11 ekstraksi kontiniu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. c.
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontiniu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan kamar , yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40 - 50
o
C. d.
Infudansi adalah proses penyarian dengan pelarut air pada temperatur 90
o
C selama waktu tertentu 15 - 20 menit.
e. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90
o
C selama 30 menit
2.3 Uji Klinis
Uji klinis merupakan penelitian eksperimental terencana yang dilakukan pada manusia. Peneliti memberikan perlakuan atau intervensi pada manusia,
kemudian efek perlakuan tersebut diukur dan dianalisis. Uji klinis bervariasi dari uji efektivitas obat sederhana yang hanya melibatkan beberapa puluh pasien dan
dapat dilaksanakan satu peneliti hingga uji klinis multisenter yang memiliki organisasi yang rumit, jumlah peserta dan peneliti yang banyak, sistem infor masi
dan manajemen yang kompleks Sastroasmoro, 2011. Uji klinis ini dilakukan baik untuk pengembangan obat sintetik maupun obat herbal.
Tujuan dilakukannya uji klinis pada obat herbal antara lain: a.
Pembuktian secara ilmiah kemanfaatan sediaan herbal sesuai dengan indikasi yang akan menjadi fitofarmaka.
b. Pembuktian secara ilmiah keamanan dan kemanfaatan pengobatan tradisional
termasuk cara, alat, bahan dan ramuan yang telah dilakukan setelah
Universitas Sumatera Utara
12 menunjukkan adanya kemanfaatan berdasarkan observasi klinik.
c. Pengembangan tanaman obat yang mengarah pada pengembangan zat kimia
baru sebagai bahan obat Dirjen Bina Kesmas, 2004. Uji klinis ramuan atau tanaman obat yang akan dikembangkan sebagai
produk obat tradisional membutuhkan beberapa persyaratan diantaranya: a. Data keamanan, meliputi toksiksitas akut, toksiksitas subkronik dan toksiksitas
khusus bila diperlukan. b. Data manfaat khasiat praklinis.
c. Teknologi formulasi sederhana untuk pembuatan formulasi. d. Menentukan zat identitas, zat aktif atau finger print sehingga dapat dibuat jadi
produk obat terstandar. Uji klinis obat tradisional pada pengobatan tradisional dibedakan menjadi
uji klinis terhadap praktek yang sudah ada dan telah menunjukkan kemanfaatan berdasarkan hasil observasi klinis dan uji klinis untuk menetapkan intervensi
klinis baru. Uji klinis intervensi baru, harus mengikuti tahapan seperti obat baru yang didahului dengan data praklinis, teknik formulasi, uji klinis fase I, II dan III,
sedangkan untuk uji klinis pengobatan tradisional yang kemanfaatannya sudah ditunjukkan dengan observasi klinik dapat dilanjutkan dengan uji klinis skala kecil
dan kriteria klinis lebih ketat, seperti pada fase II atau III Dirjen Bina Kesmas, 2004.
Uji klinis terdiri dari 4 fase yaitu: Fase I : Pengujian pada suatu obat baru yang baru pertama kali digunakan
untuk menilai keamanan dan tolerabilitas obat pada sukarelawan sehat. Jumlah subyek pada fase ini 20 - 50 orang.
Universitas Sumatera Utara
13 Fase IIA : Pengujian pada pasien dalam jumlah terbatas dan tanpa
pembanding kontrol Fase IIB : Pengujian dilakukan pada pasien dengan membandingkannya dengan
plasebo atau obat standar kontrol. Fase III : Pengujian pada fase ini dilakukan dengan mengevaluasi obat
dibandingkan dengan obat standar dengan desain uji klinis acak terkontrol, multisenter dan jumlah subyek yang diikutsertakan pada
fase ini minimal 500 orang. Fase IV : Pengujian yang dilakukan pasca pemasaran, untuk mengamati efek
samping yang jarang atau lambat timbulnya Setiawati, dkk., 2007.
2.4 Dislipidemia