Pengujian Viabilitas, Efisiensi dan Jumlah Populasi BAL Terenkapsulasi

3. Pengujian Viabilitas, Efisiensi dan Jumlah Populasi BAL Terenkapsulasi

Komposisi bahan pengkapsul yang digunakan pada tahap penelitian ini adalah komposisi yang didapatkan pada tahap penentuan perbandingan alginat dan filler optimum, yaitu perbandingan 2:1 pada masing-masing jenis filler. Terdapat tiga perlakuan komposisi bahan pengkapsul yang digunakan, yaitu C0 = alginat 5 tanpa filler, C1=alginat - susu skim2:1, C2=alginat-maltodekstrin2:1. Hasil pegujian efisiensi dan viabilitas enkapsulasi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 : Pengaruh Perbandingan Alginat – Bahan Pengisi terhadap Viabilitas, Efisiensi dan Jumlah Populasi BAL Terenkapsulasi Perlakuan Ulangan Massa suspensi g Massa Beads g Populasi BAL Populasi BAL Efiisiensi Viabilitas Sebelum Enkapsulasi log cfug Setelah Enkapsulasi log cfug 1 20.01 12.1 9.06 8.88 59.27 61.70 C0 2 20.05 13.4 9.05 8.77 64.77 68.97 3 20.02 12.6 9.05 8.75 60.85 65.09 Rataan 20.03 12.70 9.05 8.8 61.63 C 65.25 C 1 20.09 16.1 8.94 9.02 80.86 79.43 C1 2 20.01 15.5 8.77 9.05 79.93 75.06 3 20.03 15.2 8.91 9.02 76.82 74.96 Rataan 20.04 15.60 8.87 9.03 79.20 B 76.48 B 1 20.04 18.4 9 9.09 92.73 90.91 C2 2 20.06 18.8 8.94 9.08 95.19 92.27 3 20.01 19.3 8.99 9.12 97.85 95.08 Rataan 20.04 18.83 8.98 9.10 95.26 A 92.75 A Ket : C0=Alginat 5 tanpa filler, C1=Alginat–susu skim 2:1, C2=Alginat - maltodekstrin 2:1 Tabel 10 menunjukkan bahwa perbandingan alginat dan filler berpengaruh nyata P0.05 terhadap jumlah koloni BAL yang dihasilkan setelah enkapsulasi. C2 menghasilkan jumlah koloni BAL yang tertinggi dengan rataan 9,10 log cfug dibandingan dengan perlakuan lainnya. Hal ini kemungkinan karena bahan pengkapsul tersebut mengandung karbohidrat dari maltodekstrin. Menurut Fu dan Chen 2011, enkapsulasi menggunakan maltodekstrin dapat melindungi dengan baik bahan yang dikapsul didalamnya, sehingga aktivitas hambat BAL bekerja lebih optimum, karena pada maltodekstrin memiliki komponen utama D-glukose dan dextrose aquivalence DE yang kurang dari 20yang secara nyata memiliki pengaruh perlindungan dan meningkatkan viabilitas pada BAL Fu dan Chen, 2011. Penelitian Triana et al. 2006 menunjukkan bahwa Lactobacillus yang dienkapsulasi menggunakan 10 maltodekstrin memiliki viabilitas lebih tinggi 70 dibandingkan yang dienkapsulasi 5 maltodekstrin. Tabel 10 didapat bahwa populasi BALyang dihasilkan memiliki populasi 8,75 – 9,1 log cfug. Jumlah sel pada beberapa perlakuan selama proses enkapsulasi mengalami penurunan seperti pada C0 mengalami penurunan jumlah sel sebesar 0,25 log cfug sedangkan pada perlakuan C1 dan C2 mengalami kenaikan sebesar 0,16 log cfug dan 0,12 log cfug, adanya penurunan jumlah sel kemungkinan disebabkan oleh sel yang terbawa dalam larutan CaCl 2 dan sel mati atau kehilangan viabilitasnya selama didalam beads Castilla et al. 2010. Faktor yang berpengaruh dalam proses enkapsulasi sel adalah konsentrasi natrium alginat. Menurut Castilla et al. 2010, efisiensi enkapsulasi meningkat secara signifikan dengan meningkatnya konsentrasi biopolimer. Berdasarkan analisis tabel diatas dapat dilihat komposisi bahan pengkapsul yang digunakan berpengaruh nyata p0,05 terhadap viabilitas dan efisiensi enkapsulasi. Tahap III : Daya Simpan Kapsul BAL dan Evaluasi Kualitasnya a. Viabilitas BAL Selama Penyimpanan Pengamatan terhadap kualitas daya simpan dilakukan terhadap BAL dengan enkapsulasi maupun tanpa enkapsulasi meliputi pengukuran viabilitas BAL dan pH. Pengamatan tersebut berlangsung selama 4 minggu dengan waktu pengamatan pada minggu ke- 0, 1, 2, 3 dan 4. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 : Viabilitas BAL Tanpa dan Dengan Enkapsulasi Selama Penyimpanan 4 Minggu Viabilitas BAL pada penelitian ini dipengaruhi oleh jumlah koloni BAL dan lama penyimpanan. Hal ini sejalan dengan hasil analisi ragam P0.05 yang menunjukkan BAL tanpa dan dengan enkapsulasi berpengaruh nyata terhadap viabilitas BAL. Sementara itu, BAL tanpa dan dengan enkapsulasi dan lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap viabilitas BAL tersebut. Hal ini dapat dilihat pada viabilitas BAL cenderung stabil selama penyimpanan dan tidak ada perbedaan yang cukup signitifikan diantara kedua jenis BAL yang di enkapsulasi maupun yang tidak di enkapsulasi. Begitu pula interaksi antara jenis BAL dengan yang di enkapsulasi maupun yang tidak dienkapsulasi terhadap lama penyimpanan yang tidak mempengaruhi viabilitas BAL secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa selama penyimpanan 4 minggu kedua jenis BAL ini yang dienkapsulasi maupun yang tidak dienkapsulasi memiliki ketahanan yang baik pada suhu 30 C-47 C. 8,4 8,5 8,6 8,7 8,8 8,9 9 9,1 9,2 1 2 3 4 Ju m lah K ol on i B A L L og c fu g Lama Penyimpanan Minggu Viabilitas BAL Tanpa dan Dengan Enkapsulasi BAL Tanpa Enkapsulasi BAL Dengan Enkapsulasi Viabilitas BAL yang dienkapsulasi lebih tinggi dibandingkan dengan viabilitas BAL tanpa enkapsulasi Lampiran 26, hal ini dapat disebabkan karena pada BAL yang dienkapsulasi mengandung bahan pengisi berupa maltodekstrin yang mengandung karbohidrat yang bermanfaat bagi pertumbuhan BAL serta sebagai pelindung BAL tersebut. Maltodekstrin merupakan campuran dari sakarida yang dimurnikan dan diperoleh dengan menghidrolisa pati berukuran besar menjadi fraksi-fraksi lebih kecil yaitu dengan mengurangi ukuran sampai batas tertentu larut dalam air dingin dan mempunyai dekstrose equivalen DE kurang dari 20 Kuntz, 1998. Serta jumah BAL yang terperangkap pada alginat lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa kapsulasi. Alginat dapat menghasilkan gel yang kuat dan stabil dengan adanya pembentukan ikatan antara sodium alginat dan kation divalen kalsium Aqilah dan Akhiar, 2010. Gel alginat ini cocok menangkap BAL. Beberapa penelitian melaporkan bahwa BAL terenkapsulasi dalam alginat bentuk basah memiliki ketahanan hidup lebih baik dibandingkan dengan BAL tanpa enkapsulasi Kailasapathy, 2006. Viabilitas BAL baik dengan enkapsulasi maupun tanpa enkapsulasi pada penelitian ini selama penyimpanan cenderung stabil sekitar 8.69– 9.13 log cfug. Lain halnya dengan hasil penelitian Kailasapathy 2006 yang melaporkan bahwa viabilitas L. acidophilus baik tanpa enkapsulasi maupun terenkapsulasi alginat dalam yoghurt susu mengalami penurunan 3-4 log cfug dan 2 log cfug selama 6 minggu penyimpanan. Perbedaan hasil viabilitas probiotik tersebut dapat disebabkan pada penelitian ini tidak dilakukan proses pasteurisasi sedangkan pada penelitian Kailasapathy dilakukan proses pasteurisasi pada produk yoghurt. Dengan adanya proses pasteurisasi menyebabkan menurunnya jumlah populasi BAL akibat ketidakmampuannya mempertahankan hidup pada suhu panas serta adanya penurunan jumlah sel kemungkinan disebabkan oleh sel yang terbawa dalam larutan CaCl 2 dan sel mati atau kehilangan viabilitasnya selama didalam beads Castilla et al. 2010.

b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap pH