Izin Usaha Angkutan
Pasal 38
Pengusahaan angkutan orang dengan kendaraan umum dapat dilakukan oleh :
a. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah; b. badan usaha milik swasta nasional;
c. koperasi; d. perorangan warga negara Indonesia.
Pasal 39
1 Untuk melakukan usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38, wajib memiliki izin usaha angkutan.
2 Izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dapat
digunakan untuk mengusahakan : a. angkutan orang dalam trayek tetap dan teratur;
b. angkutan orang tidak dalam trayek.
3
Untuk memperoleh izin usaha angkutan, wajib memenuhi persyaratan :
a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP; b. memiliki akte pendirian perusahaan bagi pemohon yang
berbentuk badan usaha, akte pendirian koperasi bagi pemohon yang berbentuk koperasi, tanda jati diri bagi pemohon
perorangan;
c. memiliki surat keterangan domisili perusahaan; d. memiliki surat izin tempat usaha SITU;
e. pernyataan kesanggupan untuk memiliki atau menguasai 5
lima kendaraan bermotor untuk pemohon yang berdomisili di pulau Jawa dan Sumatera;
25
f. pernyataan kesanggupan untuk menyediakan fasilitas
penyimpanan kendaraan.
Pasal 40
1 Permohonan izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 ayat 1, diajukan kepada : a. Bupati atau Walikota sesuai domisili perusahaan;
b. Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk
pemohon yang berdomisili di Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
c. Gubernur Kepala Daerah Propinsi Riau untuk pemohon yang
berdomisili di kota Batam.
2
Izin usaha angkutan diberikan oleh pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.
Pasal 41
1 Pemberian atau penolakan izin usaha, diberikan oleh pejabat
pemberi izin selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 empat belas hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
2 Penolakan atas permohonan izin usaha angkutan sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan penolakan.
Pasal 42
Pengusaha angkutan umum yang telah mendapatkan izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat 1, diwajibkan :
a. memiliki danatau menguasai sekurang-kurangnya 5 lima
kendaraan sesuai dengan peruntukan, yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan;
b. memiliki danatau menguasai tempat penyimpanan kendaraan
pool kendaraan;
c. melakukan kegiatan usaha angkutan selambat-lambatnya dalam
waktu 6 enam bulan, sejak diterbitkan izin usaha angkutan;
26
d. melaporkan kegiatan usaha setiap tahun kepada pejabat pemberi izin usaha angkutan;
e. mentaati ketentuan wajib angkut kiriman pos sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos, ketentuan mengenai dana pertanggungan wajib kecelakaan
penumpang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964 beserta peraturan pelaksanaannya dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku lainnya yang berkaitan dengan bidang usaha angkutan;
f. melaporkan apabila terjadi perubahan pemilikan perusahaan atau
domisili perusahaan.
Pasal 43
Bentuk permohonan izin usaha angkutan, bentuk izin usaha angkutan, pembekuan izin usaha angkutan, pencabutan izin usaha
angkutan, formulir laporan usaha angkutan dan penolakan izin usaha angkutan, sebagaimana tercantum dalam Contoh 1 sampai dengan
Contoh 6 Lampiran II Keputusan ini.
Pasal 44
Perusahaan angkutan umum dapat mengembangkan usaha danatau membuka cabang di propinsi lain dengan memenuhi persyaratan
sebagai berikut : a. menggunakan nomor kendaraan sesuai domisili cabang tersebut;
b. melaporkan dan terdaftar di Pemerintah Daerah Kota Kabupaten
sesuai domisili cabang perusahaan yang bersangkutan;
c. menunjuk penanggung jawab cabang perusahaan yang mewakili
perusahaan.
Bagian Kedua Izin Trayek
Pasal 45
27
1 Untuk melakukan kegiatan angkutan dalam trayek tetap dan teratur wajib memiliki izin trayek.
2 Izin trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, diberikan oleh :
a. Direktur Jenderal, untuk trayek antar kota antar propinsi dan trayek yang melewati lintas batas negara serta trayek perkotaan
yang melalui perbatasan daerah propinsi; b. Gubernur Kepala Daerah Propinsi, untuk trayek angkutan
antar kota dalam propinsi dan trayek perkotaan yang melalui perbatasan administratif daerah kota kabupaten dalam satu
propinsi;
c. Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, untuk
trayek dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
d. Gubernur Kepala Daerah Propinsi Riau, untuk trayek dalam
daerah kota Batam;
e. Bupati Kepala Daerah Kabupaten, untuk trayek pedesaan; f. Walikota Kepala Daerah Kota, untuk trayek dalam daerah
kota.
3 Permohonan izin trayek diajukan kepada pejabat sebagaimana
dimaksud dalam ayat 2.
4 Jenis-jenis permohonan izin trayek untuk angkutan orang dalam
trayek tetap dan teratur terdiri dari : a. permohonan izin trayek baru;
b. permohonan perubahan dan atau perpanjangan masa
berlakunya;
c. permohonan perubahan izin trayek. 5 Izin trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, memuat :
a. nomor surat keputusan; b. nomor induk perusahaan;