Bagan perebusan harus diikuti dengan tertib, yaitu tiap rebusan pada gilirannya harus mengikuti daur dan interval yang telah ditetapkan, agar penarikan uap dari ketel
teratur. Interval yang selalu sama antara setiap perebusan juga akan menghasilkan pengeluaran buah rebus yang teratur dan selalu sama jumlahnya atau kapasitasnya,
sehingga kapasitas pengempaan pun dapat dibuat tetap, maka pengumpanan bahan bakar serabut ke boiler juga teratur dan tetap sama. Pemasukan uap pada peningkatan
tekanan juga tidak boleh terlalu cepat, jauh melebihi kecepatan penyediaan uap tekan lawan dari mesin atau turbin uap, agar penambahan uap langsung, adalah uap panas
lanjut, tidak terlalu banyak, karena akan menimbulkan suhu sementara terlalu tinggi pada bagian-bagian tertentu dalam rebusan, juga agar ketel tidak mengalami kejutan.
Kehilangan minyak karena perebusan dapat terjadi dalam air rebusan dan dalam TBK. Kehilangan ini bertambah jika banyak tandan busuk dan banyak luka.
Kehilangan minnyak dalam buah dalam TBK bartambah jika perebusan kurang, misalnya banyak buah mentah, sehingga penebahan tidak sempurna. Soepadiyo
Mangoensoekarjo, 2003.
2.3.4 Faktor-faktor Peningkat Efisiensi Pelepasan Buah dalam proses perebusan
Faktor-faktor yang diperhatikan untuk meningkatkan efisiensi pelepasan buah dalam proses perebusan antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Pembuangan udara
Udara merupakan penghantar panas yang lambat dan berpengaruh negatif terhadap proses perebusan. Udara yang terdapat dalam rebusan akan
menurunkan tekanan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa udara yang terdapat dalam bejana rebusan hendaknya dikeluarkan terlebih dahulu, cara ini
disebut “daerasi”. Upaya memperkecil jumlah udara dalam bejana rebusan ialah dengan:
a. Mengatur isian lori agar buah di susun penuh sesuai dengan kapasitas
disain. Keadaan ini sering tidak disertai oleh sioperator, yang perlu diketahui bahwa pengisian lori yang penuh selain mengurangi jumlah
udara dalam bejana juga mempertahankan kapasitas olah. b.
Melakukan deaerasi, yaitu pembuangan udara dari bejana Dengan cara pengusiran oleh uap. Deaerasi dilakukan dengan
memasukkan uap dari bagian atas bejana rebusan dan mengeluarkannya dari bagian dasar bejana. Uap dimasukkan dari atas bejana karena berat
jenis udara lebih tinggi dibandingkan dengan uap air, yakni berat jenis uap pada suhu 100
o
C adalah 0,598 kgm
3
, sedangkan uadara bercampur uap air pada suhu 50
o
C berat jenisnya adalah 1,043 kgm
3
. Prinsip perbedaan berat jenis tersebut merupakan alasan pemilihan tempat titik
masuk uap. Pembuangan udara yang terlalu cepat dapat menyebabkan
terjadinya turbulensi uap yaitu percampuran antara udara dengan uap
Universitas Sumatera Utara
yang menyebabkan kebutuhan waktu deaerasi yang lebih lama. Di dalam pelaksanan deaerasi perlu diperhatikan beberapa hal:
Lama deaerasi, semakin lama proses deaerasi maka semakin
sempurna proses pembuangan udara akan tetapi sebaliknya terjadi penurunan kapasitas olahan sterilizer.
Proses deaerasi dapat dilakukan bertahap dan terpadu denagan
pembuangan air kondensat terus-menerus melalui pipa kecil diameter 0,5 inchi di dasar rebusan.
2. Pembuangan air kondensat
Uap air yang terkondensasi berada di dasar bejana rebusan yang merupakan penghambat dalam proses perebusan. Air yang terdapat dalam
rebusan akan mengadsorbsi panas yang diberikan sehingga jumlah air semakin bertambah. Pertambahan ini yang tidak diimbangi dengan pengeluaran air
kondensat dan akan memperlambat usaha pencapaian tekanan puncak. Diperkirakan jumlah air kondensat 13 persen dari TBS yang diolah,
sehingga oleh beberapa pabrik dilakukan blow down terus menerus melalui pipa diameter inchi. Cara ini menunjukkan buah rebus yang kering dan lebih
mudah diolah dalam screw press.
3. Lamanya perebusan
Universitas Sumatera Utara
Perebusan membutuhkan waktu penetrasi uap hingga kebagian tandan yang paling dalam. Hubungan waktu perebusan dengan efisiensi ekstraksi
minyak adalah sebagai berikut: i.
Semakin lama perebusan buah maka jumlah buah yang terpilih semakin tinggi, atau persentase tandan yang tidak terpipil semakin
rendah. ii.
Semakin lama perebusan buah maka biji semakin masak dan menghasilkan biji yang lebih mudah pecah dan sifat lekang.
iii. Semakin lama perebusan buah maka kehilangan minyak dalam air
kondensat semakin tinggi. iv.
Semakin lama perebusan buah maka kandungan minyak dalam tandan kosong semakin tinggi yaitu terjadinya penyerapan minyak oleh tandan
kosong akibat terdapatnya rongga-rongga kosong. v.
Semakin lama perebusan buah maka mutu minyak sawit akan semakin menurun, yang dapat diketahui dengan penurunan nilai Deterioration of
Bleachability Index DOBI. Lama Perebusan yang menjadi penentu dan yang berpengaruh terhadap
efisiensi ekstraksi dan mutu minyak adalah masa penahanan pada puncak terpanjang untuk triple peak adalah puncak ke 3.
4. Pembuangan Uap
Universitas Sumatera Utara
Pembuangan uap dilakukan dengan sistem perebusan yang dilakukan. Uap dibuang melalui cerobong atas yang pipanya berukuran besar diameter 8
inchi. Umumnya ukuran pipa pembuangan lebih besar dari pipa uap masuk sehingga pembuangan uap dapat terlaksana dengan cepat sehingga buah lebih
mudah lepas dari tangkainya. Pembuangan uap pada peak-peak sebelum akhir perebusan pada SPDP dan SPTP dilakukan bersamaan dengan pembuangan air
kondensat, dengan maksud agar penurunan tekanan dapat berlangsung uap blow up air kondensat dibuang terlebih dahulu sehingga buah yang direbus
kering. Untuk mempermudah pengaturan uap dapat dilakukan dengan automatic control valve yang belakangan ini telah banyak digunakan oleh PKS
yang baru didirikan.
5. Penyaluran uap masuk dan keluar selama perebusan
a. Manual, yang kesemuanya kejadian pemasukan uap, pengeluaran uap dan
kondensat menggunakan tenaga manusia. Seperti diutarakan diatas bahwa pengaturan uap didasarkan pada kondisi sumber uap dan pemakaian uap.
Karena pelaksanaannya membutuhkan kekuatan fisik di operator maka diperlukan 2-3 orang tiap sift untuk kapasitas 30 ton TBSjam. Dalam
pelaksanaan pola perebusan tiga puncak maka keadaan pembukaan dan penutupan kran uap sangat sibuk sehingga sering terlupakan kegiatan-
kegiatan yang seharusnya dikerjakan pada pola tiga puncak.
Universitas Sumatera Utara
b. Automatisasi, yang menggunakan bantuan alat yang diprogram. Pada
perebusan manual yang digunakan adalah kran” globe valve” yang merupakan pemutaran beberapa kali dan membutuhkan waktu yang lama
untuk bukatutup 100 dan 0. Karena kelemahan tersebut maka dikembangkanlah automatisasi yang didasarkan pada waktu dan tekanan
rebusan. Untuk mempertinggi efisiensi pengoperasian pembukaan dan penutupan uap maka kran yang digunakan ialah “ butterfly valve” yang
pembukaan dan penutupannya dibantu oleh alat “compressor” dan dikontrol dengan program.
i. Automatisasi dasar waktu, yaitu pembukaan dan penutupan kran
uap masuk, keluar dan air kondensat didasarkan pada waktu yang telah ditetapkan. Waktu yang menjadi dasar adalah tahapan waktu
selama perebusan. Tahapan yang diprogramkan didasarkan pada tekanan rebusan yang normal, dan apabila terjadi perubahan
tekanan uap dari “back pressure vessel” tidak menunda atau memperpanjang masa rebus. Dengan kata lain buah yang direbus
masak atau tidak masak kran buangan uap atas dan air kondensat secara otomatis akan terbuka.
ii. Aoutomatisasi dasar tekanan, yaitu masa rebusan dihitung bila
tekanan tercapai, hal ini berbeda dengan dasar waktu. Apabila penjumlahan waktu yang didasarkan pada tekanan uap dalam
sterilizer yang dirancang telah tercapai maka program logic
Universitas Sumatera Utara
computerPLCmengatur compressor untuk membuka dan menutup kran. Pada program ini dapat dikembangkan untuk
mengatur pemasukkan uap dalam pada sterilizer berarti bukan hanya 0 dan 100, akan tetapi dapat diatasi 85 dan
sebagainya.
6. Pengangkutan buah rebus
Buah rebus yang keluar dari rebusan segera akan dipipil. Lori tersebut ditarik dengan tali atau didorong dengan “forklift” atau “lako”. Buah tersebut
diangkut kealat bantingan dengan dua cara yaitu: a.
Tipler, yaitu buah yang berada dalam lori dituang ke dalam bak yang berbentuk cone dengan cara berputar pada sumbu. Cara ini
dahulu dikembangkan pada pabrik yang memiliki sterilisasi tegak. Alat ini mempunyai kelemahan yaitu kerusakan pada “ Bunch
elevator” akibat beban yang berat dan panas, yang menjadi penyebab stagnasi. Kemudian ini dikembangkan pada pabrik yang
membuat letak tippler lebih tinggi atau sama dengan alat bantingan sehingga tidak menggunakan bunch elevator.
b. Hoisting crane
Buah rebusan yang telah dikeluarkan dari sterilizer diangkut keatas dengan menggunakan “hoisting crane”, yang kemudian dituang
dengan cara memutar lori pada titik sumbu. Buak akan jatuh ke
Universitas Sumatera Utara
mulut hopper yang dilengkapi dengan pipa penyanggah sehingga saat buah jatuh sudah dimulai dengan proses pemipilan. Interval
pengangkutan buah ke “Tresher” dilakukan secara kontiniu, yang didasarkan pada kapasitas olah dan kapasitas alat. P. M. Naibaho,
1996 .
2.3.5 Operasionasi dan perawatan rebusan