BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Kajian pragmatik dan implikatur percakapan telah dibahas dalam berbagai penelitian terdahulu. Hasegawa 2010 dalam disertasinya membahas mengenai
partikel fokus pada bahasa Jepang secara semantis dan pragmatis. Hasegawa menyatakan bahwa dalam bahasa Jepang terdapat tiga jenis partikel penting dalam
penentuan makna pragmatis secara kontekstual, yaitu: 1 Exclusive particles berupa partikel -shika, -dake, -bakari 2 Scalar additive particles berupa partikel -
sae, -desae, -made, dan 3 Contrastive particles berupa partikel -nado, -koso. Hal ini terkait dengan aimai yang dikaji penulis yang banyak di antaranya berupa
partikel yang keberadaaannya dalam kalimat justru berfungsi mengaburkan makna dari kalimat itu sendiri.
Rustono 1998 dalam desertasinya meneliti implikatur percakapan sebagai penunjang pengungkapan humor di dalam wacana humor verbal lisan dalam
bahasa Indonesia. Paparan dan argumentasinya mencakup pelanggaran prinsip kerja sama sebagai penyebab timbulnya implikatur percakapan yang memerankan
fungsi sebagai penunjang pengungkapan humor. Tuturan para pelaku humor yang melanggar maksim-maksim kerja sama justru berpotensi menunjang
pengungkapan humor karena berbagai implikatur yang dikandungnya. Selain itu terdapat penelitian mengenai tindak tutur permintaan dalam film
‘Tokyo Love Story’ yang dikaji dalam tesis Syahri 2011. Hasil penelitian
tentang tindak tutur permintaan dalam bahasa Jepang pada Film Tokyo Love
Universitas Sumatera Utara
Story ini menunjukkan dalam interaksi masyarakat Jepang tuturan senioritas, yang lebih tua, majikan, atasan, gender laki-laki lebih cenderung menggunakan tuturan
yang kurang sopan, sementara tuturan dalam interaksi yang digunakan oleh junior, lebih muda, pembantu, gender perempuan lebih cenderung menggunakan tuturan
yang sopan dan disampaikan dengan jenis tuturan tidak langsung ketidakterusterangan.
Dari penelitian komparatif yang dilakukan oleh Barnlund Araki 1985:9 ditemukan bahwa bahasa Jepang menjadi lebih tidak langsung dalam situasi
permohonan atau memuji. Hal ini menunjukkan bahwa ketidaklangsungan dalam bahasa Jepang terjadi tidak hanya dalam bentuk perintah. Ketidakterusterangan
dan ketidaklangsungan dalam bahasa Jepang lebih lanjut akan dikaji dalam penelitian ini melalui pelangaran-pelanggaran maksim yang menghasilkan
implikatur percakapan dan penggunaan aimai. Kemudian Hadiati 2007 dalam tesisnya membahas mengenai tindak tutur
dan implikatur percakapan tokoh wanita dan tokoh laki-laki pada film ‘The Sound of Music’, selain menjabarkan implikatur percakapan yang terdapat pada film ‘The
Sound of Music’, Hadiati juga menemukan bahwa antara tindak tutur laki-laki dan perempuan pada film ‘The Sound of Music’ memiliki perbedaan, diantaranya
perbedaan fungsi penggunaan question tag. Bagi wanita question tag berfungsi sebagai epistemic tag, facultating tag, dan softening tag. Sementara bagi laki-laki
question tag berfungsi sebagai challenging tag. Penelitian ini cukup berkaitan dengan yang akan penulis kaji dalam penelitian ini, namun pengaplikasian pada
bahasa Jepang dan mengaitkannya dengan aimai tentunya akan menjadi penemuan yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Noguchi dan Harada 1992:219 dalam penelitiannya yang berjudul ‘Semantic and Pragmatic Interpretation of Japanese Sentences with Dake Only’
menemukan bahwa kalimat dengan bentuk partikel+dake+kalimat selalu memiliki makna terbatas secara semantis, sementara bentuk kalimat dake+partikel+kalimat
tidak selalu memiliki makna terbatas secara semantis, melainkan memiliki implikasi bahwa selain yang diikuti dengan dake, maka hal lain tidak diperlukan
lagi. Oleh karena itu kalimat dengan bentuk dake+partikel+kalimat dapat dipandang sebagai bentuk yang mengandung implikatur percakapan dengan
pengaruh pragmatis bagi pendengarnya. Dari penelitian-penelitian yang sudah pernah dilaksanakan sebelumnya,
dapat dilihat bahwa penelitian mengenai pragmatik dan implikatur percakapan khususnya dalam bahasa Jepang telah banyak dilaksanakan. Akan tetapi belum
ada yang mengaitkan aimai dengan implikatur percakapan dalam bahasa Jepang. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam percakapan bahasa Jepang,
keberadaan aimai dalam implikatur percakapan akan dibahas dalam penelitian ini.
2.2 Konsep