Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

adalah layu, lalu rontok, dan akhirnya mati. Penyakit ini terutama menyerang akar sengon. Jika kulit akar dikupas, akan tampak benang-benang merah yang menempel pada kayu akar. Teknis pengendaliannya dapat dilakukan dengan menebang dan membuang pohon yang terserang, membuat selokan isolasi sedalam 1-1.5 m mengelilingi pohon, atau menyemprotkan fungisida Santoso 1992.

2.4 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

Pengelolaan hutan rakyat merupakan upaya menyeluruh dari kegiatan- kegiatan perencanaan, pembinaan, pengembangaan dan penilaian serta pengawasan pelaksanaan kegiatan produksi, pengelolaan hasil dan pemasaran secara berkesinambungan. Menurut Lembaga Penelitian IPB 1990 ada tiga sub sistem yang saling terkait dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat, yaitu sub sistem produksi, sub sistem pengelolaan hasil dan sub sistem pemasaran hasilnya. Secara rinci setiap sub sistem dapat di uraikan sebagai berikut: 1. Sub sistem produksi adalah tercapainya keseimbangan produksi dalam jumlah jenis dan kualitas tertentu serta tercapainya kelestarian usaha dari para pemilik lahan hutan rakyat. 2. Sub sistem pengelolaan hasil adalah proses sampai menghasilkan bentuk, produk akhir yang dijual oleh para petani. 3. Sub sistem pemasaran hasil adalah tercapainya tingkat penjualan yang optimal, dimana semua produk terjual di pasaran. Hardjanto 2000 mengemukakan ciri-ciri pengusahaan hutan rakyat sebagai berikut: 1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri dimana petani masih memiliki posisi tawar yang rendah. 2. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran yang diusahakan dengan cara-cara sederhana. 3. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan prinsip kelestarian yang baik. Djajapertjunda 2003 menyatakan bahwa dalam pengelolaan hutan rakyat terdapat beberapa ciri-ciri aspek teknis yang sama seperti teknis hutan yang lain, berikut aspek-aspek teknis yang harus diperhatikan : 1. Pemilihan lokasi Lokasi yang dipilih untuk ditanami kayu milik rakyat sebaiknya dipilih di kawasan-kawasan yang tidak dapat dijadikan lahan pertanian secara permanen. Apabila di lahan tersebut sudah ada tanaman-tanaman yang berupa tanaman kayu atau buah-buahan, maka tanaman kayu dapat dilaksanakan sebagai tanaman sisipan di antara tanaman lain yang sudah ada, sehingga seluruh kebun akan lebih produktif. Cara seperti ini sudah dipraktekkan oleh masyarakat petani. 2. Persiapan lahan Tanah-tanah yang akan ditanami tanaman kayu pada umumnya berupa tanah yang sudah berupa kebun yang mungkin sudah ada tanaman lainya dan relatif tidak mengandung tumbuhan liar. Karena itu untuk menanam kayu tidak perlu dibersihkan secara keseluruhan. Untuk setiap bibit yang akan ditanam cukup disediakan lubang tanam yang berukuran kurang lebih 30 cm x 30 cm dengan kedalaman 30 cm yang sekelilingnya dibersihkan dan garis tengahnya kurang lebih sekitar 100 cm sistem cemplongan. Apabila tanaman kayu akan ditanam bersama-sama dengan tanaman palawija, dengan sendirinya persiapan lahan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhannya. 3. Pemilihan jenis kayu Jenis kayu yang dipilih sebaiknya jenis kayu yang lazim ditanam, di Pulau Jawa misalnya; kayu sengon, kayu afrika, mindi, dan lain-lain yang merupakan jenis kayu yang sudah dikenal dan sudah mempunyai pasaran yang teratur, baik sebagai bahan untuk kayu konstruksi maupun sebagai bahan baku industri. 4. Pengadaan bibit Pengadaan bibit dapat dilaksanakan secara vegetatif dengan bibit yang berasal dari batang atau cabang atau pengadaan bibit secara generatif. Untuk pengadaan bibit secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara stek atau cangkokan pada tanaman yang muda, sedangkan persiapan bibit secara generatif yang berasal dari biji maka penanamannya dapat dilaksanakan langsung dengan menanamkan biji di lapangan atau dibuat dalam persemaian, tergantung sifat dan jenis kayu yang bersangkutan. 5. Cara menanam Dalam menanam bibit, pertama perlu ditetapkan jarak tanam yang tepat sesuai dengan rencananya. Perlu diperhatikan apakah tanaman kayu akan ditanam secara murni atau sebagai tanaman yang dicampur dengan tanaman lain. Apabila pohon akan ditanam bersama-sama dengan tanaman lain, maka kiranya perlu diperhatikan agar jarak tanam diatur agar tidak saling mengganggu. Apabila tanaman kayu akan ditanam murni, maka perlu diperhatikan apakah akan dimulai dengan tanaman yang rapat, misalnya; 3 m x 2 m. Hal ini akan tergantung dari kondisi lahan dan tujuan penanaman. Apabila akan dilaksanakan tumpang sari dengan jenis tanaman lain, mungkin dapat dipilih jarak tanam 4 m x 5 m, sehingga per Ha akan di dapat 500 pohon, sedang di antara dua larikan pohon masih dapat ditanam palawija atau tanaman lainya. 6. Cara memelihara tanaman Pada dasarnya tanaman kayu yang masih muda harus dijaga dari gulma dan semak serta alang-alang yang berlebihan. Karena itu untuk mengurangi biaya pemeliharaan, sebaiknya di antara larikan ditanami dengan palawija yang tidak mengganggu, seperti kacang tanah, jagung, kacang kedelai, kacang wijen, dan lain-lain. Pemeliharaan yang berupa penjarangan dan pembuangan gulma akan sangat membantu pertumbuhan kayunya. 7. Penebangan Penebangan pohon tergantung dari beberapa faktor, yaitu: tujuan penanaman, kondisi alami dari tanaman, kondisi pasar dan cara menebang. Berdasarkan cara penebangan dengan orientasi pasar, maka penebangan sebaiknya dilaksanakan dengan tebang pilih. Perlu diperhatikan bahwa setiap penebangan harus ditanam kembali secepatnya. Apabila penebangan berupa pemeliharaan yaitu bersifat penjarangan, maka harus selalu diperhatikan bahwa kayu yang ditebang sudah harus mencapai suatu ukuran yang sudah dapat dimanfaatkan, sehingga kayu yang dihasilkannya selalu akan dapat dipasarkan, mungkin hanya sebagai kayu bakar. 8. Penanaman kembali Di bekas pohon yang ditebang harus ditanami kembali sehingga jumlah tanaman akan selalu tetap. Karena itu setiap akan melakukan penebangan petani penanam kayu hendaknya sudah menyiapkan diri dengan bibit yang akan ditanam sebagai pengganti pohon yang akan ditebang.

2.5 Peranan Hutan Rakyat Menurut Departemen Kehutanan Republik Indonesia 2003 hutan rakyat