Kendala Penegakan HAM di Myanmar

B. Kendala Penegakan HAM di Myanmar

Dalam setiap laporan yang disampaikan oleh Pelapor Khusus PBB untuk situasi HAM di Myanmar kepada UNHRC, disampaikan beberapa kendala terkait dengan penegakan HAM di Myanmar. Dalam hal ini, permasalahan atu pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar dapat dikategorikan menjadi bebarapa bidang, seperti yang tertuang di keseluruhan resolusi yang telah dikeluarkan oleh UNHRC terhadap Myanmar. Beberapa bidang masalah tersebut dapat dilihat dari permintaan secara keseluruhan resolusi UNHRC terhadap

Pemerintah Junta militer Myanmar, sebagai berikut: 161

160 Ibid, hlm. 14 161 UNHRC, “Human Rights Situations That Require Council’s Attention; Report of the

Special Rapporteur for stuation of human rights in Myanmar, Tomas Ojea Quintana, on the

1) Menjamin penghormatan penuh terhadap HAM dan kebebasan- kebebasan mendasar dan untuk menyelidiki dan membawa para pelaku pelanggaran HAM dalam peristiwa demonstrasi damai pada September 2007 ke pengadilan;

2) Membebaskan dengan segera, orang-orang yang ditangkap dan ditahan pada saat peristiwa demonstrasi damai tersebut, dan untuk membebaskan seluruh tahananpolitik di Myanmar, termasuk Sekretaris Umum NLD, Daw Aung San Suu Kyi, dan untuk menjamin penahanan tersebut telah memenuhi standar-standar internasional, termasuk menjamin kemungkinan untuk dapat menjenguk para tahanan;

3) Menghapuskan segala larangan terhadap aktifitas politik yang dilakukan secara damai oleh seluruh orang melalui, memberikan jaminan terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul dan kebebasan untuk mengemukakan pendapat di depan umum dan kebebasan berekspresi, termasuk menjamin kebebasan dan independensi media, dan untuk menjamin tidak dibatasinya akses kepada media informasi bagi seluruh masyarakat Myanmar;

4) Segera melaksanakan dialog nasional dengan seluruh pihak dengan pandangan untuk mencapai rekonsiliasi nasional yang sebenarnya, demokratisasi dan tercapainya penegakan hukum;

implementation of Council Resolution S/51 and 6/33”, dokumen no. A/HRC/8/12, tanggal 3 Juni 2008, hlm. 4, http://daccess-ods.un.org/TMP/9105540.html , diakses tanggal 7 Juni 2009.

5) Berkerjasama

organisasi-organisasi kemanusiaan, termasuk dengan memberikan jaminan penuh, keselamatan, dan akses bantuan kemanusiaan bagi seluruh masyarakat Myanmar yang membutuhkan.

Dari kelima permintaan yang terdapat secara umum di dalam seluruh resolusi yang dikeluarkan oleh UNHRC, dapat diketahui bidang-bidang masalah penegakan HAM di Myanmar, yaitu; kebebasan berekspresi dan berpendapat di muka umum, kebebasan berserikat dan berkumpul, hak untuk mendapatkan kedudukan yang sama di hadapan hukum, hak untuk berpartisipasi di dalam politik dan pemerintahan, hak untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan, hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama sebagai warga negara tanpa membedakan etnis, ras, agama, dan status ekonomi.

Dalam kebebasan berekspresi dan berpendapat, selama masa pemantauan dan kunjungan 2 Pelapor Khusus PBB, Paulo Sergio Pinheiro dan Tomas Ojea Quintana, di Myanmar masih belum menunjukan perubahan yang signifikan terhadap jaminan kebebasan bagi seluruh warga masyarakat Myanmar untuk bisa mengungkapkan pendapat dan berkespresi di depan umum. Sejak awal, dalam setiap aksi demonstrasi yang mengkritik pemerintah ataupun anti pemerintah, para demonstran selalu dihadapi dengan kekerasan oleh pasukan keamanan Myanmar.

Penetapan kerangka kerja hukum terkait dengan masalah kebebasan berkespresi dan berpendapat justru dijadikan alat oleh pemerintah untuk membungkam suara kelompok oposisi. Adanya Press Security and Registration

Division of the Ministry of Information , digunakan oleh pemerintah untuk menguji setiap publikasi dalam bentuk apapun yang diduga memiliki untus atau bertujuan untuk mengembangkan opini anti pemerintah. Kegiatan sensor yang sama juga dilakukan oleh pemerintah secara ketat dalam bidang kesenian, musik, film dan segala bentuk ekspresi kesenian. Seluruh penulis, penerbit, jurnalis, dan penyair harus memasukan biaografi pribadi masing-masing kepada badan sensor pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berusaha untuk menyelidiki apakah individu-individu tersebut memiliki keterkaitan dengan orang lain atau kelompok- kelompok yang dapat mengancam kekuasaan pemerintah. Setiap orang yang terbukti atau menjadi tersangka karena memiliki keterkaitan dengan kelompok oposisi, maka namanya kan dimasukan ke dalam daftar hitam dan berbagai hasil

karyanya tidak akan diijinkan untuk diterbitkan. 162 Pembatasan kebebasan berkekspresi di Myanmar dapat dilihat dari

ebebrapa penangkapan yang idlakukan oleh pemerintah, seperti ditangkapnya beberapa jurnalis dan dilarangnya beberapa media di Myanmar untuk beroperasi/mengudara. Pada tanggal 15 Februari 2008, Thet Zin, Kepala Editor surat kabar Myanmar Nation (Myo Myanmar), dan Sein With Maung (alias Ko Soe), manajer kantor surat kabar yang sama, telah ditangkap di kantor mereka di Yangoon. Dilaporkan, bahwa dalam peristiwa penangkapan di kantor surat kabar tersebut polisi melakukan penggeledahan seluruh isi kantor dan menyita salinan

162 UNHRC, “Human Rights Situation That Require Council’s Attention: Report of thae Special Rapporteur on the situation of human rights in Myanmar, Paulo Sergio Pinheiro”, dokumen no.

A/HRC/7/18, tanggal 7 Maret 2008, hlm. 9, http://daccess-ods.un.org/TMP/1594674.html , diakses tanggal 7 Juni 2009.

laporan Pelapor Khusus PBB untuk situasi HAM di Myanmar, beberapa buku, cd yang berisi gambar/foto-foto peristiwa demonstrasi pada bulan Agustus dan September 2007, ponsel genggam, dan sajak-sajak yang ditulis oleh Sein Win Maung dan tulisan-tulisan yang berisi kritik terhadap Pemerintah Junta militer Myanmar. Pemerintah mulai melarang kegiatan produksi dan distribusi surat kabar Myanmar Nation pada tanggal 19 Februari 2008. selanjutnya ada Nay Phone Latt (alias Nay Myo Kyaw) yang ditangkap pada tanggal 29 Januari 2008 karena diduga mengirimkan artikel-artikel tentang ekspresi generasi muda Myanmar melalui halaman-halaman blog internetnya. Dalam melihat kasus Thet Sin dan Sin With Maung, Pelapor Khusus PBB untuk situasi HAM di Myanmar bersama dengan Pelapor Khusus PBB untuk promosi dan perlindungan hak untuk menyampaikan pendapat dan berekspresi secara bebas dan Perwakilan Khusus Sekretaris Umum Human Rights Defenders, mengirimkan seruan bersama kepada

Pemerintah Junta militer Myanmar pada tanggal 21 Februari 2008. 163 Lebih lanjut, Pelapor Khusus PBB terus menerima informasi tentang

ditangkapnya para artis dan aktivis yang lain. Saw Wai dilaporkan ditangkap pada tanggal 22 Januari 2008 karena menulis sajak yang mengkritik kepemimpinan Junta militer di Myanmar. Dua orang penyair lainnya, Ko Ko Maung (alias Zaw Lu Sein) dan Ko Min Han ditangkap pada bulan Januari 2008. selain itu Ko Win

Op.Cit., Human Rights Council, “Report of Special Rapporteur on the situation of Human Rights in Myanmar, Paulo Sergio Pinheiro, mandated by resolution 6/33 of the Human Rights Council”, no. A/HRC/7/24, hlm. 7.

Maw seorang artis-gitaris dilaporkan telah ditangkap pada tanggal 27 November 2007. 164

Dalam hal kebebasan untuk berserikat dan berkumpul, Pelapor Khusus PBB mencatat bahwa pada tahun 1955, pemerintah Myanmar telah meratifikasi Konvensi ILO no. 87 tentang Kebebasan untuk Berasosiasi dan Hak untuk Mengorganisir. Dalam hal ini pemerintah Myanmar tidak memenuhi kewajiban yang ada di dalam konvensi tersebut. Partai politik dan organisasi-organisasi sosial yang ada di Myanmar telah digilangkan kemampuannya oleh pemerintah untuk beroperasi dengan bebas dan aman. Dalam hal ini, secara khusus pemerintah membatasi ruang gerak para lawan politiknya. Pemerintah juga terus melanjutkan tekanan kepada para anggota NLD dan Shan Nationalities League for Democracy untuk mundur dari dunia politik dan telah memperbarui masa tahanan ruma pemimpin NLD Daw Aung San Suu Kyi dan Tin Oo. Secara umum, kebebasan utnuk berasosiasi hanya diberikan kepada organisasi-organisasi pendukung pemerintah, termasuk asosiasi-asosiasi perdagangan, badan-badan profesional, dan kelompok-kelompok yang dibentuk oleh pemerintah, seperti

Union Solidarity and Development Association 165 . Selanjutnya dalam masalah peradilan dan hukum di Myanmar, ternyata

digunakan oleh pemerintah juga untuk menekan gerakan kelompok oposisi. Dalam hal ini Pelapor Khusus PBB secara serius memberi perhatian kepada

164 Ibid, hlm. 8 165 Op.Cit., UNHRC, “Human Rights Situation That Require Council’s Attention: Report

of thae Special Rapporteur on the situation of human rights in Myanmar, Paulo Sergio Pinheiro”, dokumen no. A/HRC/7/18, hlm. 10.

budaya lama di Myanmar tetang tidak akuntabelnya peradilan dan hukum di Myanmar dalammenangani berbagai kasus pelanggaran HAM, yang berakar dari strukutur pemerintah dan institusi-institusi nasional, secara serius telah menghalangi penegakan hukum dan tegaknya serta bebasnya lembaga peradilan di Myanmar. Pelapor Khusus PBB sangat menyesali tidak adanya independensi dalam peradilan Myanmar dan hal tersebut telah memberikan dasar hukum bagi penyalahgunaan kekuasaan, pembuatan keputusan secara sewenang-wenang dan memebebaskan dari tuduhan para pelaku pelanggaran HAM di Myanmar. Kapasitas institusi-institusi penegak hukum dan independensi serta ketidakberpihakan lembaga peradilan harus segera diciptakan oleh pemerintah. Situasi ini ini telah memperkuat ketidaksetaraan dan meningkatkan jarak antara

masyarakat miskin dan kaya. 166 Sedangkan untuk masalah, etnis nasional yang telah menjadi sumber

konflik etnik di Myanmar sejak masa kemerdekaan, sudah mulai dapat diselesaikan oleh pemerintah melalui negosiasi dan berbagai kesepakatan gencatan senjata. Selain itu kelompok-kelompok etnis nasional juga sudah diakomodir kepentingan politiknya melalui Konvensi Nasional untuk konstitusi baru Myanmar. Sedangkan untuk masalah bantuan kemanusiaan, Myanmar saat ini sudah muali membuka diri terhadap masuknya berbagai lembaga kemanusiaan internasional. Khusus untuk masalah ini, peran kelompok Tri-partite yang melibatkan ASEAN sangat besar.

166 Ibid.

Dapat disimpulkan bahwa kendala penegakan HAM di Myanmar terletak kepada sikap Pemerintah Junta militer Myanmar yang tidak mau melakukan dialog, diskusi, maupun bertukar strategi tentang arah perubahan dan kebijakan nasional Myanmar ke depan dengan kelompok oposisi, khususnya kelompok pro- demokrasi, dan juga menanggapi secara setengah hati berbagai permintaan dan desakan dari dunia internasional yang meminta agar Pemerintah Junta militer Myanmar mengakhiri segala bentuk kekerasan, membebaskan para tahanan politik dan aktifis gerakan pro-demokrasi serta masyarakat sipil yang ditahan pada rangkaian aksi demonstrasi anti pemerintah, dan memulai sebuah proses transisi politik dan konsolidasi demokrasi.

Walapun dalam beberapa hal, Pemerintah Myanmar menyatakan kesiapannya untuk melakukan sebuah transisi politik dan konsolidasi demokrasi, yang dituangkan dalam 7-step roadmap to democracy, yang dimulai melalui pembentukan Konvensi Nasional untuk Konstitusi baru Myanmar, referendum untuk Konstitusi baru Myanmar, serta rencana digelarnya pemilu dengan sistem multi partai pada tahun 2010, tetap saja dalam prosesnya Pemerintah Junta militer Myanmar membatasi keterlibatan kelompok-kelompok oposisi, khususnya kelompok pro-demokrasi. Kalaupun pada akhirnya semua elemen gerakan dan politik di Myanmar terlibat dalam proses tersebut, pemerintah Myanmar tetap membatasi peran dari kelompok-kelompok di luar kelompok pemerintah.

Selain itu, sikap pemerintah Myanmar yang hingga saat ini tidak mau membebaskan seluruh tahanan politik dan mereka yang ditahan akibat melakukan atau terlibat berbagai aksi demonstrasi anti pemerintah, menunjukan sikap Selain itu, sikap pemerintah Myanmar yang hingga saat ini tidak mau membebaskan seluruh tahanan politik dan mereka yang ditahan akibat melakukan atau terlibat berbagai aksi demonstrasi anti pemerintah, menunjukan sikap

Salah satu unsur demokrasi yaitu kebebasan untuk berserikat dan berkumpul (berorganisasi), yang juga merupakan salah satu hak yang dijamin oleh hukum dan perjanjian internasional, juga masih belum sepenuhnya dijalankan oleh pemerintah Myanmar. Hal ini ditunjukan dengan hanya diperbolehnkannya NLD membuka dan melakukan aktifitas politiknya, sedangkan partai-partai lain (mengacu kepada pemilu Myanmar tahun 1990), masih tidak diperbolehkan untuk membuka kantor dan melakukan aktifitas politik. Sikap ini juga menunjukan tidak maunya Pemerintah Junta militer Myanmar mengakomodir dan memberikan ruang bagi saluran aspirasi politik kelompok minoritas, mengingat partai-partai politik di luar NLD, pada pemilu tahun 1990, rata-rata hanya memperoleh suara sekitar 2-11%.

Sikap-sikap pemerintah yang belum mau membuka diri sepenuhnya terhadap penegakan HAM dengan alasan perlu adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk mencapai sebuah kondisi masyarakat dan negara dimana demokrasi dan HAM dapat berjalan dengan baik, dan untuk menjaga proses tersebut, perlu adanya pengawasan dan pengaturan dari pemerintah yang kuat, dalam hal ini pemerintahan militerlah yang mampu menjalankan tanggung jawab tersebut. Hal ini sejalan dengan prinsip discipline-flourishing democracy yang dicanangkan oleh pemerintah, yang pada akhirnya membuat proses penegakan HAM sulit untuk dilakukan di Myanmar, atau paling tidak masih membutuhkan Sikap-sikap pemerintah yang belum mau membuka diri sepenuhnya terhadap penegakan HAM dengan alasan perlu adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk mencapai sebuah kondisi masyarakat dan negara dimana demokrasi dan HAM dapat berjalan dengan baik, dan untuk menjaga proses tersebut, perlu adanya pengawasan dan pengaturan dari pemerintah yang kuat, dalam hal ini pemerintahan militerlah yang mampu menjalankan tanggung jawab tersebut. Hal ini sejalan dengan prinsip discipline-flourishing democracy yang dicanangkan oleh pemerintah, yang pada akhirnya membuat proses penegakan HAM sulit untuk dilakukan di Myanmar, atau paling tidak masih membutuhkan