3
menuju kesempurnaan hidup dalam arti sejahtera di dunia dan akhirat. Catur Marga muncul karena kemampuan setiap orang
tidak sama untuk maju dalam kerohanian. Berawal dari sinilah adanya perbedaan jalan yang akhirnya menjadi pluralisme
dalam agama Hindu. Adapun isi dari Catur Marga tersebut adalah 1 Karma Marga, 2 Bhakti Marga, 3 Jnana Marga, dan
4 Raja Marga.
1. Karma Marga
Karma adalah jalan atau usaha untuk mencapai kesempurnaan
atau moksha dengan perbuatan yang baik tanpa pamrih. Hal yang paling utama ialah melepaskan ikatan terhadap ketergantungan
terhadap hasil dari segala perbuatannya. Dalam Bhagavad-gita juga dijelaskan sebagai berikut: “Oleh karena itu, laksanakanlah
segala kerja sebagai kewajiban tanpa terikat pada hasilnya, sebab dengan melakukan kegiatan kerja yang bebas dari keterikatan,
orang itu sesungguhnya akan mencapai yang utama. Sebab pada hakekatnya bekerja, melayani orang atau makhluk hidup
lain adalah karma yang baik”. Jadi karma artinya bukan saja perbuatan, tetapi juga merupakan hasil dari perbuatan. Karma
Marga
adalah jalan yang ditempuh dengan perbuatan dan akan mendapatkan hasil dari perbuatan itu sendiri. Pelaku Karma
Marga lebih menonjolkan kekuatan phisik. Pada umumnya
orang yang menempuh jalan ini lebih rajin melakukan kegiatan apa saja yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Mereka
dengan penuh semangat melakukan suatu kegiatan dengan ikhlas, kadang tidak mengerti batas waktu namun tetap bersemangat
terus mengerjakannya. Bahkan jika tidak ada tugas yang harus dilaksanakan, mereka dengan kreatif menciptakan pekerjaan
sampingan, jadi selalu ada saja kegiatan yang dilakukannya. Sepintas kelihatannya yang dilakukan itu biasa-biasa saja, namun
sesungguhnya masih ada kaitannya dengan segi kerohanian. Bagi mereka penyerahan hasil pekerjaan kepada Tuhan bukan
berarti kehilangan, bahkan akan datang berlipat ganda. Hal
4
ini merupakan suatu anugrah mulya yang membahagiakan dirinya.
Mereka juga melakukan perbuatan demi kepentingan orang lain. Pelayanan kepada masyarakat umum lebih-lebih
kepada orang yang menderita karena bencana alam atau hal lain diutamakan. Mereka adalah pekerja sosial yang cocok
menjadi sukarelawan. Mereka tidak banyak bicara tapi justru banyak bekerja. Bagi mereka, bekerja adalah cara ibadah yang
mampu dilaksanakan. Mereka tunduk hati dan loyal terhadap atasan, dengan melaksanakan satu pekerjaan sampai tuntas
baru mengerjakan pekerjaan yang lain. Mereka merasa puas jika pekerjaan yang dilakukan selesai dengan baik, dan sebaliknya
merasa kecewa jika pekerjaannya belum beres. Dengan begitu mereka bekerja tanpa mengenal lelah, kadang sampai larut
malam.
Jalan menuju kesempurnaan hidup bukan hanya didasarkan keyakinan dan dogma saja melainkan bisa ditempuh dengan
pemahaman rasio. Bahkan jalan tersebut juga ditempuh dengan pengalaman empiris dan intuitif. Swami Vivekananda mengatakan
“Do good, be good” artinya “Berbuatlah baik maka anda akan menjadi baik”. Sesuai dengan kehendaknya, demikianlah
perbuatannya, sesuai dengan perbuatannya demikianlah jadinya. Sehingga tindakan kitalah yang menentukan apakah kita menjadi
baik atau buruk. Segala yang dibuat oleh manusia membawa akibat baik atau buruk. Akibat yang baik akan memberikan
kesenangan dan kebahagiaan. Sedangkan akibat buruk memberikan kesengsaraan dan kesusahan. Sama-sama memperoleh akibat,
maka hendaknya seseorang berbuat yang baik saja karena semua orang mendambakan adanya kesenangan, ketenangan,
dan kebahagiaan dalam hidup. Pada akhirnya yang menentukan adalah apa yang kita kerjakan, bukan apa yang kita yakini,
meskipun keyakinan itu mempengaruhi tindakan.
Orang yang di dalam hatinya mengharapkan pamrih atau hasil dari kerjanya, akan menjadi kecewa dan putus asa
5
bila hasil itu belum datang. Hal ini menyebabkan kerjanya menjadi tidak maksimal, tidak fokus, walaupun sesungguhnya
ada kemungkinan hasil kerjanya akan datang juga. Bagi orang terikat pada duniawi selalu merasa tidak puas mendapat hasil
sedikit. Tetapi sebaliknya bagi seorang bhakta walaupun mereka melakukan sedikit saja serta dilakukannya dengan senang hati,
merasa itu adalah kewajiban; jika dikerjakan dengan tanpa pamrih, mereka akan mendapatkan hasil yang tak ternilai
harganya. Pada prinsipnya mereka berpedoman rame ing gawe sepi ing pamrih.
2. Bhakti Marga