Perilaku Konsumen dalam perspektif Ekonomi Islam

53

4. Perilaku Konsumen dalam perspektif Ekonomi Islam

Konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi konvensional juga memiliki pengertian yang sama, akan tetapi memiliki perbedaan dalam setiap yang melingkupinya. Perbedaan mendasar dengan konsumsi ekonomi konvensional adalah tujuan pencapaian dari konsumsi itu untuk sendiri saja, kalaw dalam ekonomi Islam pencapaiannya memenuhi kaidah pedoman Syariah Islamiyah. Islam lahir sebagai Rahmatan Lil Alamin 105 menjamin agar sumberdaya dapat terdistribusi secara adil. Salah satu upaya untuk menjamin keadilan distribusi sumber daya adalah mengatur bagaimana perilaku konsumsi sesuai dengan syariah Islamiyah yang diterapkan oleh Al- Qur‟an dan As-Sunnah. Keberhasilan seseorang muslim bukan diukur dari seberapa besar banyak hartanya. Namun, keberhasilan atau kesuksesan seorang mulim diukur berdasarkan seberapa besar ketaqwaannya. Seorang muslim akan bersyukur meskipun harta yang dimilikinya secara kuantitas relatif sedikit. Apalagi jika yang diperolehnya banyak maka akan semakin memperbesar rasa syukur dan semakin besar bagian yang akan diberikan kepada yang membutuhkan. Demikian pula, pada saat kekurangan harta, seorang muslim akan tetap bersabar atas ujian yang telah menimpahnya dan tidak mengambil jalan pintas untuk mendapatkannya apalagi sampai melanggar ketentuan Islam. 105 Rahmatal Lil A‟lamin artinya kasih sayang yang dimiliki manusia pilihan Allah bagi segala ciptaan Allah untuk menebar kedamaian dan ketentraman. 54 Konsumsi merupakan bagian aktivitas ekonomi selain distribusi dan produksi. Konsumsi akan terjadi jika manusia memiliki uang harta untuk memenuhi kebutuhannya. Yang perlu diingat bagi semua muslim tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah SWT. Sesungguhnya mengkonsumsi sesuatu dengan niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah akan menjadi konsumsi yang dapat bernilai ibadah yang dengannya manusia akan mendapatkannya. Seorang muslim harus memperhatikan kebaikan kehalalan sesuatu yang akan dikonsumsinya. Konsumsi bagi seorang muslim hanya sekedar perantara untuk menambah kekuatan dalam mentaati Allah, yang ini memiliki indikasi positif dalam kehidupannya. Seorang muslim tidak akan merugikan dirinya didunia dan diakhirat, karena memberikan kesempatan pada dirinya untuk mendapatkan dan memenuhi konsumsinya. Pada tingkat melampaui batas membuatnya sibuk mengejar dan menikmati kesenangan. Dunia sehingga melalaikan tugas utamanya dalam kehidupan ini. Terdapat dalam Q.S al-Ahqaf ayat 20 yang berbunyi:                            Artinya: “Dan ingatlah hari ketika orang-orang kafir dihadapkan ke neraka kepada mereka dikatakan: Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu saja dan kamu telah bersenang- senang dengannya, Maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang 55 menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik. Maksud rizki yang baik disini adalah melupakan syukur dan mengabaikan orang lain. Oleh sebab itu konsumsi Islam harus menjadikan ingat kepada yang memberi rizki, tidak boros, tidak kikir, dan tidak bisa memasukan kedalam mulut. Konsumsi Islam akan menjauhkan seseorang dari sifat, egois, sehingga seseorang muslim akan menafkah hartanya untuk kerabat terdekat, fakir miskindan orang-orang yang membutuhkan dalam rangka mendekatkan diri kepada penciptanya.

E. Penelitian Terdahulu