Pada masa ini oleh masyarakat, musik populer diberi arti musik yang mudah diterima oleh kebanyakan orang dan banyak yang menyukainya (Sumaryo dalam Setianingsih, 2002:26). Beberapa jenis musik yang didasarkan pada manfaat agar diketahui lebih dalam adalah:


(15)

1. Musik Klasik: ada sedikit pergeseran makna, seperti terjadi pula pada nama ataupun istilah lain. Ada tiga taksirat mengenai musik klasik yang sering digunakan.

a. Pertama: Musik klasik adalah jenis musik terkenal yang dibuat atau diciptakan jauh di masa lalu, tetapi disukai, dimainkan dan diminati orang sepanjang masa sampai sekarang.

b. Kedua: Musik klasik ialah jenis musik yang lahir atau diciptakan oleh komponis-komponis pada masa klasik, yaitu masa sekitar tahun 1750-1800.

c. Ketiga: Musik klasik adalah jenis musik yang dibuat pada masa sekarang, tetapi mengambil gaya, corak, ataupun teknik yang terdapat pada musik klasik dari pengertian pertama dan kedua.

2. Musik Jazz: jenis musik yang dianggap lahir di New Orleans, Amerika Serikat, pada awal abad ini. Merupakan perpaduan antara teknik dan peralatan musik Eropa, khususnya Perancis, dengan irama bansa negro asal Afrika Barat, di perkebunan-perkebunan kapas, New Orleans Selatan.

3. Musik Keroncong: Jenis musik dimana dalam musik ini dipergunakan peralatan dan peralatan musik barat yang dimainkan dan dinyanyikan dengan gaya musik tradisi kita yang sudah ada sebelumnya. Misal: permainan alat penumbuk padi, kentongan, angklung, dan lain-lain.


(16)

4. Musik Populer: Jenis musik yang selalu memasukkan unsur-unsur ataupun cara-cara baru yang selalu disukai, atau diharapkan akan disukai oleh pendengar dewasa ini. Tujuannya adalah memperoleh ledakan popularilas sebesar mungkin dan secepat mungkin. Walaupun dua atau tiga tahun kemudian tak ada lagi yang bisa mendengarkannya. Musik populer merupakan suatu bidang yang mempunyai perkembangan tersendiri. Sifat-sifat perkembangannya itu kadang-kadang menuju kearah perkembangan artistik musikal, tapi yang masih mendapat simpati dari masyarakat banyak.

Meski diseba musik populer, dari pemain-pemainnya tetap diminta syarat musikalitas. Makin tinggi nilai musikalnya, makin baik. Pemain musik populer tidak begitu merasa ”tegang” seperti pemain musik seriosa. Yang dimaksud ”tegang” disini ialah suatu rasa tekanan atau ketegangan mental, yang disebabkan antara lain adanya konsentrasi yang penuh agar dapat memainkan musiknya scbaik-haiknya. (Sunaryo dalam Rachmamati, 1000:29)

2.1.2. Lirik

Perkembangan lirik lagu di Indonesia sudah mulai muncul sejak setelah merebut kemerdekaan, pada paruhan pertama dasawarsa 1950-an. Pada waktu masih dilakukan yang dinamakan "musikalisasi syair" yaitu menggarap komposisi-komposisi lagu terhadap puisi-puisi yang terlebih dahulu diciptakan oleh penyair terpandang (Rachmawati, 2000:42).

Lirik sebuah lagu di era sekarang merupakan sebuah kunci utama, meski tidak dipungkiri sentuhan musik tidak kalah pentingnya untuk menghidupkan


(17)

lagu tersebut secara keseluruhan. Lirik merupakan sebuah energi yang mampu mengungkapkan banyak hal. Hampir sebagian besar lirik lagu-lagu Indonesia memuat berbagai peristiwa atau perasaan emosi yang dilihat, didengar dan dirasakan olch si pencipta lagu. Ada yang menyuarakan perasaan cinta yang mengharu biru, ada pula yang menuangkan protes dan kontrol sosial. Apapun jenis musiknya, lirik lagu cinta tetap dominan dari waktu ke waktu. Para pencipta lagu pun lebih memprioritaskan lagu-lagu bertema cinta. Para pencipta lagu pun berpendapat bahwa tema cinta adalah universal, bisa diterima siapa saja, tidak heran apabila banyak grup musik atau penyanyi yang memakai konsep

pembuatan lirik semacam itu. (

www.media-indonesia.com/resensi/detail.asp?id=420).

2.1.3. Definisi Penyuapan

Penyuapan dapat didefinisikan sebagai perbuatan atau tindakan dari satu pihak yang memberikan keuntungan kepada pihak lain agar tujuannya tercapai. Suap dalam lembaga pemerintahan dapat diberikan pada pelayanan publik (langsung) atau kepada orang atau entitas lain (tidak langsung). Dalam lingkungan politik, suap dapat diberikan oleh pihak yang berkepentingan untuk meminta kepada oknum pemerintah untuk mengubah keputusan atau tindakannya secara tidak benar agar kepentingannya dapat tercapai. Pada beberapa negara, dimana korupsi sudah menjadi budaya, sangat sulit bagi individu untuk bertahan di lingkungan bisnis tanpa ada praktik suap menyuap. Suap dapat ditujukan untuk kepentingan ofisial agar pihak yang disuap mau melakukan sesuai dengan yang sudah dibayarkan. Selain itu suap juga dapat dimaksudkan agar dapat melakukan


(18)

bypass atas hukum dan peraturan yang berlaku. Dalam lingkungan bisnis, suap dan korupsi dapat menghambat terciptanya suasana kompetisi bisnis dan investasi yang fair, menghalangi perdagangan bebas dan fair, serta merepresentasikan biaya (cost) bisnis yang tidak wajar (Sudarsono;2002).

Pendapat lain mengenai suap disampaikan oleh Qordhawi (2007), bahwa suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau jabatan apapun untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa suap adalah memberi sesuatu, baik uang maupun barang kepada seseorang agar melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya, baik permintaan itu dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan. Dari sini dapat dipahami bahwa suap adalah sebuah tindakan yang mengakibatkan sakit atau kerugian di pihak lain.

Dalam Undang-Undang No. 11 Th. 1980 tentang tindak pidana suap dijelaskan bahwa tindak pidana suap memiliki dua pengertian, yaitu: 1. Memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud membujuk agar seseorang berlawanan dengan kewenangan/kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.2. Menerima sesuatu atau janji yang diketahui dimaksudkan agar si penerima melawan kewenangan/kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum (http://nurulzainab.blogspot.com/2009/01/suap-menyuap.html).


(19)

2.1.4. Semiotika

Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disehut dengan “tanda”. Dengan demikinn semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda (Sobur, 2006:87).

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, Semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinifi) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti hahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. (Barthes dalam Sobur, 2006:15).

Tokoh semiotika Charles Sanders Peirce adalah salah seorang filsuf Amerika. Sedangkan Ferdinand de Saussure adalah pendiri linguistic modern, sarjana dan tokoh besar asal Swiss yang terkenal dengan teorinya tentang tanda (Sobur, 2006:43)

2.1.5. Semiotika Dalam Ilmu Komunikasi

Menurut Littlejohn (1996:64) dalam Sobur (2001:15) tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan tanda-tanda dapat


(20)

melakukan komunikasi dengan sesamanya. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.

a. Definisi Semiotika

Kata ”semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti "tanda" atau seme yang berarti ”penafsir tanda”. Semiotika atau dalam istilah Barthes semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa ohjek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53) dalam Sobur (2001:15).

Semiotika seperti kata Lechte (2001:191) adalah teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs ”tanda-tanda” dan berdasarkan pada sign system (code) (Segers, 2000:4). Hjelmslev (dalam Christomy, 2001:7) mendefinisikan tanda sebagai ”suatu keterhubungan antara wahana ekspresi (expression plan) dan wahana isi (content plant). Charles Morris menyebut semiosis sebagai suatu "proses tanda”, yaitu proses ketika sesuatu merupakan tanda bagi beberapa organisme.


(21)

Dari beberapa definisi diatas, maka semiotika atau semiosis adalah ilmu atau proses yang borhubungun dengau tanda.

Pada dasarnya semiosis dapat dipandang sebagai suatu proses tanda yang dapat diberikan dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan antara lima istilah :

S adalah semiotic relation (hubungan semiotik); s untuk sign (tanda): i untuk interpreter (penafsir): c untuk effect atau pengaruh (misalnya suatu disposisi dalam i akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap r pada kondisi-kondisi tertentu c karena s); r untuk reference (rujukan); dan c untuk context (konteks) atau conditions (kondisi).

b. Jenis-jenis semiotika

Saat ini dikenal dua jenis setniotika yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signilikasi.

1. Semiotika komunikasi yang dikembangkan oleh Charles Sanders Peirce lebih menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi dan acuan.

2. Semiotika signifikasi yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure memberikan tekanan pada teori tanda dan pcmahamannya dalam suatu


(22)

konteks tertentu. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda.

3. Semiotika Konotasi yang dikembangkan oleh Roland Barthes lebih menekankan lima kode yang ditinjau dan dieksplisitkan untuk menilai suatu naskah realis. Lima kode yang ditinjau Barthes adalah kode hermeneutik (kode teka-teki), kode semik (makna konotatif), kode simbolik, kode proaretik (logika tindakan), dan kode gnomik yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu.

2.1.6. Semiotika Roland Barthes

Semiologi Roland Barthes mendasari kajian-kajian Barthes selanjutnya terhadap obyek-obyek kenyataan atau unsur-unsur kebudayaan yang sering ditelitinya. Cakupun kajian kebudayaan Barthes sangat luas. Kajian itu meliputi kesusastraan, perfilman, busana dan berbagai fenomena kebudayaan lainnya. Sebuah garmen, sebuah mobil, sepinggan masakan, sebuah bahasa isyarat, scbuah film, sekeping musik, sebuah gambar iklan, sepotong perabot, sebuah kepala judul surat kabar, ini semua memang nampaknya obyek-obyek heterogen.

Semiologi Barthes merupakan suatu interpretasi kebudayaan, tetapi interpretasi yang dimaksudnya mengarah pada produksi makna sebanyak mungkin, bukan suatu upaya penggapaian makna ultim. Interpretasi semacam ini jelas menolak adanya “kebenaran” (semacam grand narrative, menjamin istilah


(23)

Lyotard) dan hanya mau menerima kebenaran-kebenaran (Kurniawan, 2001:116-117)

Semiologi dengan kata lain berupaya melakukan "pembebasan makna" karena selama ini makna telah mapan yang hanya menghasilkan interpretasi tunggal yang dianggap benar dan tuntas. Pembebasan makna ini dimungkinkan dengan penggandaan tulisan dari sebuah teks, yang berarti pula membuka eksistensi tulisan secaro total. Di sana berdirilah bukan pengarangnya, tetapi pembaca. Pembaca adalah ruang tempat kutipan yang menciptakan sebuah tulisan, dilukiskan tanpa satupun dari mereka hilang. Karena kesatuan teks terletak bukan pada asal usulnya, tetapi pada tempat tujuannya (Kurniawan, 2001:95).

Dunia ini penuh dengan tanda-tanda, tetapi tanda-tanda ini tak semaunya punya kesederhanan murni dari huruf-huruf alphabet, tanda lalu lintas atau seragam militer mereka secara tak terbatas lebih kompleks (Kurniawan, 2001:81-82).

Semiologi Barthes tersusun atas tingkatan-tingkatan sistem bahasa. Umumnya Barthes membuatnya dalam dua tingkatan bahasa, bahasa tingkat pertama adalah hahasa sebagai obyek dan bahasa tingkat kedua yang disebut metabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda yang memuat penanda dan petanda. Sistem tanda kedua terbangun dengan menjadikan petanda dan penanda tingkat pertama sebagai penanda baru yang kemudian memiliki penanda baru sendiri dalam suatu sistem tanda baru pada taraf yang lebih tinggi. Sistem tanda pertama disebutnya dengan istilah denotasi atau sistem


(24)

terminologis, sedang sistem tanda tingkat kedua disebutnya sebagai konotasi atau sistem retoris atau mitologi. (Kurniawan, 2001:115).

Pada setiap terbitannya Roland Barthes membahas "mytology of the month" (mitologi bulan ini), sebagian besar dengan menunjukkan bagaimana aspek denotatif tanda-tanda dalam budaya dangdut remix menyingkapkan konotasi yang pada dasarnya adalah “mitos-mitos” yang dibangkitkan oleh sistem tanda yang labih luas yang membentuk masyarakat.

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca. Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya.

Gambar 2.1

Peta Tanda Roland Barthes

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat yang bcrsamaan, tanda

1. Signifier (penanda)

3. Signified (petanda)

3. Denotatif Sign (Tanda Denotative)

4. CONOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF)

5. CONOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF) 6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)


(25)

denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi dalam konteks Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya (Sobur, 2003:668-69).

Pada dasarnya ada perbedaan anima denotasi dan konotasi dalam pengertian secana umum serta denotasi dan korotasi yang dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian minim denotasi hiasanya dimengerti sehagai makna harfiah, makna yang "sesungguhnya'", bahkan kadang kala juga dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional, disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, di dalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Dengan demikian, sensor atau represi politis, sebagai reaksi yang paling ekstrem melawan keharfiahan denotasi yang bcrsifat opresif ini. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai ”mitos" dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.

Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga


(26)

suatu sistem, pemaknaan tataram kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda.

Yang menjadi alasan atau pertimbangan Barthes menempatkan ideologi dengan mitos. karena, baik di dalam mitos maupun ideologi hubungan antara penanda konotatif dan petanda konotatif terjadi secara termotivasi. Ideologi ada selama kebudayaan ada, dan itulah sebabnya Barthes berbicara tentang konotasi sebagai suatu ekspresi budaya. Kebudayaan, mewujudkan dirinya di dalam teks-teks dan demikian ideologi pun mewujudkan dirinya rnelalui berbagai kode yang merembes masuk ke dalam teks dalam bentuk penanda-penanda penting, seperti tokoh, latar, sudut pandang. dan lain-lain (Sobur, 2001:70-71).

Semiologi Roland Barthes, jelas sangat terkait dengan strukturalisme. Strukturalisme adalah usaha untuk menunjukkan bagaimana makna literer bergantung pada kode-kode yang diproduksi oleh wacana-wacana yang mendahului dari sebuah budaya. Secara luas kode-kode budaya ini telah menggiringkan suatu makna tertentu bagi manusia. Kode-kode budaya ini tertihat jelas bila kita mengkaji mitos-mitos yang tersebar dalam kehidupan keseharian.

Mitos menurut Barthes adalah sehuah sistem komunikasi yang dengan demikian dia adalah sebuah pesan. Mitos kemudian tak mungkin dapat menjadi sebuah obyek, sebuah konsep atau sehuah ide karena mitos adalah sebuah mode penindasan yakni sebuah bentuk.


(27)

Mitos sebagai bentuk tidak dibatasi oleh obyek pesannya, tetapi dengan cara apa, mitos menuturkan pesan itu. Dengan demikian ada batas-batas formal dari mitos, tetapi dengan cara apa mitos menuturkan pesan itu. Dengan demikian ada batas-batas formal dari mitos, tetapi tak ada batasan yang "substansial". Sejarah manusia mengkonversikan realitas ke dalam tuturan (speech) dan manusia sendirilah yang manentukan hidup dan matinya bahasa mistis. Kuno atau tidak mitologi hanya dapat memiliki sebuah landasan sejarah, yakni tipe tuturan yang terpilih dari sejarah dan dia tidak mungkin dapat berkembang dari "hakikat" benda-benda. (Kurniawan, 2001:183-184).

Di wilayah perbincangan kesusastraan dan linguistik, Barthes dikenal melalui analisa tekstual (textual analysis) atau analisa naratif struktural (structural analysis of narrative) yang dikernbangkannya. Analisa struktural yang dikembangkan Barthes ini digunakannya sebagai pisau bedah untuk menganalisa berbagai bentuk naskah. Sernentara bagi Barthes, analisa naratif struktural secara metodologis berasal dari perkembangan awal atas apa yang disebut linguistik struktural sebagaimana pada perkembangan akhirnya dikenal sebagai semiologi atau semiotika. Jadi secara sederhana analisa naratif struktural dapat disebut juga sebagai semiologi teks karena memfokuskan diri pada naskah. Intinya sama yakni mencoba memahami makna suatu karya dengan menyusun kembali makna-makna yang tersebar dalam karya tersebut dengan suatu cara tertentu.


(28)

Persoalannya adulate tidak adanya suatu mesin pembaca makna. Mesin penerjemah memang ada, tetapi mesin ini hanya dapat menstranformasikan makna-makna denotalif atau makna literal dan bukan makna-makna kedua atau makna konotatif atau makna pada level asosiatif dari sebuah teks (system retoris). Akibatnya pastilah operasi pembacaan bersifat individual dan tak ada metode tunggal dalam operasi tersebut. Mulai tampaklah di sini bagaimana strukturalisme Barthes memberi tempat berarti bagi pembaca seperti yang telah disebutkan oleh Jonathan Culer di atas. Dengan demikian, maka metode dalam mendekati suatu teks atau menilainnya dilihat dari bagaimana pembaca memproduksi makna (tingkat dua). Barthes mengajak untuk menilai suatu teks dengan dua cara: writerly texs dan readerly texs. Namun dapatlah kiranya dipahami bahwa writerly text adalah apa yang dapat ditulis pembaca sendiri terlepas dari apa yang ditulis pengarangnya. Sedangkan readerly text adalah apa yang dapat dibaca, tetapi tak dapat ditulis, yakni teks terbaca yang merupakan nilai reaktif dari writerly text. Barthes sendiri memilih writerly text sebagai penilaian. (Kurniawan, 2001:87-90).

Teks kemudian mcnjadi terhuka terhadap scgala kemungkinan. Pembaca akan berhadapan dengan pluralitas signifikasi. Pada litik ini Barthes mengkritik pendekatan tunggal yang selama ini merupukan card represif yang tidak produktif. Pergeseran pusat dari perhatian kepada pengarang kepada pembaca merupakan konsekuensi logis dari semiologi Barthes yang menekankan


(29)

semiologi derajat kedua yang memberi peran besar bagi pembaca untuk memproduksi makna. (Kurniawan, 2001:91).

Dimata Barthes karya utau teks merupakan sebentuk konstruksi belaka. Bila hendak menemukan maknanya, maka yang dilakukan adalah rekonstruksi dari bahan-bahan yang tersedia, yang tidak lain adalah teks itu sendiri. Sebagai sebuah proyek rekonstruksi, maka pertama-tama teks tersebut dipenggal-penggal terlebih dahulu menjadi beberapa "leksia" atau satuan bacaan tertentu. Leksia ini dapat berupa kala, beberapa kalimat, sebuah paragraph, atau beberapa paragraph.

Dengan memenggal teks itu, maka pengarang tak lagi jadi perhatian. Teks bukan lagi menjadi milik pengarang, tetapi menjadi milik pembaca dan bagaimana pembaca memproduksi makna itu.

Produksi makna dari pembaca itu sendiri akan menghasilkan kejamakan. Tugas para semiolog atau pembaca kemudian adalah menunjukkan sebanyak mungkin makna yang mungkin dihasilkan. Barthes menyebut proses ini sebagai semiolog yang memasuki ”dapur makna”. (Kurniawan, 2001:93-94).

Apa yang dilakukan Barthes terhadap beragam teks itu memberi peluang besar terhadap interpretasi kebaruan makna pada teks tersebut (Kurniawan, 2001:98).

Cara kerja Barthes sebagai upaya untuk mengeksplisitkan kode-kode narasi yang berlaku dalam suatu naskah realis. Barthes berpendapat bahwa Sarrasine ini terangkai dalam kode rasionalisasi, suatu proses yang mirip


(30)

dengan yang terlihat dalam retorika tentang tanda kode. Lima kode yang ditinjau Barthes adalah (Sobur. 2006:65-66) :

1. Kode Hermeunetik atau kode teka-teki

Berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan ”kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsure struktur yang utama dalam narasi tradisional. Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaiannya di dalam cerita.

2. Kode Semik atau kode konotatif

Kode Senik atau kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pcmbaca menyusun tema suatu teks. la melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat suatu kumpulan satuan konotasi. kita menemukan suatu tema di dalam cerita. Jika sejumlah konotasi melekat pada suatu nama tertentu, kita dapat mengenali suatu tokoh dengan atribut tertentu. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling ”akhir”.

3. Kode Simbolik

Merupakan suatu pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembcdaan baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara,


(31)

maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses. Dalam suatu teks verbal, perlawanan yang bersifat simbolik seperti ini dapat dikodekan melalui islilah-istilah retoris seperti antitesis, yang mcrupakan hal yang istimewa dalam sistem symbol Barthes.

4. Kode Paretik atau kode tindakan/lakuan.

Kode Paretik Mau kode tindakan/lakuan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang; artinya, antara lain, semua teks yang bersifat naratif. Kita mengenal kode lakuan atau peristiwa karena dapat memahaminya. Pada kebanyakan fiksi kita selalu rnengharap lakuan di "isi" sampai lakuan utama menjadi perlengkapan utama suatu teks.

5. Kode Gnomik atau kode kultural

Kode ini merupakan acuan teks benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional didefinisi oleh acuan ke apa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal-hal kccil yang tclah dikodifikasi yang di atasnya para penulis bertumpu.

2.2. Kerangka Pikir

Setiap individu mcmiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam memaknai suatu peristiwa atau obyek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman ( field of experience) dan pcngetahuan (frame of reference) yang berbeda-beda pada setiap individu tersebut dalam menciptakan sebuah pesan komunikasi, dalam hal ini pesan disampaikan dalam bentuk lagu, maka pencinta lagu juga tidak terlepas dari dua hal di atas.


(32)

Begitu juga peneliti tidak menggunakan metode semiotik Peirce karena dalam lirik lagu "Pilih Sidang Atau Berdamai" kata-kata yang digunakan adalah kata-kata lugas atau kalimat langsung sehingga peneliti tidak banyak menemukan adanya simbol -simbol yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan analisis. Tapi tidak berarti hahasa tidak langsung tidak ada sama sekali di sini, oleh karena itu peneliti menggunakan mctode semiotik Roland Barthes dengan mcnitikbcratkan pada tanda denotative dan tanda konotatif Roland Barthes membahas menunjukkan aspek denotative tanda-tanda dalam budaya dangdut remix menyingkapkan konotasi yang pada dasarnya adalah mitos-mitos yang dibangkitkan oleh sistem tanda yang lebih luas yang membentuk masyarakat. Dari data-data berupa link lagu "Pilih Sidang Atau Berdamai", kata-kata dan rangkaian kalimat lirik lagu tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode semiotik Roland Barthes (menitikberatkan pada aspek denotasi (sistem tanda pertama) dan aspek konotasi (sistem retoris atau mitologi) yang pada akhirya diperolch kebaruan makna sehingga menghasilkan suatu interpretasi bagaimana pemaknaan damai dalam Iirik lagu tersebut.


(33)

3.1. Jenis Penelitian

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penclitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif, dimana dalam pendekatan deskriptif kualitatif akan dapat menginterprestasikan secara rinci pcmaknaan tiap lirik dalam lagu "Pilih Sidang Atau Berdamai" karya grup musik "Morfem”

Pemaknaan lirik lagu ''Pilih Sidang Atau Berdamai" dari grup musik "Morfem" adalah untuk mengetahui bagaimanakah representasi damai. Dengan menggunakan metode analisis semiotik, pemaknaan yang dilakukan peneliti dapat lebih menghasilkan uraian yang mendalam tentang tulisan yang dapat diamati. Kemudian untuk menginteprestasikan bagaimana representasi damai dalam lirik lagu "Pilih Sidang Atau Berdamai" dari grup musik "Morfem" maka perlu terlebih dahulu diketahui sistem tanda yang ada pada lirik lagu tersebut.

Dengan menggunakan metode analisis semiotik, pemaknaan yang dilakukan peneliti dapat lebih menghasilkan uraian yang mendalam tentang tulisan yang dapat diamati peneliti menggunakan. Dalam penelitian ini metode pendekatan semiotika Barthes,, alasan menggunakan pendekatan Barthes adalah pendekatan ini menganggap bahasa mempunyai dua tingkatan, bahasa tingkat pertama adalah bahasa sebagai obyek dan bahasa tingkat kedua sebagai metabahasa. Bahasa ini

merupakan suatu sistem tanda yang memuat petanda dan penanda (Kurniawan,2001:115).


(34)

3.2. Unit Analisis

Unit analis yang digunakan dalam pcnelitian ini adalah tanda-tanda berupa tulisan, terdiri atas kata-kata yang membentuk kalimat yang ada pada lirik lagu "Pilih Sidang Atau Berdamai".

3.3. Corpus

Corpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada perkernbanganya oleh analisis dengan semacam kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya yang akan memelihara sebuah sistem kemiripan yang Icngkap (Kurniawan, 2001:70)

Meninjau kembali pada tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui bagaimana pemaknaan dalam lirik lagu "Pilih Sidang Atau Berdamai", maka corpus dalam penelitian ini adalah link lagu dengan judul "Pilih Sidang Atau Berdamai" dalam yang dibawakan olch group Band Morfern. Alasan pengambilan lirik lagu di atas sehagai corpus adalah karena dalam lirik lagu tersebut memuat tentang budaya masyrakat sekarang yang lebih senang menyuap polisi dcngan alasan lebih cepat dan praktis dari pada harus mendapatkan surat tilang dan berurusan dengan pengadilan negeri ketika melanggar tata tertib lalu lintas. Dengan menggunakan kata "damai" peneliti berusaha menjelaskan keengganan untuk memperpanjang masalah.

Lirik lagu `Pilih Sidang Atau Berdamai" selengkapnya sebagai berikut: Dini hari jalanan sepi

Mata meredup konsentrasi blur Terkejut ku tiba-tiba


(35)

Dia tiup peluit kencang Kontan ku mencpi

Oh tak sadarku lampu merah terlewati Dia pun tersenyum penuh kemenangan Kantukku pun sirna alurnya terbaca

Pilih sidang atau berdamai Putuskan dalam sesingkatnya

Pilih sidang atau berdamai Oh malam ini musti ku lewatkan

Pulang dari rumah sabahat Yang terkenal Hitam sarang bcgundal

Perang kampung sudah budaya Lampu merahpun di duduki jagoan

Mcndekati wilayah berbahaya Tancap gas langsung hindari masalah

Menikung ke kiri jantung ku terhcnti Sosok tegap berpluit keluar dari pepohonan

Pilih sidang atau bcrdamai Maaf pak disana hanyak prernan

Pilih sidang atau berdamai Lepas dari macan di gigit buaya


(36)

Bersama pujaan scooter kesayangan Lari tak sampai 40 per jam Bicara musik film juga terbitan Di depan nampak ramai segerombolan Pria tegap berpluit dan pengendara sial

Nampaknya razia entah temanya Scbelum bertanya spontan ku berkata

Kami pilih sidang saja Iah

3.4. Tcknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh melalui pemahaman lirik lagu ”Berdamai" Data setiap pemahaman ini diperoleh data primer yaitu link lagu "Berdamai" itu sendiri. Teknik pengumpulan data lainnya, melalui penggunaan bahan dokumenter seperti buku-buku. dan internet. Sumber dokumenter tersebut untuk memperoleh tentang berbagai hal mengenai pemaknaan dalam link lagu yang menjadi bahan dalam penelitian ini.

3.5. Metode Analisis Data

Analisis dan interpretasi data dilakukan berdasarkan Metode semiologi Roland Barthes, yang digunakan adalah di mata suatu karya atau teks merupakan sebentuk kontruksi belaka. Bila hendak menemukan maknanya, maka yang dilakukan adalah rekonstruksi dari bahan-bahan yang tersedia, yang tidak lain adalah teks itu sendiri . Sebagai proyek rekontruksi, maka pertama-tama teks atau lirik lagu tersebut dipenggal-penggal terlebih dahulu menjadi beberapa leksia


(37)

atau satuan bacaan tertentu. Leksia ini dapat berupa kata, beberapa kalimat, sebuah paragraph, atau beberapa paragraph.

Kemudian menyusun atas tingkatan-tingkatan sistem bahasa. Umumnya Barthes rnembuatnya dalam dua tingkatan Bahasa, bahasa tingkat pertama adalah bahasa sebagai obyek dan bahasa tingkat kedua yang disebut mctabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda yang memuat penanda dan petanda. Sistem tanda kedua terbangun dengan dengan menjadikan petanda dan penanda tingkat pertama sebagai penanda baru yang kemudian memiliki penanda baru sendiri dalam suatu sistem tanda baru pada taraf yang lebih tinggi. Sistem tanda pertama disebutnya dengan istilah denotasi atau sistem terminologis, sedang sistem tanda tingkat kedua disebutnya sebagai konotasi atau sistem retoris atau. mitologi. (Kurniawan, 2001:115).

Pada dasarnya ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian umum dcnotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang "sesungguhnya", bahkan kadang kala juga dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional, disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kcpada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, di dalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna dan dengan demikian, sensor atau represi politis. Sebagai reaksi yang paling ekstrem melawan keharfiahan denotasi


(38)

yang bersifat opresif ini. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai ”mitos" dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.

Yang menjadi alasan atau pertimbangan Barthes rnenempatkan ideologi dengan mitos, karena baik di dalam mitos maupun ideologi hubungan antara penanda konotatif dan petanda konotatif terjadi secara termotivasi. Ideologi ada selama kebudayaan ada, dan itulah sebabnya barthes berbicara tentang konotasi sebagai suatu ekspresi budaya. Kebudayaan, mewujudkan dirinya di dalam teks- teks atau lirik lagu dan demikian, ideologi pun terwujudkan dirinya melalui berbagai kode yang merembes masuk ke dalam lirik lagu dalam bentuk penanda- penanda penting, seperti tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain (Sobur, 2001;70).


(39)

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1. Sekilas tentang Band Morfem

Band yang terbentuk pada akhir dekade lalu ini adalah proyek sampingan dari vokalis The Upstairs, Jinni Multhazam bersama tiga rekannya yang beberapa tergabung juga dalam band The Porno, Nervous Breakdown dan Dikeroyok Wanita, yakni Pandu Fathoni (gitar), Freddie Alexander Wamerin (drum) dan Bramasta Juan Sasongko (bas). Debut album yang diberi judul INDONESIA menyiratkan lirik kritis menyoroti hirup pikuk ibukota yang semakin semrawut dikemas secara apik, lucu, lugas tanpa ada kesan menjadi martir ataupun menggurui. Alasan peneliti memilih band Morfem karena dalam membuat lagu, Morfem mencoba memilih tema yang biasa terjadi sehari-hari dari sudut pandang mereka sebagai orang yang terlibat dan ditengah-tenguh ganasnya kehidupan Jakarta. Setelah sukses dengan single mereka yang berjudul "Gadis Suku Pedalaman", sekarang Morfem telah mengeluarkan single terbarunya yang berjudul "Pilih Sidang atau Berdamai"

Band asal Jakarta ini menyebutkan nama-nama seperti Bob Dylan, Lou Reed, The Velvet Underground, Iggy Pop, The Stooges, Iggy And the Stooges, Modern Lovers, Jonathan Richman, The Vaselines, Rat Cat, The Upstairs, The Porno, the jesus And Mary Chain, Sonic Youth, The Breeders, Nirvana, Ride, sampai Stone Roses, sebagai influence bermusik mereka.


(40)

Nama Morfem saat ini emang udah mulai sering menghiasi gig-gig lokal di Jakarta. Band yang personilnya merupakan gabungan dari personil-personil the Upstairs, The Porno, JARB dan Nervous Breakdown, ini memainkan musik campuran dari noise rock, pop, sampai folk.

Melalui paduan gitar berlapis ala Jesus and the Mary Chain, seksi ritem yang padat dan megah serta lirik berbahasa Indonesia yang cedas dan deskriptif, musik Morfem terdengar sangat menyegarkan. Morfem bisa disebut sebagai salah satu jejak band-band lokal yang mulai menatap 90's alternative sounds

4.1.2. Lirik Lagu Pilih Sidang Atau Berdamai

Seperti lagu-lagu yang lainnya, Lagu terbaru band Morfem yang berjudul "Pilih Sidang atau Berdamai" memiIiki sebuah makna tersendiri tergantung pada orang yang mendengarnya. Lagu “Sidang atau Berdamai" ini sendiri menceritakan tentang pengalaman seorang pemuda yang mengalami kesialan karena harus berurusan dengan polisi di jalan karena melanggar tata tertib lalu lintas..

Berikut ini adalah lirik lagu “Pilih Sidang atau Berdamai” Dini hari jalanan sepi

Mata meredup konsentrasi blur Terkejut ku tiba-tiba

Sosok tegap berdiri di depan menghadang Dia tiup peluit kencang

Kontan ku menepi

Oh tak sadarku lampu merah terlewati Dia pun tersenyum penuh kemenangan Kantukku pun sirna alurnya terbaca

Pilih sidang atau berdamai Putuskan dalam sesingkatnya

Pilih sidang atau berdamai Oh malam ini musti ku relakan


(41)

Pulang dari rumah sahabat Yang terkenal Hitam sarang begundal

Perang kampung sudah budaya Lampu merahpun di duduki jagoan

Mendekati wilayah berbahaya Tancap gas langsung hindari masalah

Menikung ke kiri jantung ku terhenti Sosok tegap berpluit keluar dari pepohonan

Pilih sidang atau berdamai Maaf pak disana banyak preman

Pilih sidang atau berdamai Lepas dari macan di gigit buaya

Sabtu malam waktunya kencan Bersama pujaan scooter kesayangan

Lari tak sampai 40 per jam Bicara musik film juga terbitan Didepan nampak ramai segerombolan Pria tegap berpluit dan pengendara sial

Nampaknya razia entah temanya Sebelum bertanya spontan ku berkata

Kami pilih sidang saja lah

4.2. Penyajian Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa lirik lagu “Pilih Sidang Atau Berdamai”, yaitu lagu yang diciptakan dan dipopulerkan oleh Morfem Band. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap syair “Pilih siding atau Berdamai” yang diciptakan dan dipopulerkan oleh Morfem Band hasil pengamatan tersebut kemudian akan diinterprasikan dan disajikan representasinya. Setelah itu baru diketahui apa pesan yang terkandung didalamnya. Lirik lagu “Pilih Sidang Atau Berdamai” selanjutnya akan dibahas berdasarkan landasan teori dari Roland Barthes, untuk mengetahui pengungkapan representasi.


(42)

Tanda-tanda berupa tulisan, terdiri dari kata-kata tersebut akan dipenggal-penggal terlebih dahulu menjadi beberapa leksia (satuan bacaan) yang berupa kata, berupa kalimat, sebuah paragraph, atau beberapa paragraf untuk dikategorikan ke dalam kode Barthes sehingga dapat diketahui bagaimana representasi penyuapan

Penyuapan berasal dari kata suap yang berarti sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau jabatan apapun untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa suap adalah memberi sesuatu, baik uang maupun barang kepada seseorang agar melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya, baik permintaan itu dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan. Dari sini dapat dipahami bahwa suap adalah sebuah tindakan yang mengakibatkan sakit atau kerugian di pihak lain.

Definisi tanda dari Roland Barthes adalah berdasarkan unsur penanda (signifier), petanda (signifield) yang diantara hubungan tersebut terdapat dua tahap yang disebut tataran pertama dan tataran kedua. Pada tataran pertama berupa realitas atau kenyataan dan juga tanda yang ada dalam masyarakat. Barthes menyebut tataran ini sebagai denotasi. Kemudian pada tataran kedua merupakan suatu pencerminan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat atau disebut Barthes sebagai konotasi.


(43)

4.3. Analisis dan Interpretasi Data

Judul lagu mencerminkan isi dari lirik lagu yang diwakilinya. Judul “Pilih Sidang atau Berdamai” menimbulkan pertanyaan, hal apa saja yang membuat banyak penyuapan di negeri ini khususnya di pelanggaran lalu lintas di jalan raya.

Representasi lirik lagu “Pilih Sidang atau Berdamai” ini akan dilakukan peneliti

dengan menggunakan penanda-petanda dalam peta Roland Barthes serta mengkategorikan kalimat dari bait ke bait ke dalam lima kode Barthes dan penjabaran makna tiap bait per bait. Pada lirik lagu “Pilih Sidang atau Berdamai” diantara bait-bait tersebut terdapat kalimat-kalimat yang mengartikan penyuapan, yaitu :

Isi lirik bait ke dua terdiri dari empat kalimat yaitu : Pilih sidang atau berdamai

Putuskan dalam sesingkatnya Pilih sidang atau berdamai Oh malam ini musti kurelakan

Bait 2 kalimat ke-10: Pilih sidang atau berdamai

1. Penanda : Pilih sidang atau berdamai 2. Petanda : Konsep tentang damai 3. Tanda Denotatif : Berdamai

4. Penanda Konotatif : Menyalah gunakan makna “damai” untuk lolos dari kesalahan

5. Petanda konotatif : Makna berdamai sendiri mempunyai arti berbaik kembali, berhenti bermusuhan,


(44)

Kalimat ke sepuluh dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik atau kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata berdamai yang menimbulkan pertanyaan apa arti berdamai disini ? berdamai yang seperti apa? Dan untuk apa berdamai? kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung cerita tentang seseorang dalam situasi sebuah pilihan. Kode Gnomik atau Kultural (Budaya) karena berdamai merupakan sesuatu cara penyelesaian yang dianjurkan dalam budaya negara ini walau terkadang sulit untuk terjadi akhir-akhir ini. Kode leksia disini kata damai mengandung makna penyuapan

Dalam bait kedua ini, kalimat ke sembilan yaitu Pilih Sidang Atau

Berdamai. Kata Pilih mempunyai arti menentukan (mengambil) sesuatu yang

dianggap sesuai dengan kesukaan. Kata Sidang mempunyai arti pertemuan untuk membicarakan sesuatu. Kata Atau mempunyai arti kata penghubung untuk menandai pilihan di antara beberapa hal. Kata Berdamai mempunyai arti berbaik kembali, berhenti bermusuhan.

Makna konotasi dari kalimat pilih Sidang Atau Berdamai sebuah piihan yang harus dipilih oleh seseorang yang melakukan kesalahan antara mempertanggungjawabkan kesalahannya atau menghindar dari kesalahan dengan cara yang kurang baik dalam hal ini melakukan penyuapan.


(45)

Bait 2 kalimat ke-11 : Putuskan dalam sesingkatnya

1. Penanda : Putuskan dalam sesingkatnya

2. Petanda : konsep tentang pengambilan keputusan 3. Tanda Denotatif : Putuskan

4. Penanda Konotatif : Keputusan untuk menyelesaikan masalah

5. Petanda Konotatif : Perintah untuk segera menyelesaikan masalah

6. Tanda Konotatif : perintah untuk segera memutuskan

Kalimat ke sebelas dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik atau kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata putuskan yang menimbulkan teka teki apa yang harus diputuskan, Dan untuk apa harus diputuskan dengan cepat? kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung cerita tentang seseorang dalam situasi tertekan dan dihadapkan pada keputusan yang harus diambil dengan cepat.

Dalam bait kedua ini, kalimat ke sepuluh yaitu Putuskan Dalam

Sesingkatnya. Kata Putuskan mempunyai arti perintah untuk segera menetapkan

sebuah pilihan, kata Dalam mempunyai arti kata tidak dangkal. Kata Sesingkatnya mempunyai arti waktu yang paling singkat.

Makna konotasi dalam lirik yaitu Putuskan Dalam Sesingkatnya ialah adalah suatu keharusan untuk segera diambil seseorang yang telah melakukan kesalahan entah keputusan yang diambil tersebut benar atau tidak


(46)

Bait 2 kalimat ke-12: Pilih sidang atau berdamai

1. Penanda : Pilih sidang atau berdamai 2. Petanda : Konsep tentang damai 3. Tanda Denotatif : Berdamai

4. Penanda Konotatif : Menyalah gunakan makna “damai” untuk lolos dari kesalahan

5. Petanda konotatif : Makna berdamai sendiri mempunyai arti berbaik kembali, berhenti bermusuhan,

6. Tanda Konotatif : pelencengan makna berdamai

Kalimat ke duabelas dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik atau kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata berdamai yang menimbulkan pertanyaan apa arti berdamai disini ? kenapa berdamai yang seperti apa? Dan untuk apa berdamai? kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung cerita tentang seseorang dalam situasi sebuah pilihan. Kode Gnomik atau Kultural (Budaya) karena berdamai merupakan sesuatu cara penyelesaian yang dianjurkan dalam budaya negara ini walau terkadang sulit untuk terjadai akhir-akhir ini. Kode leksia disini kata damai mengandung makna penyuapan

Dalam bait kedua ini, kalimat kesembilan yaitu Pilih Sidang Atau

Berdamai. Kata Pilih mempunyai arti menentukan (mengambil) sesuatu yg

dianggap sesuai dengan kesukaan. Kata Sidang mempunyai arti pertemuan untuk membicarakan sesuatu, Kata Atau mempunyai arti kata penghubung untuk menandai pilihan di antara beberapa hal. Kata Berdamai mempunyai arti berbaik kembali, berhenti bermusuhan.


(47)

Makna konotasi dari kalimat pilih Sidang Atau Berdamai sebuah piihan yang harus dipilih oleh seseorang yang melakukan kesalahan anatara mempertanggungjawabkan kesalahannya atau menghindar dari kesalahan dengan cara yang kurang baik dalam hal ini melakukan penyuapan.

Bait 2 kalimat ke-13: Oh malam ini mesti kurelakan

1. Penanda : Oh malam ini mesti kurelakan

2. Petanda : Konsep tentang kerelaan

3. Tanda Denotatif : Kurelakan

4. Penanda Konotatif : mengikhlaskan sesuatu yang sangat berharga

5. Petanda konotatif : Makna kurelakan bermakna merelakan dengan tulus hati 6. Tanda Konotatif : keikhlasan seseorang

Kalimat ke tiga belas dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik atau kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata kurelakan yang menimbulkan pertanyaan apa yang harus direlakan? Dan seberapa besar yang harus direlakan? kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung cerita tentang seseorang yang harus berbuat ikhlas. Kode Gnomik atau Kultural (Budaya) karena rela merupakan sesuatu keikhlasan yang ditanamkan dalam budaya walaupun jaman terkadang beda antara yang diucapkan dengan perasaan yang sebenarnya

Dalam bait kedua ini, kalimat ke tigabelas yaitu Oh malam ini mesti

kurelakan. Kata Oh mempunyai arti kata seru untuk menyatakan rasa kecewa.

Kata Malam mempunyai arti waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit, Kata Ini mempunyai arti kata kata penunjuk terhadap sesuatu yg letaknya


(48)

tidak jauh dr pembicara. Kata Kurelakan mempunyai arti melepaskan sesuatu yang berharga dengan tulus hati

Makna konotasi dari kalimat Oh malam ini mesti harus kurelakan sebuah keikhlasan untuk melepas sesuatu yang berharga yang dimiliki walaupun masi ada kekecewaan harus melepaskan sesuatu yang berharga tersebut.

Bila kalimat-kalimat ini digabungkan maka makna bait ke 2 secara keseluruhannya adalah tentang sebuah piihan yang harus dipilih oleh seseorang yang melakukan kesalahan antara mempertanggungjawabkan kesalahannya atau menghindar dari kesalahan walaupun dengan cara yang kurang baik, pilihan tersebut harus diambil dengan cepat walaupun pada akhirnya nanti harus merelakan sesuatu yang berharga yang dimiliki.

Isi lirik bait ke empat terdiri dari empat kalimat yaitu ...

Pilih sidang atau berdamai Maaf pak disana banyak preman Pilih sidang atau berdamai Lepas dari macan di gigit buaya

Bait 4 kalimat ke-22: Pilih sidang atau berdamai

1. Penanda : Pilih sidang atau berdamai 2. Petanda : Konsep tentang damai 3. Tanda Denotatif : Berdamai

4. Penanda Konotatif : Menyalah gunakan makna “damai” untuk lolos dari kesalahan

5. Petanda konotatif : Makna berdamai sendiri mempunyai arti berbaik kembali, berhenti bermusuhan,


(49)

Kalimat ke dua puluh dua dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik atau kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata berdamai yang menimbulkan pertanyaan apa arti berdamai disini ? kenapa berdamai yang seperti apa? Dan untuk apa berdamai? kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung cerita tentang seseorang dalam situasi sebuah pilihan. Kode Gnomik atau Kultural (Budaya) karena berdamai merupakan sesuatu cara penyelesaian yang dianjurkan dalam budaya negara ini walau terkadang sulit untuk terjadai akhir-akhir ini. Kode leksia disini kata damai mengandung makna penyuapan

Dalam bait kedua ini, kalimat dua puluh dua yaitu Pilih Sidang Atau

Berdamai. Kata Pilih mempunyai arti menentukan (mengambil) sesuatu yg

dianggap sesuai dengan kesukaan. Kata Sidang mempunyai arti pertemuan untuk membicarakan sesuatu, Kata Atau mempunyai arti kata penghubung untuk menandai pilihan di antara beberapa hal. Kata berdamai mempunyai arti berbaik kembali, berhenti bermusuhan.

Makna konotasi dari kalimat Pilih Sidang Atau Berdamai sebuah piihan yang harus dipilih oleh seseorang yang melakukan kesalahan anatara mempertanggungjawabkan kesalahannya atau menghindar dari kesalahan dengan cara yang kurang baik dalam hal ini melakukan penyuapan.


(50)

Bait 4 kalimat ke-23 : Maaf pak disana banyak preman

1. Penanda :Maaf pak disana banyak preman

2. Pentanda : konsep tentang permintaan maaf

3. Tanda Denotatif : Maaf

4. Penanda konotatif : Permintaan maaf

5. Penanda Konotatif : mengakui kesalahan.

6. Tanda konotatif : sadar akan kesalahan yang diperbuat sehingga berusaha meminta maaf

Kalimat ke dua puluh tiga termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata maaf yang menimbulkan pertanyaan, maaf dalam hal apa? Kepada siapa maaf tersebut ditunjukan, Kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung cerita tentang masyrakat yang meminta maaf terhadap kesalahan yang dia perbuat. Kode Gnimik atau Kultural (budaya), karena meminta maaf merupakan sesuatu yang harus dilakukan masyrakat jikalau berbuat salah.

Pada kalimat ke duapuluh tiga bait empat yaitu Maaf Pak disana banyak

preman, kata Maaf mengartikan sebuah ungkapan permintaan ampun atau

penyesalan, kata Pak sebutan untuk orang laki-laki yang lebih tua atau dihormati, kata Disana menunjukan tempat yang agak jauh dari pembicara. Kata Preman menggambarkan seseorang yang jahat.


(51)

Makna konotasi dari lirik lagu Maaf Pak disana banyak preman adalah upaya dari seseorang agar dapat lepas dari tindakan atau kesalahan yang diperbuat tanpa harus mempertanggungjawabkannya.

Bait 4 kalimat ke-24: Pilih sidang atau berdamai

1. Penanda : Pilih sidang atau berdamai 2. Petanda : Konsep tentang damai 3. Tanda Denotatif : Berdamai

4. Penanda Konotatif : Menyalah gunakan makna “damai” untuk lolos dari kesalahan

5. Petanda konotatif : Makna berdamai sendiri mempunyai arti berbaik kembali, berhenti bermusuhan,

6. Tanda Konotatif : pelencengan makna berdamai

Kalimat ke 24 dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik atau kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata berdamai yang menimbulkan pertanyaan apa arti berdamai disini ? kenapa berdamai yang seperti apa? Dan untuk apa berdamai? kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung cerita tentang seseorang dalam situasi sebuah pilihan. Kode Gnomik atau Kultural (Budaya) karena berdamai merupakan sesuatu cara penyelesaian yang dianjurkan dalam budaya negara ini walau terkadang sulit untuk terjadai akhir-akhir ini. Kode leksia disini kata damai mengandung makna penyuapan

Dalam bait kedua ini, kalimat kesembilan yaitu Pilih Sidang Atau

Berdamai. Kata Pilih mempunyai arti menentukan (mengambil) sesuatu yg


(52)

membicarakan sesuatu, kata Atau mempunyai arti kata penghubung untuk menandai pilihan di antara beberapa hal. Kata Berdamai mempunyai arti berbaik kembali, berhenti bermusuhan.

Makna konotasi dari kalimat pilih Sidang Atau Berdamai sebuah piihan yang harus dipilih oleh seseorang yang melakukan kesalahan anatara mempertanggungjawabkan kesalahannya atau menghindar dari kesalahan dengan cara yang kurang baik dalam hal ini melakukan penyuapan.

Bait 4 kalimat ke-25: Lepas dari macan digigit buaya

1. Penanda : Lepas dari macan digigit buaya

2. Petanda : konsep tentang ketidakberuntungan

3. Tanda Denotatif : digigit

4. Penanda Konotatif : mendapatkan kesialan terus menerus

5. Petanda konotatif : makna digigit sendiri adalah menjepit dengan gigi 6. Tanda Konotatif : mendapatkan masalah yang tidak henti-hentinya

Kalimat ke duapuluh lima dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik atau kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata digigit yang menimbulkan pertanyaan apa arti digigit disini? Oleh siapa digigit?apakah dengan buaya beneran, kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung cerita tentang seseorang selalu dihadapkan oleh masalah.

Dalam bait keempat ini, kalimat keduapuluhlima ini yaitu Lepas dari

Macan Digigit Buaya. Kata Lepas mempunyai arti tidak terikat dapat bergerak


(53)

tempat. Kata digigit mempunyai arti dijepit dengan gigi, dan kata Buaya memiliki arti binatang berdarah dingin yang merangkak (reptilia) bertubuh besar dan berkulit keras, bernapas dengan paru-paru, hidup di air

Makna konotasi dari kalimat Lepas Dari Macan Digigit Buaya adalah seseorang yang mendapatkan kesialan terus menerus karena setelah berhasil lolos dari masalah yang pertama tidak dapat menghindar dari permasalahan selanjutnya sehingga orang tersebut harus menghadapi permasalahan yang baru.

Apabila digabungkan maka makna bait ke empat ini ialah seseorang yang mengalami kesialan terus menerus serta dihinggapi oleh masalah yang tiada hentinya dan mendapatkan tawaran untuk menyelesaikan masalah tersebut walau dengan cara yang kurang baik

Isi dari bait ke kelima terdiri dari sembilan kalimat yaitu :

Sabtu malam waktunya kencan Bersama pujaan scooter kesayangan Lari tak sampai 40 per jam

Bicara musik film juga terbitan

Di depan nampak ramai segerombolan Pria tegap berpluit dan pengendara sial Nampaknya razia entah temanya Sebelum bertanya spontan ku berkata Kami pilih sidang saja lah


(54)

Bait 5 kalimat ke-26 : Sabtu malam waktunya kencan

1. Penanda : Sabtu Malam waktunya kencan

2. Petanda : Konsep tentang kencan

3. Tanda Denotatif : kencan

4. Penanda Konotatif : Suatu acara yang menyenangkan

5. Petanda Konotatif : janji untuk saling bertemu di suatu tempat

6. Tanda Konotatif : mencaritakan mengenai waktu untuk bertemu dan menepati janji yang telah dibuat.

Kalimat ke Dua puluh enam termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata kencan yang menimbulkan pertanyaan kencan dengan siapa dan dimana? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan seseorang yang ingin menepati janji yang telah dibuatnya.

Pada kalimat ke dua puluh enam yaitu Sabtu Malam Waktunya Kencan, kata Sabtu mempunyai arti kata hari ketujuh dalam jangka waktu seminggu. Kata Malam memiliki arti waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit. Kata Waktunya memiliki arti seluruh rangkaian tuturan yang membentangkan bagaimana suatu terjadi. Kata Kencan memiliki arti janji untuk saling bertemu di suatu tempat.

Makna konotasi dari kalimat Sabtu Malam Waktunya Kencan adalah ialah menurut peneliti adalah kebahagian seseorang yang ingin bertemu dengan seseorang di suatu tempat.


(55)

Bait 5 kalimat ke-27 : Bersama pujaan scooter kesayangan

1. Penanda : Bersama pujaan scooter kesayangan

2. Petanda : Konsep mengenai pujaan

3. Tanda Denotatif : puja

4. Penanda Konotatif : kesayangan

5. Petanda Konotatif : sesuatu yang harus dipuja

6. Tanda Konotatif : bersama-sama melalui kebahagiaan yang dirasakan dengan orang yang disayang

Kalimat ke Dua puluh tujuh termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata pujaan yang menimbulkan pertanyaan siapa pujaannya? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan yang sedang pergi dengan barang yang dia sukai.

Pada kalimat ke dua puluh tujuh yaitu Bersama pujaan scooter

kesayangan, kata Bersama mempunyai arti serentak atau berbarengan. Kata Pujaan sesuatu yang harus dipuja. Kata Scooter memiliki arti endaraan bermotor beroda dua dengan ukuran roda yang kecil. Kata Kesayangan memiliki arti sesuatu yang paling disayang.

Makna konotasi dari kalimat Bersama Pujaan Scooter Kesayangan menurut peneliti adalah kebersamaan dengan sesatu yang sangat disayangi melewati peristiwa yang membahagiakan


(56)

Bait 5 kalimat ke-28 : Lari tak sampai 40 per jam

1. Penanda : Lari tak sampai 40 per jam 2. Petanda : Konsep mengenai lari 3. Tanda Denotatif : Lari

4. Penanda Konotatif : tidak terburu buru

5. Petanda Konotatif : melangkah dengan kecepatan tinggi

6. Tanda Konotatif : bersama-sama melalui kebahagiaan yang dirasakan dengan orang yang disayang

Kalimat ke Dua puluh delapan termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata lari yang menimbulkan pertanyaan kenapa harus lari? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan sesuatu yang sedang berjalan dengan santai.

Pada kalimat ke dua puluh tujuh yaitu Lari Tak Sampai 40 Per Jam, kata

Lari mempunyai arti melangkah dengan kecepatan tinggi. Kata Tak mempunyai

arti tidak, kata Sampai mempunyai arti mencapai. Kata 40 menunjukan angka. Kata Per mempunyai arti tiap-tiap, kata Jam mempunyai arti alat untuk mengukur waktu.

Makna konotasi dari kalimat Lari Tak Sampai 40 Per Jam menurut peneliti adalah sikap tidak terburu-buru dan ingin menikmati kebahagian dalam waktu yang lebih lama


(57)

Bait 5 kalimat ke-29 : Bicara musik film juga terbitan

1. Penanda : Bicara musik film juga terbitan

2. Petanda : Konsep mengenai bicara

3. Tanda Denotatif : Bicara 4. Penanda Konotatif : membahas sesuatu

5. Petanda Konotatif : berbahasa

6. Tanda Konotatif : membahas sesuatu yang disenangi

Kalimat ke Dua puluh sembilan termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata terbitan yang menimbulkan pertanyaan terbitan apa? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan sesuatu yang sedang berjalan dengan santai.

Pada kalimat ke dua puluh sembilan yaitu Bicara Musik Film Juga

Terbitan, kata Bicara mempunyai arti berbahasa. Kata Musik mempunyai arti

nada atau suara yg disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan , kata Film mempunyai arti cerita gambar hidup. Kata Juga mempunyai arti selalu demikian halnya. Kata Terbitan mempunyai arti hasil terbitan.

Makna konotasi dari kalimat bicara musik film juga terbitan membahas bermacam-macam sesuatu yang disenangi.


(58)

Bait 5 kalimat ke-30 : Didepan nampak segerombolan

1. Penanda : Didepan nampak segerombolan

2. Petanda : konsep mengenai segerombolan

3. Tanda Denotatif : Gerombol

4. Penanda Konotatif : kumpulan orang

5. Petanda Konotatif : kawanan pengacau

6. Tanda Konotatif : sekumpulan orang yang suka mengacau

Kalimat ke tiga puluh termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata segerombolan yang menimbulkan pertanyaan segerombolan apa? Untuk apa mereka bergerombol? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan adanya penampakan segerombolan yang dianggap merugikan.

Pada kalimat ke tiga puluh yaitu Didepan Nampak Ramai

Segerombolan, kata Didepan mempunyai arti bertempat di muka. Kata Nampak

mempunyai arti dapat dilihat, kata Ramai suara bunyi yang riuh rendah. Kata

Segerombolan mempunyai arti suatu kelompok

Makna konotasi dari kalimat Didepan Nampak Ramai Segerombolan adalah terlihatnya sebuah masalah besar yang akan menghampiri kepada seseorang yang sebenarnya tidak menginginkanb bertemu masalahh tersebut


(59)

Bait 5 kalimat ke-31 : Pria Tegap Berpeluit dan Pengendara Sial

1. Penanda : Pria Tegap Berpeluit

2. Petanda : Konsep tentang Pria Tegap Berpeluit

3. Tanda Denotatif : Berpeluit

4. Penanda Konotatif : alat untuk menjalankan kekuasaan

5. Petanda Konotatif : menggunakan alat yang dapat mengleuarkan bunyi jika ditiup

6. Tanda Konotatif : seseorang yang menggunakan untuk menunjukan kekuasaanya

Kalimat ke tiga satu termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata berpeluit yang menimbulkan pertanyaan berpeluit seperti apa? Untuk apa menggunakan peluit? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan adanya beberepa orang yang tidak beruntung dan serta orang yang mempunyai kekuasaan tinggi.

Pada kalimat ke tiga puluh yaitu Pria Tegap Berpeluit dan Pengendara

Sial, kata Pria mempunyai arti lak-laki dewasa. Kata Tegap mempunyai arti

kokoh atau kuat, kata Berpeluit mempunyai arti menggunakan alat yang dapat mengeluarkan bunyi. Kata Pengendara mempunyai arti orang yang mengendarai dan kata Sial mempunyai arti tidak beruntung

Makna konotasi dari kalimat Pria Tegap Berpeluit dan Pengendara Sial adalah ketidakberuntungan yang dialami oleh orang yang tidak punya kekuasaan karena bertemu dengan orang yang memiliki kekuasaan untuk melakukan sesuatu terhadap orang yang tidak beruntung tersebut.


(60)

Bait 5 kalimat ke-32 : Nampaknya razia entah temanya

1. Penanda : Nampaknya razia entah temanya

2. Petanda : Nampaknya Razia

3. Tanda Denotatif : Razia 4. Penanda Konotatif : alat untuk mencari kesalahan orang lain

5. Petanda Konotatif : penangkapan beramai-ramai

6. Tanda Konotatif : pemeriksaan yang dilakukan oleh sekelompokorang unutuk mencari kesalahan orang lain

Kalimat ke tiga satu termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata razia yang menimbulkan pertanyaan razia seperti apa? Untuk apa menggunakan razia tersebut? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan adanya pemeriksaan terhadap orang yang tidak beruntung.

Pada kalimat ke tiga puluh yaitu Nampaknya Razia Entah Temanya, kata Nampaknya mempunyai arti seperti kelihatan tapi Belem pasti. Kata Razia mempunyai arti penangkapa beramai-ramai, kata Entah mempunyai arti untuk menyatakan atau menjawab bahwa tidak tahu. Kata Tema mempunyai arti pikiran dasar

Makna konotasi dari kalimat Nampaknya Razia Entah Temannya adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan untuk mencari-cari kesalahan dari orang yang tidak beruntung.


(61)

Bait 5 kalimat ke-33 : Sebelum bertanya spontan ku berkata

1. Penanda : Sebelum bertanya spontan ku berkata

2. Petanda : konsep menjawab pertanyaa

3. Tanda Denotatif : spontan

4. Penanda Konotatif : memutuskan sesuatu karena telah yakin

5. Petanda Konotatif : serta merta

6. Tanda Konotatif : keyakinan yang dimiliki seseorang dalam memutuskan sesuatu

Kalimat ke tiga satu termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata bertanya yang menimbulkan pertanyaan bertanya seperti apa? Untuk apa bertanya tersebut? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan adanya pemeriksaan terhadap orang yang lewat.

Pada kalimat ke tiga puluh yaitu Sebelum Bertanya Spontan Ku

Berkata, kata Sebelum mempunyai arti ketika Belem terjadi. Kata Bertanya

mempunyai arti meminta keterangan, kata Spontan mempunyai arti serta merta tanpa dipikir. Kata Ku mempunyai arti saya dan kata Berkata berbicara atau mengucapkan kata-kata

Makna konotasi dari kalimat Sebelum bertanya Spontan Ku Berkata adalah keputusan yang diambil oleh seseorang karena telah yakin, keyakinan tersebut diperoleh karena telah menghadapi masalah yang sama berulangkali.


(1)

60

Sebagai aparat hukum, para polisi, jaksa, dan hakim seolah-olah bukan sekedar penegak hukum tapi memiliki hukum sehingga timbul kasus “jual-beli” hukum

Sepanjang tahun 2010, kasus yang banyak ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didominasi oleh kasus penyuapan. Kasus suap itu melibatkan aparat pemerintah, penegak hukum, kalangan legislatif maupun pihak swasta. Kasus penyuapan yang akhir-akhir ini menghebohkan adalah dimana seorang Gayus Tambunan dapat pergi jalan-jalan ke Pulau Bali hal itu, demi melempangkan jalan ke Bali itu, Gayus diduga telah menyuap sembilan petugas Rutan Mako Brimob. Lantaran pelesir ke Bali itu, Gayus pun kemudian dijerat dengan kasus baru, dugaan penyuapan dan kemudian dia dipindah ke Rutan Cipinang.

Kasus penyuapan yang terjadi juga terjadi pada aparatur Negara di level bawah namun juga aparatur Negara di level atas seperti jaksa dan hakim. Kasus Hakim bernama Syarifudin Umar yang menerima suap dari seorang koruptor bernama Puguh Wirawan agar dapat bebas. Syarifudin ditangkap saat diduga menerima suap sebesar Rp250 juta dari Puguh Wirawan, kurator PT Skycamping Indonesia. Selain uang Rp250 juta, KPK juga menemukan uang tunai Rp142 juta, US$116.128, Sin$245 ribu, serta belasan ribu mata uang Kamboja dan Thailand. Uang-uang itu tersebar di rumah dinas Syarifudin di Jalan Sunter Agung Tengah 5 Nomor C 26, Jakarta.


(2)

Bahkan, lebih celaka lagi, sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, pada setiap ada pemilihan pejabat di berbagai tingkatannya, para calon agar menang, ramai-ramai menyuap rakyat agar mereka memilihnya. Sehingga muncul rumor, siapa yang berduit banyak, maka dialah yang akan memenangkan pemilihan. Karena pemilihan pejabat adalah bagian dari demokrasi, dan dilakukan seperti itu, maka muncul istilah yang tidak enak didengar, yaitu demokrasi sembako. Istilah itu muncul karena para calon pejabat membagi-bagi sembako, agar dipilih.

Negeri di manapun akan maju jika dibangun secara benar, jujur, dan adil. Adanya suap menyuap adalah merupakan gambaran tentang adanya ketidak jujuran, ketidakadilan, dan kebohongan. Oleh karena itu, jika suap menyuap ini semakin dikembangkan, apalagi rakyatpun, melalui pemilihan pejabat Negara, ditarik-tarik pada kegiatan buruk itu, maka bukan kebaikan dan kemakmuran yang didapat, melainkan justru kehancuran

Lagu Pilih Sidag Atau Berdamai yang merepresentasikan penyuapan khususnya yang terjadi di jalan, tidak dapat dipungkiri akhir-akhir ini hanyak sekali terjadi tindak pelanggaran lalu lintas yang berakhir dengan cara menyuap polisi agar pelanggar lalu lintas tersebut dapat lolos dari jerat hukum. Biasanya pelanggar memilih untuk menyuap polisi dengan uang berlipat-lipat dari denda yang akan dijatuhkan karena adanya anggapan bahwa mengurus tilang itu sangatlah sulit dan memakan waktu yang lama.


(3)

62

Maraknya tindakan penyuapan polisi dijalan seharusnya tidak boleh terjadi apabila pengawasan internal kepolisian lebih tegas dalam mengawasi anggotanya di lapangan. Sebab, tindakan yang dianggap aparat kepolisian dilapangan adalah hal sepele itu sehenarnya adalah tindakan yang melanggar undang-undang tentang lalu lintas dan khususnya undang-undang tentang tindak pidana korupsi karena dapat dikategorikan penyuapan atau gratifikasi. Mengenai maraknya masalah suap menyuap sebenarnya juga telah dilakukan kampanye anti suap, kasus suap yang sering terjadi justru terjadi di jalan dari data yang dihimpun sebuah surat kabar di Surabaya, hampir semua kasus suap yang diungkap polisi berasal dari perkara tilang. Hal tersebut sangat wajar terjadi karena penyuapan dalam kasus tilang di jalan telah menjadi kebiasaan selama ini. Kampanye anti suap itu dilakukan dengan maksud membina mental personel polisi.

Banyak program yang dilakukan pemerintah untuk sejak kampanye antisuap digeber pertengahan Maret lalu, polisi berhasil mengungkap 23 kasus penyuapan ke personelnya. Bila dirata-rata, tiap hari ada lebih dari satu kasus suap yang diungkap. Namun, sebagai catatan kritis, rata-rata kasus penyuapan itu tergolong kecil. Data yang dihimpun Jawa Pos, hampir semua kasus suap yang diungkap polisi berasal dari perkara tilang. Hal tersebut sangat wajar terjadi karena "upaya damai" dalam kasus tilang di jalan telah menjadi kebiasaan selama ini. Dengan kata lain, sebagian besar kasus suap yang diungkap polisi hanya berkisar antara Rp 15 ribu hingga Rp 50 ribu.


(4)

5.1. Kesimpulan

Setelah mengulas mengenai representasi penyuapan di dalam lirik lagu “Pilih Sidang Atau Berdamai” yang diciptakan dan dipopulerkan oleh Band Morfem, maka berdasarkan teori Roland Barthes peneliti memperoleh kesimpulan dari interpretasi tersebut bahwa penyuapan yang terjadi disebabkan karena adanya tawaran dari oknum yang memiliki kekuasaan serta lemahnya kesadaran akan hukum dan tanggungjawab yang dimiliki oleh masyarakat.

Banyak alasan mengapa masyarakat melakukan penyuapan, faktor utama yang menyebabkan hal tersebut karena mudahnya oknum yang memiliki kekuasaan atau bertanggung jawab justru memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan penyuapan bahkan menawarkannya, hal lainnya adalah masih lemahnya kesadaran masyarakat akan hukum

Berbicara tentang lagu ada kalimat yang diulang-ulang dan mencerminkan bagaimana oknum yang mempunyai kekuasaan tersebut justru memberikan kesempatan masyarakat untuk melakukan penyuapan yaitu kalimat “Pilih Sidang atau Berdamai” pada bait ke 2 baris 10 dan 12, kalimat “Pilih Sidang atau Berdamai juga terdapat pada bait ke 4 baris 22 dan 24. Kalimat lain yang menggambarkan tawaran untuk melakukan penyuapan juga ada pada kalimat


(5)

64

Di realitanya ada banyak kasus contoh yang menceritakan tentang penyuapan yang terjadi di jalan raya dimana seseorang yang melanggar rambu lalu lintas atau berkendara tanpa surat yang lengkap yang seharusnya diadili dengan mudahnya bebas dengan membayar sejumlah uang kepada polisi yang menilangnya, bahkan terkadang justru pihak polisi lalu lintas yang menawarkan masalah tersebut diselesaikan dengan cara ”damai” atau membayarkan sejumlah uang.

Melalui lagu ”Pilih Sidang atau Berdamai” dapat menyadarkan masyrakat serta oknum yang memiliki kekuasaan agar sadar bahwa tindakan penyuapan baik yang memberi suap atau menerima suap merupakan tindakan melanggar hukum.

5.2. Saran

Dari lirik lagu “Pilih Sidang Atau Berdamai “ Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah diharapkan masyarakat dapat lebih sadar hukum dengan mempertanggungjawabkan kesalahan jika memang berbuat kesalahan karena tindakan penyuapan yang dilakukan dapat lebih memperberat hukuman jika ketahuan. Dan untuk oknum yang memiliki kekuasaan seharusnya dapat lebih bertindak tegas dengan tidak menerima penyuapan yang ditawarkan kepadanya bukan malah menawarkan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat agar melakukan penyuapan karena tindakan tersebut termasuk tindakan melanggar hukum.


(6)

Sobur, Alex, 2001, Analisis Teks Media, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

__________, 2006, Semiotika Komunikasi, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung

Noth, Winfried. 2006, Semiolik. Penerbit Airlangga University Press. Surabaya. Kurniawan, 2001, Semiologi Roland Barthes, Magelang, Indonesia.

Yusuf Qardhawi, Muhammad. 2007. Halal dan Haram Dalam Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Lechte, John, 2001, 50 Filsuf Kotemporer, Dari Struturalisme, Sampai Postmodernitas, Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Christomy, Tomy. 2004, Semiotika Budaya, PPKB, Jakarta. Non Buku :

Setianingsih, Ida, 2003, Penggambaran Perempuan Dalam Lirik Lagu, Skripsi, Ilmu Komunikasi, UPN Setiattingsih, Ida, 2003, Penggambaran Perempuan Dalam Lirik Lagu, Skripsi, Ilmu Kontunikasi. UPN

Rachmawati, Dian, 2000, Perlawanan Terhadap Konstruksi Gender Dalam Lirik Lagu, Skripsi, FISIP, UNAIR

http://umum.kompasiana.com/2009/06/17/damai-itu-apa-sekilas-pendidikan -perdamaian/

www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/g3.html. www.media-indonesia.com/resensi/ detail.asp?id = 420


Dokumen yang terkait

PEMAKNAAN LIRIK LAGU “AYAH” GROUP BAND SEVENTEEN (Studi semiologi roland barthes terhadap lirik lagu “Ayah” oleh kelompok musik Seventeen Band).

3 46 86

REPRESENTASI”SENSUALITAS”DALAM LIRIK LAGU ”BIBIR “ OLEH SAMANTHA BAND (Studi Semiologi Tentang Represenatasi ”Sensualitas”Pada Lirik Lagu”Bibir” Oleh Samantha Band).

1 15 66

REPRESENTASI KESALEHAN ANAK DALAM LIRIK LAGU ( Studi Semiotik Representasi Kesalehan Anak Terhadap Lirik Lagu “ Do’a Untuk Ibu ” Oleh Kelompok Musik Band Ungu ).

0 0 100

REPRESENTASI KASIH SAYANG DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotika tentang Representasi Kasih Sayang dalam Lirik Lagu “Ibu” yang dipopulerkan oleh Sulis).

1 6 124

PEMAKNAAN LIRIK LAGU ”TENDANGAN DARI LANGIT’’ DARI GROUP BAND KOTAK.

2 59 73

REPRESENTASI CINTA DAMAI DALAM LIRIK LAGU ” PERDAMAIAN ’’ (Studi Semiologi Representasi Dalam Lirik Lagu ’’ Perdamaian ’’ Oleh Band GIGI).

0 5 64

REPRESENTASI CINTA DAMAI DALAM LIRIK LAGU ” PERDAMAIAN ’’ (Studi Semiologi Representasi Dalam Lirik Lagu ’’ Perdamaian ’’ Oleh Band GIGI)

0 0 15

PEMAKNAAN LIRIK LAGU ”TENDANGAN DARI LANGIT’’ DARI GROUP BAND KOTAK

0 0 8

REPRESENTASI PENYUAPAN DALAM LIRIK LAGU PILIH SIDANG ATAU BERDAMAI OLEH GROUP BAND MORFEM (Studi Semiotika Representasi Penyuapan Dalam Lirik Lagu ”Pilih Sidang Atau Berdamai” Dari Group Band Morfem)

0 0 13

REPRESENTASI”SENSUALITAS”DALAM LIRIK LAGU ”BIBIR “ OLEH SAMANTHA BAND (Studi Semiologi Tentang Represenatasi ”Sensualitas”Pada Lirik Lagu”Bibir” Oleh Samantha Band)

0 0 18