STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DAN GROUP INVESTIGATION (GI) DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI BERPRESTASI (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 3 Natar Tahun

(1)

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD

TOGETHER (NHT) DAN GROUP INVESTIGATION (GI) DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA SISWA KELAS

VIII SMPN 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

VIVIEN BARCELLENA FENTISARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Ekonomi

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DAN GROUP INVESTIGATION(GI) DENGAN

MEMPERHATIKAN MOTIVASI BERPRESTASI

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh

VIVIEN BARCELLENA FENTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil belajar IPS Terpadu siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together(NHT) dan Group Investigation(GI) dengan memperhatikan motivasi berprestasi siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu. Kedua model tersebut diterapkan di kelas yang berbeda. Model Number Head Together(NHT) pada kelas eksperimen dan Group Investigation(GI) pada kelas kontrol.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental semu. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014 berjumlah 188 siswa. Sampel yang diambil menggunakan teknik cluster random samplingberjumlah 2 kelas (VIII B dan VIII C). Teknik pengambilan data yaitu dengan teknik tes dan non tes. Pengujian hipotesis menggunakan rumus anava dua jalur dan rumus t-test separated varians.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Ada perbedaan hasil belajar IPS Terpadu antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model NHT dengan model GI; (2) Rata-rata hasil belajar IPS Terpadu yang diajar

menggunakan model pembelajaran NHT lebih tinggi dibandingkan yang diajar dengan model pembelajaran GI bagi siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah; (3) Rata-rata hasil belajar IPS Terpadu yang diajar menggunakan model pembelajaran NHT lebih rendah dibandingkan yang diajar dengan model pembelajaran GI bagi siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi; (4) Ada interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi siswa terhadap mata pelajaran IPS Terpadu.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ABSTRAK

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN

HALAMAN RIWAYAT HIDUP HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO

SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Penelitian ... 12

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 14

1. Pembelajaran ... 14

2. Teori Belajar ... 15

3. Hasil Belajar ... 19

4. Model Pembelajaran ... 21

5. Model Pembelajaran Kooperatif ... 22

6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) ... 25

7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) 28 8. Motivasi Berprestasi ... 33

B. Penelitian yang Relevan ... 39


(7)

Halaman

D. Anggapan Hipotesis ... 51

E. Hipotesis ... 52

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 53

B. Populasi dan Sampel ... 56

1. Populasi ... 56

2. Sampel ... 56

C. Variabel Penelitian ... 57

D. Definisi Konseptual Variabel ... 58

E. Definisi Operasional Variabel ... 58

F. Teknik Pengumpulan Data ... 62

1. Angket ... 62

2. Teknik Tes ... 62

G. Uji Persyaratan Instrumen ... 62

1. Uji Validitas Instrumen ... 63

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 63

3. Taraf Kesukaran ... 64

4. Daya Beda ... 65

H. Uji Persyaratan Analisis Data ... 65

1. Uji Normalitas ... 65

2. Uji Homogenitas ... 66

I. Teknik Analisis Data ... 66

1. T-test Dua Sampel Independen ... 66

2. Analisis Varians Dua Jalan ... 68

3. Pengujian Hipotesis ... 70

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 72

1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 3 Natar ... 72

2. Visi dan Misi SMP Negeri 3 Natar ... 74

3. Situasi dan Kondisi SMP Negeri 3 Natar ... 76

4. Proses Belajar Mengajar ... 76

5. Sarana dan Prasarana ... 76

6. Kegiatan Ekstrakulikuler ... 77

7. Struktur Organisasi ... 78

8. Situasi Pengolahan Kelas ... 78

B. Deskripsi Data ... 79

1. Data Hasil Belajar ... 79

2. Data Tes Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Motivasi Berprestasi Tinggi dan Rendah di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .... 81


(8)

Halaman C. Uji Persyaratan Analisis Data ... 86 1. Uji Normalitas ... 86 2. Uji Homogenitas ... 86 D. Hasil Belajar IPS Terpadu di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 87 E. Deskripsi Motivasi Berprestasi ... 90 F. Pengujian Hipotesis ... 92 G. Pembahasan ... 94 V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 103 B. Saran ... 103 DAFTAR PUSTAKA


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu Sumber daya Manusia (SDM). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Peningkatan kualitas SDM merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia untuk menghadapi persaingan global. Sebagaimana diketahui, pada era globalisasi menuntut kesiapan setiap bangsa untuk saling bersaing secara bebas. Oleh karena itu, sudah semestinya pembangunan sektor pendidikan menjadi prioritas utama yang harus dilakukan oleh pemerintah.

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah terus berupaya mewujudkan kualitas pendidikan melalui perubahan kurikulum yang dapat menggali potensi peserta didik serta menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang siap menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


(10)

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, ekonomi, geografi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah, ekonomi, geografi, politik, hukum, dan budaya). IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, ekonomi, geografi, politik, antropologi, filsafat dan psikologi sosial.

Menurut Zulyaden tujuan IPS dalam (http://Massofa.wordpress.com/ 2010/12/09/pengertian-ruang-lingkup-dan-tujuan-ips/ ) sebagai berikut. 1. Tujuan umum dari pembelajaran IPS adalah sebagai berikut:

1) Memahami bahwa lingkungan fisik menentukan bila dan bagaimana manusia hidup.

2) Memahami bahwa perubahan adalah kondisi masyarakat manusia. 3) Terlibat dalam kekuatan yang membawa perubahan dan juga

masalah-masalah perubahan budaya.

4) Mengenal dan menghargai keseluruhan individu sebagai kesatuan yang terkecil dalam masyarakat.

5) Mengerti struktur dasar sebagaimana halnya fungsi-fungsi yang prinsip dari pemerintah yang berbentuk demokratis.

6) Mengerti sasaran dan fungsi sistem ekonomi dan mengembangkan kopetensi sebagai produsen dan konsumen.

7) Mengembangkan kopetensi yang lebih besar dan pengarahan diri sendiri.

8) Menyadari bahwa pengertian kita dari masa lampau berubah dengan adanya penemuan fakta baru dan interprestasi baru. 2. Sedangkan tujuan khusus dari pembelajaran IPS adalah sebagai

berikut.

1) Anak didik harus dilatih mampu berfikir kritis dihubungkan dengan pengetahuan yang dimilikinya.

2) Training in dependent study.

3) Mengetahui dan menerima tanggung jawab menerima dan mengolah sumber daya.

4) Memahami prinsip ekonomi yang berkaitan dengan hidupnya sendiri serta orang lain di negaranya dan bangsanya.


(11)

5) Dapat bergaul dengan orang lain secara efektif dan dalam suasana saling menghormati.

6) Memberi sumbangan yang berharga pada sekolah dan masyarakatnya.

7) Mengetahui dan menghormati harkat dan nilai manusia.

8) Mengembangkan keterampilan dalam mengumpulkan dan penafsiran informasi bagi pemikiran kritis dan pemecahan masalah. Kurikulum yang saat ini diterapkan di SMP Negeri 3 Natar menghendaki bahwa suatu pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari tentang konsep, teori, dan fakta tetapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian materi pembelajaran tidak hanya tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun atas materi yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi, dan sintesis. Untuk itu guru harus bijaksana dalam menetukan suatu model yang sesuai yang dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Namun, hal tersebut bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Penerapan model pembelajaran dan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Natar pada mata pelajaran IPS Terpadu di lima kelas adalah sebagai berikut

Tabel 1. Penerapan Model Pembelajaran dan Keaktifan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar pada Mata Pelajaran IPS Terpadu

No. Kelas

Keaktifan Siswa Penerapan Model Pembelajaran Juml ah Sis w a Juml ah Sis w a

yang Akti

f Pres en tase K onv e n si ona l K oope rat if

1. VIII A 37 6 16,22 

2. VIII B 38 4 10,53 

3. VIII C 38 5 13,16 

4. VIII D 37 7 18,92 

5 VIII E 38 2 5,26 


(12)

Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara terhadap guru IPS Terpadu di SMP Negeri 3 Natar kelas VIII diketahui bahwa masih banyak guru yang belum menerapkan model pembelajaran yang dapat menggali serta mengembangkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar masih berpusat pada guru (teacher centered) di mana penyampaian materi lebih banyak didominasi oleh guru. Guru memegang kendali aktif, sementara siswa bersikap pasif sehingga proses pembelajaran kurang melibatkan peran siswa baik secara fisik maupun mental. Proses pembelajaran demikian membuat sebagian besar siswa kurang bersemangat dalam belajar. Kondisi ini ditunjukkan dengan jumlah siswa yang bertanya sedikit, kurang berani untuk mengungkapkan pendapat, dan merasa cukup menerima materi yang telah disampaikan oleh guru. Selain itu, masih banyak guru yang menggunakan metode langsung, yaitu guru menjelaskan, siswa memperhatikan, dan mencatat materi pelajaran sehingga, mengakibatkan kurangnya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Untuk mengatasi hal itu, guru perlu menerapkan model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran.

Hasil observasi awal yang dilakukan pada bulan Oktober 2013 dan dokumentasi hasil ulangan harian mata pelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri 3 Natar kelas VIII Tahun Pelajaran 2013/2014 dapat dilihat pada Tabel 2.


(13)

Tabel 2.Hasil Ulangan Harian Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014

Kelas Nilai Jumlah

Siswa Keterangan < 70 ≥ 70

VIII A VIII B VIII C VIII D VIII E 4 22 17 6 31 33 16 21 31 7 37 38 38 37 38 KKM yang ditetapkan sekolah adalah 70

Jumlah 80 108 188

Presentase

(%) 42,55 57,45

Sumber: Guru bidang studi mata pelajaran IPS Terpadu

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di SMP Negeri 3 Natar adalah sebesar 70. Berdasarkan data yang ada pada tabel di atas, terlihat bahwa hasil belajar IPS Terpadu yang diperoleh siswa pada ulangan harian masih kurang optimal. Ini terlihat dari jumlah siswa yang

memperoleh nilai ≥70 atau yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal hanya 108 siswa atau 57,45%, sedangkan yang memperoleh nilai <70 adalah 80 siswa atau 42,55%. Hal ini senada dengan pendapat Djamarah dan Zain (2006: 128) yang mengatakan bahwa “Siswa dinyatakan berhasil dalam belajarnya apabila siswa tersebut menguasai bahan pelajaran

minimal 65%”.

Ketidaktuntasan hasil belajar IPS Terpadu yang terjadi perlu dilakukan perbaikan dan penerapan proses pembelajaran harus dioptimalkan. Model pembelajaran kooperatif yang diterapkan di SMP Negeri 3 Natar masih belum terlaksana. Guru mata pelajaran IPS Terpadu menjelaskan bahwa tidak sedikit siswa yang kurang serius dalam mengikuti pelajaran. Mereka cenderung sibuk dengan kegiatan masing-masing, seperti: (1) mengobrol


(14)

di dalam kelas, (2) bermain handphone, dan (3) mengerjakan tugas lain. Selain itu, masih terdapat siswa yang kurang antusias dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru. Hal ini menggambarkan bahwa minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPS Terpadu masih rendah.

Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan oleh pendidik untuk memperoleh ilmu pengetahuan, pembentukan sikap, dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Pemilihan suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan. Misalnya, materi pelajaran, sarana atau fasilitas yang tersedia, tingkat motivasi berprestasi siswa, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Menurut Heckhausen dalam Djaali (2012:103) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri siswa yang selalu berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuan yang setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan. Standar keunggulan terbagi atas tiga komponen, yaitu standar keunggulan tugas, standar keunggulan diri, dan standar keunggulan siswa lain.

Sistem pendidikan saat ini menuntut siswa untuk bersikap aktif, kreatif, dan inovatif dalam menanggapi setiap pelajaran yang diajarkan. Sehingga guru dituntut tidak hanya sekedar menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku, namun memahami, mendorong, memberi inspirasi serta


(15)

membimbing siswa lebih semangat dalam usaha mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dengan memahami motivasi berprestasi siswa, guru dapat membantu siswa memperlancar proses pembelajaran yang dilakukan dan memperkecil peluang kesulitan yang dihadapi siswa sehingga siswa dapat meningkatkan prestasinya di sekolah.

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas untuk mencapai tujuan bersama. Untuk mencapai tujuan tersebut, siswa dalam kelompok kooperatif saling membantu sehingga menjadikan siswa lebih aktif dalam belajar.

Model pembelajaran kooperatif dalam perkembangannya telah memiliki berbagai macam tipe. Beberapa diantaranya adalah Group Investigation (GI), Number Head Together (NHT), Teams Games Tournament (TGT), Jigsaw, Student Teams Achievement Division (STAD) yang masing-masing tipe pembelajaran tersebut mempunyai perbedaan dalam kegiatan pembelajaran, bentuk kerjasama, peranan dan komunikasi antar siswa dan peran guru.

Peneliti menerapkan dua model pembelajaran kooperatif yakni tipe Number Head Together (NHT) dan Group Investigation (GI) pada dua kelas. Pemilihan kedua model tersebur karena dianggap mampu memberikan peningkatan hasil belajar IPS Terpadu dan pada analisis data yang akan dikaitkan dengan motivasi berprestasi siswa.


(16)

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Model ini dikembangkan oleh Spencer Kagan. Tipe NHT lebih banyak melibatkan siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran untuk mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran. Menurut Anita Lie (2004:58) disebutkan bahwa langkah umum (sintaks) penerapan NHT adalah sebagai berikut.

1. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

3. Kelompok memtutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. 4. Guru memanggil salah satu nomor.

5. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.

Pembelajaran kooperatif tipe GI merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia kemudian menyajikan dalam suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Teknik presentasi dilakukan siswa dengan cara seluruh anggota kelompok maju atau setiap kelompok mewakilkan beberapa anggotanya untuk presentasi sedangkan kelompok yang lain menunggu giliran untuk mempresentasikan hasil investigasinya. Kelompok yang belum mendapat giliran presentasi harus mengevaluasi dan memberi tanggapan dari topik yang tengah dipresentasikan. Peran guru dalam GI adalah sebagi sumber belajar dan


(17)

fasilitator. Selain itu, guru juga memperhatikan dan memeriksa setiap kelompok bahwa mereka mampu mengatur pekerjaannya dan membantu setiap permasalahan yang dihadapi di dalam interaksi kelompok tersebut. Pada akhir kegiatan, guru menyimpulkan dari masing-masing kegiatan kelompok dalam bentuk rangkuman. Melalui kedua model tersebut diharapkan dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat mencapai indikator dari kompetensi dasar serta hasil belajar siswa dapat memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah.

Bertitik tolak pada latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk

mengambil judul “Studi Perbandingan Hasil Belajar IPS Terpadu Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dan Group Investigation (GI) Dengan Memperhatikan Motivasi Berprestasi.” (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut.

1. Masih rendahnya hasil belajar IPS Terpadu siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Natar. Hal ini tampak dari banyaknya siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar.

2. Masih banyak guru yang menggunakan metode langsung, yaitu guru menjelaskan, siswa memperhatikan dan mencatat materi pelajaran.


(18)

3. Pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered). Peran guru sangat dominan.

4. Kondisi belajar mengajar yang masih monoton sehingga siswa merasa bosan kelas.

5. Masih banyak siswa yang kurang antusias mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

6. Partisipasi siswa secara aktif dalam proses pembelajaran masih rendah.

7. Motivasi berprestasi siswa masih belum dijadikan dasar dalam pembelajaran.

8. Belum pernah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model NHT dan GI.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka perlu untuk membatasi permasalahan penelitian ini pada hasil belajar IPS Terpadu siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan GI dengan memperhatikan motivasi berprestasi siswa pada pokok bahasan memahami kegiatan pelaku ekonomi di masyarakat.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah tersebut, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.


(19)

1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS Terpadu siswa yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe NHT dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe GI ?

2. Apakah hasil belajar IPS Terpadu pada siswa yang memiliki motivasi berpretasi rendah yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe GI ?

3. Apakah hasil belajar IPS Terpadu pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe NHT lebih rendah dibandingkan yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe GI ?

4. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi berprestasi pada mata pelajaran IPS Terpadu ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe GI.

2. Mengetahui keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe GI dalam pencapaian hasil belajar IPS Terpadu pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah.

3. Mengetahui keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe GI dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam


(20)

pencapaian hasil belajar IPS Terpadu pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi.

4. Mengetahui interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi berprestasi siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang ada sehubungan dengan masalah yang diteliti.

b. Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.

c. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut bagi peneliti lain.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi guru dan calon guru mata pelajaran IPS Terpadu tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif yang tepat.

b. Hasil penelitian dapat dijadikan acuan bagi peneliti yang akan melaksanakan penelitian yang relevan.

c. Dapat membantu siswa dalam penguasaan materi dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

d. Sebagai sumber informasi bagi peneliti lain dalam bidang pembelajaran.


(21)

G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII. 2. Objek penelitian

Objek penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe GI.

3. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini adalah SMP Negeri 3 Natar. 4. Waktu Penelitian


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan sangat mempengaruhi cara guru itu mengajar.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 297) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Menurut Trianto (2010: 17) pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.


(23)

Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran sebagai berikut.

1. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM; 2. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa; 3. Ketetapan antara kandungan materi ajar dengan kemampuan siswa

(orientasi keberhasilan belajar) diutamakan; dan

4. Mengembangkan susasana belajar yang akrab dan positif (Soesmosasmito dalam Trianto, 2009: 20)

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, pembelajaran merupakan proses interaksi antar peserta didik dengan lingkungannya yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang dan disusun sedemikian rupa untuk memperoleh ilmu pengetahuan, pembentukan sikap, dan kepercayaan pada peserta didik.

2. Teori Belajar

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa. Berdasarkan teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar.

Menurut Dalyono (2005: 49) yang menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap kebiasaan, ilmu

pengetahuan, keterampilan dan sebagainya”. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar.


(24)

Seorang guru hendaknya memahami teori belajar yang melandasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas agar model pembelajaran yang diberikan sesuai dengan materi pelajaran, perkembangan kognitif siswa, serta sesuai dengan situasi sekolah. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan GI dilandasi oleh teori-teori belajar sebagai berikut.

a. Teori Belajar Konstruktivisme

Salah satu teori belajar adalah teori belajar konstruktivis. Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan menstransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya apabaila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa harus benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan ide-idenya (Slavin dalam Trianto, 2009: 28).

Prinsip-prinsip pembelajaran menurut pendekatan konstruktivistik, (Aisyah, 2007: 7-9) adalah:

1) menciptakan lingkungan dunia nyata dengan menggunakan konteks yang relevan

2) menekankan pendekatan realistik guna memecahkan masalah dunia nyata

3) analisis strategi yang dipakai untuk memecahkan masalah dilakukan oleh siswa

4) tujuan pembelajaran tidak dipaksakan tetapi dinegosiasikan bersama

5) menekankan antar hubungan konseptual dan menyediakan perspektif ganda mengenai isi

6) evaluasi harus merupakan alat analisis diri sendiri

7) menyediakan alat dan lingkungan yang membantu siswa menginterprestasikan perspektif ganda tentang dunia

8) belajar harus dikontrol secara internal oleh siswa sendiri dan dimediasi oleh guru.


(25)

Berikut ini akan dikemukakan dua teori yang melandasi pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran yaitu teori Perkembangan Kognitif Piaget, dan Teori Perkembangan Mental Vygotsky.

b. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.

Menurut Slavin dalam Trianto (2009: 30-31) implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan adalah sebagai berikut:

a. Memusatkan perhatian pada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. Pengamatan belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap kognitif siswa dan jika guru penuh perhatian terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman sesuai dengan yang dimaksud.

b. Memperhatikan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pembelajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) tidak mendapat tekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan. Oleh karena itu, selain mengajar secara klasik, guru mempersiapkan beranekaragam kegiatan secara langsung dengan duni fisik.

c. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Oleh karena itu harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa daripada bentuk kelas yang utuh.


(26)

c. Teori Perkembangan Fungsi Mental Vygotsky

Vygotsky dalam Howe & Jones (1993: 21) berpendapat seperti Piaget, bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri, melalui bahasa. Meskipun kedua ahli memperhatikan pertumbuhan pengetahuan dan pemahaman anak tentang dunia sekitar, Piaget lebih memberikan tekanan pada proses mental anak dan Vygotsky lebih menekankan pada peran pembelajaran, interaksi sosial, dan pengetahuan lain (http://damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf).

Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zone of proximal development (ZPD). ZPD adalah tingkat tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini. Satu lagi ide penting dari Vygotsky adalah Scaffolding yakni pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangan dan mengurangi bantuan tersebut memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Menurut teori Vygotsky, siswa perlu belajar dan bekerja secara kelompok sehinnga siswa dapat saling berinteraksi dan diperlukan bantuan guru dalam kegiatan pembelajaran (Trianto, 2009: 38-39).


(27)

3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan hasil belajar merupakan hal diperoleh dari proses belajar. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberi tes hasil belajar pada setiap akhir pelajaran. Menurut Sudjana (2010: 22) hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar.

Menurut Djamarah (dalam http://konselingindonesia.com/index2. php?option=com_content&do_pdf=1&id+68, 1994: alinea 2) menyatakan bahwa hasil belajar siswa berasal dari suatu penilaian dibidang pendidikan yang dilakukan oleh guru setelah siswa melakukan kegiatan belajar. Maka berdasarkan penilaian tersebut akan diperoleh informasi yang berkenaan dengan perkembangan dan penguasaan siswa terhadap bahan pembelajaran. Hasil penilaian belajar yang menunjukan kemampuan siswa tersebut ditentukan dalam bentuk angka atau nilai. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 3)

Hasil belajar dalam (http://techonly13.wordpress.com/2009/07/04/ pengertian-hasil-belajar) adalah kemampuan yang dimilki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar


(28)

dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (2003: 54) yaitu:

a. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia (intern).

Faktor ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis antara lain usia, kematangan dan kesehatan, sedangkan faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi minat, dan kebiasaan belajar.

b. Faktor yang bersumber dari luar manusia (ekstern).

Faktor ini diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia dan faktor non manusia seperti alam, benda, hewan dan lingkungan fisik. Model pembelajaran juga mempengaruhi hasil belajar. Setiap model yang dipilih dan digunakan berpengaruh langsung terhadap pencapaian hasil belajar. Model pembelajaran yang digunakan dalam mengajar harus benar-benar sesuai dengan tujuan, materi, keadaan siswa, dan kemampuan guru. Model yang baik akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menyajikan materi pelajaran dan bagi siswa memberikan kemudahan dalam menyerap setiap materi pelajaran yang akan diberikan, dan pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Pengukuran hasil belajar siswa diukur dari waktu ke waktu dan merupakan gabungan dari aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.


(29)

4. Model Pembelajaran

Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran. Joyce & Weil (dalam Rusman, 2010: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Ciri-ciri model pembelajaran berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu sebagai berikut.

a. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.

b. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas.

c. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.

Dampak tersebut memiliki : (1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang. (Rusman, 2010: 136)

Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu: adanya peserta dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai (Sanjaya, 2008: 239).


(30)

Menurut Joyce dan Weil (2000: 14-15) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut.

1. Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata. 2. Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan

hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.

3. Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk halhal yang berkait dengan kreativitas.

4. Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.

5. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kontruktivis. Hal ini pada salah satu teori Vygotsky, yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran, Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam diskusi atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu. Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif terjadi pencapaian tujuan secara bersama-sama yang sifatnya merata dan menguntungkan setiap anggota kelompoknya.


(31)

Solihatin dan Raharjo (2007: 4) mengungkapkan pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam berkerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan oleh setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative Learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesame anggota kelompok.

Hal ini senada dengan pendapat Lie (2004: 12) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dalam tugas-tugas yang terstruktur dengan guru bertindak sebagai fasilitator. Menurut Slavin dalam Rusman (2010: 201) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok.

Pendidikan hendaknya mampu mengkondisikan, memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta (kreativitas), sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran. Nurul Hayati (dalam Rusman, 2010: 203) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.”


(32)

Sanjaya (2008: 129) mengungkapkan bahwa cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukkan oleh siswa dalam kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Dzaki (2009: alinea 2) dalam (http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009 /03/prinsip-dasar-dan-ciri-ciri-dalam.html?m=1) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerjasama.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

3. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut.

4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.

Model pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri (Johnson, 1994, dalam Trianto, 2009: 57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun kelompok.


(33)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Slavin dalam Rusman (2010: 205-206) dinyatakan bahwa: (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain; (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.

Menurut Sanjaya dalam Rusman (2010: 206), pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila:

1. guru menekankan pentingnya usaha bersama disamping usaha secara individual.

2. guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar. 3. guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman

sendiri.

4. guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa. 5. guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai

permasalahan.

6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Heads Together (NHT) NHT atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. NHT pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap mata pelajaran tersebut. Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks NHT:


(34)

1) Fase 1: Penomoran

Dalam fase ini, guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5.

2) Fase 2: Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaaan dapat bervariasi.

3) Fase 3: Berpikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

4) Fase 4: Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Model pembelajaran ini dapat mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini dapat diberikan pada semua mata pelajaran dan pada berbagai tingkatan usia. NHT adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat satu kelompok kemudian guru memanggil nomor dari siswa untuk melakukan presentasi. Menurut Krismanto (2003: 56) langkah-langkah pembelajaran NHT sebagai berikut.

1) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapatkan nomor.

2) Guru memberikan tugas, penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya dalam kelompok. Misalnya: siswa nomor 1 bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal, siswa nomor 2 bertugas mencari penyelesaian soal, siswa nomor 3 bertugas mencatat dan melaporkan hasil kerja kelompok.

3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya. Jika diperlukan dapat dilakukan kerjasama antar kelompok, siswa disuruh keluar dari


(35)

kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang bernomor sama dari kelompok lain.

4) Guru memanggil nomor siswa yang bertugas melaporkan hasil kerjasama mereka.

5) Tanggapan dari teman lain, kemudian guru menunjuk nomor yang sama dari kelompok lain.

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Number Heads Together Struktur menurut Hamsa (2009: alinea 3) adalah sebagai berikut.

1. Kelebihan model NHT yaitu:

a. setiap siswa menjadi siap semua

b. dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh

c. siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai 2. Kelemahan model NHT yaitu:

a. tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama

b. tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. (http://alief-hamsa.blogspot.com/2009/05/numbered-heads-together-nht.html)

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren (dalam Ibrahim, 2000: 18) antara lain adalah:

a. harga diri menjadi lebih tingggi. b. memperbaiki kehadiran.

c. penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar. d. perilaku mengganggu menjadi lebih kecil.

e. konflik antar pribadi berkurang. f. pemahaman yang lebih mendalam.

g. meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. h. hasil belajar lebih tinggi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, NHT adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedapankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Selain itu, model pembelajaran ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi,


(36)

mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran.

7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)

Strategi belajar kooperatif GI dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif GI adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih sub topik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok.

Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan dan memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka (Rusman, 2010: 220). GI merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajarai melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model GI dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.


(37)

Sharan, dkk. (1984) membagi langkah-langkah pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi enam fase.

a. Memilih topik

Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya diterapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis. b. Perencanaan kooperatif

Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama.

c. Implementasi

Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.

d. Analisis dan sintesis

Siswa menganalisis dan menyintesis informasi yang diperoleh pada tahap ke tiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.

e. Presentasi hasi final

Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikan dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu.

f. Evaluasi

Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. (Trianto, 2009: 80-81)

Rusman (2010: 223) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif Group Investigation langkah-langkah pembelajarannya adalah.

a. Membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari ± 5 siswa.


(38)

c. Mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan kelompoknya secara bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu yang disepakati.

Hal penting untuk melakukan model pembelajaran GI (Slavin, 1995, dalam Maesaroh, 2005: 28) sebagai berikut.

1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok

Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas. Kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.

2. Rencana Kooperatif

Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.

3. Peran Guru

Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.

Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode GI untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel (Slavin (1995) dalam Maesaroh, 2005: 29-30) sebagai berikut.

Tabel 3. Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation

Tahap I

Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok

Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk atas dasar heterogenitas Tahap II

Merencanakan Tugas

Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.


(39)

Tabel 3 (lanjutan) Tahap III

Membuat penyelidikan

Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.

Tahap IV

Mempersiapkan tugas akhir

Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.

Tahap V

Mempresentasikan tugas akhir

Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.

Tahap VI Evaluasi

Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan

dipresentasikan.

Model pembelajaran ini mempunyai ciri-ciri, yakni sebagai berikut.

a. Pembelajaran kooperatif dengan model GI berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran.

b. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakan, setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan berargumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.

c. Pembelajaran kooperatif dengan model GI siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.


(40)

d. Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. e. Pembelajaran kooperatif dengan model GI suasana belajar terasa

lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran.

Pemanfaatan atau penggunaan model pembelajaran GI juga mempunyai kelemahan dan kelebihan (Santoso, 2011: alinea 8 dalam http://ras-eko. com/2011/05/model-pembelajaran-group-investigation.html?m=1) sebagai berikut.

1. Kelebihan pembelajaran model GIyaitu:

a. Pembelajaran dengan kooperatif model GImemiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

b. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model GI mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. c. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama

dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang.

d. Model pembelajaran GImelatih siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya. e. Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar

mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. 2. Kelemahan pembelajaran dengan model GIyaitu:

Model pembelajaran GI merupakan model pembelajaran yang kompleks dan sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran GIjuga membutuhkan waktu yang lama.

Model pembelajaran kooperatif tipe GI dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun


(41)

kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial. 8. Motivasi Berprestasi

Menurut Djaali (2012:101) motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (kebutuhan). Menurut Koeswara dalam Dimyanto dan Mudjiono (2006:80) motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan perilaku manusia, termasuk motivasi belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.

Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu (i) kebutuhan, (ii) dorongan, dan (iii) tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dan yang ia harapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan. Tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu, dalam hal ini tujuan yang ingin dicapai adalah hasil belajar yang baik. (Dimyanto dan Mudjiono, 2006:80-81).

Sehubungan dengan kebutuhan hidup manusia yang mendasari timbulnya motivasi, Maslow dalam Djaali (2012: 101) mengungkapkan bahwa kebutuhan dasar hidup manusia itu terbagi atas lima tingkatan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan akan aktualisasi diri.

McClelland dalam Hasibuan (2003: 162) mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang dapat memberikan motivasi, yaitu.


(42)

1. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement = n. Ach) merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang yang akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan yang dimiliki demi mencapai prestasi kerja.

2. Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation = n. Aff.) merupakan daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang.

3. Kebutuhan akan kekuasaan ( need for power = n. Pow.) merupakan daya penggerrak yang memotivasi semangat serta mengarahkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan yang terbaik dalam organisasi.

Motivasi dapat dibedakan atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Ciri-ciri motivasi intrinsik (Purnomo, 2012: alinea 1, dalam http://pinterdw.blogspot.com/2012/02/ motivasi-intrinsik-dan-ekstrinsik.html?=1) sebagai berikut:

1) ingin memperoleh pengetahuan lebih jauh 2) berusaha untuk unggul

3) optimis dalam menghadapi persoalan

4) menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi 5) menyukai feedback terhadap pekerjaan yang telah dilakukan untuk

mengetahui baik atau tidaknya hasil pekerjaan.

Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, seperti: (1) ganjaran (award) atau hadiah (reward); (2) hukuman; (3) persaingan dengan teman atau lingkungan.

Motivasi erat kaitannya dengan suatu tujuan. Menurut Sardiman (2012: 85) munculnya motivasi mempengaruhi adanya kegiatan untuk pencapaian suatu tujuan. Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi: (1) mendorong manusia untuk berbuat; (2) Menetukan arah perbuatan; (3) menyeleksi perbuatan.


(43)

Teori X dan Teori Y merupakan salah satu teori motivasi manusia yang diciptakan dan dibangun oleh Douglas McGregorpada 1960-an. McGregor adalah psikolog sosial yang terkenal dengan teorinya tersebut dan menjelaskan bahwa para pemimpin organisasi memiliki dua jenis pandangan terhadap anggotanya yaitu teori X atau teori Y. Teori X menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Siswa memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan namun menginginkan feedback serta prestasi yang tinggi. Oleh karena itu, teori X memberikan petuah guru harus memberikan tugas-tugas yang jelas, dan menetapkan imbalan atau hukuman. Menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Siswa tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan. Siswa memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja (http://xa.yimg.com/kq/groups/22999204/1938463348/name/kel-3+.doc) Membahas mengenai berprestasi perlu terlebih dahulu dipahami tentang motivasi itu sendiri. Motivasi adalah dorongan yang tumbuh dari dalam diri dan juga dari luar karena adanya kesadaran akan pentingnya sesuatu karena adanya dorongan bakat apabila ada kesesuaian dengan bidang yang dipelajari, atau karena adanya dorongan dari lingkungan seperti orang tua,


(44)

guru, teman, dan anggota masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu (Dalyono, 2005: 57). Menurut Prayitno dan Erman Amti (2004: 155) dorongan ini hidup pada diri seseorang dan setiap hari mengusik serta mengarahkan orang lain itu untuk melakukan sesuatu dengan apa yang terkandung dalam dorongan itu sendiri. Menurut McClealland (dalam Dewi Fajariyanti, 2008) berprestasi adalah penampilan yang persepsi sesuai dengan standar-standar keunggulan. Penampilan tersebut menimbulkan afek-afek, baik positif, negative, maupun netral. Sehingga motif berprestasi mengacu pada afek yang berkaitan dengan evaluasi penampilan (http://dee-themeaningoflife.blogspot.com/2008/06/motivasi-berprestasi-dalam-sang-pemimpi.html).

McClealland dalam Djaali (2012: 103) mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi merupakan motivasi yang berhubungan dengan pencapaian beberapa standar kepandaian atau standar keahlian. Sementara motivasi berprestasi menurut Sumadi Suryabrata dalam Djaali (2012: 101) adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan. Menurut Heckhausen dalam Djaali (2012: 103) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri siswa yang selalu berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuan yang setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan. Standar keunggulan terbagi atas tiga komponen, yaitu standar keunggulan tugas, standar keunggulan diri, dan standar keunggulan siswa lain. Standar keunggulan tugas adalah standar


(45)

standar yang berhubungan dengan pencapaian prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi yang pernah dicapai selama ini. Adapun standar keunggulan siswa lain adalah standar keunggulan yang berhubungan dengan pencapaian prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi yang dicapai siswa lain.

Karakteristik individu memiliki motivasi berprestasi sebagai berikut. 1. Pemilihan tugas

a. Tingkat kesulitan tugas b. Tugas-tugas yang menantang

c. Tugas-tugas yang memperlihatkan keunggulan 2. Kebutuhan akan umpan balik

3. Ketangguhan dalam mengerjakan tugas 4. Pengambilan tanggung jawab

5. Prestasi yang diraih

6. Kepuasan dalam mengerjakan tugas 7. Ketakutan akan kegagalan

(http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-01070-PS%20Bab2001.pdf)

Menurut Johnson, Schwitzgebel dan Kalb dalam Djaali (2012: 109) individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Menyukai situasi ataupun tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasil-hasilnya dan bukan atas dasar untung-untungan, nasib, atau kebetulan.

2. Memilih tujuan yang realistis, tetapi menantang dari tujuan yang terlalu mudah dicapai atau terlalu besar risikonya.

3. Mencari situasi atau pekerjaan dimana ia memperoleh umpan balik dengan segera dan nyata untuk menentukan baik atau tidaknya hasil pekerjaannya.

4. Senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli orang lain.

5. Mampu menangguhkan pemuasaan keinginannya demi masa depan yang lebih baik.

6. Tidak tergugah untuk sekedar mendapatkan uang, status, atau keuntungan lainnya, ia akan mencarinya apabila hal-hal tersebut merupakan lambing prestasi, suatu ukuran keberhasilan.


(46)

Motivasi berprestasi merupakan salah satu faktor yang ikut menetukan keberhasilan dalam belajar. Besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung pada intensitasnya. Klausmeir dalam Djaali (2000: 142) menyatakan bahwa perbedaan dalam intensitas motivasi berprestasi (need to achieve) ditunjukkan dalam berbagai tingkatan prestasi yang dicapai oleh berbagai individu.

Siswa yang motivasi berprestasinya tinggi hanya akan mencapai prestasi akademis yang tinggi apabila:

1. rasa takutnya akan kegagalan lebih rendah daripada keingintahuannya untuk berhasil.

2. tugas-tugas di dalam kelas cukup memberikan tantangan, tidak terlalu mudah tapi juga tidak terlalu sukar, sehingga memberikan kesempatan untuk berhasil.

Berdasarkan uraian diatas, motivasi berprestasi adalah daya penggerak atau dorongan untuk melakukan aktivitas dengan menentukan tindakan yang hendak dilakukan dalam belajar untuk mencapai kemampuan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.

Motivasi berprestasi merupakan faktor penting yang ikut menentukan keberhasilan dalam belajar. Dengan motivasi berprestasi yang tinggi siswa akan semangat mengikuti proses pembelajaran dan tidak mudah menyerah bila menghadapi kesulitan.


(47)

B. Hasil Penelitian yang Relevan Tabel 4. Penelitian yang relevan

Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian

Ellysa Dianvitasari

Studi Perbandingan Hasil Belajar Ekonomi Siswa Melalui Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan Number Heads Together (NHT) dengan Memperhatikan

Kemampuan Awal (Studi Pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 14 Bandar

Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012)

Ada perbedaan yang signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) jika dibandingkan dengan dengan yang

menggunakan Tipe Number Heads Together (NHT) (Studi pada siswa kelas X SMA Negeri 14 Bandar lampung semester genap tahun pelajaran 2011/2012) diperoleh Fhitung 13,440 >

Ftabel 4,06 dengan rata-rata

kelas eksperimen 82,208 dan kelas kontrol 77,083. Yenni

Pamungkas

Studi Perbandingan Hasil Belajar Ekonomi Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievment (STAD) dan Problem Based Instruction (PBI) dengan

Memperhatikan Motivasi Berprestasi (Studi Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran

2011/2012)

Ada perbedaan yang signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievment (STAD) jika dibandingkan dengan dengan yang menggunakan Tipe Problem Based Instruction (PBI) (Studi pada siswa kelas X SMA Negeri 9 Bandar lampung tahun pelajaran 2011/2012) diperoleh Fhitung 8,967 >

Ftabel 4,110 dengan rata-rata

kelas eksperimen 87,87 dan kelas kontrol 83,76.


(48)

Tabel 4 (lanjutan)

Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian

Esa Norita Studi Perbandingan Hasil Belajar Dengan

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dan Tipe Mind Mapping dengan Memperhatikan Sikap Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPS Terpadu (Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 18 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Ada perbedaan yang signifikan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) jika dibandingkan dengan dengan yang

menggunakan Tipe Mind Mapping (Studi pada siswa kelas VII SMP Negeri 18 Bandar lampung tahun pelajaran 2012/2013) diperoleh Fhitung 10,048 > Ftabel

4,03 dengan rata-rata kelas eksperimen 80,757 dan kelas kontrol 73, 595. Reza Kusuma Setyansah (IKIP PGRI Madiun) Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI dan GI pada Materi

Persamaan Garis Lurus ditinjau dari Konsep Diri Siswa Kelas VIII SMP Negeri Se-Kota Madiun

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memberikan prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan model kooperatif tipe GI dan model pembelajaran konvensional, serta model pembelajaran kooperatif GI

memberikan prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional. I Made Arya

Artama (Undiksha)

Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Motivasi Berprestasi tehadap Hasil Belajar IPS Kelas VIII SMPN 1 Mendoyo Terdapat pengaruh interaksi antara penerapan penerapan model pembelajaran dengan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar IPS Terpadu pada siswa SMPN 1 Mendoyo.


(49)

Tabel 4 (lanjutan)

Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian

Heni Susanti (Universitas Jambi)

Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS di SDN 13/1 Muara Bulian

Terdapat hubungan yang signifikan antara

motivasi berprestasi dengan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran IPS di SDN 13/1 Muara Bulian.

C. Kerangka Pikir

Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif, yaitu kooperatif tipe GI dan tipe NHT. Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPS Terpadu siswa dengan memperhatikan motivasi berprestasi siswa melalui kedua model pembelajaran kooperatif tersebut. Hasil belajar IPS Terpadu dengan menerapkan model kooperatif tipe NHT dan hasil belajar IPS Terpadu dengan menerapkan kooperatif tipe GI. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah motivasi berprestasi dalam mata pelajaran IPS Terpadu.

1. Perbedaan Hasil Belajar IPS Terpadu Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dibandingkan Tipe GI

Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok secara kolaboratif dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Melalui model ini kemampuan berpikir, mengeluarkan pendapat, rasa percaya diri siswa dalam mengerjakan soal dapat ditingkatkan. Pembelajaran kooperatif mempunyai berbagai tipe, dan diantaranya adalah tipe NHT atau kepala bernomor dan GI atau investigasi kelompok. Kedua model


(50)

kooperatif ini memiliki langkah-langkah yang sedikit berbeda namun tetap dalam satu jalur yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru berperan sebagai fasilitator. Model pembelajaran kooperatif cocok diterapkan pada semua mata pelajaran. IPS Terpadu merupakan kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, politik (Saidiharjo, 1996: 4).

Pada model kooperatif tipe NHT guru membentuk kelompok yang anggotanya heterogen dan memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok. Guru mengajukan pertanyaan dalam bentuk lembar soal yang dibagikan pada tiap kelompok, kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan teman satu kelompok. Lalu guru memanggil satu nomor untuk mempresentasikan jawaban di depan kelas, langkah terakhir guru bersama siswa menyimpulkan jawaban dari semua pertanyaan yang sedang dibahas. Sedangkan, pelaksanaan model kooperatif tipe GI yaitu guru membentuk kelompok yang anggotanya heterogen, kemudian memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan topik yang akan dipelajari. Ketua kelompok akan membagi subtopik kepada seluruh anggota kelompoknya. Siswa mulai mencari informasi, menganalisis, berdiskusi dan menarik kesimpulan dari topik yang telah mereka investigasi. Setelah selesai setiap kelompok mempresentasikan hasilnya. Langkah terakhir guru memberikan kesimpulan dari hasil presentasi kelompok.


(51)

Terdapat perbedaan pada kedua model tersebut. Nurhadi (dalam Mahfud, 2010: 50) mengatakan bahwa NHT merupakan metode struktural yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa sehingga mampu meningkatkan prestasi akademik siswa. Pada model pembelajaran ini guru yang menentukan topik pembelajaran lalu memberikan soal pada siswa dalam bentuk lembar soal. Menurut Kunandar (dalam Mahfud, 2010: 50) mengatakan bahwa pada model pembelajaran tipe GI siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skill).

Pada model NHT yang merencanakan dan menetukan topik pembelajaran adalah guru dan siswa hanya berdiskusi dan menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Tingkat kesiapan pada model NHT lebih tinggi karena guru memanggil siswa secara untuk dapat menjawab pertanyaan. Pada model GI siswa dilibatkan sejak perencanaan pembelajaran yaitu mulai dari menentukan topik pembelajaran, masing-masing individu mencari informasi dari berbagai sumber, menganalisis, berdiskusi dan menarik kesimpulan dari topik yang telah mereka investigasi.

Pada model NHT terdapat tahap pemanggilan secara acak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru sehingga semua siswa


(52)

dituntut harus memahami materi. Sedangkan pada model GI, siswa lebih sering mengandalkan teman kelompoknya yang dianggap lebih pintar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kesiapan dan percaya diri pada model NHT lebih tinggi dibandingkan model GI . Perbedaan tersebut dapat diduga akan berakibat pada pencapaian hasil belajar yang berbeda antara siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan GI.

2. Rata-rata Hasil belajar IPS Terpadu melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Lebih Tinggi Dibandingkan Tipe GI Pada Siswa dengan Motivasi Berprestasi Rendah

Tahap penomoran yang terdapat dalam NHT memungkinkan siswa akan berlomba-lomba untuk mempersiapkan diri secara maksimal untuk melakukan presentasi dengan baik. Jika siswa menginginkan kelompok mereka memperoleh hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka untuk melakukan yang terbaik, mereka saling membantu untuk menjawab soal yang harus dijawab. Para siswa diberi waktu untuk bekerja sama setelah pelajaran diberikan oleh guru, lalu selanjutnya siswa menerangkan hasil diskusi mereka dengan baik menggunakan teknik acak yang dilakukan oleh guru akan memicu siswa lebih semangat dan kompak, tetapi tidak saling membantu ketika menjalani kuis, sehingga setiap siswa berusaha menguasai materi itu (tanggung jawab perseorangan). Sehingga bagi siswa yang motivasi berprestasi rendah, ia dapat meningkatkan dorongan yang ada pada dirinya untuk lebih unggul.


(53)

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT, bagi siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah, siswa tidak dapat mengandalkan teman sekelompoknya dikarenakan dengan metode pembelajaran ini siswa dituntut untuk memahami materi atau atau dipaksa harus bisa menguasai materi yang telah dibagi, dan harus dapat memberikan penjelasan atau kontribusi pada saat presentasi di depan kelas. Karena salah satu prinsip pembelajaran kooperatif adalah setiap siswa harus memastikan bahwa teman satu kelompok harus menguasai materi dan dapat menjawab pertanyaan.

Dilihat dari aktivitasnya, tipe model pembelajaran NHT membutuhkan waktu yang lumayan lama dan merepotkan guru karena harus menyiapkan nomor terlebih dahulu. Aktivitas belajar siswa yang memiliki motivasi rendah pada model ini lebih tinggi karena ia menganggap dirinya belum mampu. Hal ini tersebut juga menjadi pemicu untuk bersungguh-sungguh dalam memahami materi yang ada. Jika siswa menginginkan kelompok memperoleh hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka untuk bekerja sama dalam mempelajari pelajaran. Mereka harus mendorong teman sekelompok mereka untuk melakukan yang tebaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting, berharga dan menyenangkan. Peran rekan sebaya yang ada dalam tim juga menjadi bermanfaat karena menjadi pemicu rekan lainnya agar dapat memahami materi dengan baik. Para siswa diberi waktu untuk bekerja sama setelah pelajaran diberikan oleh guru, tetapi tidak saling membantu ketika menjalani


(54)

kuis, sehingga setiap harus menguasai materi itu (tanggung jawab perseorangan). Sehingga bagi siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah, ia dapat meningkatkan dorongan yang ada pada dirinya untuk lebih unggul ketika teman-temannya siap untuk membantu untuk memahami materi pelajaran yang ia belum pahami. Serta dapat merasa siap bersaing dengan teman-temannya pada saat ia sudah memahami materi pelajaran dan ketika kuis diadakan.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Vygotsky, yang menyatakan dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antara kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang ada dalam pengembangan terdekat. Walaupun menggunakan tutor sebaya, siswa dituntut aktif dan mandiri karena presentasi hasil diskusi dilakukan secara individu dan penomoran acak, sehingga siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah akan lebih berusaha aktif daripada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi. Sedangkan pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi selalu ingin unggul dan merasa tidak harus mempersiapkan dirinya secara matang karena ia menganggap dirinya telah mampu. Selain itu, siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi belum tentu bisa bekerjasama dalam kelompok karena ia telah terbiasa dengan kemandiriannya untuk menyelesaikan dalam segala hal.


(55)

Pembelajaran kooperatif tipe GI tidak terdapat penomoran, sehingga siswa yang melakukan presentasi adalah siswa yang terbaik yang mampu melakukan presentasi dengan baik. Hal ini membuat kecenderungan untuk memilih siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi yang mampu melaksanakan tugas dengan baik., dan yang memiliki motivasi berprestasi rendah lebih memilih untuk bersikap pasif. Aktivitas belajar siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah pada model GI lebih rendah hal ini dikarenakan, pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan, dan siswa dituntut untuk berfikir kritis. Dugaan awal jika dilihat dari aktivitas, tanggung jawab pada model NHT tinggi. Siswa dituntut harus menguasai materi karena guru memanggil nomor secara acak dan siswa yang dipanggil harus siap menjawab serta bertanggung jawab atas nama kelompoknya. Pada umumnya siswa motivasi berprestasi rendah merupakan siswa yang dapat dikategorikan malas, maka untuk diperlakukan metode GI, diragukan akan menimbulkan dorongan yang sangat signifikan untuk lebih unggul. Dapat disimpulkan bahwa pada metode NHT siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah dapat lebih memahami materi pelajaran secara mendalam karena dituntut untuk mengetahui materi melalui pemanggilan secara acak dan akan dibantu oleh teman-temannya yang merasa lebih unggul dari dirinya untuk memahami materi pelajaran dalam belajar kelompok. Sedangkan pada model GI, pembelajaran berpusat pada siswa, sehingga siswa motivasi


(56)

berprestasi rendah akan semakin merasa malas. Hal ini dapat mengakibatkan perbedaan hasil belajar melalui metode kooperatif tioe NHT lebih tinggi dibandingkan tipe GI pada siswa dengan motivasi berprestasi rendah.

3. Rata-rata Hasil belajar IPS Terpadu melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Lebih Rendah Dibandingkan Tipe GI Pada Siswa dengan Motivasi Berprestasi Tinggi

Siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi pada pembelajaran kooperatif tipe NHT merasa tidak harus mempersiapkan dirinya secara matang karena ia menganggap dirinya telah mampu, sedangkan siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah lebih ingin memahami materi karena ia merasa bahwa dirinya belum bisa dan tahap pemanggilan secara acak sehingga ia lebih bersungguh-sungguh dalam belajar.

Menurut Johnson, Schwitzgebel dan Kalb dalam Djaali (2012:109) salah satu karakter individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki karakter menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasil-hasilnya dan bukan atas dasar untung-untungan, nasib, atau kebetulan. Sehingga siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi pada pembelajaran kooperatif tipe GI semakin baik pengetahuannya, pembelajaran berpusat pada siswa sehingga pemahaman terhadap pembelajaran lebih cepat dibandingkan yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah dapat mengandalkan temannya yang memiliki motivasi berprestasi tinggi jika ia tidak mengetahui


(1)

Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas

No

Kategori Kelas

Asymp.

Sig.

(2-tailed)

Kondisi

Kesimpulan

1

Eksperimen

0,089

0,089 > 0,05

Normal


(2)

Hasil Uji Homogenitas

Descriptives

Hasil Belajar

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

NHT 26 78.12 9.437 1.851 74.30 81.93 62 90

GI 26 72.54 8.223 1.613 69.22 75.86 60 88

Total 52 75.33 9.205 1.277 72.76 77.89 60 90

Test of Homogeneity of Variances

Hasil Belajar

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.869 1 50 .356

ANOVA

Hasil Belajar

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 404.327 1 404.327 5.161 .027

Within Groups 3917.115 50 78.342

Total 4321.442 51

Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas

No Kategori Kelas Sig. Kondisi Kesimpulan


(3)

A.

Uji Hipotesis 1

Between-Subjects Factors

Value Label N

Model 1 NHT 26

2 GI 26

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Hasil Belajar

Model Mean Std. Deviation N

NHT 78.12 9.437 26

GI 72.54 8.223 26

Total 75.33 9.205 52

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Hasil Belajar

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 404.327a 1 404.327 5.161 .027 Intercept 295055.558 1 295055.558 3766.235 .000

Model 404.327 1 404.327 5.161 .027

Error 3917.115 50 78.342

Total 299377.000 52

Corrected Total 4321.442 51 a. R Squared = .094 (Adjusted R Squared = .075)

Catatan:


(4)

B.

Uji Hipotesis 2

Group Statistics

Model N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Hasil

Belajar

NHT 13 86.00 3.808 1.056

GI 13 68.46 7.067 1.960

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper Hasil

Belajar

Equal variances assumed

3.193 .087 7.878 24 .000 17.538 2.226 12.944 22.133

Equal variances not assumed

7.878 18.427 .000 17.538 2.226 12.869 22.208

Catatan:


(5)

C.

Uji Hipotesis 3

Group Statistics

Model N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Hasil

Belajar

GI 13 76.62 7.411 2.055

NHT 13 70.23 6.030 1.672

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper Hasil

Belajar

Equal variances assumed

.194 .663 2.409 24 .024 6.385 2.650 .916 11.854

Equal variances not assumed

2.409 23.047 .024 6.385 2.650 .904 11.866

Catatan:


(6)

D.

Uji Hipotesis 4

Between-Subjects Factors

Value Label N

Model 1 NHT 26

2 GI 26

MotivasiBerprestasi 1 Tinggi 26

2 Rendah 26

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Hasil Belajar

Model

MotivasiBe

rprestasi Mean Std. Deviation N

NHT Tinggi 70.23 6.030 13

Rendah 86.00 3.808 13

Total 78.12 9.437 26

GI Tinggi 76.62 7.411 13

Rendah 68.46 7.067 13

Total 72.54 8.223 26

Total Tinggi 73.42 7.377 26

Rendah 77.23 10.531 26

Total 75.33 9.205 52

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Hasil Belajar

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 2452.827a 3 817.609 21.002 .000

Intercept 295055.558 1 295055.558 7579.231 .000

Model 404.327 1 404.327 10.386 .002

MotivasiBerprestasi 188.481 1 188.481 4.842 .033

Model * Motivasi Berprestasi 1860.019 1 1860.019 47.779 .000

Error 1868.615 48 38.929

Total 299377.000 52

Corrected Total 4321.442 51

a. R Squared = .568 (Adjusted R Squared = .541)

Catatan:


Dokumen yang terkait

ANALISIS HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA

0 5 50

ANALISIS HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA

2 12 53

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL (Studi Pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 14 Bandar Lampung Tah

0 9 96

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DAN NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) (Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 16 Bandar Lampung 2013/2014)

1 11 80

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN GROUP INVESTIGATION (GI) PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 23 171

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) DAN GROUP INVESTIGATION (GI) DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI BERPRESTASI (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 3 Natar Tahun

3 28 175

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 22 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELA

0 7 98

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR AND SHARE (TPS) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP

0 5 93

HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBRED HEAD TOGETHER (NHT) DAN LEARNING TOGETHER (LT) DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI BERPRESTASI

1 12 91

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN TIPE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 NEGARA BATIN TAHUN PE

1 15 101