Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

tinggi. Beda halnya dengan responden dengan tingkat pendidikan Sarjana yang menunjukkan bahwa 66,7 memiliki harga diri rendah. Tabel distribusi frekuensi harga diri berdasarkan pekerjaan responden menunjukkan variasi data. Harga diri tinggi dimiliki oleh responden dengan pekerjaan IRT 71,9, wiraswasta 85,7, dan pengangguran 100. Sedangkan mayoritas responden yang memiliki harga diri rendah pada pekerjaan pegawai swasta 60. Begitu juga dengan mahsiswa dan guru, seluruh responden dengan prifesi tersebut memiliki harga diri rendah. Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa seluruh responden dengan tindakan kriminal perjudian, trafficking, dan lakalantas memiliki harga diri tinggi. Sebahagian besar responden yang memiliki harga diri yang tinggi yaitu responden dengan tindakan kriminal narkotika 76,8, penganiayaan 80, dan pencurian 60. Hasil yang berbeda ditunjukkan responden dengan tindakan kriminal penggelapan yang sebahagian besar responden 75 memiliki harga diri rendah.

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pembahasan untuk menjawab pernyataan penelitian tentang harga diri narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan yang memiliki hasil harga diri tinggi yaitu 74,3. Desain deskriptif penelitian ini bertujuan untuk mengetahui harga diri narapidana wanita. Dari hasil analisa data terhadap karakteristik responden yaitu: usia, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, tindakan kriminal Universitas Sumatera Utara yang dilakukan, lama pidana, lama vonis yang dijalani, sisa vonis masa tahanan, dan sudah berapa kali menjadi tahanan tidak mempengaruhi tingkat harga diri narapidana. Namun jika dilihat dari banyaknya usia yang menjadi narapidana usia 21-40 tahun adalah usia yang terbanyak. Rentang usia ini merupakan tahapan masa dewasa awal masa dewasa diniyoung adult. Hal ini disebabkan karena pada masa ini terjadi masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, komitmen, nilai-nilai, dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Masa dewasa dini juga disebut dengan masa bermasalah. Masalah-masalah ini berbeda dengan masalah baru yang belum pernah dialami sebelumnya. Pada masa ini terjadi transisi dari remaja ke dewasa sehingga butuh penyesuaian diri, namun dewasa dini sangat sulit menyesuaikan diri. Hal ini diakibatkan sedikit sekali orang muda yang mempunyai persiapan untuk menghadapi masalah-masalah yang perlu diatasi sebagai orang dewasa. Selain itu, orang-orang muda tidak memperoleh bantuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah mereka; tidak seperti waktu mereka dianggap belum dewasa Elizabeth B. Hurlock. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 74 responden narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan, mayoritas responden memiliki harga diri tinggi yaitu 55 responden. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar, K 2008 di tempat yang sama namun pada remaja putri yang menyatakan bahwa 71 narapidana memiliki harga diri yang tinggi. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Nurrahma 2013 dengan judul Perbedaan Self Esteem Narapidana Universitas Sumatera Utara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Malang. Penelitian ini menunjukkan bahwa harga diri narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Malang dalam kategori tinggi dan sedang. Tingginya harga diri pada penelitian dengan responden usia dewasa sesuai dengan hasil analisa Galambos, Barker Krahn 2006 yang menyatakan bahwa pada masa krisis usia dewasa 18 hingga 25 tahun harga diri meningkat. Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Orth, Trzesniewski Robins dalam journal of personality and social psychology: Self Esteem Development from Young Adulthood to Old Age 2010 bahwa harga diri akan meningkat mengikuti lintasan perkembangan dan rentang kehidupan dewasa awal dini dan madya tengah. Harga diri akan mencapai puncak tertinggi pada usia lanjut. Harga diri yang tinggi pada mayoritas responden narapidana disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat menumbuhkan harga diri seseorang walaupun dalam kondisi sebagai narapidana. Salah satu faktor yang mendukung harga diri tersebut adalah lingkungan. Faktor lingkungan yang cukup berperan dalam hal ini adalah adalah keluarga dan teman terutama yang sering menjenguk narapidana. Dukungan sosial yang positif dan penerimaaan terhadap narapidana sebagaimana adanya menjadikan narapidana juga dapat menerima dirinya dengan baik. Berdasarkan penelitian Nurmalasari 2007 tentang hubungan dukungan sosial dengan harga diri pada remaja penderita penyakit Lupus menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan harga diri. Semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi pula harga dirinya. Selain keluarga, teman sesama narapidana juga memiliki peranan Universitas Sumatera Utara penting. Narapidana menganggap bahwa mereka adalah keluarga yang memiliki nasib yang sama. Anggapan ini juga selaras dengan ungkapan salah seorang mantan narapidana yang bernama Brian di Amerika dalam journal: After incarceration and adult learning: a collaborative inquiry and writing project 2015. Brian menyatakan bahwa ia memiliki sikap pesimis terhadap keluarga. Hal yang dialami Brian saat masuk penjara adalah sebuah perjuangan dan teman sesama narapidana adalah keluarga sesungguhnya. Keluarga sebenarnya bukan yang ada sejak lahir namun yang ada saat terjadi keterpurukan Hal ini ditunjukkan dari 45,9 jawaban responden sangat setuju dan 44,6 setuju dengan pernyataan instrumen penelitian nomor 10 yaitu penerimaan diri dengan baik. Ardilla,F 2013 dalam penelitiannya tentang penerimaan diri pada narapidana wanita juga menunjukkan hasil yang sama yaitu narapidana secara umum memiliki penerimaan diri yang baik. Ada beberapa faktor yang mendukung penerimaan diri yang baik pada narapidana yakni adanya pandangan diri positif, sikap menyenangkan dari lingkungan baru, dalam hal ini lingkungan dalam Lembaga Pemasyarakatan dan yang paling penting adalah dukungan keluarga terdekat yang diberikan secara konsisten. Sebaliknya, jika sikap keluarga yang tidak dapat menerima narapidana dengan baik maka narapidana juga tidak dapat menerima dirinya sendiri dengan baik. Penerimaan diri merupakan salah satu aspek dalam harga diri. Gagasan ini juga senada dengan pendapat Sutataminingsih 2009 yang menyatakan bahwa harga diri dapat bersumber dari luar diri. Ketika orang lain dan lingkungan tidak memberikan penghargaan bagi individu maka Universitas Sumatera Utara harga diri tidak tercipta namun jika orang lain memberikan penghargaan maka akan tercipta harga diri yang baik. Penerimaan diri oleh narapidana juga sejalan dengan pernyataan instrumen penelitian nomor 2 yaitu perasaan buruk terhadap diri sendiri. Rata-rata responden 35,1 tidak setuju jika dirinya buruk. Narapidana mengutarakan bahwa status dan kondisi di Lembaga Pemasyarakatan tidak membuat dan menjadikannya buruk. Kondisi Lembaga Pemasyarakatan yang sudah kelebihan kapasitas tidak terlalu mempengaruhi tingkat harga diri menjadi rendah. Narapidana juga menambahkan bahwa jumlah mereka yang banyak justru mempererat hubungan terkhusus dalam hal berbagi nasib yang sama. Narapidana menyadari bahwa mereka adalah sebuah kelompok yang sama. Menurut Bierstedt dalam Sunarto 2004, kelompok seperti ini disebut dengan kelompok kemasyarakatan. Kelompok kemasyarakatan merupakan kelompok yang memenuhi satu persyaratan, yaitu kesadaran akan persamaan diantara mereka dalam hal ini persamaan nasib dan status sebagai narapidana. Dengan adanya kesadaran narapidana yang terikat dalam satu kelompok, maka kelebihan kapasitas bukan menjadi masalah yang terlalu besar. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Harsono 1995 yang menyatakan bahwa jumlah narapidana yang melebihi kapasitas dalam lapas dapat menurunkan harga diri loos of prestige. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lapas UU RI Nomor 12 tahun 1995 Pasal 1 ayat 8. Hilang kemerdekaan dimaksudkan karena narapidana ditempatkan khusus terpisah dari lingkungan luar, namun hal ini tidak menjadikan narapidana berbeda dengan orang lain yang Universitas Sumatera Utara bebas diluar. Kenyataan ini terbukti dengan mayoritas responden 41,9 setuju bahwa narapidana bisa melakukan kegiatan yang sama seperti kebanyakan orang lain pernyataan instrumen nomor 4. Hal tersebut juga didukung oleh visi dan misi Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia terkhusus Tanjung Gusta Medan yang semata-mata memperlakukan narapidana layaknya orang biasa yang tidak sedang dihukum namun dalam beberapa aturan tertentu dengan upaya pemasyarakatan. Upaya ini dilakukan sesuai dengan makna pemasyarakatan yaitu mempersiapkan narapidana kelak suatu saat masa hukumannya telah berakhir dan kembali bermasyarakat dapat menjadi manusia yang lebih baik. Selain itu, pihak lapas membina narapidana dengan baik dengan cara membimbing dan memfasilitasi berbagai kegiatan positif. Kegiatan-kegiatan yang difasilitasi oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan berupa bimbingan dan pembinaan jasmani maupun rohani. Adanya kegiatan senam bersama antara petugas lapas dan narapidana tanpa membeda-bedakan satu sama lain. Hal ini dimaksudkan dengan tujuan agar narapidana tidak merasa rendah diri melainkan berharga sama seperti yang lain. Perasaan berharga sama seperti orang lain instrumen penelitian nomor 7 dijawab dengan 40,5 sangat setuju dan 43,2 setuju oleh responden. Pada umumnya, manusia pernah merasa gagal dalam hidupnya. Kegagalan yang dialami setiap orang berbeda-beda tergantung bagaimana seseorang menanggapinya. Beberapa orang menganggap dirinya cenderung gagal dalam melakukan sesuatu hal pernyataan instrumen penelitian nomor 9. Seseorang yang memiliki harga diri tinggi akan memandang kegagalan sebagai proses pembelajaran dan dapat bangkit kembali. Dalam penelitian ini sebanyak 25,7 Universitas Sumatera Utara menyetujui pernyataan tersebut. Narapidana mengungkapkan bahwa tindakan kriminal yang telah mereka lakukan adalah salah satu contoh bukti kegagalan. Ada juga yang mengungkapkan bahwa tindakan kriminal itu justru dilakukan karena banyaknya kegagalan yang dialami terkhusus dalam hal ekonomi. Kesulitan ekonomi mendorong dan menjerumuskan kepada tindakan kriminal terutama narkotika. Namun tidak semua beranggapan demikian, 37,8 tidak setuju bahwa mereka cenderung gagal dalam melakukan sesuatu hal dalam hidupnya. Pada penelitian ini rata-rata responden 33,8 sangat tidak setuju jika disebut tidak berguna pernyataan instrumen nomor 6. Narapidana mengutarakan bahwa walaupun dalam keadaan ditahan di lapas, mereka masih bisa berguna bagi orang lain setidaknya bagi sesama narapidana yang sedang ditahan. Menurut Rossenberg 1965, salah satu karakteristik yang menandakan seseorang memiliki harga diri yang tinggi adalah ketika dapat merasa puas dengan dirinya instrumen penelitian nomor 1. Mayoritas responden 48,6 merasa puas dengan diri mereka. Perasaan puas ini tidak terlepas dari pikiran bahwa sebenarnya seseorang tersebut memiliki kualitas yang baik dalam diri instrumen penelitian nomor 2. Kualitas ini dapat berupa kemampuan, keterampilan, ilmu dan lain-lain. Mayoritas responden 48,6 merasa bahwa mereka memiliki kualitas yang baik dalam diri mereka namun kadang kualitas itu tidak dapat dilihat dan ditunjukkan karena tertutup oleh kesalahan pidana. Dengan adanya kualitas yang baik dalam diri individu, mengartikan bahwa ada yang dapat dibanggakan dari diri. Mayoritas responden yang setuju dengan Universitas Sumatera Utara hal ini juga menghasilkan jawaban yang bahwa ada yang bisa dibanggakan dalam dir instrumen nomor 5. Mayoritas responden 47,3 tidak setuju dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa tidak ada yang bisa dibanggakan dari diri mereka. Tindakan kriminal yang telah menjerumuskan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan menimbulkan kesadaran bahwa seharusnya setiap orang dapat menghormati dirinya bagaimanapun keadaannya. Selama ini, rasa hormat terhadap diri cenderung rendah sehingga pada akhirnya mereka berharap dapat dapat memperbaikinya. Jawaban ini dinyatakan dengan 36,5 responden berharap bisa lebih menghormati dirinya pernyataan instrumen nomor 8. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat harga diri sesorang yang terdapat dalam karakteristik demografi responden, diantaranya tingkat intelegensia pendidikan dan ras. Teori menunjukkan tingkat pendidikan berbanding lurus dengan harga diri. Dari data responden yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SD, 60 meniliki harga diri tinggi. Responden dengan pendidikan terakhir SMP mayoritas memiliki harga diri tinggi juga yaitu 80,8. Presentasi harga diri tinggi menurun pada tingkat SMA yaitu 77,1. Hasil harga diri berbanding terbalik pada tingkat pendidikan sarjana. Dari 3 orang, hanya 1 responden yang memiliki harga diri tinggi 33,3. Hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan Orth, dkk 2010 yakni semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula harga dirinya. Hal ini disebabkan karena narapidana mengalami perubahan psikologis sebelum dan sesudah menjadi tahanan. Pada keadaan yang normal, seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi sarjana Universitas Sumatera Utara memiliki harga diri yang tinggi. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional atau trauma secara tiba-tiba seperti rasa malu karena dipenjara Stuart, dalam Maryatun 2011. Hal inilah yang menyebabkan terjadi degradasi harga diri seorang dengan pendidikan tinggi. Indonesia merupakan negara dengan bermacam-macam suku bangsa. Dari 74 responden penelitian, terdapat 6 jenis suku yaitu batak, jawa, padang, melayu, aceh, cina, dan banjar dengan harga diri yang bermacam-macam. Suku padang, melayu, aceh dan banjar memiliki harga diri tinggi 100. Responden batak mayoritas 70,6 dengan harga diri tinggi, suku jawa dan cina 66,7 dengan harga diri tinggi. Perbedaan-perbedaan ini disebabkan pengaruh budaya dan kebiasaan masing-masing suku. Perspektif ini sesuai dengan studi komparatif dalam Yuniardi dan Dayakisni 2003 terkait pencapaian tugas tertentu anak-anak berbagai suku Inuit di Kanada, Baoul di Afrika dan Aranda di Australia. Hasilnya menunjukkan bahwa setiap suku berbeda tergantung kebiasaan dan budaya. Berdasarkan studi tersebut, dapat dikatakan bahwa setiap suku memiliki cara pengasuhan dan didikan yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi cara berpikir, bertingkah laku dan psikologis seseorang. Hal ini juga dapat mempengaruhi seseorang dalam menghadapi stressor. Pada penelitian ini, stressornya adalah keadaan Lapas dan status narapidana yang menentukan tingkat harga diri. Selain tingkat pendidikan terakhir dan suku narapidana, lama pidana yang diterima oleh responden juga bermacam-macam mulai satu tahun hingga 12 tahun tidak mempengaruhi harga diri narapidana. Hasil ini tidak sesuai dengan Universitas Sumatera Utara pernyataan Lone dalam Maryatun,2011 bahwa masa hukuman yang berlangsung lama akan menimbulkan berbagai masalah psikologis seperti harga diri rendah selama masa tahanan. Status sosial dan ekonomi yang rendah mempengaruhi tingkat harga diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan tergantung pada jumlah penghasilan finansial. Narapidana yang merupakan pengangguran sebelum ditahan di Lapas memiliki harga diri yang tinggi. Hasil ini tidak sejalan dengan pendapat Erikson, Jahoda dan Seligmen dalam Goldsmith, Veum JR, 1997 pada journal Unemployment, joblessness, psychological well-being and self-esteem: Theory and evidence yang menyatakan bahwa akibat yang ditimbulkan pada kesehatan mental bila seseorang menjadi pengangguran adalah memperburuk harga diri. Pengangguran berhubungan dengan memburuknya tingkat harga diri juga dikemukakan dalam journal Unemployment, Self-Esteem, and Depression: A Social Comparison Theory Approach oleh Sheeran, Abrams Orbell pada tahun 1995. Pendapat-pendapat yang menyebutkan rendahnya harga diri pada pengangguran berbeda dengan yang dialami oleh narapidana. Lapas sangat membantu narapidana yang kesulitan ekonomi dan tidak memiliki pekerjaan dapat terlindungi dengan segala kebutuhan yang telah disediakan sehingga pengangguran terhindar dari tuntutan ekonomi dan rasa malu akibat tidak memiliki pekerjaan. Harga diri rendah narapidana sebanyak 25,7 dari total responden. Dalam Maryatun, 2011 disebutkan bahwa faktor sosial budaya dapat mempengaruhi tingkat harga diri. Kondisi sosial tempat seseorang bertumbuh dan berkembang Universitas Sumatera Utara misalnya lingkungan keluarga, sekolah, dan tempat tinggal. Lingkungan atau pergaulan sosial yang kondusif memberikan pengaruh pada perkembangan jiwakepribadian seseorang ke arah yang lebih baik dan sehat. Sebaliknya, bila lingkungan tersebut tidak kondusif maka akan beresiko terganggunya perkembangan jiwa kepribadian. Selama narapidana menjalani hukumannya di lapas, maka ia akan mengalami kehilangan kebebasan, pekerjaan, dan perannya didalam keluarga dan masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan penilaian negatif dan kegagalan pencapaian ideal diri serta kegagalan peran yang merupakan ciri dari kehilangan harga diri. Universitas Sumatera Utara 61

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terkait harga diri narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan tahun 2015 dihasilkan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut.

6.1 Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan terhadap 74 orang responden narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan menunjukkan bahwa sebahagian besar narapidana wanita dewasa tergolong usia dewasa awal 21-40 tahun yaitu 81,1. Agama islam menjadi agama mayoritas yang dianut yaitu 87,8. Responden sekitar 45,9 berasal dari suku batak. Tingkat pendidikan SMA lebih banyak dijalani oleh responden yaitu 47,3. Rata-rata responden bekerja sebagai ibu rumah tangga 43,2. Berdasarkan status pernikahan, 47,3 responden merupakan janda. Berdasarkan jenis kasus yang menjerat sampel menjadi seorang narapidana mayoritas dikarenakan tindakan narkotika 75,7. Rata-rata lama pidana yang diterima selama rentang waktu 31-60 bulan55,4 dan 95,9 baru menjalani vonis tahanan selama 1 -30 bulan serta 37 orang responden memiliki sisa vonis dalam rentang waktu 31-60 bulan yaitu 50. Berdasarkan frekuensi menjadi seorang narapidana, hampir seluruh responden merupakan narapidana baru baru pertama kali ditahan yaitu 97,3. Universitas Sumatera Utara