20 Penyempitan kapasitas sungai akibat adanya endapan sampah dan sedimen
dapat dilakukan dengan dua hal yaitu pengelontoran secara rutin dan pengerukan. Pengelontoran dapat dilakukan apabila sistem drainase mempunyai kemiringan
yang memadai sehingga air dapat mengalir secara grafitasi, sehingga endapan dapat terbawa aliran ke arah muara.
Pengerukan merupakan pekerjaan yang bertujuan mengeluarkan material padat dari sungai atau saluran drainase. Pengeluaran material ini dimaksudkan
untuk mengembalikan penampang sungai sesuai dengan kapasitas rencana sungai atau bahkan memperbesar kapasitas alir apabila memungkinkan. Mempelajari
jumlah sedimentasi yang terjadi setiap tahunnya di sungai-sungai sebagai akibat erosi di daerah hulu dan juga sampah yang masuk ke badan air, maka pekerjaan
pengerukan harus dilakukan secara berkala pada jangka waktu tertentu berdasarkan hasil survey di lapangan.
Kegiatan Operasioanal dan Pemeliharaan untuk menjaga fungsi fasilitas sitem drainase agar sesuai dengan tujuan dan umur yang direncanakan Sunaryo, 2005
dapat dilakukan dengan: 1 Pemeliharaan secara preventif, berupa pemeliharaan rutin, berkala, dan
perbaikan kecil untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah pada fasilitas drainase.
2 Pemeliharaan Korektif, yang mencakup perbaikan besar, rehabilitasi, dan rektifikasi dalam rangka mengembalikan dan meningkatkan fungsi fasilitas
drainase sesuai dengan kemampuan finansial yang ada. 3 Pemeliharaan darurat, sebagai perbaikan sementara yang harus dilakukan
secepatnya karena kondisi mendesak misalnya darurat karena ancaman banjir
4 Pengelolaan lingkungan sungai river environment untuk menjaga fungsi
bangunan fasilitas drainase melalui pengendalian penggunaan lahan daerah sempadan sungai, yaitu dengan malakukan : 1 menyusun garis sempadan
21 sungai dan rencana peruntukan bagi penggunaan lahan daerah sempadan
sungai sebagai pengamanan langsung terhadap fungsi sungai, 2 melakukan penertiban penggunaan lahan terutama di daerah sempadan sungai bersama
2.4 Partisipasi Masyarakat
Dalam program pelaksanaan pembangunan pertanian sangat diperlukan adanya gerakan partisipasi aktif baik masyarakat petani maupun masyarakat
pedesaan , yang difasilitasi oleh pemerintah dengan tujuan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Pengertian tentang partisipasi oleh Dusseldorf dalam Agung
:2007 yang menulis tentang partisipasi di tingkat masyarakat pedesaan. Dikatakan bahwa partisipasi adalah suatu bentuk interaksi dan komunikasi khas , yaitu berbagi
dalam kekuasaan dan tanggung jawab. Pandangan tersebut mengandung arti bahwa partisipasi sebagai bagian dalam kegiatan bersama taking part in joint action .
Namun demikian partisipasi bukan berarti hanya ikut serta secara fisik namun juga sekejiwaan , seperti yang dikemukakan oleh Davis dalam Agung : 2007 yang
mengrtikan partisipasi sebagai keterlibatan mental , pikiran dan perasaan seseorang didalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan atau
bantuan kepada kelompok tersebut dalam usaha mencapai tujuan bersama dan turut bertanggung jawab terhadap usaha uyang bersangkutan.
Dalam uraian pendapat dari Mubyarto 1984:35 menyatakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pedesaan harus diartikan sebagai kesediaan untuk
membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orng tanpa harus mengorbankan kepentingan diri sendiri. Selanjutnya disebutkan bahwa dalam
keadaan yang paling ideal keikut sertaan masyarakat merupakan ukuran tingkat partisipasi rakyat. Semakin besar kemampuan mereka untuk menentukan nasibnya
sendiri , maka semakin besar pula kemampuan mereka dalam pembangunan. Dalam Karwan 2003: 102 pendekatan pembangunan masyarakat pedesaan dapat dilakukan
dengan metode PRA
P artisipatory Rural Apraisal
yang cukup efektif menunjang pertanian berkelanjutan dan pembangunan pedesaan PBPP dan implementasinya
cukup teruji di beberapa negara sedang berkembang. PRA merupakan sekumpulan
22 pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat pedesaan untuk turut serta
meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka sendiri , agar dapat merencanakan dan melaksanakannya. Metode PRA sangat efektif untuk
menumbuhkan dan mengembangkan kemandirian masyarakat desa dalam mengelola sistem pertanian yang berkelanjutan , karena proses pemberdayaan masyarakat lahir
dari kesadaran kolektif yang dimotivasi oleh peran fasilisator yang ada di lapangan. Pendekatan PRA dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan top down
yang diterapkan pada masa lalu , karena menurut Faoqi, M dkk dalam Karwan 2003 disebutkan: 1masyarakat kurang dilibatkan dalam program , Masyarakat cenderung
sebagai pelaksana , 3prakarsa selalu datang dari pusat , 4 keterampilan dalam perencanaan , pelaksanaan , monitoring , dan evaluasi tetap dikuasai oleh pemerintah
pusat. Menurut pandangan Santoso Sastropoetro dalam Pedoman Naskah
Akademik Perda Partisipatif , 2007 sehubungan dengan partisipasi efektif menyatakan bahwa masyarakat dapat bergerak untuk lebih berpartisipasi apabila : 1
partisipasi itu dilakukan melalui organisasi – organisasi yang sudah dikenal atau yang
sudah ada ditengah – tengah masyarakat yang bersangkutan , 2 partisipasi itu
memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan , 3 manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu memenuhi keinginan masyarakat setempat , 4
dalam proses partisipasi masyarakat menjamin adanya kontrol yang dilakukan masyarakat.Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka tidak atau kurang
dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Dalam Pedoman Naskah Akademik Perda Partisipatif , 2007 dijelaskan tujuan dasar
dari peran serta masyarakat adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna warga negara dan masyarakat yang berkepentingan
public interest
dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan , karena dengan melibatkan
masyarakat yang potensial terkena dampak akibat kebijakan dan kelompok kepentingan
interest groups
, para pengambil keputusan dapat menangkap