31 mencapai aktualisasi diri secara penuh. Dampak pengiring merupakan
sarana untuk melakukan emansipasi kemandirian bagi siswa. g.
Program belajar sepanjang hayat dilakukan setelah lulus sekolah, dapat melalui jalur sekolah atau luar sekolah.
h. Dengan memrogram belajar sendiri secara bersinambungan, maka
diperoleh hasil belajar atas tanggungjawab sendiri. Ditinjau dari segi sebagai siswa, maka emansipasi kemandirian berupa rangkaian program
belajar sepanjang hayat. Program belajar di luar rekayasa pedagogis guru adalah suatu rangkaian dampak pengiring berupa program dan hasil belajar
sepanjang hayat. Dalam hal ini sang siswa telah mampu memperkuat motivasi belajarnya sendiri karena kebutuhan aktualisasi diri.
3. Paradigma Konstruktivisme sebagai Landasan Konsep
Paradigma konstruktivisme merupakan komponen pertama konsep belajar mandiri. Paradigma ini adalah landasan konsep Haris Mudjiman,
2009: 23. Haris Mudjiman 2009: 25 menjelaskan bahwa paradigma konstruktivisme lebih mengarahkan belajar merupakan suatu proses
menginternalisasi, membentuk kembali, atau membentuk baru pengetahuan. Pengembangan pengetahuan dapat dilakukan dengan pemberian rangsangan
berupa masalah-masalah yang relevan dengan kebutuhan siswa untuk dibahas dan dicari jalan keluarnya. Pernyataan ini didukung oleh Syaiful Sagala
2006: 88 yang mengemukakan bahwa pengetahuan bukanlah seperangkat
32 fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi
manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa diperlakukan sebagai pemikir-pemikir, atau dilatih
untuk menjadi pemikir, bukan hanya penerima pasif pengetahuan. C. Asri Budiningsih 2005: 58 memberikan pandangan bahwa
konstruktivistik mengarahkan proses pembentukan pengetahuan dini dilakukan oleh siswa. Siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir,
menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Siswa dipandang sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan
awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Pernyataan ini didukung oleh
Sujarwo 2011: 66 menjelaskan bahwa pembelajaran konstruktivistik adalah pembelajaran bermakna yang memberikan pengalaman melalui kegiatan aktif
untuk menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan, dan memberi makna pada
hal-hal yang
sedang dipelajarinya
yang diperlukan
untuk mengembangkan dirinya.
Lebih lanjut C. Asri Budiningsih 2005: 61 menjelaskan bahwa teori konstruktivistik mengakui bahwa siswa akan dapat
menginterpretasikan informasi ke dalam pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, pada kebutuhan,
latar belakang, dan minatnya. Guru dapat membantu siswa mengkonstruksi pemahaman representasi fungsi konseptual dunia
eksternal.
33 Peranan guru pada pendekatan konstruktivisme menurut Eveline
Siregar dan Hartini Nara 2014: 41 lebih sebagai mediator dan fasilitator bagi siswa, yang meliputi kegiatan-kegiatan belajar berikut ini.
a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung
jawab. b.
Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan
gagasannya. c.
Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa berjalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakan
pengetahuan siswa dapat diberlakukan untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.
Berikut ini ciri-ciri belajar berbasis konstruktivistik yang pernah dikemukakan oleh Driver dan Oldham Evaline Siregar dan Hartini Nara,
2014: 39. a.
Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik dengan memberi
kesempatan melakukan observasi. b.
Elisitasi, yaitu siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain.
c. Restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain,
membangun ide baru, dan mengevaluasi ide baru. d.
Penggunaan ide baru dalam berbagai situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada
bermacam-macam situasi. e.
Review, yaitu mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan atau mengubah.
34 Deni Hardianto dan Isniatun Munawaroh 2015: 29-30 memaparkan
beberapa bentuk praktik konstruktivisme dalam pembelajaran sebagai berikut. a.
Modelling, menunjukkan kepada peserta didik tentang bagaimana cara melakukan [demonstrasi langkah-langkah kunci] atau memikirkan tentang
tugas yang sulit. b.
Scaffolding, guru memberikan bantuan kepada murid untuk mencapai tugas-tugas yang belum dapat mereka kuasai sendiri, dan kemudian sedikit
demi sedikit menarik dukungannya. c.
Coaching, proses memotivasi pebelajar, menganalisis performa mereka, dan memberikan umpan balik tentang kinerja mereka.
d. Artikulasi, perserta didik mestinya tidak hanya diberi kesempatan untuk
mengkonstruksikan makna dan mengembangkan pikiran mereka, tetapi juga dapat memperdalam proses-proses ini melalui pengekspresian seperti
membicarakan ide-ide mereka, dan mempresentasikan kepada peserta lain dan guru.
e. Refleksi, membuat peserta didik memikirkan tentang cara mereka
menyelesaikan masalah, strategi yang mereka gunakan, dan apakah cara dan strategi itu efektif.
f. Kolaborasi, anak-anak dapat belajar dari anak lain selama mereka
berkolaborasi dengan sesamanya atau dengan guru.
35 g.
Kegiatan eksplorasi dan menyelesaikan masalah, perserta didik akan sering mencari data atau informasi yang menjawab sebuah pertanyaan atau
yang membantu penyelesaian suatu masalah. Berdasarkan paradigma konstrukstivisme yang telah dijelaskan
beberapa ahli, dapat digambarkan skematis proses pembentukan pengetahuan baru menurut konstruktivisme yang lebih mengarah pada konsep
konstruktivisme menurut Haris Mudjiman 2009: 27, yakni sebagai berikut.
Sumber: Haris Mudjiman 2009: 27
Gambar 3. Proses Pembentukan Kompetensi Baru Berbasis Paradigma Konstruktivisme dengan Belajar Mandiri
Konsep baru hasil olahan siswa: Kompetensi siswa
Proses konstruksi konsep baru menurut siswa: aktivitas fisik
dan mental, mengolah, mengorganisasi, dan
merestrukturisasi seluruh konsep
Belajar mandiri: Pembelajaran
sebagai proses personal dan
sosial
Konsep-konsep yang telah dimiliki siswa
Konsep baru yang diajarkan guru
Motif: mencari kompetensi baru
36 Gambar 3 menjelaskan bahwa konstruktivisme menganggap bahwa
a. Belajar= membentuk makna;
b. Makna diciptakan siswa sendiri;
c. Konstruksi makna dipengaruhi oleh pengetahuan yang telah dimiliki;
d. Konstruksi pengetahuan baru merupakan proses yang terjadi terus menerus;
e. Proses konstruksi pengetahuan baru didahului rasa keingin-tahuan—
curiosity, yang dapat dirangsang dengan penyajian masalah-masalah oleh guru, untuk dibahas siswa.
C. Karateristik Siswa Kelas IV Sekolah Dasar