MANAJEMEN KRISIS DALAM MEMPERBAIKI CITRA MUSEUM

(1)

commit to user

MANAJEMEN KRISIS DALAM MEMPERBAIKI

CITRA MUSEUM

(Studi Deskriptif Kualitatif Manajemen Krisis Dalam Memperbaiki Citra Museum Pasca Kasus Pemalsuan dan Pencurian Arca Koleksi Museum Radya

Pustaka Surakarta)

Disusun untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh:

YULI SETYOWATI D1207651

S1 NON REGULER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

S U R A K A R T A


(2)

commit to user

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 01 Juli 2010

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D Dra. Christina Tri Hendriyani, M.Si


(3)

commit to user HALAMAN PENGESAHAN

Telah diuji dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari : Senin

Tanggal : 9 Agustus 2010 Panitia Penguji

1 Drs. Adolfo Eko Setyanto, M.Si 19580617 198702 1 001

(…..………...) Ketua

2 Dra. Indah Budi Rahayu, SE 19580317 199010 2 001

(…..………...) Sekretaris

3 Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D 19710217 199802 1 001

(…..………...) Penguji I

4 Dra. Christina Tri Hendriyani, M.Si 19620117 198601 2 001

(…..………...) Penguji II

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Dekan

Drs. H. Supriyadi SN, SU NIP. 19530128 198103 1 001


(4)

commit to user MOTTO

“ I DO MY BEST, AS BEST AS I CAN DO” (Yuli)

“ TALK LESS, DO MORE” (Clas Mild’s Tag)


(5)

commit to user PERSEMBAHAN

Penulis persembahkan Skripsi ini kepada:

1. Bapak dan Ibu..

2. Kakak-kakak ku (Maz Jarwo, Mbak Lia, Maz Indra, Mbak Ila, Maz Cahyo, Mbak Dini, Mbak Maya, Mbak Mega)..

3. Keponakan-keponakan ku (Radit, Ian, Febio, Ius, Arya)..

4. Sahabat dan semua teman-teman di Ilmu Komunikasi generasi 2007..

ABSTRAK


(6)

commit to user

Kasus Pemalsuan dan Pencurian Arca Koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta). Program S1 Non Reguler Ilmu Komunikasi F akultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Latar belakang penulisan Skripsi ini yaitu meski sudah nampak pengelolaan manajemen Museum seperti perubahan kebersihan dan kerapian gedung, perubahan struktur Komite, event-event yang dilakukan, namun demikian jumlah pengunjung masih rendah, hal ini sebagai indikasi belum dapat menarik minat pengunjung. Skripsi ini mengkaji tentang manajemen krisis dalam memperbaiki citra Museum oleh Komite Museum Radya Pustaka Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab persoalan yang dipertanyakan dalam penelitian ini, yaitu bagaimanakah langkah-langkah manajemen krisis guna memperbaiki citra pasca pemalsuan dan pencurian koleksi arca Museum Radya Pustaka Surakarta. Teori yang digunakan yaitu manajemen krisis yang didalamnya mencakup strategi Public Relations.

Penulisan Skripsi ini disajikan secara deskriptif kualitatif untuk memperoleh gambaran dan medeskripsikan tindakan strategi Public Relations dalam menghadapi krisis yang terjadi di museum pasca pemalsuan dan pencurian koleksi arca dalam memperbaiki citra Museum Radya Pustaka Surakarta yaitu strategi adaptif dan pengendalian program. Metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara, studi pustaka dan dokumen. Data yang diperoleh dari penemuan-penemuan dikumpulkan dan disajikan secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi adaptif yang dilakukan berupa perubahan internal museum yaitu dengan mengganti struktur Komite Museum, mengadakan publikasi ke sekolah dan instansi yang dilakukan dengan cara mengundang para siswa-siswi ataupun pegawai instansi mengunjungi museum, kerjasama dengan media massa agar ketika museum melaksanakan serangkaian event bisa diliput oleh pihak media massa, serta pengadaan event yang berupa Jamasan Rajamala, Ngisis Ringgit/ Wayang, Workshop Keris yang bertujuan untuk mendapatkan perhatian baik masyarakat umum maupun dari pakar budaya maupun pakar tosan aji.

Kesimpulan yang dapat diambil bahwa manajemen krisis yang dilakukan oleh pihak Museum Radya Pustaka Surakarta dapat dilihat dari aktivitas yang ditunjukan dari pilihan strategi adaptif yang terdiri dari melakukan perubahan internal, mengadakan publikasi baik disekolah-sekolah maupun instansi, melalui media massa, serta publikasi melalui pengadaan event-event. Selain itu juga melaksanakan program pengendalian atas pilihan strategi adaptif yang berupa pengangkatan pegawai baru dan penegasan bagi pengunjung museum untuk membayar tiket masuk. Dengan dilaksanakannya manajemen krisis tersebut, dapat memperbaiki citra Museum pasca kasus pemalsuan dan pencurian arca koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta.


(7)

commit to user ABSTRACT

Yuli Setyowati, 2010. Crisis Management in Improving the image of Museum (Qualitative Descriptive Study of Crisis Management in Post-F ixing Case Image Museum Arca F orgery and Theft of Library Collections Museum Radya Surakarta). S1 Non-Regular Program of Communication Sciences F aculty of Social and Political Science, Sebelas Maret University of Surakarta.

The background this Thesis writing that is already visible even though the management of the Museum such as changes in the cleanliness and neatness of the building, changes in committee structure, events are conducted, however the number of visitors is still low, this is an indication not been able to attract visitors. This thesis is to study crisis management in improving the image of the Museum by the Committee of Museum Radya Pustaka staff only. This study aims to answer the question in question in this research, namely how the crisis management measures to improve the image of post-counterfeiting and theft of a collection of statues Museum Radya Pustaka of Surakarta. The theory used is the inside cover of crisis management public relations strategy.

Thesis Writing was presented to obtain a qualitative description and Public Relations medeskripsikan action strategies in facing the crisis that occurred in post-counterfeiting and theft of museum collections of statues in improving the image of Museum Radya Pustaka of Surakarta is an adaptive strategy and program control. Methods of data collection using interviews, library research and documentation. Data obtained from these findings were collected and presented descriptively. The results showed that adaptive strategies undertaken in the form of internal change by changing the structure of the museum is the Museum Committee, held a publication to schools and institutions by way of inviting students to visit museums or civil institutions, cooperation with mass media so that when the museum conducted a series of events be covered by the media, as well as a form of procurement event Jamasan Rajamala, Ngisis Ringgit / Puppet, Keris Workshop which aims to get the attention of both public and cultural experts and scholars from tosan aji.

Conclusions can be drawn that the crisis management conducted by the Museum Radya Pustaka of Surakarta can be seen from the activity shown by the adaptive strategy choice of internal changes, the school held a good publication and institution-schools, by mass media, and publications through the procurement events. It also implement programs to control, adaptive strategy choices in the form of new hiring and affirmation for visitors to pay museum admission. With the implementation of crisis management, can improve post-image museum forgery and theft case figurine collection Museum Radya Pustaka of Surakarta.


(8)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan Rahmat-Nya yang telah melindungi dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini dengan judul “Manajemen Krisis Dalam Memperbaiki Citra

Museum (Studi Deskriptif Kualitatif Manajemen Krisis Dalam Memperbaiki Citra Museum Pasca Kasus Pemalsuan dan Pencurian Arca Koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta)”

Laporan Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk menyelesaikan studi bagi mahasiswa Program S1 Non Reguler Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak, Skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan lancar dan baik. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada:

1. Bapak Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberi petunjuk dan saran-saran serta pengarahan yang sangat berharga sehingga selesainya penulisan Skripsi ini.

2. Ibu Dra. Christina Tri Hendriyani, M.Si sebagai Dosen Pembimbing II yang selama proses penyusunan Skripsi ini telah berkenan memberikan saran dan kritiknya.

3. Bapak Winarso Kalingga selaku Ketua Komite Museum Radya Pustaka Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk meneliti dan mencari data-data guna melengkapi Skripsi ini.


(9)

commit to user

4. Bapak Djoko Daryoto selaku Sekretaris Komite Museum Radya Pustaka Surakarta yang telah berkenan memberikan informasi melalui wawancara selama penulis melakukan penelitian di Museum Radya Pustaka Surakarta

5. Ibu Soemarni Wijayanti selaku Pemandu Museum Radya Pustaka Surakarta yang telah berkenan memberikan informasi melalui wawancara selama penulis melakukan penelitian di Museum Radya Pustaka Surakarta.

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penulisan Skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan Skripsi masih belum sempurna, oleh karena itu semua kekurangan, kritik dan saran dari pembaca akan diterima dengan senang hati demi penyempurnaan tulisan ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Laporan Skripsi ini dapat bermanfaat.

Surakarta, Juli 2010


(10)

commit to user DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Telaah Pustaka ... 5

1. Pengertian Krisis ... 5

a. Definisi Krisis ... 5

b. Tahapan Krisis... 6


(11)

commit to user

3. Krisis Public Relations ... 11

a. Langkah-langkah Mengatasi Krisis Public Relations ... 11

b. Peran Public Relations dalam Krisis ... 12

4. Manajemen Krisis ... 13

5. Definisi Citra ... 18

6. Media Relations (Hubungan Pers) di saat Krisis ... 20

a. Pengertian Media Relations ... 20

b. Fungsi, Tujuan, dan Manfaat Media Relations ... 22

c. Bentuk Kegiatan Media Relations ... 24

F. Metode Penelitian ... 25

1. Jenis Penelitian ... 25

2. Lokasi Penelitian ... 27

3. Teknik Penarikan Sample... 27

4. Teknik Pengumpulan Data ... 28

5. Validitas dan Reliabilitas Data ... 28

6. Analisis Data ... 29

G. Sistematika Penulisan ... 31

BAB II GAMBARAN UMUM MUSEUM RADYA PUSTAKA ... 33

A. Sejarah Singkat Museum Radya Pustaka Surakarta ... 33

B. Visi dan Misi Museum Radya Pustaka Surakarta ... 33

C. Struktur Komite dan Struktur Organisasi Museum Radya Pustaka Surakarta ... 34

D. Waktu Pelayanan, Denah, dan Jumlah Kunjungan Wisatawan Museum Radya Pustaka Surakarta ... 36


(12)

commit to user

E. Kasus Pemalsuan dan Pencurian Arca di Museum Radya Pustaka

Surakarta ……….………. 45

BAB III SAJIAN DATA DAN ANALISIS ... 53

1. Krisis Public Relations Museum Radya Pustaka Surakarta ... 54

2. Manajemen Krisis Museum Radya Pustaka Surakarta ... 61

3. Media Relations Museum Radya Pustaka Surakarta ... 67

BAB IV PENUTUP ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(13)

commit to user DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Daftar Pengunjung Museum Radya Pustaka tahun 2007 ... 42

Tabel 2.2. Daftar Pengunjung Museum Radya Pustaka tahun 2008 ... 43

Tabel 2.3. Daftar Pengunjung Museum Radya Pustaka tahun 2009 ... 44


(14)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Flow Model of Analysis ... 30

Gambar 2.1. Struktur Komite Baru Museum Radya Pustaka ... 35

Gambar 2.2. Struktur Organisasi Museum Radya Pustaka ... 36


(15)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lampiran 2. Surat Keterangan dari Museum Radya Pustaka Surakarta

Lampiran Transkip Wawancara

Lampiran 3. Interview Guide untuk Perusahaan (bagian 1) Lampiran 4. Interview Guide untuk Perusahaan (bagian 2) Lampiran 5. Daftar Narasumber

Lampiran 6. Transkip Wawancara

Lampiran Dokumen

Lampiran 7. Keputusan Walikota Surakarta No 432.1 / 78 / 1 / 2008 tentang Pembentukan Komite Museum Radya Pustaka

Lampiran 8. Keputusan Komite Museum Radya Pustaka Surakarta No KMRP/ Ia / I / 2009 tentang Pembagian Tugas Karyawan Museum Radya Pustaka Surakarta

Lampiran 9. Laporan Arus Pengunjung dan Pendapatan Obyek Wisata Museum Radya Pustaka Surakarta tahun 2007

Lampiran 10. Laporan Arus Pengunjung dan Pendapatan Obyek Wisata Museum Radya Pustaka Surakarta tahun 2008

Lampiran 11. Laporan Arus Pengunjung dan Pendapatan Obyek Wisata Museum Radya Pustaka Surakarta tahun 2009


(16)

commit to user

Lampiran 12. Laporan Arus Pengunjung dan Pendapatan Obyek Wisata Museum Radya Pustaka Surakarta tahun 2010

Lampiran Gambar

Lampiran 13. Brosur Museum Radya Pustaka Surakarta Lampiran 14. Tiket masuk Museum Radya Pustaka Surakarta Lampiran 15. Ruangan Museum Radya Pustaka Surakarta Lampiran 16. Koleksi Arca yang dipalsukan dan dicuri

Lampiran Artikel

Lampiran 17. Artikel Koran “Polisi Periksa Orang Dalam Museum” Solopos 15 November 2007

Lampiran 18. Artikel Koran “Pemkot siap kelola Radya Pustaka” Solopos 13 November 2007

Lampiran 19. Artikel Koran “Polisi Memburu Penyimpan Lima Arca” Kompas 20 November 2007

Lampiran 20. Artikel Koran “Mbah Hadi terlibat langsung” Solopos 20 November 2007

Lampiran 21. Artikel Koran “Pemkot-Keraton mulai sepakat Museum Radya Pustaka ditutup untuk umum”

Solopos 22 November 2007

Lampiran 22. Artikel Koran “Hari ini dipanggil Poltabes Hashim bisa jadi tersangka”


(17)

commit to user

Lampiran 23. Artikel Koran “Rekonstruksi pemalsuan arca” Solopos 24 November 2007

Lampiran 24. Artikel Koran “Polisi curigai motif kecelakaan Saksi ahli kasus arca ditemukan tewas”

Solopos 10 Februari 2008

Lampiran 25. Artikel Internet “7 Arca Bersejarah Museum Radya Pustaka Solo Hilang“

www.detiknews.com.

Lampiran 26. Artikel Internet “Polisi Periksa Pemandu Museum Radya Pustaka“ www.kapanlagi.com.

Lampiran 27. Artikel Internet “Kepala Museum Solo Terlibat Langsung Pemalsuan Arca“

www.detiknews.com.

Lampiran 28. Artikel Internet “Pemalsuan Arca Dilakukan atas Persetujuan Kepala Museum Solo“

www.detiknews.com

Lampiran 29. Artikel Internet “Orang Jerman Diduga Terlibat Hilangnya 5 Arca di Solo“

www.detiknews.com

Lampiran 30. Artikel Internet “Kasus Pencurian Arca di Museum Radya Pustaka, Para tersangka saling tuding“

www.wawasandigital.com

Lampiran 31. Artikel Internet “Hashim Djojohadikusumo Jadi Saksi Kasus Arca Museum Radya Pustaka“


(18)

commit to user

Lampiran 32. Artikel Internet “Museum Radya Pustaka Buka Kembali Awal Januari“

www.antaranews.com

Lampiran 33. Artikel Internet “Pasca Pencurian Aarca Museum Radya Pustaka Ramai Dikunjungi“

www.indosiar.com

Lampiran 34. Artikel Internet “Saksi Ahli Tewas, Kasus Museum Radya Pustaka Tetap Jalan“

www.kapanlagi.com

Lampiran 35. Artikel Internet “Kasus Arca Museum Radya Pustaka mulai Disidangkan“

www.wawasandigital.com

Lampiran 36. Press release Jamasan Chantik Kyahi Rajamala Museum Radya Pustaka


(19)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis tidak bisa diprediksi datangnya, ini dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan pada siapa saja. Krisis tidak pernah memandang bulu karena bisa datang tanpa menunggu kesiapan dalam menghadapinya. Dan ketika krisis yang tidak pernah diperhitungkan terjadi, semua menjadi bingung, tanpa arah, dan kehilangan kendali. Begitu pula dalam suatu perusahaan atau organisasi. Ketika terjadi krisis, maka seluruh aktivitas organisasi bisa menjadi lumpuh.

Ada beberapa jenis krisis berdasarkan penyebabnya, salah satunya adalah krisis yang terkait masalah kriminal. Krisis yang terkait masalah kriminal belakangan sering terjadi. Krisis jenis ini merupakan ancaman besar untuk beberapa industri misalnya industri Pariwisata. Seperti pada kasus pemalsuan dan pencurian arca koleksi Museum Radya pustaka Surakarta. Museum Radya Pustaka adalah merupakan salah satu museum tertua di Indonesia. Didalam museum tersebut menyimpan banyak koleksi benda cagar budaya. Setelah dilakukan proses penyelidikan oleh pihak Kepolisian setempat, kasus yang terjadi di Museum ini diketahui bahwa motif utama kasus ini adalah bertujuan untuk mendapatkan uang dari hasil pencurian beberapa arca yang kemudian dijual kepada kolektor benda kuno. Agar tidak menimbulkan kecurigaan, beberapa koleksi arca sebelumnya dipalsukan yaitu dengan cara dibuat tiruannya yang dibuat semirip mungkin dengan aslinya, baru setelah itu arca yang asli digantikan dengan arca yang palsu untuk dibawa keluar dari museum dan dijual kepada kolektor. 1


(20)

commit to user

Kasus pemalsuan dan pencurian arca koleksi Museum Radya pustaka Surakarta adalah suatu krisis bagi pihak Komite Museum, karena dengan adanya kasus ini media mem-blow up berita tersebut di koran lokal dan nasional tentang beberapa koleksi arca yang dipalsukan dan dicuri, yang dihubungkan dengan pihak internal terkait dalam kasus ini. Kasus ini berdampak pada munculnya citra negatif di mata masyarakat mengenai keaslian koleksi di Museum Radya Pustaka, seperti pada salah satu kutipan pernyataan di salah satu media cetak bahwa menurut kalangan sejarawan Solo menyebutkan 50 persen koleksi di Museum Radya Pustaka telah hilang dari tempat semula. Kalaupun ada yang tidak hilang, akan tetapi ada yang dipalsukan sehingga yang asli tidak terkesan hilang. Adanya arca imitasi sebagai pengganti benda-benda yang dicuri mengindikasikan bahwa tindak kejahatan tersebut melibatkan jaringan profesional. Tidak sekedar mencuri, juga terindikasi kuat adanya upaya menghilangkan jejak dengan membuat benda serupa, agar terlihat seolah-olah benda-benda bersejarah di Museum Radya Pustaka tersebut masih utuh (Kompas, 2007).

Dengan adanya kasus ini membuat Museum Radya Pustaka Surakarta ditutup sementara untuk kasus penyelidikan. Penutupan sementara ini membuat wisatawan yang ingin mengunjungi Museum menjadi tidak mendapatkan akses masuk ke dalam Museum. Hal ini berimbas pada turunnya jumlah pengunjung yang juga berpengaruh pada penurunan pendapatan museum yang didapat dari tiket masuk Museum.

Kasus pemalsuan dan pencurian arca koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta ini menuntut pihak Komite untuk melakukan suatu strategi agar bisa keluar dari krisis tersebut sehingga dapat kembali memperbaiki citra Museum yang sempat negatif di mata masyarakat. Dalam manajemen krisis, strategi Public


(21)

commit to user

Relations yang dipilih dan dijalankan oleh pihak Museum berupa Strategi Adaptif dan melakukan Pengendalian Program.

Strategi adaptif adalah strategi untuk organisasi yang mengalami krisis, dimana krisis itu tidak lepas dari kesalahan dan kelalaian organisasi. Kesalahan itu menyebabkan organisasi tidak mungkin bersifat defensive. Ia harus berani mengakui keteledoran dan mengambil resiko dengan melakukan perubahan. Pihak Museum menjalankan strategi tersebut dengan cara berupa melakukan langkah-langkah seperti perubahan internal Museum, mengadakan publikasi baik di sekolah-sekolah maupun instansi, melui media massa, serta publikasi melalui pengadaan event-event seperti event Jamasan Rajamala, Ngisis Ringgit/Wayang, Workshop Keris. Sedangkan Pengendalian Program adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi adaptif, yaitu berupa pengangkatan pegawai baru dan penegasan bagi pengunjung museum untuk membayar tiket masuk.

Meski sudah nampak pengelolaan manajemen Museum seperti perubahan kebersihan dan kerapian gedung, perubahan struktur Komite, event-event yang dilakukan, namun demikian jumlah pengunjung masih rendah, hal ini sebagai indikasi belum dapat menarik minat pengunjung. Sehingga dalam penelitian ini akan dibahas mengenai pilihan strategi dalam manajemen krisis yang dilakukan oleh pihak Komite Museum Radya Pustaka dalam rangka memperbaiki citra museum pasca pemalsuan dan pencurian arca.

Dari uraian di atas, maka penelitian mengambil judul “Manajemen Krisis

Dalam Memperbaiki Citra Museum (Studi Deskriptif Kualitatif Manajemen Krisis Dalam Memperbaiki Citra Museum Pasca Kasus Pemalsuan dan Pencurian Arca Koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta).”


(22)

commit to user B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimanakah langkah-langkah manajemen krisis guna memperbaiki citra pasca pemalsuan dan pencurian koleksi arca Museum Radya Pustaka Surakarta”.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dan medeskripsikan langkah-langkah manajemen krisis guna memperbaiki citra pasca pemalsuan dan pencurian koleksi arca Museum Radya Pustaka Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Penulis

Mengetahui dan mendapatkan gambaran mengenai strategi Public Relations dalam manajemen krisis sebagai usaha untuk memperbaiki citra museum terkait pasca kasus pemalsuan dan pencurian arca di Museum Radya Pustaka Surakarta.

2. Bagi Museum Radya Pustaka Surakarta

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat dan berarti mengenai strategi Public Relations pasca kasus pemalsuan dan pencurian arca dalam memperbaiki citra Museum Radya Pustaka.


(23)

commit to user E. Telaah Pustaka

1. Pengertian Krisis

a. Definisi Krisis

Kata krisis berasal dari bahasa Yunani “krisis”, yang berarti “keputusan”. Ketika krisis terjadi, perusahaan harus memutuskan apa yang harus dilakukan. Bergerak ke kiri, atau bergeser ke kanan, ke bawah atau ke atas, bertarung atau melarikan diri.

Dalam bahasa Cina, krisis diucapkan dengan “wei-ji” dan mempunyai dua arti, yaitu “bahaya” dan “peluang“. Two side in the same coin (Nova, 2009: 54).

Krisis Public Relations adalah peristiwa, rumor, atau informasi yang membawa pengaruh buruk terhadap reputasi, citra dan kredibilitas perusahaan. Banyak perusahaan berpikir bahwa krisis Public Relations

hanya akan menyerang perusahaan besar, padahal krisis dapat menyerang siapa saja, baik individu, organisasi, maupun perusahaan, kapan dan dimana saja.

b. Tahapan Krisis

Krisis bisa datang dari mana dan kapan saja. Bencana alam, kesalahan manusia, dan kecelakaan industri dapat menyebabkan suatu krisis. Kadang kadang, penyebab krisis adalah manajemen itu sendiri. Manajemen bertanggung jawab untuk mencari pemecahan masalah dari krisis yang timbul dengan menggunakan berbagai cara yang mungkin dilakukan. Diawali dengan rasa percaya diri yang tinggi, menggunakan semua kemampuan dan keahlian yang dimiliki, dan diakhiri dengan


(24)

commit to user

kemampuan untuk meminimalkan kemarahan dan ketakutan publik tanpa membahayakan cash flow atau reputasi perusahaan. Jika seseorang manajer berhasil mengatasi krisis tanpa diketahui oleh publik maka manajer tersebut telah membuktikan kapasitas dan kemampuannya (Nova, 2009:109).

Menurut Steven Fink, konsultan krisis terkemuka dari Amerika, ada 4 tahapan dalam siklus hidup krisis yang harus dikenali dan dipahami adalah sebagai berikut (Kasali, 1999: 225):

1). Tahap Prodromal

Krisis pada tahap ini sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus segera diatasi. Mengacu pada definisi krisis, tahap ini juga merupakan bagian dari turning point.

2). Tahap Akut

Inilah tahap ketika orang mengatakan: “telah terjadi krisis”. Krisis yang akut sering disebut sebagai the point of no return. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun, beberapa besar kerugian lain yang akan muncul amat tergantung dari para aktor yang mengendalikan krisis.

3). Tahap Kronik

Tahap ini sering juga disebut sebagai the clean up phase atau

the post mortem. Sering pula tahap ini disebut sebagai tahap recovery

atau self analysis. Di dalam perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan struktural. Mungkin penggantian manajemen, mungkin


(25)

commit to user

penggantian pemilik, mungkin masuk nama-nama baru sebagai pemilik atau mungkin pula bangkrut dan perusahaan dilikuidasi.

4). Tahap Resolusi(penyembuhan)

Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari tahap krisis. Meski bencana besar dianggap sudah berlalu tetap perlu berhati-hati, karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukkan bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis umumnya berbentuk siklus yang akan membawa kembali keadaan semula (prodromal stage). Bila sedang dalam proses penyembuhan (tahap resolusi) tidak dapat menahan diri, dan bila penyembuhan tidak tuntas benar, akan kembali lagi ke tahap prodromal.

Tindakan apapun yang dilakukan adalah lebih baik daripada tidak sama sekali. Hindari melakukan penyangkalan di hadapan publik dan media, serta berbohong untuk menyembunyikan krisis karena ini dapat membuat publik akan kehilangan kepercayaan dan masalah menjadi berlipat ganda. Tindakan lain adalah memilih juru bicara yang terlatih, untuk memperoleh simpati publik. Tidak semua data dan informasi harus dipublikasikan karena dapat merugikan. Langkah terakhir adalah melakukan investigasi penyebab awal krisis sehingga krisis yang sama dapat dihindari di masa mendatang.


(26)

commit to user

Secara singkat publik dapat diartikan sekelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama. Sedangkan pengertian publik dalam Public Relations

secara lebih spesifik adalah sekelompok orang yang menjadi sasaran kegiatan

Public Relations artinya, kelompok yang harus senantiasa dihubungi dan diperhatikan dalam rangka pelaksanaan fungsi Public Relations (Kasali, 1999:10).

Di dalam Public Relations, terdapat 2 macam publik, yaitu (Moore, 1988: 5):

1). Publik Intern: Adalah publik yang meliputi orang-orang yang bekerja di dalam atau membentuk bagian yang integral dari suatu organisasi.

2). Publik Ekstern: Adalah orang-orang yang ada di luar kelompok yang dilayani atau dipengaruhi, melayani atau mempengaruhi organisasi.

Public Relations News menjelaskan lebih spesifik definisi mengenai hubungan masyarakat yang menekankan tanggung jawab khusus bahwa

Public Relations adalah fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap publik, megidentifikasi kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur seorang individu atau sebuah organisasi berdasarkan kepentingan publik, dan menjalankan suatu program tindakan untuk mendapatkan pengertian dan penerimaan publik. Definisi berikutnya disarankan Public Relations adalah suatu filsafat sosial dari manajemen yang dinyatakan dalam kebijakan beserta pelaksanaannya yang melalui interpretasi yang peka mengenai


(27)

peristiwa-commit to user

peristiwa berdasarkan pada komunikasi dua arah dengan publiknya, berusaha memperoleh saling pengertian dan itikad baik (Moore, 1988: 6).

Baskin Aronoff dan Lattimore mendefinisikan gambaran humas yang lebih detail sebagai berikut (Lattimore, 1997:5)

“ Public Relations is a management function that helps achieve organizational, objective, define philosophy and facilities organization change. Public Relations practitioners communicate with all relevant internal and external publics to develop positive relationship and to create consistency between organizational goals and societal expectations; public relations practitioners develop, execute and evaluate organizational programs that promote the exchange of influence and understanding among an organization’s constituent parts and publics.”

Artinya Public Relations / Humas (Hubungan Masyarakat) adalah alat dari manajemen untuk membantu mencapai tujuan organisasi, merumuskan filosofi organisasi dan menjadi fasilitator dalam perubahan sosial. Pejabat Humas menjalin komunikasi dengan seluruh publik baik internal maupun eksternal untuk membangun relasi yang positif dan untuk menjaga konsistensi dari realisasi antara tujuan organisasi dan harapan dari lingkungan sosial di sekitar organisasi. Pejabat Humas mempunyai tugas dan wewenang untuk mengembangkan, mengimplementasikan, serta melakukan evaluasi kegiatan-kegiatan organisasi yang bertujuan mempertemukan dan menghasilkan rasa saling pengertian antara organisasi dengan publiknya.

Graeme David Sterne menjelaskan bahwa Jo Shaw, J. White, Coombs, dan Holladay dalam jurnal Media Perceptions of Public Relations in New Zealand mendefinisikan bahwa:


(28)

commit to user

“Public relations was generally perceived as publicity to cultivate favourable perceptions for clients. This is consistent with the view that sees public relations as primarily media relations.”

Artinya Public Relations pada umumnya dianggap sebagai publisitas untuk menumbuhkan persepsi yang menguntungkan untuk klien. Hal ini konsisten dengan pandangan bahwa melihat Public Relations sebagai hubungan utama dengan media (Jurnal: 2010, 4-31).

3. Krisis Public Relations

a. Langkah-langkah Mengatasi Krisis Public Relations

Ada banyak kasus krisis Public Relations yang terjadi. Dalam setiap krisis ada 5 langkah berikut penting untuk diketahui, yaitu (Nova, 2009:172):

1). Perusahaan yang sedang mengalami krisis sebaiknya cepat memberi respon kepada publik.

Bentuk respon ini bisa berupa memberitahukan kepada publik tentang kasus yang telah terjadi.

2). Perusahaan harus memberikan informasi yang jujur karena publik akan lebih mudah memaafkan kesalahan apabila perusahaan itu jujur daripada perusahaan tersebut berbohong.

3). Penting bagi perusahaan untuk selalu informatif karena seperti juga masyarakat, media akan menciptakan cerita versi mereka sendiri apabila perusahaan tidak memberikan informasi yang mereka perlukan. Rumor atau gosip bisa menyebabkan kehancuran yang lebih fatal, jadi lebih baik perusahaan mengatakan yang sebenarnya.Dalam memberikan informasi hendaknya secara bertahap dan runtut.

4). Penting untuk memperlihatkan kepada publik, karena publik akan memaafkan jika perusahaan peduli pada korban krisis.

5). Memelihara hubungan baik. Ini penting karena perusahaan bisa mempelajari banyak pendapat masyarakat dengan mendengarkan.

b. Peran Public Relations dalam Krisis

Krisis harus direspon dengan baik oleh perusahaan, biasanya dapat dilakukan melalui Public Relations yang menjembatani antara organisasi


(29)

commit to user

dengan publiknya. Disamping itu, Public Relations adalah fungsi manajemen yang mengidentifikasi sikap publik. Public Relations harus berperan dalam memberitahukan publik tentang apa yang terjadi, apa yang sedang dan akan dilakukan perusahaan dan apa yang harus di lakukan oleh publik. Bahkan pada waktu krisis telah selesai ditanggulangi, peran Public Relations adalah memperbaiki hubungan dan posisi perusahaan di masyarakat secara umum dan stakeholders secara khusus. Ini dapat dilakukan dengan pertemuan-pertemuan penting dengan pemerintah, karyawan dan keluarganya, media internal perusahaan, media massa dan melanjutkan strategi komunikasi jujur dan terbuka. Dalam hal ini harus mencerminkan 2 hal, yaitu (Luhukay, 2008:25):

1. Tanggungjawab yang tinggi dari pihak manajemen organisasi terhadap harkat atau nilai-nilai kemanusiaan. Upaya pencarian kambing hitam atau pihak ketiga, menghindari media, berdiam diri alias off the record, ketidakjujuran, manipulasi data sebaiknya dihindari karena justru berujung pada jatuhnya reputasi perusahaan.

2. Komunikasi yang dibangun atas dasar kejujuran dalam upaya membangun hubungan yang baik dan kepercayaan publik terhadap niat baik organisasi. Keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan harus menjadi wilayah perhatian dari Public Relations.

4. Manajemen Krisis

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengelola krisis, yaitu (Kasali, 1999: 231):


(30)

commit to user

Untuk dapat mengidentifikasi suatu krisis, praktisi Public Relations perlu melakukan penelitian. Cara yang ditempuh untuk menidenifikasi krisis yaitu memahami faktor-faktor penyebab krisis itu terjadi, bisa berupa hubungan kerja yang buruk, terkait dengan masalah kriminal, pergantian manajemen, dan lain sebagainya.

b. Analisis Krisis

Praktisi Public Relations sebelum melakukan komunikasi harus melakukan analisis atas masukan yang diperoleh. Analisis yang dilakukan mulai dari analisis parsial sampai analisis integral yang kait mengkait.

c. Isolasi Krisis

Untuk mencegah krisis menyebar luas harus diisolasi, dikarantina sebelum tindakan serius dilakukan. Tindakan isolasi ini bisa berupa suatu kegiatan yang memerlukan penanganan khusus agar tidak terganggu dengan kegiatan lain yang sedang berlansung.

d. Pilihan Strategi

Dalam buku Manajemen Public Relations Strategi Menjadi Humas Profesional oleh Morrisan menjelaskan Stephen Robbins (1990) mendefinisikan strategi sebagai:

“ The determination of the basic long-term goals and objective of an enterprise, and the adoption of course of action and the allocation of resources necessary for carrying out this goals”

Artinya penentuan jangka panjang perusahaan dan memutuskan arah tindakan serta mendapatkan sumber-sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan). Berpikir strategis meliputi tindakan memperkirakan atau membangun tujuan masa depan yang diinginkan, menentukan kekuatan-kekuatan yang akan membantu atau yang akan menghalangi tercapainya


(31)

commit to user

tujuan, serta merumuskan rencana untuk mencapai keadaan yang diinginkan (Morrisan, 2008: 152).

Menurut Cultip-Center-Broom, perencanaan strategis bidang humas meliputi kegiatan (Morrisan, 2008: 153):

1. Membuat keputusan mengenai sasaran dan tujuan program. 2. Melakukan identifikasi khalayak penentu (key publics).

3. Menetapkan kebijakan atau aturan untuk menentukan strategi yang akan dipilih.

4. Memutuskan strategi yang digunakan.

Perusahaan perlu melakukan penetapan strategi generik yang akan diambil. Dalam manajemen krisis, ada 3 macam strategi yang bisa diterapkan dalam menagani krisis yang disebut strategi generik, yaitu Strategi Defensif, Strategi Adaptif, dan Strategi Dinamis (Kasali,1994:232). Mengingat manajemen krisis dan kehumasan krisis bergerak dalam satu formasi, keduanya harus bergerak kearah strategi yang sama, meskipun masing-masing tetap memelihara ciri khasnya. Misalnya jika manajemen krisis memilih bertindak defensif, kehumasan krisis juga harus memilih strategi yang sama agar pilihan keduanya kompatibel satu sama lain. Akan tetapi, penjabarannya strategi defensif oleh manajemen krisis berbeda dengan penjabaran kehumasan krisis. Bila terdapat perbedaan strategi defensif, sementara kehumasan krisis memilih strategi dinamis, kekacauan


(32)

commit to user

akan terjadi. Berikut adalah pilihan-pilihan strategi bagi kehumasan krisis (Emeraldy dan Nasrullah, 2008:117):

1). Strategi Defensif

Strategi definsif atau strategi bertahan dapat dipilih apabila organisasi terancam oleh Koleks-1 atau Koleks-2, padahal organisasi sangat yakin tidak melakukan suatu kesalahan, baik prosedural maupun legal. Ancaman itu dapat dikategorikan sebagai usaha penggerogotan yang bila berhasil akan menimbulkan kekacauan dalam tubuh organisasi. Sementara itu, strategi adaptasi maupun dinamis dianggap terlalu memakan biaya dan diprediksi dapat merusak hubungan baik dengan pihak penggerogot.

2). Strategi Adaptif

Strategi Adaptif atau penyesuain diri cocok untuk organisasi yang mengalami krisis karena Kolin atau Koleks-1. Artinya, krisis itu tidak lepas dari kesalahan dan kelalaian organisasi. Kesalahan itu menyebabkan organisasi tidak mungkin bersifat defensive. Ia harus berani mengakui keteledoran dan mengambil resiko dengan melakukan perubahan.

3). Strategi Dinamis

Strategi dinamis cocok untuk organisasi yang mengalami Krispa dan Kripadi: tingkat bahaya yang dihadapi organisasi sudah demikian serius sehingga perlu digunakan langkah-langkah khusus. Strategi dinamis memerlukan banyak unsur-unsur strategis, karena hal itu dianggap sebagai strategi yang mahal. Organisasi sebaiknya menilai secara akurat tingkat krisis yang sedang dialami sebelum memilih strategi ini agar tidak terjebak dalam pemborosan.

e. Program Pengendalian

Program pengendalian adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi generik yang dirumuskan.

Dengan melakukan strategi yang tepat dapat memperbaiki kembali citra yang sempat negatif di mata masyarakat, sehingga akan terbentuk kembali citra positif seperti yang sudah terbentuk sebelum krisis tersebut muncul.

Pada kasus pemalsuan dan pencurian arca koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta strategi yang tepat dilaksanakan adalah Strategi Adaptif. Sesuai dengan penjelasan dari strategi ini bahwa Museum telah melakukan


(33)

commit to user

kelalaian yaitu pemalsuan dan pencurian arca koleksi Museum yang dilakukan oleh pihak intern Museum sendiri, namun pihak Museum telah mengakui kepada publik tentang kesalahan tersebut karena tidak mungkin Museum bersifat defensive menutup-nutupi kesalahan ini.

Dalam pengertian Strategi Adaptif bahwa Museum telah mengalami kelalaian. Akibatnya terjadi kasus pemalsuan dan pencurian arca koleksi Museum. Kasus ini mendapat liputan luas oleh pers dan umumnya cenderung memojokkan Museum tersebut. Opini yang berkembang di masyarakat menjadi negatif. Pemberitaan pers yang tendensius membuat citra Museum menjadi terpuruk. Oleh karena itu langkah-langkah yang perlu dilakukan Museum dalam menangani krisis ini adalah (Emeraldy dan Nasrullah, 2008:123):

1. Membentuk tim baru yang bertugas memantau situasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan di kemudian hari.

2. Pemimpin Museum jangan sengaja menghilang untuk menghindari tanggung jawab karena hal ini dapat semakin merugikan masa depan Museum.

3. Untuk meluruskan pemberitaan, Museum perlu mengundang para wartawan. Dalam hal ini pihak Museum tidak perlu bicara banyak apalagi mengatur wartawan tentang apa yang hendak dilaporkan wartawan. 4. Pihak Museum mengumpulkan semua informasi berkaitan dengan kasus

pemalsuan dan pencurian arca koleksi Museum, yaitu koleksi yang hilang, serta siapa yang terlibat dalam pemalsuan dan pencurian tersebut, yang tentunya telah melalui penyelidikan dan penyidikan dari pihak Kepolisian.


(34)

commit to user

5. Mengadakan konferensi pers yang tujuannya untuk menyampaikan permintaan maaf kepada publik atas pencurian yang telah terjadi. Konferensi pers ini diselenggarakan oleh pihak yang bertanggungjawab atas pelaporan kasus pencurian dan pemalsuan arca koleksi Museum kepada pihak Kepolisian.

Dalam Strategi Adaptif langkah-langkah yang diambil mencakup hal-hal yang lebih luas, seperti: mengubah kebijakan, modifikasi opersional, kompromi, meluruskan citra (Kasali, 1994:232).

5. Definisi Citra

Setiap perusahaan mempunyai citra yang disadari atau tidak telah melekat pada perusahaan tersebut. Tidak sedikit barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan begitu kuat citranya di benak konsumennya. Citra dapat dikatakan sebagai persepsi masyarakat dari adanya pengalaman, kepercayaan, perasaan, dan pengetahuan masyarakat itu sendiri terhadap perusahaan, sehingga aspek fasilitas yang dimiliki perusahaan, dan layanan yang disampaikan karyawan kepada konsumen dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap citra. Dengan demikian citra merupakan salah satu aset terpenting dari perusahaan atau organisasi yang selayaknya terus menerus dibangun dan dipelihara. Citra yang baik merupakan perangkat kuat, bukan hanya untuk menarik konsumen dalam memilih produk atau perusahaan, melainkan juga dapat memperbaiki sikap dan kepuasan pelanggan terhadap perusahaan.

Citra perusahaan tidak bisa direkayasa, artinya citra tidak datang dengan sendirinya melainkan dibentuk oleh masyarakat, dari upaya


(35)

commit to user

komunikasi dan keterbukaan perusahaan dalam usaha membangun citra positif yang diharapkan. Upaya membangun citra tidak bisa dilakukan secara serampangan pada saat tertentu saja, tetapi merupakan suatu proses yang panjang. Karena citra merupakan semua persepsi atas objek yang dibentuk oleh konsumen dengan cara memproses informasi dari berbagai sumber sepanjang waktu. Citra Perusahaan yang baik dimaksudkan agar perusahaan dapat tetap hidup dan orang-orang didalamnya terus mengembangkan kreativitas bahkan memberikan manfaat yang lebih berarti bagi orang lain (Kasali, 1999: 196).

Usaha untuk mempublikasikan kepada masyarakat mengenai strategi yang dilakukan memerlukan kerjasama dengan media massa. Hal ini bertujuan agar strategi yang telah diterapkan dalam kegiatan-kegiatan nyata dapat diliput oleh pihak media massa sehingga bisa disebarkan secara cepat kepada masyarakat luas. Dan masyarakat mengetahui mengenai usaha memperbaiki citra negatif. Hal ini juga bermanfaat bagi pihak media massa yaitu pihak media mendapat berita atas kegiatan sebagai usaha untuk memperbaiki citra tersebut.

6. Media Relations (Hubungan Pers) di saat Krisis

a. Pengertian Media Relations

Media berita menjadi faktor utama dalam Public Relations yang mengontrol arus publisitas melalui saluran-saluran komunikasi umum yang amat penting. Hubungan dengan media (media relations) yang semula merupakan hubungan kerja yang sederhana antara petugas Public Relations dengan beberapa rekan redaktur karena meningkatnya jumlah


(36)

commit to user

media dan karena publisitas telah berperan lebih penting dalam Public Relations. Para redaktur menyadari bahwa bagian Public Realtions

merupakan sumber berita asli dan sumber informasi teknis, dan bahwa mereka membantu mengembangkan kisah berita, gambar, artikel dan bahan penunjang lainnya. Sedangkan para petugas Public Relations

memperoleh lebih banyak pengetahuan mengenai media masssa, kebutuhan dan kebijaksanaan editorionalnya, khalayak, dan masalah pengoperasionalnya (Moore, 1988: 181).

Media relations atau hubungan media adalah aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh individu ataupun profesi humas suatu organisasi, untuk menjalin pengertian dan hubungan baik dengan media massa, dalam rangka pencapaian publikasi organisasi yang maksimal serta berimbang /balance (Nova, 2009:208):

Dalam profesi humas, hubungan media seringkali juga dipahami sebagai penanganan krisis, dengan memberitakan hal-hal positif tentang perusahaan saat perusahaan sedang dilanda berita negatif. Pada saat krisis, cara terbaik penaganan hubungan media oleh humas adalah mengakui dan memperbaiki kesalahan dengan menginformasikan usaha-usaha ke depan. Dalam hal ini baik media massa maupun humas berada dalam posisi saling memanfaatkan dan saling diuntungkan (simbiosis mutualisme), karena dengan liputan media maka adanya suatu krisis dapat memberikan citra positif untuk organisasi dan disaat yang sama media massa mendapatkan berita (Nova, 2009: 209).

Ehsan Khodarahmi mendefinisikan Media Relations sebagai berikut (Jurnal: 2009: 535 – 540):


(37)

commit to user

“ Media relations should not be used when issues and crises rise; it is essential to have constant liaison with top media owners in order to be informed about what is going on in the market.”

Artinya hubungan terhadap media sebaiknya tidak digunakan ketika masalah dan krisis timbul; itu adalah penting untuk memiliki hubungan yang konstan dengan pemilik media atas agar informasi tentang apa yang terjadi di pasar.

b. Fungsi, Tujuan, dan Manfaat Media Relations

Philip Lesley, penulis Public Relations Handsbook mengemukakan fungsi humas dalam hubungan dengan pers, yaitu sebagai berikut (Nova, 2009:210):

1). Fungsi pasif dan pelayanan

Fungsi pasif berarti pihak humas hanya menanggapi permintaan pers dan tidak melakukan inisiatif tertentu.

Contohnya jika ada pihak media massa baik cetak maupun elektronik yang datang untuk meliput, maka pihak Musem mempersilahkan dan melayani dalam hal menjawab pertanyaan dari wartawan, dimana tanya jawab ini biasanya dilakukan secara spontan.

2). Fungsi setengah aktif

Secara kontinyu humas mempersiapkan penyebaran info tentang berbagai kejadian di organisasi kepada berbagai media.


(38)

commit to user

Contohnya pihak Museum telah menyiapkan info yang menyangkut krisis dalam Museum, sehingga jika ada pihak media massa baik cetak maupun elektronik datang untuk meliput tentang kasus tersebut, tinggal memberikan informasi yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh pihak Museum.

3). Fungsi aktif

Dalam fungsi aktif, humas menggunakan inisiatif dalam mendekati kalangan media.

Contohnya Pihak Museum mengundang pihak media massa baik cetak maupun elektronik datang ke Museum secara langsung untuk kepentingan konferensi pers. Yang menjadi juru bicara dalam konfrensi pers ini adalah yang berkompeten menjelaskan tentang kasus yang terjadi dan tentunya juga mampu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang nantinya diajukan oleh pihak media massa, dalam hal ini misalnya anggota yang termasuk didalam komite Museum, pegawai Museum, atau bahkan dari pihak eksternal yang juga turut membatu mengatasi krisis ini seperti Tim Investigasi Balai Pengelola Purbakala Jawa Tengah.

Analisis Frank Jefkins pada tujuan pokok diadakannya hubungan pers adalah untuk menciptakan pengetahuan dan pemahaman. Jadi, bukan semata-mata menyebarkan suatu pesan sesuai dengan keinginan organisasi atau klien demi mendapatkan citra produk atau sosok yang lebih indah daripada aslinya di mata umum. Tidak seorangpun yang berhak untuk mendikte apa yang harus diterbitkan atau disiarkan oleh media massa,


(39)

commit to user

setidaknya dalam suatu masyarakat yang demokratis (Munandar: 1995, 171).

Adapun manfaat media relations adalah sebagai berikut (Nova, 2009:211):

1). Membangun pemahaman mengenai tugas dan tanggungjawab organisasi dan media massa.

2). Membangun kepercayaan timbal balik dengan prinsip saling menghormati dan menghargai serta kejujuran dan kepercayaan. 3). Penyampaian/ perolehan informasi yang akurat, jujur, dan mempu

memberikan pencerahan bagi publik.

Aktivitas untuk menjalin hubungan baik dengan pers dapat dilakukan dengan mengirimkan siaran pers perusahaan ke media, menyelenggarakan konferensi pers, memformulasikan isu penting di organisasi yang menarik untuk media, menyelenggarakan ramah tamah dengan media, menyelenggarakan kunjungan lapangan untuk pers, menyelenggarakan acara-acara khusus, wawancara khusus, menyediakan/ menjadi narasumber media dan monitoring pemberitaan media.


(40)

commit to user

Dalam praktek hubungan pers terdapat beberapa bentuk kegiatan yang melibatkan insan pers. Kegiatan ini baku dilakukan oleh lembaga yang menguasai praktik-praktik kehumasan profesional, baik diluar negeri maupun Indonesia. Bentuk kegiatan hubungan pers menurut Aceng Abdullah dalam buku “Press Relations Kiat Berhubungan dengan Media Massa” adalah sebagai berikut (Nova, 2009:212):

1). Penyebaran siaran pers

Penyebaran siaran pers biasanya berupa lembaran siaran berita yang dibagikan kepada para wartawan atau media massa yang dituju. Siaran Pers memiliki fungsi yang sama dengan fungsi media massa. Kegiatan pembuatan dan penyebaran siaran Pers ini merupakan kegiatan hubungan pers yang paling efisien.

2). Konferensi pers atau jumpa pers

Konferensi Pers biasanya dilakukan menjelang, menghadapi ataupun setelah terjadi peristiwa penting dan besar.

3). Kunjungan pers

Kunjungan pers atau yang biasa disebut pers tour adalah mengajak wartawan untuk berkunjung ke suatu lokasi, baik yang berada di lingkungannya, maupun ke tempat lokasi yang memiliki kaitan erat dengan kiprah lembaga atau instansi terkait.

4). Resepsi pers

Resepsi pers adalah mengundang para insan media massa dalam sebuah resepsi atau acara khusus diselenggarakan untuk para pemburu berita. Acaranya bisa berupa jamuan makan, kemudian dilanjutkan dengan hiburan.

5). Peliputan kegiatan

Peliputan kegiatan merupakan kegiatan yang paling dikenal diantara kegiatan pers lainnya. Peliputan kegiatan dilakukan saat sebuah instansi mengadakan kegiatan tertentu, khususnya yang mempunyai nilai berita. Media massa diundang untuk meliput kegiatan tersebut. 6). Wawancara pers

Jika lima kegiatan diatas merupakan prakarsa dari organisasi maka wawancara pers merupakan inisiatif dari pihak media massa. Terdapat dua jenis wawancara, yaitu wawancara yang dipersiapkan dan wawancara spontan.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif yang didukung dengan data kualitatif. Sebagai penelitian deskriptif, penelitian ini


(41)

commit to user

memaparkan suatu permasalahan/ keadaan/ peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar mengungkapkan fakta (fact finding). Hasil penelitian ditekankan untuk memberikan gambaran secara objektif tentang keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Menurut Bogdan dan Taylor, “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan atau perilaku yang dapat diamati (Maleong, 2002:3).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau dengan cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Dalam penelitian data kualitatif semua teknik pengumpulan data kualitas pelaksanaannya tergantung penelitiannya sebagai alat pengumpulan data utamanya (peneliti sebagai instrumen utama). Oleh karena itu sikap kritis dan terbuka sangat penting, dan teknik pengumpulan data yang digunakan bersifat terbuka dan lentur (menyesuaikan diri dengan kondisi baru yang mungkin berubah (Sutopo, 2002: 36).

Penelitian ini dapat dideskripsikan dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci dengan mengumpukan gejala-gejala yang mengindikasikan adanya kesenjangan antara harapan (teori) dan kenyataan.

b. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek yang berlaku di lapangan.


(42)

commit to user

c. Membuat perbandingan atau evaluasi antara teori yang ada dengan kondisi lapangan.

d. Menemukan hal yang perlu dilakukan di lapangan dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman untuk menetapkan rencana dan keputusan di masa yang akan datang.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Museum Radya Pustaka yang berlokasi di Jalan Slamet Riyadi 421 Solo.

3. Teknik Penarikan Sample

Teknik penarikan sample yang dipakai peneliti adalah dengan teknik

Purposive Sampling yang mana peneliti memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Sumber data yang digunakan dalam

Purposive Sampling sebagai yang mewakili informasinya (Sutopo, 2002:56). Dalam penelitian ini yang menjadi informan yaitu Sekretaris Komite yang baru yang dipilih setelah terjadinya kasus dan Pemandu Museum yang menjadi staff Museum dari terjadinya kasus hingga saat ini masih bekerja di Museum Radya Pustaka Surakarta. Dengan demikian diharapkan peneliti mendapat informasi secara akurat.

4. Teknik Pengumpulan Data

Beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:


(43)

commit to user

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui strategi Public Relations yang dilakukan oleh pihak Museum Radya Pustaka dalam memperbaiki citra museum pasca pemalsuan dan pencurian arca, yaitu dengan mewawancarai pihak internal Museum misalnya anggota Komite Museum maupun dengan pegawai museum.

b. Studi Pustaka dan Dokumen

Dokumen yang digunakan oleh peneliti adalah dokumen yang resmi yang berasal dari internal dan eksternal Museum. Dokumen internal adalah dokumen yang berasal dari dalam Museum. Sedangkan dokumen eksternal adalah bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial misalnya majalah, buletin atau pernyataan dan berita yang disiarkan melalui media masa.

5. Validitas dan Reliabilitas Data

Validitas membuktikan bahwa apa yang diamati sesuai dengan apa yang ada dalam kenyataan dan apakah penjelasan yang diberikan memang sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi. Penelitian ini mengusahakan hal tersebut dilakukan dengan cara triangulasi data. Triangulasi data adalah bentuk pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data, untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data Ada 4 macam teknik triangulasi yaitu pemeriksaan terhadap sumber (data), metode, peneliti, dan teori. Dalam penelitian ini, yang digunakan adalah teknik triangulasi sumber (data) berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Sutopo, 2008: 78).


(44)

commit to user

Hal ini dapat dilakukan dengan jalan:

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan wawancara.

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakanya secara pribadi.

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang.

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang bersangkutan.

Sedangkan untuk Reliabilitas data dilakukan dengan reduksi data, yang merupakan seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data yang ada di dalam fieldnote (catatan dari lapangan).

6. Analisis data

Dalam penelitian ini data dianalisis secara deskriptif, dalam artian data-data hanya dipaparkan sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan berdasarkan konsep-konsep yang ada. Analisis data penelitian ini menggunakan Flow Model of Analysis.

F low Model of Analysis

Masa Pengumpulan Data


(45)

commit to user

Data Display

Conclusion Drawing

Gambar 1.1 Flow Model of Analysis

Sumber: Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R n D, Alfabeta, 2009, hal 247

Data Reduction atau reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari fieldnote (catatan dari lapangan). Reduksi data dimulai sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, tentang pemilihan kasus, pertanyaan yang diajukan, dan tentang cara pengumpulan data yang dipakai. Pada saat pengumpulan data berlangsung, reduksi data berupa singkatan, coding, memusatkan tema, membuat batasan permasalahan, menulis memo. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian kualitatif berlangsung dan merupakan bagian dari analisis.

Data display merupakan suatu penyajian data yang meliputi berbagai jenis matriks, gambar, atau skema, jaringan kerja berkaitan dengan kegiatan dan table sehingga dapat membentuk suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan.

Conclusion drawing/ penarikan kesimpulan adalah proses konklusi yang terjadi selama pengumpulan data dari awal hingga akhir kesimpulan yang perlu diverifikasikan yang dapat berupa suatu pengulangan, sebagai


(46)

commit to user

pemikiran kedua yang timbul dalam pikiran peneliti pada waktu menulis dengan melihat kembali fieldnote (catatan dari lapangan).

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teoritis, kerangka pemikiran, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II GAMBARAN UMUM MUSEUM RADYA PUSTAKA

Bab ini berisi tentang sejarah singkat, visi dan misi, struktur Komite dan struktur organisasi, waktu pelayanan, denah, dan jumlah kunjungan wisatawan, serta kasus pemalsuan dan pencurian arca di Museum Radya Pustaka Surakarta, baik yang diperoleh melalui wawancara secara langsung dari pihak internal Museum, maupun eksternal yang berupa informasi yang diperoleh dari media massa.

BAB III SAJIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini berisi tentang sajian dan analisis data yang berisi pilihan strategi

Public Relations dalam manajemen krisis yang dilakukan oleh pihak Komite Museum Radya Pustaka dalam rangka memperbaiki citra museum pasca pemalsuan dan pencurian arca.

BAB IV PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang dapat diberikan oleh peneliti tentang penelitian yang telah dilakukan berdasarkan pada hasil penelitian tersebut.


(47)

commit to user BAB II

GAMBARAN UMUM MUSEUM RADYA PUSTAKA

A. Sejarah Singkat Museum Radya Pustaka Surakarta

Museum Radya Pustaka merupakan salah satu museum tertua di Kota Surakarta. Pendirinya adalah Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV, pepatih dalem Keraton Surakarta Hadiningrat pada jaman pemerintahan Sri Paduka Paku Buwono IX. Didirikan pada hari Selasa Kliwon, tanggal 15 Maulud Ehe 1820 bertepatan tanggal 28 Oktober 1890. Semula museum berlokasi di Panti Wibowo yang merupakan salah satu ruangan kediaman di Kepatihan, namun atas prakarsa Pakubuwono X pada tanggal 1 Januari 1913 dipindahkan lokasinya ke Loji Kadipolo yaitu tempat dimana Museum sekarang berdiri di lokasi Jalan Slamet Riyadi 275 Solo. Loji ini khusus dibeli oleh Pakubuwono X dari seorang Belanda bernama Johanes Busselaar yang memang digunakan untuk museum.

B. Visi dan Misi Museum Radya Pustaka

Visi dan Misi Museum Radya Pustaka setelah dibentuknya pengelola Museum yang baru dengan manajemen yang baru, yaitu dengan Visi Museum Radya Pustaka menjadi media yang sangat baik dalam pendidikan, kepariwisataan, perlindungan benda-benda cagar budaya, maka Misi yang dijalankan adalah berupa:

1. Untuk mengembangkan kebudayaan Jawa.

2. Untuk mewujudkan sebuah museum menjadi objek wisata yang besar bagi wisatawan mancanegara maupun nusantara dan pelajar.


(48)

commit to user

3. Untuk menyimpan benda-benda cagar budaya di Museum Radya Pustaka. 4. Untuk menyimpan barang-barang antik dan naskah-naskah di Museum Radya

Pustaka.

5. Untuk menyimpan benda-benda cagar budaya baik yang masih asli maupun replika.

6. Untuk menjaga kebersihan di dalam dan diluar komplek Radya Pustaka. 7. Untuk mewujudkan keamanan di dalam Museum Radya Pustaka.

8. Untuk menjaga sumber daya manusia yang profesional dalam memanage Museum Radya Pustaka.

C. Struktur Komite dan Struktur Organisasi Museum Radya Pustaka

Kasus pemalsuan dan pencurian arca yang melibatkan Ketua Komite yang waktu itu dipegang oleh KRH. Darmodipuro yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Hadi dan dua pegawainya yaitu Jarwadi seorang pegawai Museum yang bertanggungjawab memegang kunci ruangan Museum, dan Gatot sebagai Petugas keamanan Museum, maka Walikota Solo Joko Widodo beserta beberapa pihak terkait mengadakan pembentukan Komite Radya Pustaka yang baru. Berdasarkan Keputusan Walikota Surakarta Nomor 432.1/ 78/1/2008 yang di tandatangani oleh Walikota Solo, Joko Widodo pada tanggal 26 November 2008, susunan Komite Radya Pustaka yang baru yaitu:

Struktur Komite baru Museum Radya Pustaka


(49)

commit to user

Sumber : Museum Radya Pustaka

Gambar 2.1. Struktur Komite baru Museum Radya Pustaka

Setelah terbentuknya Komite Museum Radya Pustaka yang baru, berdasarkan Keputusan Komite Museum Radya Pustaka Surakarta Nomor KMRP/Ia/I/2009 yang di tandatangani oleh Ketua Museum yang baru yaitu Winarso Kalinggo pada tanggal 2 Januari 2009, maka menetapkan pembagian tugas karyawan Museum Radya Pustaka, yaitu sebagai berikut:


(50)

commit to user

Sumber: Museum Radya Pustaka

Gambar 2.2. Struktur Organisasi Museum Radya Pustaka

D. Waktu Pelayanan, Denah, dan Jumlah Kunjungan Wisatawan Museum Radya Pustaka

Berikut adalah mengenai waktu pelayanan dan denah Museum Radya Pustaka Surakarta sebagai informasi kepada wisatawan yang hendak mengunjungi Museum:

Pelayanan Museum Radya Pustaka bagi wisatawan, yaitu:

· Hari Selasa-Kamis : 08.00-14.00 WIB

· Hari Jum’at-Sabtu : 08.00-13.00 WIB

· Hari Minggu : 08.00-14.00 WIB

· Hari Senin dan Hari Besar : Libur

Koleksi yang ada di museum ini diletakkan kepada tata ruang yang telah diatur sedemikian rupa. Koleksi tersebut antara lain:

1. Halaman Depan

Perpustakaan

Kurnia Heni Wati

Keuangan dan Administrasi

Widyastuti Fajarini

Pemandu

Soemarni Wijayanti

Penjaga Museum

Fajar Suryanto

Penjaga Tiket / Portir

Ruli Retina

Ketua Museum Radya Pustaka


(51)

commit to user

Di halaman depan, di depan gedung museum, para pengunjung akan menjumpai sebuah patung dada R. Ng. Rangga Warsita. Beliau adalah seseorang pujangga keraton Surakarta yang sangat termasyur dan hidup pada abad ke-19. Patung ini diresmikan oleh presiden Soekarno pada tahun 1953. di depan dan di belakang patung ini terdapat prasasti yang menggunakan aksara Jawa.

2. Ruang Pertama

Terdapat tempat pembelian tiket masuk dan ada beberapa meriam baroda dari masa VOC yang berasal dari abad ke-17 dan ke-18. Sementara itu ada pula beberapa meriam-meriam kecil milik Keraton Kartasura.

3. Ruang Kedua

Terdapat kolesi peralatan kesenian yang berupa koleksi wayang. Koleksi wayang yang dimiliki, antara lain Wayang Golek Menak, Wayang Krucil/Klitik, Wayang Suket, Wayang Kaper, Wayang Purwa, Wayang Madya, Wayang Gedhog, Wayang Beber.

4. Ruang Ketiga

Ruangan pada sisi sebelah kiri ini disebut sebagai ruang keramik karena memuat koleksi keramik, porselen dan gelas-gelas. Ada ruang penghubung yang berisikan meja-meja marmer, kursi-kursi dan meriam Lela. Adapun almari panjang yang ditata berbagai koleksi keris, pedang, dan tombak. Sedangkan sisi kanan disebut sebagai ruang senjata tradisional.

5. Ruang Keempat

Merupakan ruang penghubung. Ruang ini untuk menghubungkan ruang satu ke ruang yang lainnya.


(52)

commit to user

Ruang ini digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka atau biasa disebut Tosan Aji yang berupa keris, belati, mata tombak dan bermacam-macam pedang diantara milik Sunan Amangkurat III/Kartosuro dan gada besi milik Keraton Surakarta.

7. Ruang Keenam

Ruang ini adalah ruang perpustakaan. Ruang tersebut merupakan inti dari Museum Radya Pustaka. Karena bila ditilik dari artinya, Radya berarti negara atau keraton, Pustaka berarti perpustakaan. Perpustakaan ini sebagian besar koleksinya terdiri atas buku-buku dalam tulisan Jawa. Buku-buku tersebut berisi tentang pengetahuan dan kebudayaan terutama tentang sejarah, adat istiadat, kesenian, pranata mangsa dan lain-lain. Perpustakaan Radya Pustaka melayani masyarakat umumbaik mahasiswa, pelajar maupun perorangan. 8. Ruang Ketujuh

Merupakan ruang koleksi benda perunggu (ruang yang berhadapan dengan ruang perpustakaan). Ruangan ini menyimpan arca-arca maupun bentuk benda-benda lain seperti genta, padupan, cermin, dan sebagainya.

9. Ruang Kedelapan

Ruang ini merupakan ruangan memorial, merupakan ruang bekas kantor Gusti Panembahan Hadiwidjojo.

10.Ruang Kesembilan

Ruang ini disebut ruang etnografika, karena terdapat berbagai macam koleksi gamelan peninggalan Keraton Surakarta. Ruang etnografi menyajikan dua perangkat gamelan dengan laras slendro dan pelog, terdapat juga koleksi kremun dan tandu sesaji, jodang yaitu alat angkut yang dipikul manusia,


(53)

commit to user

mesin jam panggung taman Kartosuro, bermacam-macam kuluk, blangkon dan berbagai peralatan rumah tangga.

11.Ruang Kesepuluh

Ruangan ini merupakan ruang yang ditempati Kyai Rajamala. Sebuah patung kepala raksasa yang telah berusia lebih dari dua ratus tahun yang terbuat dari kayu jati yang diambil secara khusus dari hutan Donoloyo Wonogiri ini memiliki riwayat yang sangat panjang dan terkait erat dengan perjalanan sejarah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Nama Rajamala sendiri diambil dari cerita Kerajaan Kicakapura, yakni dari nama telur kura-kura jelmaan Dewi Watari, seorang putri cantik pengawal Resi Indradewa. Patung tersebut jumlah sebenarnya adalah dua, yang satu lainnya disimpan di Keraton Surakarta. Patung ini ialah hiasan depan sebuah perahu yang dipakai untuk mengambil permaisuri Pakubuwono IV yang berasal dari madura. Kyai Rajamala bagi Museum Radyapustaka bukanlah sebuah benda koleksi biasa, sampai sekarang patung ini masih dianggap keramat dan sering diberi sesajian. Konon kalau lupa memberian sesajian patung ini akan mengeluarkan bau amis.

12.Ruang Kesebelas

Di ruang ini terdapat berbagai macam miniatur. Ada miniatur Keraton Surakarta, Masjid Agung Demak, Makam Imogiri, dan berbagai macam koleksi arca.

13.Ruang Keduabelas

Merupakan halaman belakang dan ruang administrasi atau kantor. Di sini dijumpai arca-arca batu dan batu nisan yang bertuliskan huruf Tionghoa.


(54)

commit to user

Denah Ruang Museum Radya Pustaka Surakarta ditunjukkan dengan gambar berikut ini:

Denah Ruang Museum Radya Pustaka

Halaman Depan

Ruang I Teras/Tiket

Ruang II Ruang Wayang

Ruang II Ruang Wayang

Ruang V Ruang Tosan Aji

Pusaka

Ruang III Ruang Keramik

Ruang VII Ruang Perunggu

Ruang VI Ruang Perpustakaan

Ruang X Ruang Rajamala

Ruang VIII Ruang Memorial RUANG

PENGHUBUNG

RUANG IV

Ruang IX Etnografi/Gamelan


(55)

commit to user

Sumber: Museum Radya Pustaka

Gambar 2.3 Denah Ruang Museum Radya Pustaka

Untuk jumlah kunjungan wisatawan ke Museum Radya Pustaka.dari tahun terjadinya kasus (2007) hingga tahun pembuatan laporan penelitian ini (Mei 2010) dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 2.1. Daftar pengunjung Museum Radya Pustaka tahun 2007

Bulan

PENGUNJUNG Wisatawan

Mancanegara

Wisatawan

Nusantara Jumlah

Januari 25 1424 1449

Februari 55 606 661

Maret 75 678 753

April 22 1322 1344

Mei 49 783 832

Juni 57 1128 1185

Juli 111 812 923

Agustus 108 610 718

September 146 540 686

Oktober 30 504 534

November

Museum di segel oleh Poltabes Solo Desember

Jumlah 678 8407 9085


(56)

commit to user

Tabel 2.2. Daftar pengunjung Museum Radya Pustaka tahun 2008

Bulan

PENGUNJUNG Wisatawan

Mancanegara

Wisatawan

Nusantara Jumlah

Januari

(mulai dibuka kembali tanggal 14 Januari)

72 377 449

Februari 94 388 482

Maret 57 412 469

April 93 909 1002

Mei 100 429 529

Juni 74 811 885

Juli 123 589 712

Agustus 129 385 514

September 43 157 200

Oktober 38 389 427

November 48 625 673

Desember 834 165 999

Jumlah 1705 5636 7341


(57)

commit to user

Tabel 2.3. Daftar pengunjung Museum Radya Pustaka tahun 2009

Bulan

PENGUNJUNG Wisatawan

Mancanegara

Wisatawan

Nusantara Jumlah

Januari 122 968 1090

Februari 85 641 726

Maret 70 593 663

April 177 1123 1300

Mei 118 521 639

Juni 100 1036 1136

Juli 131 1640 1771

Agustus 112 581 693

September 68 311 379

Oktober 73 1529 1602

November 88 1322 1410

Desember 106 1327 1433

Jumlah 1250 11592 12842

Sumber : Museum Radya Pustaka Surakarta

Tabel 2.4. Daftar pengunjung Museum Radya Pustaka tahun 2010

Bulan

PENGUNJUNG Wisatawan

Mancanegara

Wisatawan

Nusantara Jumlah

Januari 61 800 861

Februari 72 1253 1325

Maret 83 1335 1418

April 184 1890 2074

Mei 62 1403 1465

Jumlah 462 6681 7143

Sumber : Museum Radya Pustaka Surakarta

Dapat dilihat dari Bulan November, Desember 2007, hingga awal Januari 2008 Museum ditutup hal ini adalah untuk keperluan penyidikan oleh pihak Kepolisian. Dan dari tabel kunjungan wisatawan Museum Radya Pustaka tahun 2008 mengalami penurunan jumlah kunjungan wisatawan hal ini dimungkinkan


(58)

commit to user

keasliannya karena adanya kasus pemalsuan dan pencurian arca yang telah terjadi di tahun 2007. Namun setelah tahun 2009 dengan telah dibentuknya perubahan internal Museum serta dilakukannya kegiatan-kegiatan untuk memperbaiki citra negatif Museum, jumlah kunjungan Museum telah mengalami penigkatan.

E. Kasus Pemalsuan dan Pencurian Arca di Museum Radya Pustaka Surakarta

Kasus yang terjadi sekitar November 2007 yaitu mengenai pemalsuan dan pencurian arca, pertama kali dicurigai oleh salah satu pegawai Museum yang kemudian dilaporkan kepada Balai Pelestarian Peningglana Purbakala (BP3) Jawa Tengah. Setelah BP3 melakukan pengecekan ke Museum ternyata benar bahwa arca tersebut terlihat berbeda dari aslinya, yang perbedaan tersebut dapat diamati dari warna dan ukurannya. Pihak BP3 kemudian membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ditandatangani oleh Lambang Babar Purnomo yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pokja Perlindungan di BP3 Jawa Tengah ke Poltabes Surakarta. Adapun koleksi arca yang telah dipalsukan yaitu Agastya, 2 arca Durga, Mahakala, Mahesa Sura Madini, dan Shiwa Mahadewa. Diketahui bahwa arca yang palsu, sebenarnya sebelumnya sudah di pesan dahulu di daerah Muntilan Jawa Tengah.

Atas adanya laporan tersebut, dari pihak Kepolisian melakukan penyidikan. Dan setelah benar adanya tentang penemuan arca palsu dan yang asli telah “keluar” dari Museum, maka pihak Kepolisian menyita arca-arca yang telah dipalsukan tersebut. Kasus ini mendapat perhatian serius dari Polda Jateng yang langsung menurunkan tim guna membackup aparat kepolisian Solo melanggar UU no. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.


(59)

commit to user

Selanjutnya pihak Kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dengan menanyai beberapa saksi-saksi yang dilakukan di ruang Kanit IV Ekonomi Poltabes Solo, yaitu dari pihak internal museum diantaranya pegawai Museum Soemarni Wijayanti, Indrayana, Ambarwati, Jarwadi, Gatot dan Kepala Museum yang saat itu dipegang oleh KRH. Darmodipuro yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Hadi, namun pada 27 Mei 2009 beliau telah wafat dikarenakan faktor usia dan kesehatan. Sedangkan saksi dari pihak eksternal museum, pihak Kepolisian memeriksa Heru seorang penjual barang antik, dari pihak BP3 diantaranya Ketua Pokja BP3 Lambang, Hugo Kraijger seorang WNA, dan seorang pengusaha Hashim Djojohadikusumo dikarenakan arca milik Museum Radya Pustaka yang dilaporkan dicuri ada di satu rumah di Jakarta Selatan yang merupakan kediaman milik pengusaha Hashim Djojohadikusumo.

Hashim Djojohadikusumo ikut dijadikan sebagai saksi dalam kasus ini dikarenakan kelima arca yang hilang ditemukan di kediaman Hashim. Pada 20 November 2007 tim Satreskrim Poltabes Solo bekerjasama dengan Polres Metro Jakarta Selatan melakukan penyitaan 5 arca milik Museum Radya Pustaka dari kediaman Hashim di Kemang Jakarta Selatan untuk dibawa kembali ke Solo. Dan pada 21 November 2007 pukul 16.00 WIB kelima arca tersebut sampai di Solo, arca-arca tersebut dibawa disebuah mobil bak terbuka dengan menggunakan jalur darat. Menurut asisten sekaligus orang kepercayaan Hashim yang diperkirakan mengetahui lalu lintas barang-barang koleksi di rumah Hashim, saat melakukan penyitaan kelima arca tersebut petugas Kepolisian tidak bertemu langsung dengna Hashim karena yang bersangkutan di luar negeri. Selain itu menurut pengelola sejumlah yayasan sosial milik Hashim yaitu Fadli Zon menyatakan bahwa Hashim tidak terlibat dalam kasus pembelian arca yang telah hilang dari Museum tersebut.


(60)

commit to user

Menurutnya Hashim sering membeli barang-barang kekayaan Indonesia di luar negeri diantaranya dibeli dari Belanda, New York, Hongkong untuk dibawa kembali ke Indonesia karena Hashim memang berencana membangun museum dan membawa kekayaan cagar budaya Indonesia di luar negeri untuk di kembalikan ke tanah air.

Setelah melakukan penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi, pihak Kepolisian menetapkan 4 tersangka dalam kasus ini. Dimana 3 diantaranya adalah 2 pegawai Museum dan yang 1 adalah Kepala Museum, sedangkan 1 tersangka lagi adalah dari luar Museum. Menurut Kepala Satuan Reskrim Poltabes Solo, Ajun Komisaris Syarif Rohman, tersangka-tersangka tersebut yaitu Jarwadi seorang pegawai Museum yang bertanggungjawab memegang kunci ruangan Museum dan Suparjo alias Gatot sebagai Petugas keamanan Museum yang keduanya bertindak sebagai eksekutor yang memindah dan mengganti arca yang asli dengan yang palsu, Mbah Hadi sebagai Kepala Museum yang mengawasi secara langsung saat pertukaran arca, dan dari luar Museum adalah Heru Suryanto seorang pedagang barang antik di Solo sebagai makelar penjual koleksi Museum. Menurut pengakuan tersangka, dari 5 arca buatan abad IV-IX yang hilang, yang dijual masing-masing Arca Ciwa Mahadewa seharga 35 Juta Rupiah, Arca Durgamahisasuramardhini seharga 200 Juta Rupiah, Agastya seharga 90 Juta Rupiah, Mahakala seharga 100 Juta Rupiah, dan Durga Mahisasuramardhini seharga 80 Juta Rupiah. Total penjualan sekitar 800 Juta Rupiah.

Pada 21 November 2007, Pemerintah Kota Solo, Komisi IV DPRD, Keraton Kasunanan Surakarta, Yayasan Radya Pustaka dan BP3 Jateng menggelar rapat koordinasi untuk membahas penagganan Museum Radya Pustaka. Hasil pertemuan itu menyepakati Museum Radya Pustaka ditutup untuk umum.


(1)

commit to user

Fungsi Public Relations dalam hubungan dengan pers akan lebih baik jika dilaksanakan oleh pihak Museum Radya Pustaka secara aktif yang dapat dilakukan misalnya berupa Pihak Museum mengundang pihak media massa baik cetak maupun elektronik datang ke Museum secara langsung untuk kepentingan konferensi pers dan yang menjadi juru bicara dalam konfrensi pers ini adalah yang berkompeten menjelaskan tentang kasus yang terjadi dan tentunya juga mampu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang nantinya diajukan oleh pihak media massa, seperti misalnya anggota yang termasuk didalam susunan Komite Museum, pegawai Museum, atau bahkan dari pihak eksternal yang juga turut membatu mengatasi krisis ini seperti Tim Investigasi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah, Pemerintah Kota Solo, Pihak Kepolisian, Budayawan, dan lain sebagainya. Hal ini karena dapat membantu memberikan informasi yang sejelas-jelasnya tentang kronologi kasus tersebut.

Selain itu bentuk kegiatan hubungan pers bisa diupayakan dengan cara melakukan Konferensi Pers atau jumpa pers yang biasanya dilakukan menjelang, menghadapi ataupun setelah terjadi peristiwa penting dan besar. Misalnya jika pada saat kasus konferensi pers hanya dilakukan oleh pihak Balai Pelestarian Purbakala Peninggalan (BP3) Jawa Tengah, sebaiknya pihak Museum sendiri juga mengadakan Konferensi pers, jadi tidak hanya mengandalkan wawancara pers yang inisiatifnya datang dari pihak media massa. Banyak yang bisa dijelaskan dalam konferensi pers ini seperti bagaimana awal kecurigaan kasus ini, apa saja koleksi yang dipalsukan, hasil dari penyelidikan pihak Kepolisian, hasil dari proses


(2)

commit to user

rekonstruksi yang telah dilakukan oleh pihak Kepolisian, bagaimana proses pengadilannya, alasan penutupan sementara Museum, hingga prosesi dibukanya kembali Museum Radya Pustaka untuk umum.

b. Berkenaan dalam memanaj krisis sebaiknya juga melakukan langkah Identifikasi, Analisis, dan Isolasi Krisis yang misalnya dapat dilakukan dengan cara berupa membentuk Tim khusus yang didalamnya adalah gabungan dari stakeholder yang memiliki latar belakang kebudayaan dan memahami benar tentang benda-benda cagar budaya serta memiliki kemampuan untuk berkomunikasi di depan publik. Anggota Tim khusus ini bisa diambil dari budayawan, pihak Balai Pengelola Peninggalan Purbakala (BP3), pihak Keraton Kasunanan Surakarta, dan tentunya pihak internal Museum. Tim ini bertugas menganalisis bagaimana kasusu ini bisa terjadi, sekilas kembali ke masa belakang apa yang menjadi latar belakuang kasus pemalsuan dan pencurian arca apakah murni inisiatif dari pihak internal (para tersangka) ingin mendapatkan materi dari hasil penjualan arca yang mana uang tersebut bisa digunakan untuk kepentingan pribadi atau bisa untuk membiayai keperluan perawatan Museum. Dan atau apakah terjadinya kasus penjualan arca tersebut karena iming-iming materi dari pihak kolektor. Secepatnya data harus dikumpulkan. Data tersebut bisa diperoleh dari hasil investigasi kepada para tersangka langsung atau berdasarkan keterangan yang diperoleh dari hasil penyelidikan pihak Kepolisian atas pemeriksaan terhadap pada para tersangka. Dibutuhkan kejelian berpikir pada tahap identifikasi krisis ini.


(3)

commit to user

Setelah di identifikasi kemudian Tim Khusus melakukan analisis dari hasil identifikasi ditambah dengan masukan yang diperoleh. Masukan ini bisa didapat dari narasumber internal Museum yaitu pegawai-pegawai Museum itu sendiri, apakah selama Ketua Komite yang lama menjabat ada kepercayaan dan keterbukaan di dalam ruang lingkup intern Museum. Keterbukaan disini bisa diartikan mengenai transparansi berupa pendapatan Museum dari retribusi, maupun dana dari Pemetintah Kota yang diperoleh dan yang dikeluarkan untuk perawatan Museum, atau tentang keberadaan jumlah koleksi yang ada apakah masih sama, masih sama tetapi ada yang sudah tidak asli, ada beberapa yang tidak ditempat, dan lain sebagainya. Selama proses analisis ini sebaiknya segera pula dilakukan inventarisasi koleksi Museum, dengan mengandalkan catatan inventarisasi sebelumnya dan melalui arsip Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tentang benda cagar budaya yang diberikan individu untuk disimpan di Museum, atau mugkin tentang adanya beberapa koleksi Museum yang rusak.

Setelah dilakukan identifikasi dan analisis krisis, langkah isolasi krisis juga perlu dilakukan yaitu misalnya karena krisis tersebut timbul dari internal perusahaan, maka agar tidak kembali terjadi salah satunya mempekerjakan pegawai yang jujur dan benar-benar peduli untuk menjaga terhadap keberadaan benda cagar budaya, dan yang tentunya tidak tergiur oleh materi atas harga mahal sebuah benda cagar budaya.

2. Ketika tahap Resolusi, yang juga tentunya bertujuan untuk mencari lebih banyak minat kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara:


(4)

commit to user

a. Dalam hal mempromosikan Museum Radya Pustaka melalui media online

(http://museumradyapustakasurakarta.blogspot.com),

sebaiknya lebih aktif memperbaharui blog misalnya jadwal event yang akan diselenggarakan, berita tentang Museum, dan pengurus blog sebaiknya lebih aktif online agar komentar yang ditinggalkan pengunjung di blog tersebut bisa cepat direspon oleh pihak Museum. Dimana dalam hal ini bisa juga sebagai saran masukan dari pengunjung. b. Pada teras depan sebaiknya diberi meja tamu yang diisi posisinya oleh satu

atau dua pegawai Museum, yang bertujuan memberi sambutan selamat datang kepada wisatawan yang mengunjungi Museum Radya Pustaka. Selain itu, menjamu wisatawan dengan welcome drink biasanya dapat membuat wisatawan merasa lebih senang. Sajikan minuman khas dari Jawa sehingga wisatawan juga secara tidak langsung mengetahui minuman khas dari Jawa yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan yang ada di Jawa, misalnya wedang jahe, wedang beras kencur, dan lain sebagainya. Ketika memberikan welcome drink tersebut berikan juga penjelasan mengenai minuman khas Jawa tersebut, seperti misalnya bahan yang digunakan dan khasiat bagi tubuh.


(5)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrachman, Oemi. Dasar-Dasar Public Relations. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.

Ardianto, Elvinaro. Public Relations Suatu Pendekatan Praktis, Kiat Menjadi Komunikator dalam Berhubungan dengan Publik dan Masyarakat. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004.

Assumpta Rumanti OSF, Sr. Maria. Dasar-Dasar Public Relations: Teori dan Praktik. Jakarta: Grasindo, 2002.

Chatra, Emeraldy dan Rulli Nasrullah. Public Relations Strategi Kehumasan dalam Menghadapi Krisis. Bandung: CV. Maximalis, 2008.

HB, Sutopo. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press, 2002.

Jefkins, Frank. Public Relations. Penerjemah : Harris Munandar. Jakarta: Erlangga, 1995.

Kasali, Rhenald. Manajemen Public Relations Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Grafiti, 1999.

Maleong, Lexi. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2002. Morissan. Manajemen Public Relations Strategi Menjadi Humas Profesional. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2008.

Moore, H. Frazier. Hubungan Masyarakat Prinsip, Kasus, dan Masalah. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988.

Nova, Firsan. Crisis Public Relations. Jakarta: Grasindo, 2009.

O., C. Aronoff Baskin, D. Lattimore. Public Relations: The Profession and the Practise. Madison Wl: Brown&Benchmark, 1997.

Robbins, P. Stephen. Organizations Theory: Structure, Design and Applications. London: Routledge,1990.


(6)

commit to user

Ruslan, Rosady. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R n D. Bandung: Alfabeta, 2009.

JURNAL

David Sterne, Graeme. Media Perceptions of Public Relations in New Zealand, Journal of Communication Management, Vol 14, January 2010: 4-31

Jo, S. (2003), The Portrayal Of Public Relations In The News Media, Mass Communication and Society, Vol. 6 No. 4, pp. 397-411.

Khodarahmi, Ehsan. Media Relations, Journal Disaster Prevention and Management, Vol.18, May 2009: 535 – 540.

S. Luhukay, Marsefio. Penerapan Manajemen Krisis di Indonesia : Memotret Krisis dalam Kacamata Public Relations, Jurnal Ilmiah SCRIPTURA, Vol. 2, No. 1, Januari 2008: 18 – 28.

White, J. and Hobshawn, J. (2007). Public Relations And Journalism, Journalism Practice, Vol. 1 No. 2, pp. 283-92.