Isolasi dan Enkapsulasi Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Ayam Kampung (Gallus Domesticus) sebagai Pengendali E.Coli

(1)

ISOLASI DAN ENKAPSULASI BAKTERI ASAM LAKTAT

(BAL) ASAL AYAM KAMPUNG (

GALLUS DOMESTICUS)

SEBAGAI PENGENDALI

E.COLI

TESIS

Oleh:

NURAINUN HARAHAP

127040002

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 5


(2)

ISOLASI DAN ENKAPSULASI BAKTERI ASAM LAKTAT

(BAL) ASAL AYAM KAMPUNG (

GALLUS DOMESTICUS)

SEBAGAI PENGENDALI

E.COLI

TESIS

Oleh:

NURAINUN HARAHAP

127040002

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Peternakan pada Program Studi Ilmu Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 5


(3)

Nama : ISOLASI DAN ENKAPSULASI BAKTERI ASAM LAKTAT

(BAL) ASAL AYAM KAMPUNG (GALLUS DOMESTICUS)

SEBAGAI PENGENDALI E.COLI

Nama : Nurainun Harahap

NIM : 127040002

Program Studi : Peternakan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si ) (Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt,

M.Si)

An. Ketua Program Studi Dekan Fakultas Pertanian

(Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si) (Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS)


(4)

Tesis ini telah diuji di Medan pada Tanggal : 21 Januari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si

Anggota : Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si

Penguji : 1. Dr. Ir. Simon P. Ginting, M.Sc


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis ISOLASI DAN ENKAPSULASI BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL) ASAL AYAM KAMPUNG (GALLUS DOMESTICUS) SEBAGAI PENGENDALI E.COLI adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri dibawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain.

Medan, Januari 2015

Nurainun Harahap NIM : 127040002


(6)

RINGKASAN

NURAINUN HARAHAP. “Isolasi dan Enkapsulasi Bakteri Asam Laktat (BAL)

Asal Ayam Kampung (Gallus Domesticus) Sebagai Pengendali E.Coli”. Dibimbing oleh

MA’RUF TAFSIN dan NEVY DIANA HANAFI.

BAL dapat menurunkan pertumbuhan bakteri patogen. BAL menghasilkan zat antimikroba sehingga bakteri patogen tidak dapat berkembangbiak. Viabilitas BAL semakin menurun seiring dengan semakin bervariasinya pH yang terdapat pada saluran pencernaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan perlindungan pada sel bakteri melalui proses enkapsulasi. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengkarakteristik BAL yang diperoleh dari usus ayam kampung, menganalisis pengaruh enkapsulasi pada berbagai kombinasi bahan pengisi terhadap jumlah koloni dan daya hambat BAL, mengetahui viabilitas BAL baik yang dienkapsulasi maupun yang tanpa enkapsulasi serta daya simpan kapsul BAL terhadap kestabilan jumlah koloni selama 4 minggu penyimpanan. Penelitian dilakukan di laboratorium nutrisi pakan ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada bulan April – November 2014.

Penelitian ini dilakukan atas 3 tahap yaitu isolasi dan karakteristik BAL asal ayam kampung dilakukan berdasarkan pewarnaan gram, uji ketahanan BAL terhadap pH, garam empedu, suhu, motilitas dan katalase, pembuatan biopolimer BAL dan perbandingan antara alginat dengan bahan pengisi, daya simpan kapsul BAL dan pembuatan enkapsulasi BAL dalam bentuk kering.

Hasil penelitian pada saluran pencernaan ayam kampung didapat 6 isolat dan yang terbaik adalah isolat yang berasal dari ileum yang menunjukkan karakteristik BAL, tahan terhadap garam empedu, pH, suhu, jumlah koloni serta daya hambat BAL terhadap E.coli. Komposisi bahan enkapsulasi terbaik adalah alginat 5% sedangkan perbandingan alginat dengan bahan pengisi yang tertinggi terhadap alginat-maltodekstrin (2:1) yang menghasilkan rendemen 94% dengan jumlah koloni 9,10 log cfu/g, viabilitas sebesar 92,75% serta efisiensi enkapsulasi sebesar 95,26%. BAL yang terenkapsulasi maupun tanpa enkapsulasi dan lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap viabilitas dan pH sedangkan kestabilan BAL dalam menghambat E.coli selama penyimpanan menunjukkan perbedaan yang nyata bahwa jumlah koloni dan daya hambat BAL yang dienkapsulasi lebih tinggi dibandingkan dengan BAL tanpa enkapsulasi selama 4 minggu penyimpanan. Dapat disimpulakan bahwaisolat yang terbaik dan memenuhi kriteria adalah isolat yang berasal dari ileum dengan konsentrasi biopolimer enkapsulasi BAL yang menunjukkan gel yang baik yaitu pada konsentarsi alginat 5% sedangkan perbandingan konsentrasi alginat dengan bahan pengisi yang terbaik adalah alginat - maltodekstrin (2:1). BAL terenkapsulasi lebih tahan dibandingkan dengan BAL tanpa enkapsulasi selama 4 minggu penyimpanan.


(7)

SUMMARY

NURAINUNHARAHAP. "Isolation andEncapsulationof Lactic Acid Bacteria(LAB)

Originof Native Chicken(Gallus domesticus) toControlE. coli". Under supervisedbyMA'RUFTAFSINandNEVYDIANAHANAFI.

LABcan reducethe growth ofpathogenic bacteria.

LABproduceantimicrobialsubstancesthatpathogenicbacteriacan notmultiply.

LABviabilitydecreasedalong with thevariation ofthe pHfound inthe digestivetract. Toovercome these problemscan be doneby providingprotectionin bacterial cellsthroughthe process ofencapsulation. The purposeof thisstudywastoisolateandcharacterizeLABobtainedfromchickenintestine, analyze the effect ofencapsulationonvariouscombinations offillerson the number ofcoloniesandthe inhibition ofLAB,

knowingboththeviability ofencapsulatedLABorwithoutencapsulationandstorabilitycapsuleLABon stabilitynumber ofcoloniesduring the4weeks of storage. The study was conductedinlaboratoryanimal feedscience,Faculty ofAgriculture, University ofSumatera UtaraMedan, inApril-November, 2014.

This study was conductedoverthreestages, namely isolationandcharacteristics of theoriginalLABchicken; LABstability testforpH, bilesalts, temperature; process encapsulation using alginat and various filler (milk skim, maltodekstrin), production biopolymersLAB andcomparisonbetween thealginatewithfillers,

The

LABandstorabilitycapsuleLABencapsulation.

resultsof researchonthe digestivetractchickenobtained6 isolates and isolates from

theileumshowedhighest,resistance tobile salts, pH andinhibitionof LABagainstE.coli.The bestencapsulationmaterial compositionisalginate5% while theratioof alginatewithhighfillerto thealginate-maltodextrin (2:1) whichresulted in94% yieldby the number ofcolonies of9.10log cfu/g,

the viabilityof92.75% andencapsulationefficiencyamounted to95.26%.

LABencapsulatedorwithoutencapsulationand storage timedid nothave a significant influenceon the viabilityandstabilityof pHwhereasLABin inhibitingE. coliduring storageshowed significant differencesthat thenumber ofcoloniesand LAB were encapsulatedmore resistthan theLABwithoutencapsulationfor 4weeks of storage. It is concludedthatisolatesfromthe ileum are potential as candidate probiotics.

BiopolymergelencapsulationLABshowedgoodthatthealginateconcentration of5%, while the ratio ofthe concentration ofalginatewiththebestfillermaterialisalginate-maltodextrin(2:1). LAB wereencapsulated more resist than theLABwithoutencapsulationfor 4weeks of storage.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Nurainun Harahap, dilahirkan pada tanggal 17 Januari 1987 di Kota Medan Sumatera Utara. Putri keempat dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Aminullah Harahap dan Ibu Nurbainah Siregar.

Penulis terakhir kalinya menamatkan sekolah menengah umum di SMAN 7 Medan pada tahun 2005 dan pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2012 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP) serta aktif dalam kegiatan seminar-seminar pascasarjana.

Penulis melaksanakan penelitian tesis di Laboratorium Mikrobilogi PeternakanJl. Prof. A. Sofyan No. 3 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utarapada bulan Februari – November tahun 2014.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah (tesis) ini. Adapun judul dari tesis ini adalah “ Isolasi dan Enkapsulasi Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Ayam Kampung (Gallus Domesticus) sebagai Pengendali E.coli”yang merupakan salah satu syarat mendapatkan gelar Megister Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menghanturkanterima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama

ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si dan Dr. Nevy Diana Hanafi, SPt, M.Si selaku ketua dan anggota

komisi pembimbing penulis yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Simon Ginting, M.Sc dan Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran untuk kesempurnaan tesis ini Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman seperjuangan Pascasarjana Program Studi Peternakan angkatan 2012, teman–teman S1, ibu Ir. Yunilas, M.Si serta laboran yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian di Laboratorium.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih mempunyai kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan dikemudian hari. Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, Januari 2015


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat ... 4

Teknologi Enkapsulasi ... 8

Bahan Pengkapsul ... 11

Alginat ... 11

Maltodekstrin ... 13

Susu Skim ... 14

Escherichia coli ... 15

Bakteri dalam Saluran Pencernaan ... 17

Penampilan Ayam Broiler terhadap Probiotik ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

Metode Penelitian ... 19

Tahap I: Isolasi dan Identifikasi Kualitas BAL Ayam Kampung terhadap Bakteri Uji Bahan dan Alat Penelitian ... 19

Prosedur Penelitian Tahap I Isolasi dan Karakteristik BAL Asal Ayam Kampung ... 20

Karakteristik BAL Berdasarkan Morfologi dan Reaksi Pewarnaan Gram ... 21

Karakteristik BAL Berdasarkan Uji Motilitas ... 21

Karakteristik BAL Berdasarkan Uji Katalase ... 21

Uji Ketahanan BAL terhadap pH, Garam Empedu dan Suhu ... 22

Uji Ketahanan terhadap Keasaman Lambung (pH) ... 22

Uji Ketahanan terhadap Garam Empedu ... 22

Uji Ketahanan terhadap Temperatur/Suhu ... 22

Penentuan Jumlah koloni BAL ... 23

Uji Daya Hambat BAL terhadap Bakteri E.coli ... 23

Isolasi Bakteri Uji E.coli ... 23

Uji Daya Hambat BAL terhadap E.coli ... 24


(11)

Tahap II : Pembuatan Kapsul BAL dan Uji Kualitasnya

Bahan dan Alat Penelitian ... 25

Penentuan Total Padatan Bahan Pengkapsul ... 26

Penentuan Perbandingan Natrium Alginat dan Bahan Pengisi Optimum... 27

Viabilitas dan Efisiensi BAL Terenkapsulasi ... 27

Jumlah Populasi BAL Produk Enkapsulasi ... 28

Tahap III : Daya Simpan Kapsul BAL dan Evaluasi Kualitasnya ... 29

Daya Simpan Kapsul BAL dan Uji Kualitasnya ... 29

Pembuatan BAL Enkapsulasi dalam Bentuk Kering ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap I : Isolasi dan Karakteristik Kualitas BAL Ayam Kampung Terhadap Bakteri Uji Isolasi dan Karakteristik Kualitas BAL Ayam Kampung ... 33

Karakteristik Isolat BAL ... 34

Uji Ketahanan BAL terhadap pH, Garam Empedu dan Suhu ... 36

Uji Daya Hambat BAL terhadap E. coli ... 39

Tahap II : Pembuatan Kapsul BAL dan Uji Kualitasnya Penentuan Konsentrasi Alginat sebagai Bahan Pengkapsul... 41

Perbandingan Natrium-Alginat dan Bahan Pengisi Optimum ... 44

Pengujian Viabilitas dan Efektivitas BAL Terenkapsulasi ... 46

Tahap III : Daya Simpan Kapsul BAL dan Evaluasi Kualitasnya Viabilitas BAL selama Penyimpanan ... 47

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap pH ... 50

Kestabilan BAL dalam Menghambat E.coli selama Penyimpanan ... 51

Pembuatan Beads BAL Terenkapsulasi dalam Bentuk Kering... . 52

KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kelebihan dan kekurangan teknik estruksi dan emulsi ... 10

2. Komposisi natrium alginat ... 12

3. Komposisi maltodekstrin ... 13

4. Komposisi susu skim ... 15

5. Derajat keasaman (pH) di dalam saluran pencernaan ayam ... 17

6. Jumlah koloni BAL, Karakteristik isolat BAL dan uji ketahanan BAL ... 34

7. Uji Ketahanan BAL terhadap pH, Garam Empedu dan Suhu ... 36

8. Luas zona bening dan total asam tertitrasi ... 39

9. Pengaruh konsentrasi Na-alginat terhadap bentuk dan sifat fisik beads ... 41


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Bakteri asam laktat ... 4

2. Mekanisme pertumbuhan BAL... 5

3. Prosedur enkapsulasi dengan metode ekstruksi ... 9

4. Bakteri E.coli... 15

5. Kultur murni isolat ... 33

6. Daya hambat BAL terhadap Eschericia Coli ... 41

7. Alginat dengan konsentrasi 5% ... 42

8. Grafik konsentrasi alginat sebagai bahan pengkapsul terhadap rendemen ... 43

9. Perbandingan alginat-filler terhadap ukuran dan bentuk beads ... 45

10.Viabilitas BAL tanpa dan dengan Enkapsulasi selama penyimpanan 4 minggu ... 48

11.Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH ... 50

12.Kestabilan BAL dalam menghambat E.coli ... 51


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Skema isolasi bakteri Escherichia coli ... 61

2. Skema isolasi Bakteri Probiotik ... 62

3. Skema pewarnaan gram ... 63

4. Skema kerja uji motilitas ... 64

5. Skema kerja uji ketahanan terhadap keasaman (pH) ... 65

6. Skema kerja uji ketahanan terhadap garam empedu ... 66

7. Skema kerja uji ketahanan terhadap temperatur ... 67

8. Skema kerja uji katalase ... 68

9. Hasil isolasi bakteri uji Escherichia coli dilihat dari mikroskop ... 69

10.Pertumbuhan isolat pada medium MRS broth + Ox bile 5% ... 70

11.Luas zona bening pada saluran pencernaan ayam kampung ... 71

12.Konsentrasi berbagai alginat ... 72

13.Penentuan biopolimer konsentrasi alginat sebagai bahan pengkapsul ... 73

14.Tabel Anova penentuan biopolimer konsentrasi alginat sebagai bahan pengkapsul. 74 15.Uji lanjut Duncan dalam penentuan biopolimer alginat ... 74

16.Pengaruh perbandingan alginat - filler terhadap rendemen beads yang dihasilkan .. 75

17.Tabel Anova pengaruh perbandingan alginat - filler terhadap rendemen beads yang dihasilkan ... 76

18.Uji lanjut Duncan dalam perbandingan alginat - filler terhadap rendemen ... 76

19.Pengaruh perbandingan alginat - fillerterhadap efisiensi dan viabilitas enkapsulasi 77 20.Tabel Anova pengaruh perbandingan alginat - fillerterhadap efisiensi enkapsulasi 77 21.Uji lanjut Duncan perbandingan alginat- fillerterhadap efisiensi enkapsulasi ... 78 22.Tabel Anova pengaruh perbandingan alginat - filler terhadap viabilitas enkapsulasi 79


(15)

23.Uji lanjut Duncan perbandingan alginat- fillerterhadap viabilitas enkapsulasi ... 79

24.Viabilitas dan ketahanan BAL selama masa Pengeringan ... 80

25.Tabel Anova viabilitas dan ketahanan BAL selama masa pengeringan ... 81

26.Uji lanjut t- viabilitas dan ketahanan BAL selama masa pengeringan ... 81

27.Pembuatan beads basah dalam bentuk kering ... 82

28.Viabilitas BAL tanpa dan dengan enkapsulasi selama penyimpanan ... 83

29.Kestabilan BAL selama penyimpanan ... 84

30.Pengaruh lama penyimpanan terhadap kestabilan pH ... 84


(16)

RINGKASAN

NURAINUN HARAHAP. “Isolasi dan Enkapsulasi Bakteri Asam Laktat (BAL)

Asal Ayam Kampung (Gallus Domesticus) Sebagai Pengendali E.Coli”. Dibimbing oleh

MA’RUF TAFSIN dan NEVY DIANA HANAFI.

BAL dapat menurunkan pertumbuhan bakteri patogen. BAL menghasilkan zat antimikroba sehingga bakteri patogen tidak dapat berkembangbiak. Viabilitas BAL semakin menurun seiring dengan semakin bervariasinya pH yang terdapat pada saluran pencernaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan perlindungan pada sel bakteri melalui proses enkapsulasi. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengkarakteristik BAL yang diperoleh dari usus ayam kampung, menganalisis pengaruh enkapsulasi pada berbagai kombinasi bahan pengisi terhadap jumlah koloni dan daya hambat BAL, mengetahui viabilitas BAL baik yang dienkapsulasi maupun yang tanpa enkapsulasi serta daya simpan kapsul BAL terhadap kestabilan jumlah koloni selama 4 minggu penyimpanan. Penelitian dilakukan di laboratorium nutrisi pakan ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada bulan April – November 2014.

Penelitian ini dilakukan atas 3 tahap yaitu isolasi dan karakteristik BAL asal ayam kampung dilakukan berdasarkan pewarnaan gram, uji ketahanan BAL terhadap pH, garam empedu, suhu, motilitas dan katalase, pembuatan biopolimer BAL dan perbandingan antara alginat dengan bahan pengisi, daya simpan kapsul BAL dan pembuatan enkapsulasi BAL dalam bentuk kering.

Hasil penelitian pada saluran pencernaan ayam kampung didapat 6 isolat dan yang terbaik adalah isolat yang berasal dari ileum yang menunjukkan karakteristik BAL, tahan terhadap garam empedu, pH, suhu, jumlah koloni serta daya hambat BAL terhadap E.coli. Komposisi bahan enkapsulasi terbaik adalah alginat 5% sedangkan perbandingan alginat dengan bahan pengisi yang tertinggi terhadap alginat-maltodekstrin (2:1) yang menghasilkan rendemen 94% dengan jumlah koloni 9,10 log cfu/g, viabilitas sebesar 92,75% serta efisiensi enkapsulasi sebesar 95,26%. BAL yang terenkapsulasi maupun tanpa enkapsulasi dan lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap viabilitas dan pH sedangkan kestabilan BAL dalam menghambat E.coli selama penyimpanan menunjukkan perbedaan yang nyata bahwa jumlah koloni dan daya hambat BAL yang dienkapsulasi lebih tinggi dibandingkan dengan BAL tanpa enkapsulasi selama 4 minggu penyimpanan. Dapat disimpulakan bahwaisolat yang terbaik dan memenuhi kriteria adalah isolat yang berasal dari ileum dengan konsentrasi biopolimer enkapsulasi BAL yang menunjukkan gel yang baik yaitu pada konsentarsi alginat 5% sedangkan perbandingan konsentrasi alginat dengan bahan pengisi yang terbaik adalah alginat - maltodekstrin (2:1). BAL terenkapsulasi lebih tahan dibandingkan dengan BAL tanpa enkapsulasi selama 4 minggu penyimpanan.


(17)

SUMMARY

NURAINUNHARAHAP. "Isolation andEncapsulationof Lactic Acid Bacteria(LAB)

Originof Native Chicken(Gallus domesticus) toControlE. coli". Under supervisedbyMA'RUFTAFSINandNEVYDIANAHANAFI.

LABcan reducethe growth ofpathogenic bacteria.

LABproduceantimicrobialsubstancesthatpathogenicbacteriacan notmultiply.

LABviabilitydecreasedalong with thevariation ofthe pHfound inthe digestivetract. Toovercome these problemscan be doneby providingprotectionin bacterial cellsthroughthe process ofencapsulation. The purposeof thisstudywastoisolateandcharacterizeLABobtainedfromchickenintestine, analyze the effect ofencapsulationonvariouscombinations offillerson the number ofcoloniesandthe inhibition ofLAB,

knowingboththeviability ofencapsulatedLABorwithoutencapsulationandstorabilitycapsuleLABon stabilitynumber ofcoloniesduring the4weeks of storage. The study was conductedinlaboratoryanimal feedscience,Faculty ofAgriculture, University ofSumatera UtaraMedan, inApril-November, 2014.

This study was conductedoverthreestages, namely isolationandcharacteristics of theoriginalLABchicken; LABstability testforpH, bilesalts, temperature; process encapsulation using alginat and various filler (milk skim, maltodekstrin), production biopolymersLAB andcomparisonbetween thealginatewithfillers,

The

LABandstorabilitycapsuleLABencapsulation.

resultsof researchonthe digestivetractchickenobtained6 isolates and isolates from

theileumshowedhighest,resistance tobile salts, pH andinhibitionof LABagainstE.coli.The bestencapsulationmaterial compositionisalginate5% while theratioof alginatewithhighfillerto thealginate-maltodextrin (2:1) whichresulted in94% yieldby the number ofcolonies of9.10log cfu/g,

the viabilityof92.75% andencapsulationefficiencyamounted to95.26%.

LABencapsulatedorwithoutencapsulationand storage timedid nothave a significant influenceon the viabilityandstabilityof pHwhereasLABin inhibitingE. coliduring storageshowed significant differencesthat thenumber ofcoloniesand LAB were encapsulatedmore resistthan theLABwithoutencapsulationfor 4weeks of storage. It is concludedthatisolatesfromthe ileum are potential as candidate probiotics.

BiopolymergelencapsulationLABshowedgoodthatthealginateconcentration of5%, while the ratio ofthe concentration ofalginatewiththebestfillermaterialisalginate-maltodextrin(2:1). LAB wereencapsulated more resist than theLABwithoutencapsulationfor 4weeks of storage.


(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan, kesadaran gizi dan kualitas hidup masyarakat maka kebutuhan daging di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Peningkatan kebutuhan daging ini merangsang para ahli di bidang peternakan untuk berusaha meningkatkan produktivitas ternak. Salah satu caranya adalah memperbaiki pakan ternak dengan menggunakan atau menambahkan mikroorganisme seperti probiotik.

Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila dikonsumsi dapat meningkatkan kesehatan manusia ataupun ternak dengan cara menyeimbangkan mikroflora dalam saluran pencernaan jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup. Salah satu kelompok bakteri yang berperan sebagai probiotik adalah bakteri asam laktat (BAL).

BAL merupakan kelompok bakteri gram-positif yang mampu mengubah karbohidrat menjadi asam laktat sehingga dapat menurunkan pH (Nettles dan Barefoot, 1993). BAL hidup disaluran pencernaan ternak. Keberadaan bakteri probiotik tersebut masih sangat kurang khususnya di usus halus, sehingga penyerapan sari makanan kurang maksimal. Ternak yang diduga memiliki BAL pada ususnya adalah ayam kampung. BAL dari ayam kampung lebih menguntungkan karena lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga keseimbangan mikroflora pada sistem pencernaan ternak dengan cepat dapat dipreroleh. Ayam yang sejak dini sudah memiliki keseimbangan mikroflora yang baik akan lebih tahan terhadap infeksi bakteri patogen.

BAL dapat menurunkan pertumbuhan bakteri patogen, seperti E.coli karena dalam usus halus terjadi kompetisi BAL dan E.coli untuk mendapatkan nutrien, dimana BAL dapat melekat pada sel epitel usus yang kemudian membentuk koloni dan menghasilkan zat anti mikroba, sehingga bakteri patogen tidak dapat berkembang biak. BAL juga mampu


(19)

menghasilkan asam lemak rantai pendek yang berperan untuk menstimulasi perbanyakan sel epitel usus, sehingga terjadi peningkatan penyerapan nutrien dalam tubuh dan dapat mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam broiler.

Pemberian BAL tidak dapat diberikan secara langsung pada ternak unggas. Hal ini dikhawatirkan viabilitasBAL semakin menurun seiring dengan semakin bervariasinya derajat keasaman (pH) yang terdapat pada saluran pencernaan. Oleh karena itu, perlu adanya teknologi yang dapat melindungi BAL. Teknologi tersebut adalah teknologi enkapsulasi.

Enkapsulasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk menyalut suatu bahan inti dengan enkapsulan tertentu (Rizqiati et al. 2009). Teknologi ini berperan dalam melindungi bahan inti dari lingkungan yang merugikan. Bakteri probiotik merupakan salah satu jenis komponen bioaktif yang sebaiknya dilindungi kehidupannya agar dapat dimanfaatkan oleh inangnya.

Studi mengenai isolasi dan enkapsulasi BAL asal ayam kampung sebagai pengendali

E.coli belum pernah dilaporkan. Kajian tesis ini menjadi sangat penting untuk membantu meningkatkan produktivitas ternak ayam broiler.

Tujuan Penelitian

1. Mengisolasi dan mengkarakteristik BAL yang diperoleh dari usus ayam kampung 2. Menentukan jenis bahan pengkapsul terbaik bagi BAL serta menganalisis pengaruh

enkapsulasi pada berbagai kombinasi bahan pengisi terhadap jumlah koloni dan daya hambat BAL.

3. Mengetahui viabilitas BAL baik yang dienkapsulasi maupun yang tanpa enkapsulasi serta daya simpan kapsul BAL terhadap kestabilan jumlah koloni selama 4 minggu penyimpanan


(20)

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi terhadap penelitian selanjutnya tentang pemberian bakteri probiotik (BAL) dari usus ayam kampung dapat meningkatkan produktivitas ayam broiler.

2. Memberikan informasi bahwa isolasi BAL dapat diproduksi secara terpadu dari saluran pencernaan ayam kampung, selanjutnya BAL yang dihasilkan dapat dikapsulasi menggunakan bahan pengisi yang berbeda.


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri Asam Laktat (BAL)

Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri gram positif yang berbentuk batang atau bulat, tidak membentuk spora, fermentasi fakultatif anaeorob, tidak mempunyai sitokrom, tidak memiliki kemampuan untuk mereduksi nitrat dan memanfaatkan laktat, oksidasi negatif, katalase negatif, motilitas negatif dan kemampuan memfermentasi glukosa menjadi asam laktat (Carr et al., 2002).

Gambar 1 : Bakteri Asam Laktat

a. Produk Fermentasi BAL dan Manfaatnya sebagai Probiotik

Produk fermentasi BAL salah satunya adalah asam organik. Asam organik ini dihasilkan selama proses fermentasi terkait spesies organisme, gabungan kultur dan kondisi pertumbuhan (Lindgren dan Dobrogosz, 1990). Asam organik mampu menurunkan pH dan berfungsi untuk tidak memutus beberapa ikatan molekul sehingga memiliki kemampuan aktivitas mikroba. Lebih lanjut Lindgren dan Dobrogosz (1990), melaporkan bahwa penurunan pH mampu menghasilkan minimum inhibitory concentration (MIC), sehingga asam laktat dapat menghambat kerja Clostridium tyrobutyricum, E.coli, Enterobacter sp


(22)

Gambar 2. Produk Fermentasi BAL (Lindgren dan Dobrogosz, 1990)

BAL juga menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) karena adanya oksigen sehingga terjadi reaksi flavoprotein oksidasi atau nicotinamida adenin hidroxy dinucleotida (NADH) perioksida. H2O2 berasal dari oxidation sulfhydril disebabkan karena denaturasi dari sejumlah enzim berasal dari perioksidase membrane lipids sehingga meningkatkan permeabilitas membran (Kong dan Davidson, 1980). H2O2 juga dapat berfungsi sebagai prekusor untuk memproduksi bakteri radikal bebas antara lain O2 dan OH yang dapat merusak DNA (Byczkowski dan Gessner, 1988).

Karbondioksida (CO2) merupakan hasil dari produk fermentasi BAL secara heterofermentatif. Mekanismenya adalah CO2 bekerja dalam suasana anaerob, selanjutnya menghambat kerja enzim dekarboksilase dalam membran lipid sehingga tidak mempunyai fungsi sebagai permeabilitas (Eklund, 1984). CO2 dapat menghambat mikroba pembusuk makanan dan juga mampu menghasilkan bakteri gram negatif (Hotchkiss, 1999).


(23)

Asetildehida diproduksi oleh L.delbruecki sp dan Bulgaricus yang bila direaksikan dengan threoin aldolase maka treonin tersebut membelah ke dalam asetildehida dan glisin. Ketiga BAL tersebut tidak dapat merombak asetildehida, hanya terakumulasi dalam produk pangan dengan konsentrasi sekitar 25 ppm. Asetildehida dengan konsentrasi 10-100 ppm dapat menghambat pertumbuhan S.aureus, S.typhimurium dan Escherichia coli (Piard dan Desmazeaud, 1992).

Aktivitas lipolitik dan Lactobacillus dan Lactococci secara signitifikan dapat menghasilkan beberapa asam lemak dalam proses pengeringan dan fermentasi susu (Rao dan Reddy, 1984). Aktivitas antimikroba dapat memutuskan ikatan molekul dari asam lemak bukan anionnya, selain itu menurunkan pH memiliki pengaruh besar terhadap aktivitas antimikroba (Kabara, 1993).

b. Reaksi Fermentasi Bakteri Asam Laktat (BAL)

Reaksi fermentasi BAL dibagi menjadi 2 bagian yaitu secara homofermentatif dan heterofermentatif. Reaksi homofermentatif menghasilkan asam laktat, 2 mol ATP dari 1 glukosa/heksosa dalam kondisi normal, tidak menghasilkan CO2 dan menghasilkan biomassa sel dua kali lebih banyak dari pada BAL heterofermentatif. Sedangkan reaksi heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat juga menghasilkan etanol, CO2, asam asetat serta 1 mol ATP dari heksosa dan tidak mempunyai enzim aldolase. Untuk lebih jelasnya reaksi fermentasi BAL dapat dilihat di bawah ini.

Reaksi homofermentatif

1 Heksosa + 2 ADP + 2Pi 2 laktat + 2 ATP

Reaksi Heterofermentatif

1 Heksosa + 1 ADP + Pi laktat + etanol + CO2 + 1 ATP Atau

1 Heksosa + 2 ADP + Pi laktat + asetat + CO2 + 2 ATP (Axelsson, 1998).


(24)

Menurut Food and Agriculture Organization/World Health Organization

(FAO/WHO) (2001), idealnya strain probiotik seharusnya tidak hanya mampu bertahan melewati saluran pencernaan tetapi juga memiliki kemampuan untuk berkembang biak dalam saluran pencernaan, tahan terhadap cairan lambung dan cairan empedu dalam jalur makanan yang memungkinkan untuk bertahan hidup melintasi saluran pencernaan dan terkena paparan empedu. Selain itu probiotik juga harus mampu menempel pada sel epitel usus, mampu membentuk kolonisasi pada saluran pencernaan, mampu menghasilkan zat anti mikroba (bakteriosin), dan memberikan pengaruh yang menguntungkan inangnya. Syarat lainnya adalah tidak bersifat patogen dan aman jika dikonsumsi. Strain probiotik juga harus tahan dan tetap hidup selama proses pengolahan makanan dan penyimpanan, mudah diaplikasikan pada produk makanan, dan tahan terhadap proses psikokimia pada makanan (Prado et al., 2008).

Efisiensi penggunaan pakan dapat dilakukan dengan pemberian bahan imbuhan (feed additive) atau zat pemacu tumbuh (growth promotant). Pencampuran feed additive ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya simpan ransum dan memacu pertumbuhan ternak. Namun penggunaan feed additif secara terus menerus akan mengakibatkan terdapatnya produk metabolit berupa residu antibiotik. Oleh karena itu penggunaan feed additive alami merupakan alternatif untuk mengurangi akumulasi residu feed additive dalam daging. Salah satu feed additive alami yang mulai digunakan yakni bakteri probiotik (Tensiska, 2008).

Pemberian probiotik pada ternak unggas biasanya diberikan dalam bentuk campuran ransum atau diberikan melalui air minum, atau dalam bentuk probiotik yang hanya mengandung satu macam strain mikroba saja atau dalam bentuk campuran terdiri dari beberapa strain mikroba seperti “probiolac” atau “protexin”. Beberapa keuntungan dari penggunaan probiotik pada hewan atau ternak antara lain adalah dapat memacu pertumbuhan, memperbaiki konversi ransum, mengontrol kesehatan antara lain dengan


(25)

mencegah terjadinya gangguan pencernaan terutama pada hewan-hewan muda, pengurai faktor seperti antitripsin (Budiansyah, 2004).

Teknologi Enkapsulasi

Enkapsulasi adalah suatu teknologi dalam proses penyalutan partikel inti dapat berbentuk cair, padat atau gas dengan suatu bahan pengisi khusus sehingga partikel-partikel inti tersebut mempunyai sifat fisik dan kimia sesuai yang dikehendaki (Kim dan Morr, 1996). Teknologi ini berperan dalam melindungi bahan inti dari lingkungan yang merugikan. Bakteri probiotik merupakan salah satu jenis komponen bioaktif yang sebaiknya dilindungi kehidupannya agar dapat dimanfaatkan oleh inangnya. Manfaat enkapsulasi bagi probiotik yaitu untuk mempertahankan viabilitas dan melindunginya dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (Wu et al. 2000).

Bahan yang umum digunakan sebagai enkapsulan, diantaranya alginat, gum arab, pati, agar, gelatin, karagenan, albumin dan kasein. Masing-masing bahan tersebut memiliki karakter tertentu sehingga perlu adanya pertimbangan agar cocok bila digunakan untuk menyalut suatu bahan inti tertentu. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai enkapsulasi bakteri probiotik dengan menggunakan enkapsulan tertentu diantaranya enkapsulasi Bifidobacteria dan Lactobacillus dalam alginat-pati (Sultana et al. 2000), L. casei dalam alginat-tepung polard dan terigu (Widodo et al. 2003), L.acidophilus dan B. lactis dengan alginat (Kailasapathy 2006), L. acidophilus, L.helveticus, B. longum dan B. lactis dalam alginat, gelatin dan pati pada produk yoghurt dengan metode ekstrusi dan emulsi (Jayalalitha et al. 2011) dan L.plantarum dengan enkapsulan campuran susu skim dan gum arab (Rizqiati et al. 2009). Dalam hal ini, metode enkapsulasi juga dapat

memperbaiki karakteristik sensori pada produk akhir terutama atribut teksturnya (Mortazavian et al. 2007).


(26)

Gambar 3 : Prosedur enkapsulasi dengan metode ekstrusi (Krasaekoopt et al. 2003)

Teknik enkapsulasi probiotik dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu ekstrusi dan emulsi (Krasaekoopt et al. 2003). Teknik ekstrusi dilakukan dengan cara menambahkan mikroorganisme probiotik ke dalam larutan hidrokoloid natrium alginat, kemudian diteteskan ke dalam larutan pengeras (CaCl2) menggunakan syringe sehingga terbentuk beads. Ukuran dan bentuk beads yang dihasilkan bergantung pada diameter jarum dan jarak tetes jarum dengan larutan CaCl2.

Berbeda dengan teknik ekstrusi, teknik emulsi dilakukan dengan menyuspensikan sebagian kecil polimer (alginat) ke dalam minyak nabati seperti minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak conola, atau minyak jagung, kemudian dihomogenisasi dalam bentuk emulsi. Emulsi tersebut akan membentuk droplet. Ukuran beads pada metode emulsi ditentukan oleh ukuran droplet emulsi yang terbentuk. Ukuran droplet emulsi dapat dikontrol dengan kecepatan pengadukan saat emulsifikasi (Krasaekoopt et al. 2003). Kelebihan dan kekurangan teknik ekstrusi dan emulsi dapat dilihat pada Tabel 1.


(27)

Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Ekstrusi dan Emulsi

Ekstrusi Emulsi

Kelayakan teknologi Sulit untuk meningkatkan Mudah untuk meningkatkan skala produksi (scale up) skala produksi (scale up)

Biaya Rendah Tinggi

Kemudahan Mudah Sulit

Ketahanan mikroorganisme 80 – 95% 80 – 95%

Ukuran beads 2 – 5 mm 25 μm – 2 mm

Sumber : Krasaekoopt et al. (2003)

Pada tahap pengeringan bahan pengkapsul berisi sel probiotik untuk mendapatkan sel terenkapsulasi berbentuk serbuk atau granul dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu

freezedrying (Sultana et al. 2000, Capela et al. 2006) dan spray drying (Lian et al. 2003, Picot dan Lacroix 2004). Enkapsulasi probiotik dengan teknik pengering semprot dan pengering beku menghasilkan probiotik terenkapsulasi kering dalam bentuk serbuk atau granul, sedangkan teknik emulsi dan ekstrusi menghasilkan probiotik terenkapsulasi dalam bentuk jel (hydrocolloid beads) (Krasaekoopt et al. 2003). Namun, penggunaan teknik

freeze drying relatif mahal dan sangat sulit diaplikasikan pada skala industri (Mortazavian et al. 2007), sedangkan penggunaan teknik spraydrying membutuhkan suhu operasi yang

tinggi sehingga kurang cocok diaplikasikan untuk enkapsulasi probiotik (Kailasapathy 2002).

Keefektifan dari bahan dan teknik enkapsulasi yang digunakan untuk menghasilkan probiotik terenkapsulasi dapat dievaluasi dari beberapa parameter kualitatif, diantaranya viabilitas sel probiotik selama proses enkapsulasi dan pengeringan, pembuatan produk dan penyimpanan, kelarutan beads dan kemampuan sel untuk keluarserta sifat mikrogeometri


(28)

Bahan Pengkapsul

Bahan pengkapsul merupakan bahan yang berfungsi sebagai pengikat suatu materi serta memperbaiki mutu fisik produk. Enkapsulasi probiotik biasa dilakukan dalam sistem polimer yang bersifat lembut dan tidak beracun (food grade) (Anal dan Singh 2007). Polimer yang biasa digunakan dalam proses enkapsulasi bakteri probiotik adalah polisakarida yang diekstrak dari rumput laut (karagenan dan alginat), tumbuhan (pati dan turunannya, gum arab), atau bakteri (gellan dan xanthan), dan protein hewan (kasein, whey, skim, gelatin) (Rokka dan Rantamaki 2010). Keuntungan penggunaan alginat sebagai bahan pengkapsul adalah tidak toksik, membentuk matriks secara lembut dengan CaCl2 yang dapat menjerap material sensitif seperti sel bakteri probiotik(Kailasapthy, 2002).

1. Alginat

Alginat merupakan salah satu jenis hidrokoloid yang dihasilkan dari ekstraksi alga coklat (Sargassum sp., Turbinaria sp., Hormophyta sp., dan Padinasp.). Alginat telah diaplikasikan secara luas pada produk pangan sebagai penyalut. Bentuk alginat terdiri dari dua yaitu asam alginat dan garam alginat. Asam alginat merupakan kopolimer liniar yang tersusun atas asam D-manuronat dan asam L-guluronat. Dalam suatu larutan, alginat mengadakan interaksi antara kopolimernya dengan kation divalen (garam) seperti kalsium, sehingga terbentuk gel kalsium alginat. Gel tersebut dipengaruhi oleh jumlah kation divalen yang dapat berinteraksi dengan alginat (Nussinovitch, 2010).

Penambahan kation divalen (misalnya Ca2+) yang berfungsi sebagai penaut silangantarmolekul alginat, akan menyebabkan terjadinya gelatinisasi yang akan membentuk jelmatriks kalsium alginat. Kapsul kalsium alginat sangat berpori yang memungkinkan air dapatberdifusi keluar masuk matriks (Rokka dan Rantamaki 2010). Penggunaan alginat sebagai bahan enkapsulasi sering dikombinasikan dengan bahan lainnya, diantaranya dengan penambahan probiotik (Sultana et al. 2000, Homayouni et al. 2008a), terigu dan polard


(29)

(Widodo et al. 2003) sebagai bahan pengisi, chitosan sebagai coating (Krasaekoopt et al. 2004), dan pektin untuk membentuk kompleks alginat-pektin yang kuat (Castilla et al. 2010). Komposisi bahan natrium alginat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 : Komposisi Natrium Alginat

Spesifikasi Kandungan

Kadar Air (%) 13

Kadar Abu (%) 23

Berat Jenis (%) 1.59

Warna Pink

Desitas Kamba (kg/m3

Suhu Pengabuan (C) 480

) 874

Panas Pembakaran 2.5

Sumber: Food and Agriculture Organization. (2007)

Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa dengan metode ekstrusi menggunakan enkapsulan alginat dapat meningkatkan ketahanan probiotik selama penyimpanan pada suhu rendah (Godward dan Kailasapathy 2003; Krasaekoopt et al. 2006; Kailasapathy 2006; Purwandhani et al. 2007; Aqilah dan Akhiar 2010). Ketahanan hidup bakteri probiotik meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi alginat. Mandal et al., (2006) mengemukakan bahwa L.acidophillus dapat lebih bertahan hidup saat konsentrasi alginatnya ditingkatkan dari 2% menjadi 5%. Probiotik yang dienkapsulasi dengan alginat juga dapat bertahan pada kondisi asam dalam saluran pencernaan. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Chavarri et al.(2010) bahwa L. gasseri dan B. bifidum dengan enkapsulasi alginat-kitosan dapat bertahan selama penyimpanan dingin dan pada kondisi simulasi saluran pencernaan (pH 2) dan konsentrasi larutan empedu (3%) selama 2 jam. Probiotik masih dapat hidup dan berperan dalam melawan bakteri yang tidak diinginkan dalam usus besar.


(30)

2. Maltodekstrin

Menurut FDA (The Food and Drug Administration), Maltodekstrin (C6H12O6) adalah polimer sakarida yang bergizi, mengandung unit D-Glukose pada ikatan primer α-1,4 dan memiliki nilai dextrose equivalence (DE) kurang dari 20. Dextrose equivalence (DE) merupakan sifat utama yang menentukan sifat dari maltodekstrin itu sendiri. DE maltodekstrin menunjukkan bahwa bahan tersebut mudah untuk dikeringkan, sedangkan bahan yang memiliki DE lebih besar dari 42 akan sulit untuk dikeringkan dan dipasarkan hanya dalam bentuk sirup (Kenyon, 1995).

Maltodekstrin merupakan bahan yang sering digunakan dalam pembuatan makanan yang dikeringkan karena selain bahan pengisi, maltodekstrin memiliki beberapa kelebihan antara lain tidak manis mudah larut dalam air. Maltodekstrin juga dapat meningkatkan viskositas, menghambat kristalisasi dan baik untuk kesehatan karena rendah kalori. Maltodekstrin biasanya digunakan sebagai campuran bahan pangan dan merupakan pembentuk produk yang baik untuk produk yang sulit kering dan biasanya dijual dalam bentuk tepung padat berwarna putih (Kuntz,1998). Komposisi maltodekstrin pada Tabel 3.

Tabel. 3. Komposisi Maltodekstrin

Parameter Spesifikasi

Penampakan fisik Bubuk putih

Kadar Air % Maks. 5%

DE(Dextrose equivalent) 4 to 22

Berat jenis 0.3 – 0.5 g/ml

Total Abu 0.1 to 0.2% Max

pH 4-7

Keasaman % 1.2 to 1.5%

Ambang batas mikrobologi

Total bakteri 104

Salmonella

CFU/g 0 CFU/g

E.coli CFU/g


(31)

Menurut Kenyon dan Anderson (1988), maltodekstrin dan sirup jagung padat memiliki sifat-sifat fungsional yang berpengaruh terhadap proses enkapsulasi, meliputi kestabilan emulsi yang rendah yang dikarenakan tidak memiliki sifat lipofilik dan hidrofilik, sifat pembentukan film, seberapa cepat pembentukan film atau membran pada proses enkapsulasi flavor akan sangat menentukan kualitas produk akhir higroskopisitas.

3. Susu Skim

Protein merupakan komponen yang sangat penting, baik dari segi nutrisi maupun sifat fungsionalnya seperti sebagai bahan pengemulsi, pengikat air atau lemak, serta pembentuk buih atau gel. Selain itu protein juga dapat menghasilkan flavor, memperbaiki penampakan dengan menghasilkan tekstur yang lebih baik (Buckle et al., 1987). Protein memiliki sifat fungsional yang baik seperti viskositas, emulsifikasi serta pembentukan film. Dalam penelitian ini, protein yang digunakan ialah susu skim.

Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal setelah krim diambil sebagian atauseluruhnya. Susu skim mengandung semua komponen gizi dari susu kecuali lemak dan vitaminyang larut dalam lemak (Buckle et al. 1987). Karena lemaknya telah dipisahkan, susu skim hanyamengandung 0,5 – 2% lemak (Varnam dan Sutherland 1994).Protein susu dapatdigolongkan menjadi dua bagian, yaitu kasein dan whey. Kasein merupakan fraksi protein yangmenggumpal ketika susu diasamkan pada pH 4,6 pada suhu sekitar 300

Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Krim mempunyai berat jenis yang rendah karena banyak mengandung lemak. Susu skim mempunyai berat jenis yang tinggi karena banyak mengandung protein. Susu skim adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah menjadi bentuk bubuk, mempunyai bentuk seperti granula kecil, dengan warna putih

C, sedangkan fraksi yan tertinggal setelah pengendapan kasein disebut whey. Pada susu sapi dan kerbau, komposisi kaseindan whey yaitu berkisar 80 : 20 (Fox dan McSweeney, 1998).


(32)

kekuningan. Susu ini banyak mengandung protein dengan kadar air 5% (Saleh, 2004). Komposisi susu skim dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 : Komposisi Susu Skim Produk Susu Air

(%)

Abu (%)

Protein (%)

Lemak (%)

Laktosa (%)

Total Padatan (%)

Susu skim 5 8 35 1 52 96

Sumber : Saleh (2004)

Escherichia coli

Pada penelitian ini digunakan bakteri indikator E.coli sebagaipengontrol aktivitas hambat bakteriosin yang memiliki daerah zona penghambatan yang luas.

E.coliadalahbakterigramnegatif,berbentuk batang, tidak tahan asam, hidup dengan cara

aerob dan anaerob, memilikiflagelaperitrikat,berukuran1,1 -

1,5μmx26μm,tersusuntunggalatauberpasangan,bersifatmotilatau nonmotildan banyakgalurnyayangmemilikikapsuldanmikrokapsul dan sebagian spesiesnya menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan. Beberapagalurnyamerupakanpatogen terhadap manusia dan hewan.E.colimempunyaitiperespirasi danfermentasidengansuhuoptimum37ºC dan pH optimum7 (Drasar dan Borrow, 1985).

Gambar 4 : Bakteri Escherichia coli (Drasar dan Borrow, 1985).


(33)

Pada ayam broiler, infeksi dari bakteri E.coli ini berdampak sangat buruk. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian selama periode pemeliharaan hingga perolehan berat badan ayam saat panen akan dibawah standar. Bakteri E.coli ini sangat banyak terdapat di usus, dan akan dikeluarkan dari tubuh dalam jumlah yang sangat besar bersama feses (kotoran). Bakteri ini dapat bertahan sampai beberapa minggu di dalam feses, dengan kondisi yang sangat mendukung. Akan tetapi, E.coli tidak tahan pada kondisi asam, kering, dan akan mati dengan desinfektan (Pierard et al., 1990).

E.coliyang merupakan infeksi bakteri yang paling umum dijumpai pada peternakan broileryang dikenal dengan penyakit kolibasilosis. Infeksi E.colipada unggas umumnya bersifat sistemik dan menimbulkan bakteriemia (Costa et al., 2002). Infeksi

E.colimenyebabkan kematian embrio pada telur tetas, infeksi kuning telur, koliseptisemia, peradangan kantung udara, radang usus, infeksi saluran reproduksi, radang persendian dan bahkan menyebabkan kematian. Mortalitas dari penyakit ini adalah 10% - 15%. Penularan kolibasilosis biasanya terjadi secara oral melalui pakan, air minum atau debu yang tercemar oleh E.coli. Bakteri E.coli juga mampu menyebar melalui peredaran darah sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai organ sehingga mengganggu pertumbuhan dari ayam tersebut (Djaafar et al.,1996) hal ini akan menyebabkan kerugian yang cukup besar untuk peternak broiler. Menurut Fuller (1989) bakteri ini termasuk bakteri enterotoksigenik yang dapat menyebabkan penyakit diare. Strain bakteri ini memproduksi dua tipe enterotoksin, yaitu toksin yang tidak tahan panas dan toksin yang stabil pada suhu tinggi.


(34)

Bakteri dalam Saluran Pencernaan

Lebih dari 99% bakteri tinggal di dalam usus besar atau colon dan lebih dari 99% berupa bakteri anaerob mutlak diantaranya adalah Clostridium, Bacterioides, Bifidobacterium dan lain-lain. Hanya kurang dari 1% berupa bakteri fakultatif anaerob

seperti E.coli, Enterobacter dan bakteri patogen lainnya. Dengan demikian diperlukan adanya efek antagonis terhadap bakteri patogen (Surono, 2004).

Lebih lanjut Surono (2004) menyatakan bahwa berbagai rintangan yang harus dihadapi mikroba dalam saluran pencernaan dari mulut sampai anus. Pada perjalannya melintasi berbagai sistem pencernaan khususnya yang dijumpai diantaranya enzim lisosom pada air liur, asam lambung, garam empedu dan senyawa metabolit oleh BAL terutama asam laktat. Pada usus besar hampir tidak ditemukan lagi hambatan yang cukup berarti kecuali terjadinya kompetisi terhadap nutrisi. Bakteri probiotik harus mampu bertahan menghadapi rintangan-rintangan tersebut, agar mencapai usus dalam keadaan hidup dalam jumlah yang cukup memadai untuk berkembangbiak dalam menyeimbangkan mikrobiota usus. Untuk mengetahui pH dan waktu transit dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5: Derajat Keasaman (pH) di dalam Saluran Pencernaan Ayam

Organ pencernaan pH Lama Transit (menit)

Tembolok 5.5 50

Proventriculus & gizzard 2.5 – 3.5 90

Duodenum 5.6 5 - 8

Jejenum 6.5 – 7 20 - 30

Ileum 7 – 7.5 50 - 70

Rektum 8 25

Sumber: Surono (2004)

Populasi bakteri semakin kompleks baik jenis dan jumlahnya dengan bertambahnya umur disepanjang saluran pencernaan. Lambung hanya mengandung bakteri yang tahan terhadap asam, sebagaimana diketahui bahwa pH atau keasaman lambung sangat rendah sekitar 1,7 dan BAL bisa bertahan dalam bilangan ribuan (103). Usus kecil ditempati 400 –


(35)

500 jenis bakteri yang jumlahnya trilyunan (1012 - 1014) bakteri dan BAL sekitar 104 - 109 bakteri. Mikroba dalam saluran pencernaan bisa membantu pencernaan makanan bahkan beberapa jenis menghasilkan beberapa vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh, namun demikian beberapa efek negatif yang secara umum adalah dihasilkan senyawa-senyawa hasil pembusukan protein, produksi toksin (Surono, 2004).

Penampilan Ayam Broiler terhadap Probiotik

Saat ini telah beredar produk probiotik yang mengandung mikroba lipolitik, selulolitik, lignolitik, dan mikroba asam lambung. Beberapa penelitian pada broiler menunjukkan bahwa penambahan probiotik dalam ransum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, menurunkan konversi pakan dan mortalitas. Penelitian Kim et al., (1988)

menunjukkan bahwa penambahan probiotik yang terdiri dari Lactobacillus sporegenes ke dalam pakan broiler yang mengandung jagung meningkatkan pertambahan bobot badan.

Probiotik dapat mengubah pergerakan pada populasi mikroba di dalam usus halus ayam, sehingga keberadaannya dapat meningkatkan fungsi dan kesehatan usus, memperbaiki mikroflora pada sekum, serta meningkatkan penyerapan zat makanan (Mountzouris et al., 2010). Probiotik dapat memperbaiki saluran pencernaan dan meningkatkan kecernaan pakan, yaitu dengan cara menekan bakteri patogen dalam saluran pencernaan sehingga mendukung perkembangan bakteri yang menguntungkan yang membantu penyerapan zat-zat makanan (Kompiang et al., 2002).

Beberapa laporan menunjukan bahwa penggunaan probiotik dapat meningkatkan laju pertumbuhan yang berhubungan dengan manfaat probiotik dapat meningkatkan nafsu makan dan menghasilkan vitamin serta enzim-enzim pencernaan. Memungkinkan probiotik tersebut dapat berperan sebagai stimulasi pertumbuhan, sehingga dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sekaligus bobot karkas ayam broiler (Abrar dan Raudhati, 2006).


(36)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April – November 2014. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi dan Bahan Pakan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilakukan atas 3 tahap yaitu isolasi dan karakteristik BAL asal ayam kampung, pembuatan kapsul BAL dan uji kualitasnya, daya simpan kapsul BAL dan pembuatan enkapsulasi BAL dalam bentuk kering.

Metode Penelitian

Tahap I: Isolasi dan Karakteristik BAL Asal Ayam Kampung terhadap Bakteri Uji Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian tahap I ini yaitu isolat bakteri asam laktat (BAL) yang telah diisolasi dari usus ayam kampung, bakteri indikator Escherichia coli yang diisolasi dari feses ayam, media yang digunakan adalah medium selektif MRSA (deMan Rogosa Sharp Agar), deMan Rogosa Sharp Broth (MRSB), Eosin Methylene Blue Agar

(EMBA), Nurient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), Muller Hilton Agar (MHA), penicilin, PP 1%, NaOH 0,1N, aquades, NaCl fisiologis 0,85%, kristal violet, iodin, alkohol asam, safranin, HCl, etanol 70%, CaCO3 1%, reagen H2O2 3%, garam empedu sintetik (Ox bile) 1% dan 5%, kertas cakram, alkohol 70%, medium SIM (Sulfid Indol Motility), minyak emersi.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, laminar flow, jarum ose, inkubator, cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, inkubator shaker, sentrifuse, mikropipet, gelas objek, neraca analitik, desikator, pipet tetes, pH meter, holder milipore dan milipore 0,22 µm, pipet valumetrik, pipet 5 ml, kapas, aluminium foil, kertas saring, pemanas bunsen, jangka sorong, oven, lemari pendingin, water bath, termometer, gelas ukur, hot plate, preparat, mikroskop, kertas cakram, pipet pasteur, jangka sorong, scapel (pisau kecil), penjepit tabung, rak tabung reaksi, spoit, termos


(37)

Prosedur Penelitian Tahap I

1. Isolasi dan Karakteristik BAL Asal Ayam Kampung

BAL diisolasi dari berbagai segmen pada saluran pencernaan ayam kampung yaitu pada proventriculus, ventriculus, yeyenum, ileum, usus besar dan cecum. Isolasi dilakukan dengan mensuspensikan 1 gram dari masing-masing saluran pencernaan ayam kampung kedalam 100 ml larutan NaCl 0,85% secara aseptis. Kemudian dibuat pengenceran 10-2 –107. Sebanyak 1 mL hasil pengenceran tadi kemudian diinokulasikan pada medium MRSA (Man Ragosa Sharpe Agar) yang mengandung CaCO3 1 % kemudian diinkubasikan pada suhu 370

Setiap koloni yang terbentuk diamati dan diidentifikasi berdasarkan morfologi, reaksi pengecatan gram, pembentukan gas, pengujian katalase kemudian penamaan taksonomi dilakukan menggunakan Bergey’s manual of Determinative Bacteriology (Buchanan and Gibbons, 1974). Masing-masing koloni yang teridentifikasi ditumbuhkan kembali dalam medium MRSB. Inkubasi pertumbuhan BAL dilakukan pada suhu 37

C selama 48 jam. Koloni yang menunjukkan zona bening disekitar koloni menunjukkan bahwa koloni tersebut adalah bakteri asam laktat (BAL).

o

Koloni yang terpisah dengan bentuk dan ukuran yang berbeda diambil menggunakan jarum ose steril dan digoreskan pada MRSA yang telah beku dan diinkubasi pada kondisi yang sama membentuk goresan kuadran. Penggoresan dilakukan sampai diperoleh koloni yang seragam. Koloni yang murni dipilih, lalu dilakukan pewarnaan gram dan uji katalase.

C selama 48 jam.

2. KarakteristikBAL Berdasarkan Morfologi

Tahap awal pemurnian dimulai dengan memilih koloni tunggal yang tumbuh pada medium MRSA setelah diinkubasi selama 24 jam. Selanjutnya mengambil koloni tunggal pada kultur, kemudian diinokulasikan secara goresan pada medium MRSA dan diinkubasi pada temperatur 370C selama 48 jam. Koloni dari kultur murni selanjutnya diamati morfologinya. Identifikasi isolat BAL berdasarkan bentuk (coccus, rod-shape,


(38)

coccobacillus) dan penataan bentuk (tunggal, berpasangan, rantai) dilakukan dengan pengamatan menggunakan mikroskop (Buchanan and Gibbons, 1974).

3. KarakteristikBAL BerdasarkanReaksi Pewarnaan Gram

Prosedur pewarnaan mengikuti metode (Djide dan Sartini, 2008), dalam Trisna (2012), biakan bakteri diambil dari stok dan diratakan diatas preparat yang telah dibersihkan menggunakan etanol 70%. Kemudian difiksasi diatas api bunsen lalu ditetesi dengan zat warna kristal violet selama 1 menit agar zat warna meresap pada bakteri. Preparat kemudian dibilas dengan aquades mengalir dan ditetesi dengan larutan iodine kompleks. Kemudian ditunggu selama 1 menit lalu dibilas dengan aquades mengalir. Preparat dicuci dengan alkohol asam. Kemudian ditetesi dengan zat warna safranin, lalu ditunggu 30 detik. Setelah itu dikeringkan dan diperiksa dibawah mikroskop dengan menggunakan minyak imersi.

4. Karakteristik BAL Berdasarkan Uji Motilitas

Sebanyak 1 ose isolat diambil dari stok kemudian diinokulasikan dengan cara ditusuk pada medium SIM tegak. Selanjutnya diinkubasi pada temperatur 370C selama 48 jam. Hasil positif (motil) jika terdapat rambatan – rambatan disekitar bekas tusukan jarum pada medium dan hasil negatif (non motil) bila tidak terdapat rambatan-rambatan disekitar bekas tusukan jarum ose pada medium.

5. Karakteristik BAL Berdasarkan Uji Katalase

Sebanyak 2 tetes larutan hidrogen peroksida (H2O2) 3% diteteskan pada gelas obyek bersih, kemudian ditambahkan inokulum BAL. Uji positif ditandai denganterbentuknya gelembung oksigen dan uji negatif tidak adanya gelembung gas (isolat tidak tumbuh) (Madigan et al., 2003).


(39)

6. Uji Ketahanan BAL terhadap Keasaman Lambung (pH), Garam Empedu dan Suhu a. Uji Ketahanan terhadap Keasaman Lambung (pH)

Menurut Djide dan Wahyuddin (2008), uji ketahanan terhadap asam dilakukan dengan menggunakan medium MRSB yang ditambahkan dengan HCl 0,1 N untuk mendapatkan pH 2,5 dan 3 (sesuai dengan pH lambung). Sebanyak 1 ose (ose bulat) masing-masing isolat bakteri yang diambil dari stok kultur kemudian diinokulasikan pada medium MRSB-HCl. Diinkubasi selama 48 jam pada suhu 370

b. Uji Ketahanan terhadap Garam Empedu

C. Hasil positif apabila terjadi pertumbuhan bakteri pada medium dan hasil negatif apabila tidak terjadi pertumbuhan bakteri pada medium.

Ketahanan isolat mikroba terhadap garam empedu digunakan untuk mengkaji kemampuan isolat bertahan pada saluran pencernaan yang terdapat garam empedu pada permukaan atas usus. Pengujian dilakukan menurut metode Djide dan Wahyuddin (2008). Metode ini dilakukan dengan menambahkan garam empedu sintetik (oxbile) dengan konsentrasi 1 % dan 5 % pada medium MRSB. Selanjutnya isolat bakteri diambil dari stok sebanyak 1 ose kemudian diinokulasikan pada medium MRSB – garam empedu. Diinkubasi selama 48 jam dengan temperatur 370

c. Uji Ketahanan terhadap Suhu

C. Ketahanan terhadap garam empedu ditentukan berdasarkan ada tidaknya pertumbuhan bakteri pada medium. Hasil positif jika ditandai dengan adanya endapan pada dasar tabung dan adanya perubahan media menjadi lebih keruh dibandingkan sebelum diinkubasi.

Isolat bakteri diambil dari stok sebanyak 1 ose kemudian diinokulasikan pada medium MRSB. Selanjutnya medium yang telah berisi isolat diinkubasi pada temperatur 150C, 370C, dan 450C selama 48 jam. Kemudian diamati apakah terjadi petumbuhan bakteri pada medium. Hasil positif apabila terjadi pertumbuhan bakteri pada medium dan hasil negatif apabila tidak terjadi pertumbuhan bakteri pada medium.


(40)

7. Penentuan Jumlah Koloni BAL

Jumlah koloni BAL dari isolat diukur menggunakan metode Total Plate Count (TPC) (Fardiaz, 1992). Sebanyak 1 g isolat hasil sentrifugassi dimasukkan ke petri dalam 9 ml NaCl fisiologis 0.85%, lalu diencerkan sampai pengenceran 7 kali secara serial. Sebanyak 0,1 ml dari pengenceran 6 dan 7 kali ditanam pada cawan petri berisi media MRS agar. Media agar yang ditanam kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Koloni yang tumbuh berbentuk bulat miring berwarna agak kekuningan. Kemudian dihitung sebagai beirikut:

Populasi BAL (cfu/g) = Jumlah koloni X Pengenceran

8. Uji Daya Hambat BAL terhadap Bakteri E.coli

a. Isolasi Bakteri Uji E.coli

Sampel feses segar dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi NaCl fisiologis 10 ml. Diambil 1 tetes feses yang sudah dihomogenkan dengan larutan NaCl fisiologis. Sebanyak 15 ml media Eosin Methylene Blue (EMB) dimasukkan ke dalam cawan petri untuk disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Setelah sterilisasi media diambil dari strerilisator untuk selanjutnya didiamkan pada suhu kamar agar media menjadi padat. Dari pengenceran sampel yang dikehendaki, sebanyak 0,1 ml larutan tersebut dimasukkan ke dalam cawan petri dengan metode sebar menggunakan gelas bengkok. Inkubasi dilakukan pada suhu 370C selama 18-24 jam. Setelah akhir inkubasi, koloni yang tumbuh dan berwarna hijau metalik dengan titik hitam pada bagian tengahnya dihitung sebagai koloni E. coli. Koloni yang tumbuh dikoleksi dengan cara diinokulasikan pada media nutrien agar (NA) miring untuk pemeriksaan selanjutnya.


(41)

b. Uji Daya Hambat BAL terhadap E.coli

Untuk mengetahui bahwa isolat bakteri mempunyai potensi yang bagus sebagai bakteri BAL maka perlu dilakukan uji daya hambat terhadap bakteri patogen. Bakteri patogen yang digunakan adalah E.coli (bakteri gram negatif).Untuk perlakuan kontrol positif digunakan kertas cakram yang telah berisi antibiotika amoksilin, karena kloramfenikol memiliki sensitivitas yang sangat tinggi, dimana pada dosis 30 μg/kertas cakram mampu menghasilkan diameter zona hambat sebesar 25-31 mm (Fardiaz, 1992).

Langkah awal yang dilakukan adalah menginokulasi 1 ose (ose bulat) isolat dari stok kultur pada medium MRSA miring dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Hal yang sama dilakukan terhadap bakteri uji (E. coli) yang diinokulasikan pada medium NAmiring dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37°C. Sebanyak 1 ml isolat E. coli

diinokulasikan pada medium NA dengan metode tuang sebanyak 20 ml dan dibiarkan memadat membentuk ketebalan agar. Campuran dihomogenkan dengan cara cawan petri digerakkan membentuk angka delapan diatas bidang datar. Sementara itu disiapkan kertas cakram steril lalu direndam sebanyak 10 μl dalam masing-masing suspensi isolat BAL selama 10 menit. Kemudian kertas cakram diletakkan di permukaan medium NA yang telah memadat, lalu diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37°C untuk memberikan kesempatan supernatan beraktivitas terhadap bakteri uji. Zona bening yang terbentuk menunjukkan adanya hambatan terhadap pertumbuhan bakteri uji oleh supernatan. Diameter zona bening (mm) diukur dengan jangka sorong sebanyak tiga kali pada posisi yang berbeda dan dirata-ratakan.

Diameter Zona Bening (mm2

V /ml) = LZ –LS Keterangan:

LZ : Luas zona bening (mm2 LS : Luas sumur (mm

) 2

V : Volume contoh (ml) )


(42)

9. Pengukuran Total Asam Tertitrasi

Pengukuran total asam tertitrasi dilakukan dengan prinsip titrasi asam basa. Sebanyak 10 ml filtrat dari sampel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer lalu ditambahkan 3 tetes larutan indikator fenolftalein 1%, selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N hingga terbentuk warna merah muda. Tepat saat warna merah muda terbentuk, titrasi dihentikan. Total asam tertitrasi dinyatakan sebagai persen asam laktat. Total asam dapat diperoleh melalui perhitungan berikut.

% Asam laktat = V NaOH X V NaOH X FP X BM Asam Laktat X 100% Bobot Sampel X 1000

Keterangan: BM asam laktat = 90.08

Tahap II : Pembuatan Kapsul BAL dan Uji Kualitasnya

Tujuan tahap ini adalah menentukan komposisi bahan enkapsulasi (biopolimer) yang tepat untuk mengenkapsulasi BAL dengan teknik ekstrusi. Enkapsulasi yang digunakan adalah natrium alginat, maltodeksttri dan skim. Maltodekstrin dan skim digunakan sebagai bahan pengisi. Tahap ini terdiri atas beberapa kegiatan yaitu: penentuan total padatan bahan pengkapsul, penentuan perbandingan natrium alginat dengan bahan pengisi optimum serta pengujian viabilitas, efisiensi dan jumlah populasi BAL terenkapsulasi serta pembuatan BAL enkapsulasi dalam bentuk kering.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian penelitian ini adalah BAL, natrium alginat, CaCl2 0,1M, NaCl 0,85%, alkohol 70%, aquadest, susu skim, maltodekstrin, MRSB, MRSA.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah magnetic stirer, syiringe, gelas ukur, erlenmeyer, jarum ose, cawan petri, neraca analitic, tabung reaksi, kertas saring, pipet tetes, oven, refrigerator, aluminium foil, bunsen.


(43)

1. Penentuan Total Padatan Bahan Pengkapsul

Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan total padatan enkapsulasi optimum. Enkapsulasi yang digunakan untuk menentukan total padatan optimum adalah natrium alginat. Pembentukan beads jel kalsium alginat dilakukan dengan metode ekstrusi (Krasaekoopt et al., 2003). Sebanyak 20 gram `suspensi natrium alginat (1%, 2%, 3%, 4%, 5%, dan 6% b/v) yang telah didinginkan pada suhu ruang diteteskan dalam 60 ml CaCl2 0,1M menggunakan syringe berukuran 0,7 mm dengan jarak tetes 1 cm dan diaduk menggunakan magnetic stirer dengan kecepatan 150 – 200 rpm. Waktu pengerasan jel dalam larutan CaCl2 0,1M dilakukan selama 30 menit, kemudian beads disaring secara steril dan dibilas dengan NaCl 0,85% lalu ditiriskan selama ± 2 menit. Selanjutnya beads ditimbang. Parameter yang diamati rendemen (yield), bentuk dan ukuran beads:

Rendemen = (massa beads/massa larutan natrium alginat) x 100%

Pada tahap ini, analisis statistik yang digunakan adalah rancangan acak lengkap factor tunggal (single factor), yaitu konsentrasi biopolimer (natrium alginat). Faktor ini terdiri dari empat taraf perlakuan, yaitu alginat 1% (A1), alginat 2% (A2), alginat 3% (A3), alginat 4% (A4), alginat 5% (A5), alginat 6% (A6). Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ai + εij Keterangan:

Yij= Pengamatan pada faktor A taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum

Ai = Pengaruh faktor A taraf ke-i εij = Pengaruh galat percobaan

Untuk mengetahui pengaruh antara taraf tersebut dilakukan analisis ragam (analisis varian) menggunakan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Jika hasilnya berbeda nyata, analisis dilakukan dengan uji lanjut Duncan.


(44)

2. Penentuan Perbandingan Natrium Alginat dengan Bahan Pengisi Optimum

Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan perbandingan natrium alginat dengan bahan pengisi optimum pada masing-masing bahan pengisi. Tahap ini diawali dengan menyiapkan sebanyak 20 gram suspensi bahan pengkapsul yang terdiri atas natrium alginat dan bahan pengisi dengan perbandingan 1:1, 2:1, 3:1 (b/v) dari masing-masing bahan pengisi.

Pada tahap ini analisis statistik yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal (single factor) yaitu komposisi bahan pengkapsul yang terdiri dari natrium alginat dan bahan pengisi. Faktor ini terdiri dari 7 taraf perlakuan yaitu natrium alginat tanpa bahan pengisi (B0), natrium skim 1:1 (B1), natrium skim 2:1 (B2), natrium alginat-skim 3:1 (B3), natrium alginat-maltodekstrin 1:1 (B4), natrium alginat-maltodekstrin 2:1 (B5), natrium alginat-maltodekstrin 3:1 (B6). Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali. Dengan model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Bi + εij Keterangan:

Yij= Pengamatan pada faktor B taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum

Bi = Pengaruh faktor B taraf ke-i εij = Pengaruh galat percobaan

Untuk mengetahui pengaruh antara taraf tersebut dilakukan analisis ragam (analisis

varian) menggunakan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Jika hasilnya berbeda nyata,

analisis dilakukan dengan uji lanjut Duncan.

a. Pengujian Viabilitas dan Efisiensi BAL Terenkapsulasi

Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui viabilitas dan efisiensi BAL terenkapsulasi. Komposisi bahan pengkapsul yang digunakan adalah komposisi optimum yang didapat dari tahap penentuan perbandingan natrium-alginat dan bahan pengisi optimum. Preparasi BAL


(45)

terlebih dahulu diaktivasi dalam 10 ml MRS broth sebanyak 2–3 kali dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Suspensi kultur disimpan dalam refrigerator pada suhu 40

Suspensi biopolimer steril yang telah didinginkankemudian ditambahkan suspensi sel sebanyak 0,1% (Homayouni et al. 2008a) atau denganperbandingan 9:1 (Castilla et al.

2010) lalu dikocok hingga homogen. Suspensi biopolimer-seldimasukan kedalam syringe

steril dan diteteskan kedalam larutan CaCl2 0,1 M steril(perbandingan suspensi biopolimer-sel dan CaCl2 0,1 M adalah 1:3) dengan jarak tetes 1 cm dandilakukan pengadukan 150 – 200 rpm menggunakan magnetic stirer. Pengerasan jel dilakukanselama 30 menit. Beads

kemudian disaring dan dibilas menggunakan NaCl 0,85% yang telahdisterilisasi. Beads

basah kemudian dimasukan ke dalam wadah atau botol steril. Jumlah selyang terenkapsulasi di dalam beads dihitung dengan metode yang digunakan Sheu dan Marshal (1993).

C sebagai kultur stok. Suspensi sel yang akan digunakan untuk enkapsulasi merupakan kultur berumur 18 jam dalam MRS broth (Homayouni et al., 2008a).

Viabilitas (%) = Log cfu/gram suspensi biopolimer – sel X 100% Log cfu/gram beads basah

Efisiensi enkapsulasi (%) = P X Q X 100% R

Keterangan:

P = Populasi BAL per gram beads (cfu/g beads)

R = Total BAL didalam suspensi biopolimer – sel (cfu)

Q = Massa beads yang dihasilkan dari total suspensi biopolimer – sel yang digunakan (g)

b. Jumlah Populasi BAL Produk Enkapsulasi

Pengujian jumlah koloni BAL didalam kapsul pada masing-masing perlakuan diukur dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC) menurut Fardiaz (1992). Sebanyak 0,5 g kapsul BAL dimasukkan ke dalam 4,5 ml NaCl fisiologis 0,85% dan divortex untuk proses pelarutan kapsul, lalu diencerkan secara serial (4,5,6 dan 7) dan kemudian diambil


(46)

sebanyak 0,1 ml untuk ditanam pada cawan petri berisi media MRS agar. Kultur diinkubasi pada suhu ruang selama 2 hari. Koloni yang tumbuh kemudian dihitung sebagai berikut:

Populasi BAL (cfu/g) = Jumlah Koloni X Pengenceran

Tahap III : Daya Simpan Kapsul BAL dan Uji Kualitasnya a. Daya Simpan Kapsul BAL dan Uji Kualitas

Sebanyak 5 g kapsul BAL disimpan dalam 30 kantong plastik steril pada suhu kamar (270C - 280

Kestabilan BAL dalam menghambat E.coli dihitung berdasarkan daya hambat BAL yang diperoleh sebelumnya dengan asumsi bahwa daya hambat BAL yang tertinggi (awal) mempunyai nilai 100%, selanjutnya diperoleh % penurunan kestabilan BAL seiring dengan semakin menurunnya juga daya hambat yang dihasilkan.

C) dengan kelembaban relatif (75% - 89%) selama 4 minggu. Masing-masing sampel setiap minggu diambil untuk dianalisis jumlah koloni dan daya hambat BAL melawan E.coli. Pengujian jumlah koloni BAL didalam kapsul pada masing-masing perlakuan penyimpanan diukur dengan menggunakan metode Total Plate Count

(TPC)menurut Fardiaz (1992). Kapsul yang berisi BAL dilarutkan terlebih dahulu menggunakan NaCl sebelum dilakukan penghitungan jumlah koloni BAL. Begitu juga pengujian terhadap daya hambat E.coli. Jumlah koloni dan daya simpan BAL yang diperoleh selanjutnya dapat diukur dengan viabilitas dan pH BAL.

Kestabilan BAL menghambat E.coli = Daya hambat BAL terendah X 100%

Daya hambat BAL tertinggi

Pada tahap ini, analisis statistik yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan pola faktorial 2 X 5 dengan 3 kali ulangan. Dimana faktor tersebut adalah:


(47)

Faktor A : Enkapsulasi BAL A1 = BAL (Tanpa Kapsul) A2 = Kapsulasi BAL

Faktor B : Lama Penyimpanan (Minggu) B0 = 0 Minggu

B1 = 1 Minggu B2 = 2 Minggu B3 = 0 Minggu B4 = 4 Minggu

Maka, kombinasi perlakuan yang dapat dibentuk adalah sebagai berikut: A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4

A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4

Yijk= µ + αi+ βj+ (αβ)ij+ εij

Keterangan: i = 1,2 dan 3 j = 1,2 dan 3 k = 1,2 dan 3

Yijk = Nilai kestabilan data ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan penambahan enkaspulasi ke-i dan lama penyimpanan ke-j

µ = Rataan umum

(αβ)ij = Pengaruh interaksi perlakuan ke-i dan ke-j

εijk = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ke-j pada satuan percobaan

Untuk mengetahui pengaruh antara taraf tersebut dilakukan analisis ragam (analisis varian) menggunakan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Jika hasilnya berbeda nyata, analisis dilakukan dengan uji lanjut Duncan.


(48)

b. Pembuatan Enkapsulasi BAL dalam Bentuk Kering.

Tahap ini bertujuan untuk menentukan waktu pengeringan optimum untuk menghasilkan BALterenkapsulasi kering. Pengeringan dilakukan menggunakan oven pada suhu 470

Sebanyak 5 g BALterenkapsulasi dalam beads disebarkan kedalam cawan petri steril kemudian dimasukan ke dalam oven bersuhu 47

C. Waktu pengeringan ditentukan dengan mengukur perubahan kadar air probiotik terenkapsulasi selama pengeringan hingga dicapai kadar air konstan selama pengeringan. Pada tahap ini juga dikaji pengaruh bahan pengkapsul yang digunakan terhadap viabilitas dan ketahanan sel selama proses pengeringan.

0

C. Setiap jam dilakukan penimbangan

beads hingga massa beads telah cukup konstan (tidak mengalami penurunan). Kadar air probiotik terenkapsulasi dihitung sebagai berikut:

Kat = MBt - MBk X 100% MBt

Keterangan :

Kat = Kadar air probiotik terenkapsulasi pada jam ke-t (%) MBt = Massa probiotik terenkapsulasi pada jam ke-t (gram) MBK = Massa kering (dry matter) probiotik terenkapsulasi (1050 t = Waktu (lama) pengeringan (jam)

C) (gram)

Setelah didapat waktu pengeringan optimum, BALterenkapsulasi selanjutnya dikeringkan pada suhu 470C selama waktu pengeringan optimum yang didapat. Sebelum dan setelah proses pengeringan dilakukan perhitungan populasi BALterenkapsulasi untuk menguji pengaruh bahan pengkapsul terhadap ketahanan probiotik selama proses pengeringan. BALterenkapsulasi kering disimpan di dalam refrigerator pada suhu 40C.

Ketahanan (%) = Log cfu/gram massa kering setelah pengeringan X 100% Log cfu/gram massa kering sebelum pengeringan


(49)

Pada tahap ini, analisis statistik yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal (single factor), dengan perlakuan yaitu natrium aginat 5% dengan natrium alginat – maltodekstrin (2:1) Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ci + εij Keterangan:

Yij = Pengamatan pada faktor C taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum

Ci = Pengaruh faktor C taraf ke-i εij = Pengaruh galat percobaan

Untuk mengetahui pengaruh antara taraf tersebut dilakukan analisis ragam (analisis varian) menggunakan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Jika hasilnya berbeda nyata, analisis dilkukan dengan uji t.


(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap I: Isolasi dan Karakteristik BAL Asal Ayam Kampung terhadap Bakteri Uji

1. Isolasi dan Karakteristik Kualitas BAL Asal Ayam Kampung

Hasil isolasi dilakukan dengan menggunakan medium MRSA + CaCO3 1% dan diinkubasi selama 48 jam, setelah itu diperoleh koloni yang menunjukkan adanya zona bening disekitar koloni. Salah satu isolat yang menunjukkan adanya zona bening pada sekitar koloninya seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 5 : Kultur Murni Isolat BAL

Gambar 5 diperoleh dari koloni yang memperlihatkan adanya zona bening pada medium MRSA + CaCO3 1%. Medium yang direkomendasikan untuk menumbuhkan BAL adalah medium MRSAyang merupakan medium selektif untuk menumbuhkan BAL. Sedangkan penambahan CaCO3 1% bertujuan untuk menyeleksi BAL yang tumbuh pada medium maka setelah inkubasi 48 jam akan terlihat zona bening disekitar koloni bakteri yang tumbuh. Hal ini disebabkan karena pada masa pertumbuhannya selama inkubasi BAL menghasilkan asam laktat yang bereaksi dengan CaCO3 yang tidak larut di dalam medium sehingga membentuk kalsium laktat yang larut, dengan menunjukkan adanya daerah atau zona bening disekitar koloni bakteri yang tumbuh (Djide dan Sartini, 2008).


(51)

a. Karakteristik Isolat BAL

Setelah dilakukan pengamatan secara makroskopis dan didapatkan kultur murni kemudian dilakukan pengamatan secara mikroskopis terhadap ke-6 isolat yang menunjukkan karakteristik BAL. Adapun bentuk morfologi, jumlah koloni BAL dan karakteristik BAL dari ke-6 isolat yang diperoleh, dapat dilihat dari pada Tabel 6.

Tabel 6 : Jumlah Koloni BAL dan Karakteristik Isolat BAL

Sumber Isolat

Jumlah Koloni (cfu/gr)

Karakteristik Isolat BAL Bentuk

Pewarnaan

Gram Motilitas Katalase Proventriculus 1.01X109 Coccus Positif - - Ventriculus 8.7 X108 Coccus Positif - - Duodenum 9.2 X108 Basil Positif - - Yeyenum 9.7 X108 Basil Positif - - Ileum 1.45 X109 Coccus Positif - - Cecum 6.9 X108 Basil Positif - - Ket: - tidak tumbuh

Tabel 6 menunjukkan bahwa bentuk isolat diperoleh 2 macam bentuk bakteri yaitu

basil (batang) seperti terlihat pada isolat D, Y dan C, serta bentuk coccus (bulat) seperti pada isolat P, V dan I. Menurut Surono (2004) BAL ada yang berbentuk batang (basil) dan ada pula yang berbentuk bulat (coccus).

Berdasarkan pewarnaan gram pada Tabel 6 menunjukkan bahwa semua isolat merupakan bakteri gram positif yang ditandai dengan sel bakteri yang berwarna ungu. Hal ini dapat diketahui sifat dinding sel bakteri terhadap cat pewarna kristal violet dan safranin. Bakteri yang menyerap kristal violet akan tetap berwarna ungu setelah pelunturan dengan alkohol aseton dan ketika diberi safranin yang berwarna merah bakteri tersebut tetap akan berwarna ungu disebut bakteri gram positif, sedangkan bakteri yang warna ungunya luntur pada pencucian dengan alkohol, akan menyerap zat warna safranin sehingga akan berwarna merah muda disebut bakteri gram negatif (James et al., 2008).


(52)

Motilitas merupakan kemampuan suatu mikroba bergerak sendiri (Volk, 1988). Sifat motilitas pada bakteri dapat dilihat dengan pertumbuhan yang menyebar disekeliling tempat penusukan kultur atau adanya penyebaran yang berwarna putih seperti akar disekitar inokulasi, yang berarti bahwa bakteri ini memiliki flagel (Fardiaz, 1993).

Berdasarkan Tabel 6 dilihat bahwa uji motilitas dari ke-6 isolat bersifat nonmotil. Hal ini terlihat dengan tidak adanya pergerakan bakteri yang menyerupai rambatan-rambatan akar disekitar daerah tusukan (inokulasi) dan media tidak berubah menjadi keruh seperti kabut. Menurut Savadago et al. (2006), hampir semua sel bakteri spiral dan sebagian sel bakteri yang berbentuk batang bersifat motil (bergerak). Akan tetapi, BAL tidak membentuk spora serta berbentuk batang dan bulat yang bersifat nonmotil. Menurut Surono (2004) bakteri probiotik memiliki kemampuan biosintesis yang sangat terbatas, sehingga bersifat nonmotil. Perolehan energinya semata-mata hanya bergantung pada metabolisme secara fermentatif yang dilakukan pada tempatnya. Hasil negatif pada uji motilitas menunjukkan bahwa bakteri uji tidak memiliki flagella sebagai alat pergerakan.

Uji katalase digunakan untuk mengidentifikasi mikroba yang mampu menghasilkan enzim katalase yang digunakan untuk memecah H2O2 yang terbentuk dari proses respirasi aerob dan bersifat toksik terhadap bakteri, menjadi H2O dan O2 yang tidak bersifat toksik terhadap sel mikroba.

Uji katalase pada Tabel 6 terhadap ke-6 isolat menunjukkan hasil negatif untuk semua isolat, tidak terdapat gelembung gas pada H2O2 yang telah disuspensikan dengan isolat bakteri. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari (Djide dan Wahyudin, 2008) yang menjelaskan bahwa reaksi katalase menunjukkan hasil positif bila terbentuk gelembung udara yang mengindikasikan terbentuknya gas O2 dan hasil negatif jika tidak menunjukkan adanya gelembung gas. Hal ini menunjukkan bahwa isolat BAL tersebut bersifat heterofermentatif.


(53)

b. Uji Ketahanan BAL terhadap pH, Garam Empedu dan Suhu Tabel 7 : Uji Ketahanan BAL terhadap pH, Garam Empedu dan Suhu

Nama Uji Ketahanan Isolat BAL terhadap

Isolat Asam (pH) Garam Empedu (%) Temperatur (0C)

2,5 3 1 5 15 30 45

Proventriculus ++ ++ ++ + ++ ++ ++ Ventriculus + + ++ + + ++ ++

Duodenum + + ++ + + ++ ++

Yeyenum + + ++ + + ++ ++

Ileum ++ ++ +++ +++ ++ +++ +++

Cecum + + + + + ++ +

Keterangan: +++ = sangat keruh dan banyak endapan, ++ = keruh dan cukup banyak endapan, + = tidak keruh dan sedikit endapan, - = tidak tumbuh

BAL harus mampu bertahan dalam menghadapi rintangan-rintangan dalamsaluran pencernaan agar dapat mencapai usus halus dalam keadaan tetap hidup serta dalam jumlah yang cukup memadai untuk berkembangbiak dan menyeimbangkan mikrobiota dalam usus (Surono, 2004). Kondisi saluran pencernaan erat kaitannya dengan pH yang berbeda beda. Salah satu faktor yang menonjol dalam menentukan kadar pH dalam saluran pencernaan adalah keasaman asam lambung. Kondisi keasaman lambung berfungsi sebagai pintu gerbang pertama untuk melakukan seleksi mikroba sebelum masuk ke usus (Khan dan Wiyana, 2011).

Uji ketahanan BAL terhadap kadar keasaman (pH) pada Tabel 7 menunjukkan bahwa ke-6 isolat mampu tumbuh pada medium yang memiliki derajat keasaman (pH) 2,5 dan 3. Isolat P dan I menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik dan mampu bertahan pada pH 2,5 dan 3. Hal ini terlihat dari banyak endapan yang tumbuh pada dasar tabung reaksi dan kondisi media yang keruh. Hal ini membuktikan isolat BAL tersebut mampu untuk melewati asam lambung sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bakteri probiotik. Sedangkan isolat V, D, Y, C menunjukkan hasil bahwa pertumbuhan kurang optimum dilihat dengan sedikit endapan.


(1)

Lampiran 16 : Tabel Anova Pengaruh Perbandingan Alginat-Filter terhadap Viabilitas Enkapsulasi

SK DB JK KT F HIT

F tabel

0.05 0.01

Perlakuan 2 1147.08 573.54 70.89 5.14 10.92

Galat 6 48.54 8.09

Total 8 1195.62

Lampiran 17 : Uji Lanjut Duncan Perbandingan Alginat- Filter terhadap Viabilitas

Enkapsulasi

The SAS System 10:01 Thursday, December 8, 2014 4 The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for TOKOL

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 6 Error Mean Square 8.0901

Number of Means 2 3 Critical Range 5.683 5.890

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N PERLAKUAN A 92.753 3 C

B 76.483 3 B C 65.253 3 A


(2)

Lampiran 18 : Pembuatan Beads Basah BAL Terenkapsulasi Dalam Bentuk Kering Pengukuran Massa Beads Selama Pengering

Perlakuan Ulangan Massa Beads (g)

Massa Beads Saat Pengeringan Jam Ke- Massa

Beads

0 1 2 3 4 5 6 7 8 Kering

(gr)

1 5.03 5.03 4.44 4.08 3.6 2.38 0.78 0.76 0.75 0.7 0.6

Alginat 2 5.1 5.1 4.28 4.28 3.96 2.68 1.6 1.33 1.3 1.1 0.84

5% 3 5.01 5.01 4.37 4.07 3.26 2.19 2 1.4 1.23 0.92 0.8

Rataan 0.75

1 5.01 5.01 4.82 4.36 3.92 3.26 1.7 1.69 1.64 1.2 1.10

Alginat :

Malto 2 5.07 5.07 4.33 3.97 3.35 2.94 2.39 1.25 1.21 0.8 0.70

(2:1) 3 5.03 5.03 4.72 4.04 3.27 2.85 2.1 1.35 1.19 1 0.85

Rataan 0.8 0.88

Perubahan Kadar Air Beads Pada Saat Pengeringan

Perlakuan Ulangan Perubahan Kadar Air Beads Pada Jam Ke- (%)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

1 88.07 86.49 85.29 83.33 74.79 23.08 21.05 20.00 14.29

Alginat 5% 2 83.53 80.37 80.37 78.79 68.66 47.50 36.84 35.38 23.64

3 84.03 81.69 80.34 75.46 63.47 60.00 42.86 34.96 13.04

Rataan 85.21 82.85 82.00 79.19 68.97 43.53 33.58 30.11 16.99

Alginat : Maltodekstrin

(2:1)

1 78.04 77.18 74.77 71.94 66.26 35.29 34.91 32.93 8.33

2 86.19 83.83 82.37 79.10 76.19 70.71 44.00 42.15 12.50

3 83.10 81.99 78.96 74.01 70.18 59.52 37.04 28.57 15.00


(3)

Lampiran 19 : Viabilitas BAL Tanpa Enkapsulasi selama Penyimpanan Perlakuan Pengenceran JumlahPopulasi BAL Jumlah populasi BAL (log cfu/g)

Rataan Ulangan 1 (log cfu/g) Rataan Ulangan 2 (log cfu/g) Rataan Koloni BAL (log cfu/g) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2 A1B0

105 203 197 8.31 8.29

8.97 8.92 8.94

106 130 124 9.11 9.09

107 31 23 9.49 9.36

A1B1

105 209 178 8.32 8.25

8.91 8.91 8.91

106 97 88 8.99 8.94

107 27 34 9.43 9.53

A1B2

105 190 160 8.28 8.20

8.93 8.85 8.89

106 84 66 8.92 8.82

107 38 33 9.58 9.52

A1B3

105 164 150 8.21 8.18

8.90 8.79 8.84

106 86 74 8.93 8.87

107 35 21 9.54 9.32

A1B4

105 128 130 8.11 8.11

8.72 8.65 8.69

106 53 44 8.72 8.64

107 21 16 9.32 9.20

Lampiran 20 : Viabilitas BAL Dengan Enkapsulasi selama Penyimpanan

Perlakuan Pengenceran

Jumlah Populasi BAL Jumlah populasi BAL (log cfu/g) Rataan Ulangan 1 Rataan Ulangan 2 Rataan Koloni BAL (log cfu/g) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2 (log cfu/g) (log cfu/g) A2B0

105 274 244 8.44 8.39

9.16 9.09 9.13

106 167 160 9.22 9.20

107 68 47 9.83 9.67

A2B1

105 272 217 8.43 8.34

9.02 9.10 9.06

106 129 145 9.11 9.16

107 33 64 9.52 9.81

A2B2

105 218 208 8.34 8.32

8.92 9.00 8.96

106 109 88 9.04 8.94

107 24 54 9.38 9.73

A2B3

105 248 203 8.39 8.31

8.97 8.93 8.95

106 144 104 9.16 9.02

107 23 29 9.36 9.46

A2B4

105 TBUD 167 TBUD 8.22

9.06 8.82 8.94

106 86 73 8.93 8.86


(4)

Lampiran 21 : Kestabilan BAL Selama Penyimpanan Perlakuan

Jumlah Populasi BAL

(log cfu/g) Rataan Jumlah Populasi

BAL (log cfu/g)

Kestabilan jumlah BAL (%)

Ulangan 1 Ulangan 2

A1B0 8.97 8.92 8.95 100

A1B1 8.91 8.91 8.91 99.61

A1B2 8.93 8.85 8.89 99.39

A1B3 8.9 8.79 8.85 98.88

A1B4 8.72 8.65 8.69 97.09

A2B0 9.16 9.09 9.13

100

A2B1 9.05 9.1 9.08 99.45

A2B2 8.98 9 8.99 98.52

A2B3 8.97 8.93 8.95 98.08

A2B4 9.06 8.82 8.94 97.97

Lampiran 22: Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap pH

pH BAL Tanpa Enkapsulasi pH BAL Setelah Enkapsulasi Perlakuan

Ulangan pH Rata-rata Perlakuan Ulangan pH Rata-rata

A1B0

1 6.39

6.08 A2B0

1 6.39

6.46

2 5.3 2 6.45

3 6.54 3 6.54

A1B1

1 4.5

4.33 A2B1

1 4.5

4.33

2 4.3 2 4.3

3 4.2 3 4.2

A1B2

1 4

4.24 A2B2

1 4

3.8

2 4.37 2 3.8

3 3.64 3 3.6

A1B3

1 3.8

3.80 A2B3

1 3.5

3.46

2 4 2 3.3

3 3.6 3 3.6

A1B4

1 3.8

3.63 A2B4

1 3.2

3.36

2 3.6 2 3.4

3 3.5 3 3.5


(5)

Lampiran 23: Kestabilan BAL dalam Menghambat E.coli

Perlakuan

Luas diameter zona bening (mm2)

Rataan Daya

Hambat (mm2)

Kestabilan BAL Menghambat E.coli

(%) Ulangan

1

Ulangan 2

Ulangan 3

A1B0 22 16 20 19.33 100

A1B1 14 16 19 16.33 84.48

A1B2 18 14 12 14.67 75.86

A1B3 19 8 12 13 67.24

A1B4 12 8 7 9 46.55

A2B0 20 22 21 21 100

A2B1 18 18.4 20 18.80 89.52

A2B2 18 17.6 16 17 81.90

A2B3 16.6 15 14 15.20 72.38


(6)