Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian Kapsul Kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) dan Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap Kadar ALT dan AST pada Pasien Dislipidemia
UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN
KAPSUL KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO
(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) DAN DAUN SALAM
(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) TERHADAP KADAR
ALT DAN AST PADA PASIEN DISLIPIDEMIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
DESI ANDRIANI
NIM 121524171
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN
KAPSUL KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO
(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) DAN DAUN SALAM
(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) TERHADAP KADAR
ALT DAN AST PADA PASIEN DISLIPIDEMIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
DESI ANDRIANI
NIM 121524171
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian Kapsul Kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) dan Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap Kadar ALT dan AST Pada Pasien Dislipidemia”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai. Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., dan Bapak Dr. dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., selaku ketua penguji, Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., selaku kepala Laboratorium Obat
(5)
Tradisional Fakultas Farmasi USU, serta Ibu Dra. Aswita Hafni, M.Si., Apt. selaku kepala Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan izin dan fasilitas selama melakukan penelitian. Bapak/Ibu staf pengajar dan pegawai Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik dan memberi bantuan selama penelitian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta, Ayahanda H. Asri, Ibunda Hasnidar (Alm) dan Kakanda Yanti Nanda Pratama, serta keluarga besar yang senantiasa memberikan doa, semangat dan dukungan yang tak ternilai. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sukarelawan yang telah bersedia menjadi subyek penelitian ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Allah membalas segala budi baik dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, Juli 2015 Penulis,
Desi Andriani NIM 121524171
(6)
UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN KAPSUL KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata
(Burm.f.) Nees) DAN DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) TERHADAP KADAR ALT DAN AST PADA PASIEN DISLIPIDEMIA
ABSTRAK
Hati merupakan organ utama dalam metabolisme obat. Kerusakan sel-sel hati dapat ditandai dari beberapa parameter, antara lain dari peningkatan kadar ALT dan AST. Hasil penelitian secara pra-klinis terhadap ekstrak herba sambiloto dan daun salam menunjukkan bahwa ekstrak uji tidak toksik terhadap hati dan memiliki efek terhadap penurunan kadar kolesterol dan trigliserida secara sinergis. Ekstrak herba sambiloto memiliki efek lebih efektif terhadap penurunan kadar kolesterol, sedangkan ekstrak daun salam lebih efektif terhadap penurunan kadar trigliserida. Tujuan dilakukan uji klinis ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam terhadap kadar ALT dan AST pada pasien dislipidemia.
Penelitian ini menggunakan metode uji klinis terbuka (open trial) yaitu peneliti maupun peserta mengetahui obat yang diberikan dan dengan desain atau rancangan ulang (one group pre-postest design) yaitu uji dilakukan menggunakan satu kelompok perlakuan serta dilakukan pengamatan sebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Tahapan penelitian yaitu pengumpulan tanaman, identifikasi tanaman, pengolahan bahan tanaman, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan kapsul dan uji klinis pendahuluan. Kapsul ekstrak herba sambiloto dan daun salam dibuat dengan dosis masing-masing 100 mg. Uji klinis pendahuluan pemberian kapsul tersebut diberikan kepada 20 pasien dislipidemia dengan dosis 3 x 1 kapsul sehari selama 28 hari, selanjutnya dilakukan pengukuran kadar ALT dan AST pada hari 0, hari ke-14 dan hari ke-28.
Hasil karakteristik herba sambiloto dan daun salam memenuhi persyaratan monografi Materia Medika Indonesia edisi III dan edisi IV, hasil uji pra-formulasi dan evaluasi kapsul kombinasi herba sambiloto dan daun salam memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi III.
Hasil uji klinis pendahuluan pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam memberikan pengaruh terhadap kadar ALT dan AST pada pasien dislipidemia yaitu dapat menurunkan kadar ALT dan AST.
(7)
PRELIMINARY CLINICAL TRIALS EFFECT OF COMBINATION CAPSULEEXTRACT BITTER HERBS (Andrographis paniculata (Burm.f.)
Nees) AND BAY LEAVES (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) ON ALT AND AST LEVELS OF DYSLIPIDEMIA PATIENTS
ABSTRACT
The liver is central organ of drug metabolism. Damage of liver cell can be marked from several parameters, such as from increased levels of ALT and AST. The results of pre-clinical research to extract the bitter herbs and bay leaves indicate that the extract is not toxic to the liver and having effect of the decreased cholesterol and triglyceride levels synergistically. The bitter herbs extract more effective on the decrease cholesterol levels, whereas the bay leaf extract more effective on the decrease triglyceride levels. The purpose of this clinical trial to determine effect of combination capsule extract bitter herbs and bay leaves on ALT and AST levels of dyslipidemia patients.
This study uses the open clinical trials is researchers or participants know the drugs given and with the design of one group pre-postest is test using one group of treatment and observation before and after of treatment. Stages of research is the collection of plants, plants identification, plants processing, examination simplex characteristics, manufacture extract, manufacture capsule dosage and the preliminary clinical trials. The capsule of extract bitter herbs and bay leaves was made with each dose 100 mg. Preliminary clinical trials of capsule given to 20 dyslipidemia patients with a dose of 3 x 1 capsule daily for 28 days, then measured of ALT and AST levels in day 0, day 14 and day 28.
The results characteristic of bitter herbs and bay leaves qualify with monograph of Materia Medical Indonesian third edition and fourth edition, the results pre-test and evaluation of capsule formulation combination bitter herbs and bay leaves qualify with Pharmacopoeia Indonesia third edition.
The results preliminary clinical trials of combination capsule extract bitter herbs and bay leaves showed effect on ALT and AST levels of dyslipidemia patients is reducing of ALT and AST levels.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Sambiloto ... 7
(9)
2.1.2 Morfologi tanaman ... 7
2.1.3 Nama lain ... 8
2.1.4 Kandungan kimia ... 8
2.1.5 Manfaat tanaman ... 8
2.2 Daun Salam ... 9
2.2.1 Sistematika tanaman ... 9
2.2.2 Morfologi tanaman ... 9
2.2.3 Nama lain ... 10
2.2.4 Kandungan kimia ... 10
2.2.5 Manfaat tanaman ... 10
2.3 Ekstraksi ... 10
2.4 Dislipidemia ... 12
2.4.1 Profil lipid ... 12
2.4.2 Terapi obat dislipidemia ... 16
2.5 Metabolisme obat ... 18
2.6 Hati ... 18
2.6.1 Anatomi hati ... 19
2.6.2 Fungsi hati ... 19
2.6.3 Biokimia hati ... 20
2.6.4 Gangguan fungsi hati akibat zat toksik ... 23
BAB III METODE PENELITIAN ... 24
3.1 Bahan dan Alat yang Digunakan ... 24
3.1.1 Bahan-bahan yang digunakan ... 24
(10)
3.2 Penyiapan Bahan Tanaman ... 25
3.2.1 Pengambilan bahan tanaman ... 25
3.2.2 Identifikasi tanaman ... 25
3.2.3 Pengolahan bahan tanaman ... 25
3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 26
3.3.1 Pemeriksaan makroskopik ... 26
3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 26
3.3.3 Penetapan kadar air ... 26
3.3.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 27
3.3.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 27
3.3.6 Penetapan kadar abu total ... 28
3.3.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 28
3.4 Pembuatan Ekstrak ... 28
3.4.1 Pembuatan ekstrak herba sambiloto ... 28
3.4.2 Pembuatan ekstrak daun salam ... 29
3.5 Pembuatan Sediaan ... 29
3.5.1 Formula sediaan kapsul uji ... 29
3.5.2 Pembuatan sediaan kapsul uji ... 30
3.5.3 Pengujian pra-formulasi ... 30
3.5.4 Evaluasi sediaan kapsul uji ... 31
3.6 Uji Klinis pendahuluan ... 32
3.6.1 Desain penelitian ... 32
3.6.2 Tempat penelitian ... 32
(11)
3.6.4 Teknik pengambilan subyek penelitian ... 32
3.6.5 Jumlah subyek penelitian ... 32
3.6.6 Kriteria inklusi dan eksklusi subyek penelitian ... 33
3.6.7 Pemberian sediaan uji ... 34
3.6.8 Tahapan kerja uji klinis pendahuluan ... 34
3.6.9 Pemeriksaan medis ... 34
3.6.10 Pengambilan dan pemeriksaan sampel darah ... 35
3.6.11 Tindakan keamanan ... 35
3.7 Lembar Persetujuan Pasien Setelah Penjelasan Penelitian (Informed Consent) ... 36
3.8 Izin Komite Etik ... 36
3.9 Analisis Data ... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1 Hasil Identifikasi Tanaman ... 37
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 37
4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ... 37
4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik ... 38
4.2.3 Hasil karakterisasi simplisia ... 38
4.3 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia ... 40
4.4 Hasil Pengujian Pra-Formulasi dan Evaluasi Sediaan Kapsul Uji ... 40
4.5 Data Dasar Pasien Dislipidemia ... 41
4.6 Hasil Pemeriksaan Kadar ALT dan AST ... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
(12)
5.2 Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA ... 54 LAMPIRAN ... 58
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Kadar profil lipid ... 13
2.2 Karakteristik aminotransferase terkait hati ... 21
4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia herba sambiloto ... 39
4.2 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun salam ... 39
4.3 Data demografi pasien dislipidemia ... 42
4.4 Hasil kadar ALT dan AST rata-rata dari 20 orang pasien dislipidemia ... 48
4.5 Hasil persentase penurunan kadar ALT dan AST rata-rata dari 20 orang pasien dislipidemia ... 49
(14)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Kerangka pikir penelitian ... 6 4.1 Diagram kadar ALT rata-rata pada hari 0, hari 14 dan hari
ke-28 ... 48 4.2 Diagram kadar AST rata-rata pada hari 0, hari ke-14 dan hari ke-
28 ... 49 4.3 Diagram persentase penurunan kadar ALT dan AST rata-rata pada
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Hasil identifikasi tanaman ... 58
2 Gambar tanaman dan herba sambiloto ... 59
3 Gambar tanaman dan daun salam ... 60
4 Gambar serbuk simplisia herba sambiloto dan daun salam ... 61
5 Gambar mikroskopik daun sambiloto dan serbuk simplisia herba sambiloto ... 62
6 Gambar mikroskopik daun salam dan serbuk simplisia daun salam ... 64
7 Hasil karakterisasi serbuk simplisia herba sambiloto ... 66
8 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun salam ... 69
9 Perhitungan rendemen ekstrak kental ... 72
10 Hasil uji pra-formulasi kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam ... 73
11 Hasil penyimpangan bobot kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam ... 74
12 Gambar formulasi sediaan dan sediaan kapsul ... 75
13 Surat persetujuan etik (ethical clearance) ... 76
14 Penjelasan kepada subjek penelitian ... 77
15 Lembar persetujuan pasien setelah penjelasan penelitian (informed consent) ... 78
16 Kuesioner untuk pasien ... 79
17 Hasil pemeriksaan vital sign pasien dislipidemia ... 83
18 Data pola makan pasien dislipidemia ... 84
(16)
20 Gambar sampel darah ... 86
21 Hasil laboratorium profil lipid pasien dislipidemia ... 87
22 Hasil laboratorium kadar ALT dan AST ... 88
23 Hasil perhitungan rasio de Ritis ... 91
24 Data analisis statistik dari hasil pemeriksaan kadar ALT ... 92
(17)
DAFTAR SINGKATAN
ALP : Alkaline phospatase ALT : Alanin aminotransferase AST : Aspartat aminotransferase
CETP : Cholesterol Ester Transfer Protein CYP : Cytochrome P450
GGT : Gamma Glutamil Transpeptidase HDL : High Density Lipoprotein
HDL-C : High Density Lipoprotein Cholesterol HMG-CoA : 3-Hydroxy-3-Methylglutaryl-Coenzyme A IDL : Intermediate Density Lipoprotein
IMT : Indeks Massa Tubuh
LCAT : Lecithin Cholesterol Acyl Transferase LDH : Laktat dehidrogenase
LDL : Low Density Lipoprotein
LDL-C : Low Density Lipoprotein Cholesterol LPL : Lipoprotein lipase
PPARs : Peroxisome ProliferatorActivated Receptors PUFA : Polyunsaturated fatty acids
ROS : Reactive Oxygen Species
SGPT : Serum Glutamat Piruvat Transaminase SGOT : Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase VLDL : Very Low Density Lipoprotein
(18)
UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN KAPSUL KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata
(Burm.f.) Nees) DAN DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) TERHADAP KADAR ALT DAN AST PADA PASIEN DISLIPIDEMIA
ABSTRAK
Hati merupakan organ utama dalam metabolisme obat. Kerusakan sel-sel hati dapat ditandai dari beberapa parameter, antara lain dari peningkatan kadar ALT dan AST. Hasil penelitian secara pra-klinis terhadap ekstrak herba sambiloto dan daun salam menunjukkan bahwa ekstrak uji tidak toksik terhadap hati dan memiliki efek terhadap penurunan kadar kolesterol dan trigliserida secara sinergis. Ekstrak herba sambiloto memiliki efek lebih efektif terhadap penurunan kadar kolesterol, sedangkan ekstrak daun salam lebih efektif terhadap penurunan kadar trigliserida. Tujuan dilakukan uji klinis ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam terhadap kadar ALT dan AST pada pasien dislipidemia.
Penelitian ini menggunakan metode uji klinis terbuka (open trial) yaitu peneliti maupun peserta mengetahui obat yang diberikan dan dengan desain atau rancangan ulang (one group pre-postest design) yaitu uji dilakukan menggunakan satu kelompok perlakuan serta dilakukan pengamatan sebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Tahapan penelitian yaitu pengumpulan tanaman, identifikasi tanaman, pengolahan bahan tanaman, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan kapsul dan uji klinis pendahuluan. Kapsul ekstrak herba sambiloto dan daun salam dibuat dengan dosis masing-masing 100 mg. Uji klinis pendahuluan pemberian kapsul tersebut diberikan kepada 20 pasien dislipidemia dengan dosis 3 x 1 kapsul sehari selama 28 hari, selanjutnya dilakukan pengukuran kadar ALT dan AST pada hari 0, hari ke-14 dan hari ke-28.
Hasil karakteristik herba sambiloto dan daun salam memenuhi persyaratan monografi Materia Medika Indonesia edisi III dan edisi IV, hasil uji pra-formulasi dan evaluasi kapsul kombinasi herba sambiloto dan daun salam memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi III.
Hasil uji klinis pendahuluan pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam memberikan pengaruh terhadap kadar ALT dan AST pada pasien dislipidemia yaitu dapat menurunkan kadar ALT dan AST.
(19)
PRELIMINARY CLINICAL TRIALS EFFECT OF COMBINATION CAPSULEEXTRACT BITTER HERBS (Andrographis paniculata (Burm.f.)
Nees) AND BAY LEAVES (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) ON ALT AND AST LEVELS OF DYSLIPIDEMIA PATIENTS
ABSTRACT
The liver is central organ of drug metabolism. Damage of liver cell can be marked from several parameters, such as from increased levels of ALT and AST. The results of pre-clinical research to extract the bitter herbs and bay leaves indicate that the extract is not toxic to the liver and having effect of the decreased cholesterol and triglyceride levels synergistically. The bitter herbs extract more effective on the decrease cholesterol levels, whereas the bay leaf extract more effective on the decrease triglyceride levels. The purpose of this clinical trial to determine effect of combination capsule extract bitter herbs and bay leaves on ALT and AST levels of dyslipidemia patients.
This study uses the open clinical trials is researchers or participants know the drugs given and with the design of one group pre-postest is test using one group of treatment and observation before and after of treatment. Stages of research is the collection of plants, plants identification, plants processing, examination simplex characteristics, manufacture extract, manufacture capsule dosage and the preliminary clinical trials. The capsule of extract bitter herbs and bay leaves was made with each dose 100 mg. Preliminary clinical trials of capsule given to 20 dyslipidemia patients with a dose of 3 x 1 capsule daily for 28 days, then measured of ALT and AST levels in day 0, day 14 and day 28.
The results characteristic of bitter herbs and bay leaves qualify with monograph of Materia Medical Indonesian third edition and fourth edition, the results pre-test and evaluation of capsule formulation combination bitter herbs and bay leaves qualify with Pharmacopoeia Indonesia third edition.
The results preliminary clinical trials of combination capsule extract bitter herbs and bay leaves showed effect on ALT and AST levels of dyslipidemia patients is reducing of ALT and AST levels.
(20)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kadar kolesterol serum yang meningkat pada usia muda (pria dengan usia rata-rata 22 tahun) berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian penyakit jantung koroner dan kematian pada usia pertengahan (± 50 tahun) (Santoso, dkk., 2009). Dislipidemia merupakan faktor utama risiko penyakit jantung. Dislipidemia dapat diartikan sebagai meningkatnya kolesterol total, LDL-C, kadar trigliserida dan penurunan konsentrasi HDL-C atau beberapa kombinasi tersebut yang tidak normal (Talbert, 2008).
Seseorang yang mengalami dislipidemia memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit kardiovaskular terutama penyakit jantung koroner. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama di dunia. Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter sebesar 0,5%, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%. Prevalensi penyakit jantung koroner dengan umur ≥15 tahun 2013 di provinsi Sumatera Utara berdasarkan diagnosis dokter sebanyak 0,5%, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,1% (Depkes RI, 2013).
Pengobatan penyakit jantung dengan cara modern memang sering dipilih masyarakat. Pengobatan tersebut sangat mahal sehingga pengobatan tradisional dijadikan pilihan, salah satunya ialah dengan memanfaatkan tanaman obat (Mursito, 2002).
(21)
lipid adalah herba sambiloto. Herba sambiloto mengandung senyawa fitokimia andrografolid yang memberikan aktivitas antihiperlipidemia. Pemberian ekstrak air herba sambiloto 100 dan 200 mg/kg BB dapat mencegah peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida pada tikus yang diberi diet kolesterol (Zuraini, dkk., 2006).
Daun salam juga terbukti menurunkan kadar kolesterol total. Daun salam mengandung flavonoid yang dapat menghambat enzim HMG-CoA reduktase. Infusa daun salam konsentrasi 5%, 10%, 20% mempunyai efek yang sama dalam menurunkan kadar kolesterol total darah tikus model dislipidemia dan potensinya setara dengan simvastatin (Prahastuti, dkk., 2011).
Hasil penelitian secara pra-klinis menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam memiliki efek penurunan kadar kolesterol dan trigliserida secara sinergis, karena ekstrak herba sambiloto memiliki efek lebih kuat terhadap penurunan kadar kolesterol, sedangkan ekstrak daun salam lebih efektif terhadap penurunan kadar trigliserida serta kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam mampu menurunkan kadar kolesterol dengan dosis lebih kecil. Kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam (50:50) memiliki efek penurunan kolesterol dan trigliserida, kekuatan dari kombinasi dari kedua ekstrak tersebut sama dengan dosis tunggal 100 mg/kg bb dari masing-masing ekstrak (Dinkes Sumut, 2007).
Obat tradisional agar dapat diterima di kalangan praktek kedokteran, maka pengembangan harus didasarkan pada prinsip-prinsip pengembangan obat dalam kedokteran modern. Pengembangan obat tradisional dikatakan rasional apabila dilakukan melalui tahap-tahap sistematis pengembangan untuk mencapai hasil
(22)
yang optimal, yaitu ditemukannya bahan alami yang terbukti secara ilmiah memberikan manfaat klinik dalam pencegahan atau pengobatan penyakit dan tidak menyebabkan efek samping atau aman (Tjokronegoro, 1992).
Salah satu pengamatan yang diperhatikan dalam uji toksisitas adalah pengamatan terhadap organ sasaran misalnya hati. Hati menjadi organ sasaran karena organ ini terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat dan toksikan (Lu, 1994). Hati mendetoksifikasi dan mengubah metabolit-metabolit primer dan pertengahan sehingga menyiapkannya untuk ekskresi, penyimpanan atau untuk dipakai lagi (Widmann, 1989). Hasil metabolisme obat dapat juga bersifat lebih aktif (reaktif) daripada obat asalnya. Metabolit reaktif ini dapat menjadi toksik terhadap berbagai organ, khususnya hati (Neal, 2006).
Penggunaan suatu obat dan zat kimia dapat menyebabkan kerusakan hati. Kerusakan yang berlangsung terus pada sel-sel hati tercermin dari peningkatan kadar SGOT dan SGPT (Speicher dan Smith, 1994).
ALT memindahkan satu gugus amino antara alanin dan asam alfa-ketoglutamat dan dahulu disebut SGPT. AST memerantai reaksi antara asam aspartat dan asam alfa ketoglutamat, enzim ini dahulu disebut GOT dan dirujuk sebagai GOT serum (SGOT) (Sacher dan McPherson, 2004).
Penelitian tentang toksisitas akut, toksisitas subkronik dan uji efek farmakologi terhadap kadar gula darah telah dilakukan dari ekstrak etanol terstandarisasi campuran herba sambiloto dan daun salam. Uji toleransi glukosa menunjukkan terdapatnya perbedaan bermakna antara kadar gula darah kelompok kontrol dengan kelompok ekstrak uji (0,065 g/kg bb). Uji toksisitas akut ekstrak etanol campuran herba sambiloto dan daun salam menghasilkan harga LD50 =
(23)
19,473 g/kg bb pada mencit sehingga ekstrak uji dapat dikatagorikan sebagai practically non toxic. Hasil uji toksisitas subkronik selama dua bulan dengan dosis sampai 5 x dosis lazim terhadap kadar SGPT, SGOT dan kadar kreatinin pada serum hewan coba menunjukan bahwa ekstrak uji tidak toksik terhadap fungsi hati dan fungsi ginjal hewan coba (Masjhoer, 2001).
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan uji klinis pendahuluan pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam untuk mengetahui pengaruh obat terhadap fungsi hati dengan pemeriksaan kadar ALT dan AST dalam darah pasien dislipidemia.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. apakah karakteristik simplisia herba sambiloto dan daun salam sesuai dengan monografi yang terdapat pada Materia Medika Indonesia?
b. apakah pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam pada pasien dislipidemia memberikan pengaruh terhadap kadar ALT dan AST?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. karakteristik simplisia herba sambiloto dan daun salam yang diteliti sesuai dengan monografi yang terdapat pada Materia Medika Indonesia.
(24)
b. pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam pada pasien dislipidemia tidak memberikan pengaruh terhadap kadar ALT dan AST.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. untuk mengetahui karakteristik dari herba sambiloto dan daun salam sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian.
b. untuk menjamin keamanan obat tradisional dari kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam terhadap fungsi organ hati, khususnya terhadap kadar ALT dan AST.
1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. mendapatkan obat tradisional dari kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam untuk dislipidemia.
(25)
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian dilakukan dengan kerangka pikir seperti Gambar 1.1.
Variebel Bebas Variable Terikat Parameter
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Serbuk simplisia
herba sambiloto dan daun salam
Karakteristik simplisia Subyek laki-laki/perempuan yang memenuhi kriteria inklusi selama 28 hari
Kadar ALT dan AST dalam darah
Kadar ALT dan AST Laki-laki ≤ 42 U/L
Perempuan ≤ 32 U/L
Ekstrak herba sambiloto dan daun salam
- Makroskopik - Mikroskopik - Kadar air - Kadar abu
- Kadar abu tidak larut asam
- Kadar sari larut dalam air - Kadar sari larut
dalam etanol
Sediaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam
(26)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sambiloto
2.1.1 Sistematika tanaman
Berdasarkan taksonomi tanaman sambiloto dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Depkes RIa, 2000):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanales Famili : Acanthaceae Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees
2.1.2 Morfologi tanaman
Sambiloto tergolong tanaman terna (perdu) yang tumbuh tegak dengan tinggi 40 - 90 cm, percabangan banyak dengan letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat dan tidak berambut. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam atau agak tajam,tepi daun rata, panjang daun 3 cm sampai 12 cm dan lebar 1 cm sampai 3 cm, panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm,daun bagian atas bentuknya seperti daun pelindung. Perbungaan tegak bercabang-cabang, gagang bunga 3 mm sampai 7 mm, panjang kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm. Bunga berbibir berbentuk tabung, panjang 6 mm, bibir bunga bagian atas berwarna putih dengan warna kuning di bagian atasnya, ukuran 7 mm sampai 8
(27)
mm, bibir bunga bagian bawah lebar berbentuk biji, berwarna ungu dan panjang 6 mm. Tangkai sari sempit dan melebar pada bagian pangkal, panjang 6 mm. Bentuk buah jorong dengan ujung yang tajam, panjang lebih kurang 2 cm, bila tua akan pecah terbagi menjadi 4 keping (Ditjen POM RIb, 1979).
2.1.3 Nama lain
Nama daerah dari tanaman sambiloto yaitu Pepaitan (Sumatera), Ki Oray, Takilo, Bidara, Sadilata, Sambilata, Takila (Jawa), dan Sambiloto (Indonesia) (Ditjen POMb, 1979).
Nama asing untuk tanaman sambiloto diantaranya Chuan xin lian (Cina), Kalmegh, Kariyat dan Kirata (India), Xuyen tam lien dan Congcong (Vietnam), Quasab-uz-zarirah (Arab), Naynahudandi (Persia), Chiretta dan King of bitter (Inggris) (WHO, 2002).
2.1.4 Kandungan kimia
Kandungan utamanya adalah diterpen lakton yang terdiri dari andrografolid, deoksiandrografolid, 11, 12-didehidro-14-deoksiandrografolid, neoandrografolid, deoksiandrografisid dan andropanosid (WHO, 2002). Daun sambiloto mengandung andrographolid dalam jumlah paling banyak (1,0 - 2,39%), sedangkan biji paling sedikit mengandung andrographolid (Benoy, 2012). Daun sambiloto juga mengandung saponin dan tanin (Depkes RIa, 2000).
2.1.5 Manfaat tanaman
Penggunaan secara tradisional digunakan untuk darah tinggi, faringitis, kanker, tumor, kista, mioma, hidung berlendir, infeksi telinga tengah dan sakit gigi (Hapsoh dan Hasanah, 2011). Berdasarkan hasil penelitian farmakologi menunjukkan herba sambiloto memiliki aktivitas antibakteri, anti-HIV (Human
(28)
Immunodeficiency Virus), imunostimulator, antipiretik, antidiare, anti inflamasi, antimalaria, antivenom, infeksi saluran kemh, disentri dan infeksi hepatitis (WHO, 2002).
2.2 Daun Salam
2.2.1 Sistematika tanaman
Taksonomi tanaman daun salam (Depkes RIa, 2000) adalah: Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium polyanthum (Wight) Walp.
2.2.2 Morfologi tanaman
Pohon salam bertajuk rimbun dan tinggi. Daun berbau harum, berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, pangkal lancip sedangkan ujung lancip sampai tumpul, panjang 5 cm sampai 15 cm, lebar 35 mm sampai 65 mm, terdapat 6 sampai 10 urat daun lateral, panjang tangkai daun 5 mm sampai 12 mm. Perbungaan berupa malai, keluar dari ranting, berbau harum. Kelopak bunga berbentuk cangkir yang lebar, ukuran lebih kurang 1 mm. Mahkota bunga berwarna putih, panjang 2,5 mm sampai 3,5 mm. Benang sari terbagi dalam 4 kelompok, panjang lebih kurang 3 mm berwarna kuning lembayung. Buah buni, berwarna merah gelap, bentuk bulat dengan garis tengah 8 mm sampai 9 mm,
(29)
pada bagian tepi berakar lembaga yang sangat pendek (Depkes RI, 1980).
2.2.3 Nama lain
Nama daerah untuk daun salam yaitu Meselangan, Ubar serai (Sumatera), Salam (Sunda, Madura) (Depkes RI, 1980). Nama asing dari daun salam yaitu Samak, Kelat samak, Serah (Malaysia) dan Bay leaf (Inggris) (Agoes, 2010).
2.2.4 Kandungan kimia
Kandungan kimia salam antara lain minyak atsiri (sitral dan eugenol), tanin dan flavonoid (Depkes RI, 1980).
2.2.5 Manfaat tanaman
Khasiat daun salam dalam pengobatan tradisional berkhasiat sebagai obat untuk mengatasi asam urat, kencing manis, menurunkan kadar kolesterol, melancarkan pembuluh darah, radang lambung, diare, mabuk alkohol dan gatal-gatal (Agoes, 2010). Beberapa hasil penelitian farmakologi dari daun salam menunjukkan bahwa daun salam memiliki efek antibakteri dan hipoglikemik (Hapsoh dan Hasanah, 2006).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RIb, 2000). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Ditjen POMa,1979).
Pemilihan cairan penyari yang akan digunakan dalam ekstraksi berdasarkan daya larut zat aktif yang diinginkan, dan tipe preparat farmasi yang
(30)
diperlukan. Cairan penyari alkohol atau campuran air-alkohol merupakan pelarut serbaguna dan paling luas pemakaiannya karena mudah didapat, harganya murah, dan daya melarutkannya baik. Pelarut campuran air-alkohol memberi perlindungan terhadap kontaminasi mikroba dan membantu mencegah pemisahan bahan yang akan diekstraksi, bila didiamkan (Ansel, 1989).
Menurut Depatemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:
1. Cara dingin a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 - 5 kali jumlah bahan.
2. Cara Panas a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur pada titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 - 5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna.
(31)
b. Soxhletasi
Soxhletasi adalah ekstraksi yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50oC.
d. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96 - 98oC selama waktu 15 - 20 menit di penangas air, dapat berupa bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih.
e. Dekoktasi
Dekoktasi adalah infus dengan waktu yang lebih lama (≥ 30o
C) dan temperatur sampai titik didih air.
2.4 Dislipidemia
Dislipidemia dapat diartikan sebagai meningkatnya kolesterol total, LDL-C, kadar trigliserida dan penurunan konsentrasi HDL-C atau beberapa kombinasi tersebut yang tidak normal (Talbert, 2008).
2.4.1 Profil lipid
Profil lipid yang dianjurkan dan harus mencakup kolesterol total, LDL-C, trigliserida dan HDL-C (Talbert, 2008). Lipid tidak larut dalam air sehingga pengangkutannya dalam darah dalam bentuk lipoprotein. Lipoprotein adalah
(32)
bentuk kompleks dari lipid (fosfolipid, kolesterol dan trigliserida) dan protein dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Fosfolipid bersifat lipofil dan hidrofil sehingga bertindak sebagai daya pelarut. Untuk pemeriksaan profil lipid pasien perlu berpuasa sekurang-kurangnya selama 10 jam dan sebaiknya 12 jam (Kosasih dan Kosasih, 2008). Kadar profil lipid yang dianggap normal dan abnormal dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kadar profil lipid Kolesterol total
200 mg/dl atau kurang Normal
200 - 239 mg/dl Batas tinggi
240 mg/dl atau lebih Tinggi
Kolesterol LDL
100 atau kurang Normal
100 - 129 mg/dl Mendekati normal
130 - 159 mg/dl Batas tinggi
160 - 189 mg/dl Tinggi
190 atau lebih Sangat tinggi
Kolesterol HDL
40 mg/dl atau kurang Rendah (kurang baik)
60 mg/dl atau lebih Tinggi (baik)
Trigliserida
150 mg/dl atau kurang Normal
150 - 199 mg/dl Batas tinggi
200 - 499 mg/dl Tinggi
500 mg/dl atau lebih Sangat tinggi
Sumber: PERKENI 2004: Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Dislipidemia (Kosasih dan Kosasih, 2008)
2.4.1.1 Kolesterol total
Kolesterol dari makanan mencapai keseimbangan dengan kolesterol plasma dalam beberapa hari dan dengan kolesterol jaringan dalam beberapa mingggu. Kolesterol terdapat di jaringan dan plasma sebagai kolesterol bebas atau berikatan dengan asam lemak rantai panjang sebagai ester kolesterol (Murray, dkk., 2009)
(33)
sel mukosa usus dan hepatosit. Kolesterol merupakan merupakan komponen penting dalam pembentukan membran sel dan prekusor dari asam empedu, dalam gonad dan kelenjar anak ginjal sebagai prekusor dari hormon steroid (Kosasih dan Kosasih, 2008).
Kadar kolesterol total yang diperbolehkan adalah kurang dari 200 mg/dl, jika mencapai 200 - 239 mg/dl harus diwaspadai serta jika di atas 240 mg/dl dianggap berbahaya (Wiryowidagdo, dkk., 2002).
2.4.1.2Low Density Lipoprotein (LDL)
LDL berasal dari katabolisme VLDL, bekerja mentranspor kolesterol dalam darah ke jaringan perifer yang membutuhkan, antara lain untuk pembentukan membran sel. LDL mengandung 45 % kolesterol (Kosasih dan Kosasih, 2008).
LDL mengandung kolesterol ester yang dominan dalam intinya,tetapi kadar triigliserida hanya kurang dari 10%. Waktu paruh LDL sekitar 2 - 3 hari. Jika diet amat banyak mengandung lemak atau kolesterol (terjadi down-regulation reseptor LDL), maka konsentrasi LDL plasma meningkat, sehingga mempunyai masa edar yang lebih lama di dalam plasma dan menjadi lebih mudah teroksidasi. LDL yang teroksidasi ditangkap oleh scavenger reseptor-A di makrofag dan terbentuk sel busa (plak aterosklerosis). Peningkatam LDL telah terbukti bersifat aterogenik. Studi menunjukkan bahwa penurunan 1% LDL dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner sebesar 1% (Santoso, dkk., 2009).
2.4.1.3Trigliserida
Lemak yang berasal dari makanan adalah lebih dari 95 % merupakan trigliserida. Trigliserida yang disintesis dari karbohidart berasal dari makanan atau
(34)
disintesis dari alkohol dalam hati (Kosasih dan Kosasih, 2008).
Trigliserida merupakan lemak darah dibentuk oleh esterifikasi gliserol dan tiga asam lemak, yang dibawa oleh lipoprotein serum. Proses pencernaan trigliserida dari asam lemak dalam diet (eksogen) dan diantarkan ke aliran darah sebagai kilomikron (droplet lemak kecil yang diselubungi protein). Sebagian besar trigliserida disimpan sebagai lemak dalam jaringan adiposa. Fungsi trigliserida adalah memberikan energi pada otot jantung dan otot rangka (Kee, 2007).
LDL akan menyerap trigliserida lebih banyak pada kondisi hipertrigliseridemia, sehingga menghasilkan LDL kecil padat yang bersifat aterogenik. LDL partikel kecil padat mempunyai afinitas rendah terhadap reseptor LDL di hati, sehingga mempunyai masa edar yang lebih lama di dalam plasma dan menjadi lebih mudah teroksidasi. LDL yang teroksidasi akan ditangkap oleh scavenger reseptor-A di makrofag dan terbentuk sel busa (plak aterosklerosis). Kadar trigliserida yang meningkat merupakan faktor risiko independen penyakit jantung koroner (Santoso, dkk., 2009).
2.4.1.4High Density Lipoprotein (HDL)
HDL terutama mengandung protein, sedikit kolesterol, fosfolipid dan sedikit trigliserida (speicher dan Smith, 1994). HDL berfungsi sebagai protektif
terhadap aterosklerosis melalui mekanisme “transpor kolesterol balik (reverse cholesterol transport)”. HDL mengambil kolesterol dari plak aterosklerosis dan mengangkut ke jaringan hati untuk dikatabolisme dan disekresi sebagai asam empedu. Pembentukan HDL tergantung pada pelepasan apoA-1 dari jaringan hati dan usus halus. Penurunan kadar HDL sebesar 1% sebanding dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner sebesar 2 - 3% (Santoso, dkk., 2009).
(35)
2.4.2 Terapi obat dislipidemia
Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan dislipidemia antara lain: a. Statin
Statin merupakan senyawa yang paling efektif dan paling baik toleransinya untuk mengobati dislipidemia. Statin memberikan efek utamanya sebagai penurun kadar LDL melalui gugus yang mirip asam mevalonat yang menghambat HMG-CoA reduktase secara kompeitif. Statin mempengaruhi kadar kolesterol darah dengan menghambat pembentkan kolesterol di dalam hati menyebabkan peningkatan ekspresi gen reseptor LDL, sehingga jumlah reseptor LDL makin banyak pada permukaan hepatosit maka makin banyak juga LDL yang hilang dari darah. Efek merugikan yang disebabkan penggunaan statin adalah miopati dan peningkatan transaminase hati terkait dosis. Contoh obat golongan statin yaitu atorvastatin, serivastatin, fluvastatin, lovastatin, pravastatin dan simvastatin. b. Sekuestran asam empedu
Dua sekuestran asam empedu atau resin yang telah diketahui (kolestiramin dan kolestipol) merupakan obat hipolipidemia yang pertama kali. Sekuestran asam empedu sangat bermuatan positif dan mengikat asam-asam empedu bermuatan negatif, karena ukurannya besar sehingga resin tidak direabsorpsi dan asam empedu yang terikat diekskresi dari feses. Gangguan proses reabsorpsi asam empedu menyebabkan akumulasi asam empedu berkurang dan sintesis asam empedu di hati meningkat. Akibatnya, kandungan kolesterol di hati berkurang, menstimulasi produksi reseptor LDL, sehingga bertambahnya reseptor LDL di hati meningkatkan bersihan LDL dan mengimbangi dengan meningkatnya sintesis kolesterol. Keluhan utama pada pasien yang mengkonsumsi kolestipol dan
(36)
kolestiramin adalah kembung, konstipasi dan dispepsia. c. Asam nikotinat (Niasin)
Asam nikotinat (niasin, asam piridin-3-karboksilat) dapat menghambat lipolisis trigliserida oleh lipase sensitif hormon yang mengurangi transpor asam lemak bebas ke hati dan menurukan sintesis trigliserida di hati dengan menghambat sintesis dan esterifikasi asam lemak di dalam jaringan adiposa. Berkurangnya sintesis trigliserida menurunkan produksi VLDL hati, yang menyebabkan berkurangnya kadar LDL. Niasin meningkatkan kadar HDL dengan mengurangi bersihan fraksional apoA-1 dalam HDL oleh hati, tetapi kolesteril tidak dikurangi, sehingga meningkatkan kandungan apoA-1 dalam plasma dan memperbesar transpor kolesterol ke arah berlawanan. Efek samping niasin adalah kulit memerah, dispepsia dan secara medis yang cukup serius adalah hepatotoksisitas.
d. Turunan asam fibrat
Efek senyawa ini terhadap lipid darah diperantai oleh interaksinya dengan reseptor PPARs. Tiga isotop PPAR yang telah diidentifikasi (α, β dan ᵞᵞ). Fibrat menurunkan trigliserida melalui stimulasi oksidasi asam lemak yang diperantai
oleh PPARα, meningkatkan sintesis LPL sehingga meningkatkan bersihan
lipoprotein yang kaya tigliserida. Peningkatan HDL oleh fibrat terjadi karena stimulasi ekspresi apoA-1 dan apoA-II oleh PPARα. Efek merugikan terhadap penggunaan seyawa asam fibrat yaitu terjadi sedikit peningkatan transaminase di hati dan peningkatan alkalin fosfatase. Obat yang termasuk turunan asam fibrat yaitu klofibrat, gemfibrozil, fenofibrat, siprofibrat dan bezafibrat (Mahley dan Bersot, 2012).
(37)
2.5 Metabolisme Obat
Metabolisme obat memiliki dua fungsi penting, yaitu:
a. obat menjadi lebih hidrofilik, hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal. b. metabolit umumnya kurang reaktif daripada obat asli (Neal, 2006).
Hati merupakan organ utama untuk metabolisme obat dan terlibat dalam dua tipe reaksi umum yaitu:
a. Reaksi fase I
Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi metabolit yang lebih polar melalui pemasukan atau pembukaan suatu gugus fungsional (misalnya -OH, -NH2, -SH). Oksidasi merupakan reaksi yang paling umum dan reaksi ini dikatalisasi oleh suatu kelas enzim yang penting yang disebut oksidase dengan fungsi campuran (sitokrom P-450). Spesifitas substrat dari kompleks enzim ini sangat rendah dan banyak obat yang berbeda-beda dapat dioksidasi. Reaksi fase I yang lain adalah reduksi dan hidrolisis (Neal, 2006).
b. Reaksi fase II
Obat atau metabolit fase I yang tidak cukup polar untuk bisa dieksresi dengan cepat oleh ginjal dibuat menjadi lebih hidrofilik melalui konjugasi dengan senyawa endogen hati (Neal, 2006).
2.6 Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian atas rongga abdomen, di sebelah kanan bawah diafgrama dan hati dilindungi oleh rongga iga (Batticaca, 2009). Hati memiliki berat 2% dari berat tubuh total dan hati menerima 1500 ml darah per menit (Sacher dan McPherson, 2004).
(38)
2.6.1 Anatomi hati
Hati terbagi dalam dua lobus (bagian utama), dimana lobus kanan yang berukuran lebih besar dari lobus kiri. Dua lobus tersebut terbagi menjadi empat lobus, yaitu lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudatus dan lobus kuadratus. Setiap lobus terdiri atas lobulus. Lobulus berbentuk polyhedral (segi banyak) dan terdiri atas se-sel hati berbentuk kubus yang disebut hepatosit (Batticaca, 2009). Hati terdiri dari dua jenis sel utama, yaitu hepatosit yang aktif secara metabolis dan sel kupfer yang bersifat fagositik (Sacher dan McPherson, 2004).
Hati memiliki tiga pembuluh darah utama yaitu arteri hepatika,vena porta hepatika dan vena hepatika. Setiap lobulus diperdarahi oleh sebuah saluran sinusoid atau kapiler hepatika (Batticaca, 2009).
2.6.2 Fungsi hati
Hati memiliki fungsi antara lain: a. Fungsi metabolik
Hati berperan penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Hati mengubah amonia menjadi urea untuk dikeluarkan melalui ginjal. b. Fungsi ekskresi
Hati berfungsi dalam ekskresi pigmen empedu, garam empedu dan kolesterol yang diekskresi dalam empedu sampai intestin.
c. Fungsi pertahanan tubuh dan detoksifikasi
Sel kupffer pada hati melakukan fagositosit untuk mengeliminasi senyawa asing. Amonia didetoksifikasi menjadi urea. Hati bertanggung jawab untuk memetabolisme xenobiotik (detoksifikasi).
(39)
d. Fungsi hematologi
Hati berperan dalam pembentukan darah (khususnya pada embrio), sintesis protein plasma (termasuk faktor pembekuan darah) dan destruksi eritrosit. e. Fungsi penyimpanan
Glikogen, vitamin A, D dan B12 serta sumber unsur besi tersimpan dalam hati (Satyanarayana, 2005).
2.6.3 Biokimia hati
Dua enzim yang paling sering berkaitan dengan kerusakan hepatoselular adalah aminotransferase yang mengkatalis pemindahan reversibel satu gugus amino antara sebuah asam amino dan sebuah asam alfa-keto. Fungsi ini penting untuk pembentukan asam-asam amino yang dibutuhkan untuk menyusun protein hati. Apabila sel hati mengalami kerusakan, enzim-enzim yang secara normal terdapat dalam intrasel masuk ke dalam aliran darah. Peningkatan kadar aminotransferase setara dengan luas kerusakan hepatoselular (Sacher dan McPherson, 2004).
Kadar yang meningkat secara mencolok 500 unit/liter khas terdapat pada kerusakan sel hati akut misalnya karena virus, obat-obatan, hepatitis karena ischemia sedangkan kenaikan berderajat sedang (kurang dari 300 unit/liter) dapat terlihat pada berbagai keadaan kerusakan hepatosellular akut atau kronik. ALT pada umumnya lebih sensitif dari pada AST untuk mendeteksi hepatitis viral, AST meningkat melebihi ALT biasanya dua kali atau lebih tinggi pada penyakit hati karena alkoholisme (Woodley dan Whelan 1992). Karakteristik kedua enzim aminotransferase dapat dilihat pada tabel 2.2.
(40)
Tabel 2.2 Karakteristik aminotransferase terkait hati (Sacher dan McPherson, 2004)
Karakteristik AST ALT
Letaknya di
jaringan selain hati
Lebih banyak di jantung dibandingkan di hati, juga di oto rangka, ginjal dan otak
Konsentrasinya relatif rendah di jaringan lain Lokasi dihepatosit Mitokondria dan sitoplasma Hanya di sitoplasma Rentang rujukan
dalam darah
10 - 40 U/liter 5 - 35 U/liter Waktu paruh dalam
darah
Perubahan pada kerusakan
inflamatorik akut
12 - 22 jam Sensitif sedang
35 - 57 jam Sangat sensitif
Perubahan pada neoplasma primer atau sekunder
Meningkat secara bermakna Peringkat sedang atau tidak ada peringkat Perubahan pada
sirosis hati
Meningkat sedang Meningkat ringan atau sedang
Perubahan pada infark miokard
Meningkat secara bermakna Meningkat ringan atau sedang
Beberapa enzim hati yang dapat dijadikan parameter untuk pemeriksaan fungsi hati yaitu:
a. Bilirubin
Bilirubin merupakan hasil perombakan hemoglobin. Kadar bilirubin dalam serum meningkat apabila perombakan hemoglobin meningkat sehingga lebih banyak bilirubin dihasilkan dan kadar tersebut juga meningkat kalau fungsi hepatoseluler terganggu untuk mengkonjugasi bilirubin. Secara normal, hepatosit mengkonjugasi bilirubin dengan asam glukoronat agar dapat larut dalam air, sehingga dapat diekskresikan ke saluran empedu dan dikeluarkan dari tubuh bersama tinja (Widmann, 1989).
(41)
b. Alkaline phospatase (ALP)
ALP merupakan suatu enzim yang berfungsi mengeluarkan gugus fosfat dari protein dan dari molekul lain (Sacher dan McPherson, 2004). Peningkatan aktivitas ALP pada penyakit hati merupakan akibat dari peningkatan sintesis enzim eleh sel-sel yang melapisi kanalikuli empedu, biasanya sebagai respon terhadap kolestasis. Aktivitas ALP yang tinggi pada hati juga dapat terjadi saat terdapat lesi desak ruang (misalnya tumor) (Gaw, dkk., 2011).
c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT)
GGT berfungsi mengkatalisis transfer gugus gamma glutamil dari peptida seperti glutation ke asam amino lain dan dapat berperan dalam transpor asam amino (Harrison, 2000). Aktivitas GGT dalam plasma dapat meningkat apabila terjadi kolestasis (Gaw, dkk., 2011) dan juga akan meningkat pada pasien yang mengkonsumsi bahan-bahan yang menstimulasi sistem oksidasi mikrosomal hati (misalnya: barbiturat, phenitoin dan alkohol) (Woodley dan Whelan, 1995). d. Protein plasma
Gagal hepatoseluler akut lebih cepat diketahui dari pengukuran protein plasma yaitu prealbulmin, karena memiliki waktu paruh hanya 2 hari, sehingga kadar prealbumin cepat menurun apabila sintesis hati terganggu (Sacher dan McPherson, 2004). Sedangkan albumin memiliki waktu paruh yang panjang dalam plasma (sekitar 20 hari), sehingga penurunan konsentrasi albumin yang signifikan berlangsung lambat jika sintesis tiba-tiba berkurang. Hipoalbuminemia merupakan gambaran penyakit hati kronis tahap lanjut. Protein lainnya seperti globulin total dalam serum terkadang digunakan sebagai ukuran kasar untuk tingkat keparahan penyakit hati (Gaw, dkk., 2011).
(42)
2.6.4 Gangguan fungsi hati akibat zat toksik
Gangguan fungsi hati akibat zat toksik antara lain (Lu, 1994): a. Steatosis (perlemakan hati)
Steatosis atau perlemakan hati yaitu jika hati mengandung berat lipid lebih dari 5%, sehingga terjadi lesi yang bersifat akut maupun kronis.
b. Kolestasis
Kolestasis bersifat akut dan lebih jarang ditemukan dibandingkan steatosis dan nekrosis. Contoh penyebabnya yaitu klorpromazin, steroid anabolit dan kontrasepsi.
c. Karsinogenesis
Karsinoma hepatoseluler adalah jenis neoplasma ganas yang paling umum pada hati. Sejumlah besar toksikan dapat menyebabkan kanker hati, salah satunya yaitu vinil klorida.
d. Nekrosis
Nekrosis adalah kematian hepatosit, tetapi tidak selalu kritis karena mempunyai kapasitas yang luar biasa untuk pertumbuhan kembali. Contoh penyebab nekrosis hati yaitu isoniazida dan parasetamol.
e. Sirosis
Sirosis disebabkan oleh nekrosis sel tunggal karena kurangnya mekanisme perbaikan sehingga terjadi fibroblastik dan pembentukan jaringan parut. Penyebab sirosis yang paling penting adalah penggunaan kronis alkohol. f. Hepatitis yang mirip hepatitis virus
Obat-obat tertentu mengakibatkan sindroma klinis yang tidak dapat dibedakan dari hepatitis virus, contohnya halotan.
(43)
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode uji klinis terbuka (open trial) dengan desain atau rancangan ulang (one group pre-postest design). Tahapan penelitian yaitu pengambilan bahan tanaman, identifikasi tanaman, pengolahan bahan tanaman, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan kapsul, pengujian pra-formulasi, evaluasi sediaan kapsul, uji klinis pendahuluan dan analisis data hasil penelitian dengan program SPSS 17.
3.1 Bahan dan Alat yang Digunakan 3.1.1 Bahan-bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah herba sambiloto dan daun salam serta bahan-bahan kimia. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah akuades, amilum maidis, amilum manihot, asam klorida, cangkang kapsul, etanol 96%, etanol 70 %, etanol 50%, kloralhidrat, kloroform, laktosa, toluen.
3.1.2 Alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex), alat pengukur kolesterol (Easy Touch), alat pengukur tekanan darah (Omron HEM-7111), alat pengisi kapsul, blender (Panasonic), blood lancet (GEA Medical), cawan beralas datar, krus porselin, lemari pengering, lumpang dan stamfer, microtoise stature meter (General Care), mikroskop (Olympus), neraca kasar (Ohaus), neraca analitik (Vibra AJ), oven (Memmert), plasterin dan
(44)
ikatan pembendungan (Torniquet), rotary evaporator (Haake D), seperangkat alat destilasi untuk penentuan kadar air (Boeco), spuit (Terumo), tanur (Nabertherm), test strip (Easy Touch), timbangan berat badan (GEA® Medical).
3.2 Penyiapan bahan tanaman
Penyiapan bahan tanaman meliputi pengambilan bahan, identifikasi bahan dan pengolahan bahan tanaman.
3.2.1 Pengambilan bahan tanaman
Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah herba sambiloto diperoleh dari Desa Blang Mirah, Kota Bireuen, Provinsi Aceh dan daun salam diperoleh dari daerah Pancur Batu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
3.2.2 Identifikasi tanaman
Identifikasi tanaman dilakukan di “Herbarium Bogoriense” Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Biologi, Bogor.
3.2.3 Pengolahan bahan tanaman
Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah herba sambiloto dan daun salam yang masih segar. Herba sambiloto dipisahkan dari pengotor lain dan dipisahkan dari akarnya, kemudian dicuci hingga bersih dan dirajang, selanjutnya ditiriskan, ditimbang dan dikeringkan. Daun salam segar dilakukan sortasi basah, daun salam yang lolos proses sortasi basah ditiriskan, setelah itu ditimbang dan dikeringkan. Herba sambiloto dan daun salam dikeringkan dalam lemari pengering secara terpisah sampai herba sambiloto dan daun salam kering (jika diremas akan mudah hancur), selanjutnya dilakukan sortasi kering, kemudian
(45)
ditimbang kembali, diblender dan disimpan di dalam wadah tertutup.
3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam asam (Ditjen POM, 1989).
3.3.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan cara mengamati warna, bentuk, ukuran, rasa, bau dan tekstur dari bahan tanaman segar dan simplisia.
3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap daun sambiloto segar, daun salam segar, serbuk simplisia herba sambiloto dan serbuk simplisia daun salam. Pemeriksaan mikroskopik sampel segar dilakukan dengan cara dibuat irisan melintang yang tipis. Hasil irisan diletakkan di atas kaca objek, kemudian ditetesi larutan kloralhidrat, ditutup dengan kaca penutup dan diamati dibawah mikroskop. Pemeriksaan mikroskopik untuk serbuk simplisia dilakukan sebagai berikut: ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop.
3.3.3 Penetapan kadar air
Metode : Azeotropi (destilasi toluena)
Cara kerja: Toluen sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, kemudian ditambahkan 2 ml air suling, kemudian dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30
(46)
menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,1 ml. Labu berisi toluen tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, kemudian labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik dan setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,1 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).
3.3.4 Penetapan kadar sari yang larut air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat, kemudian dikocok sesekali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1980).
3.3.5 Penetapan kadar sari yang larut etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat, kemudian dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang
(47)
telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1980).
3.3.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porcelin yang telah dipijar dan ditara. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1980).
3.3.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan (Depkes RI, 1980).
3.4 Pembuatan Ekstrak
3.4.1 Pembuatan ekstrak herba sambiloto
Pembuatan ekstrak herba sambiloto dilakukan dengan cara perkolasi. Serbuk simplisia herba sambiloto 900 g dimasukkan kedalam bejana tertutup, ditambahkan etanol 50% sehingga semua simplisia terendam, diaduk-aduk dan didiamkan selama 3 jam. Dipindahkan sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangkan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari,
(48)
tutup perkolator, biarkan selama 24 jam, buka kran perkolator. Dibiarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia. Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa, selanjutnya ekstrak cair dipekatkan dengan menggunakan rotavapor, sehingga didapat ekstrak kental.
3.4.2 Pembuatan ekstrak daun salam
Pembuatan ekstrak daun salam dilakukan dengan cara perkolasi. Serbuk simplisia daun salam 900 g dimasukkan kedalam bejana tertutup, ditambahkan etanol 70% sehingga semua simplisia terendam, diaduk-aduk dan didiamkan selama 3 jam. Dipindahkan sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangkan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator, biarkan selama 24 jam, buka kran perkolator. Dibiarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia. Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa, selanjutnya ekstrak cair dipekatkan dengan menggunakan rotavapor, sehingga didapat ekstrak kental.
3.5Pembuatan Sediaan
3.5.1Formula sediaan kapsul uji
Setiap kapsul mengandung 100 mg ekstrak herba sambiloto dan 100 mg ekstrak daun salam kental serta zat tambahan.
(49)
R/ Ekstrak herba sambiloto 100 mg Ekstrak daun salam 100 mg Amilum manihot 10 % Amilum maidis 5 % Laktosa ad 450 mg
3.5.2 Pembuatan sediaan kapsul uji
a. Pembuatan masa ekstrak herba sambiloto
Dimasukkan sebanyak 200 g ekstrak herba sambiloto ke dalam lumpang dan digerus, ditambahkan sebagian dari 90 g amilum manihot, digerus, ditambahkan sebagian dari 45 g amilum maidis, digerus, ditambahkan laktosa secukupnya. Digerus sampai terbentuk masa yang bisa dikempa.
b. Pembuatan masa ekstrak daun salam
Dimasukkan sebanyak 200 g ekstrak daun salam ke dalam lumpang dan digerus, ditambahkan sisa amilum manihot, digerus, ditambahkan sisa amilum maidis, digerus, ditambahkan laktosa sedikit, kemudian digerus.
a. Pencampuran masa ekstrak herba sambiloto dan daun salam
Dimasukkan masa ekstrak herba sambiloto ke dalam lumpang yang terdapat masa ekstrak daun salam, kenudian digerus, ditambahkan laktosa secukupnya. Digerus sampai terbentuk masa yang bisa dikempa, kemudian diayak. Dikeringkan granul dalam oven dengan suhu 30C selama 15 menit. Dimasukkan kedalam lumpang, ditambahkan sisa laktosa, dihomogenkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam kapsul kosong.
3.5.3 Pengujian pra-formulasi
Dilakukan uji pra-formulasi terhadap granul yang kering meliputi uji waktu alir dan penetapan sudut diam.
(50)
3.5.3.1 Uji waktu alir
Ditimbang 100 gr granul dimasukkan kedalam corong alir, diratakan permukaannya, kemudian dialirkan hingga seluruh granul mengalir. Dicatat waktu dari granul mengalir sampai seluruh granul mengalir keluar.
Syarat: waktu alir tidak lebih dari 10 detik
3.5.3.2 Pengujian sudut diam
Ditimbang 100 gr granul dimasukkan kedalam corong alir yang ditutup bagian bawahnya, diratakan permukaannya. Dibuka penutup corong sehingga granul mengalir bebas. Diukur tinggi dan sudut tumpukan granul yang terbentuk. Dihitung sudut diam granul.
Syarat: Sudut diam granul 30 - 40
3.5.3 Evaluasi sediaan kapsul uji
Dilakukan evaluasi sediaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam sesuai dengan yang tertera pada farmakope Indonesia edisi III meliputi penyimpangan bobot.
3.5.4.1 Penyimpangan bobot
Diambil sebanyak 20 kapsul secara acak, dibuka cangkang kapsul dan dikeluarkan isi kapsul. Ditimbang berat dan dihitung deviasi dari masing masing isi kapsul terhadap bobot rata-rata. Syarat: tidak lebih dari satu kapsul mempunyai deviasi diatas 7,5% dan tidak lebih dari dua kapsul yang mempunyai deviasi diatas 15% (Ditjen POMa,1979).
(51)
3.6Uji Klinis Pendahuluan 3.6.1 Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan metode uji klinis terbuka (open trial) dengan desain atau rancangan ulang (one group pre-postest design). Uji klinis terbuka yaitu uji klinis dimana peneliti maupun peserta mengetahui obat yang diberikan (Sastroasmoro dan Ismael, 2013). Desain atau rancangan ulang (one group pre-postest design) merupakan uji yang dilakukan hanya menggunakan kelompok perlakuan serta dilakukan pengukuran sebelum dan sesudah pemberian perlakuan pada subyek (Pratiknya, 2001).
3.6.2 Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Medan meliputi Kecamatan Medan Sunggal, Medan Selayang, Medan Maimun dan Percut Sei Tuan.
3.6.3 Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai Januari 2015.
3.6.4 Teknik pengambilan subyek penelitian
Teknik pengambilan subyek dalam penelitian ini adalah Consecutive sampling yaitu semua subyek yang memenuhi kriteria (berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi) dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2013).
3.6.5 Jumlah subyek penelitian
Uji klinik pendahuluan ini dimana pertama kalinya formula baru diberikan pada manusia untuk melihat efek farmakologi merupakan uji klinis terbuka dan sederhana, artinya tanpa pembanding dan tidak tersamar pada sejumlah kecil subyek dengan pengamatan intensif. Total jumlah subyek pada fase ini bervariasi
(52)
antara 20 - 50 orang (Setiawati, dkk., 2007), maka pada penelitian ini jumlah subyek yang dibutuhkan minimal 20 orang pasien dislipidemia.
3.6.6 Kriteria inklusi dan eksklusi subyek penelitian
Kriteria inklusi subyek penelitian ini adalah: a. pasien laki laki dan perempuan.
b. umur 20 - 60 tahun.
c. pasien dislipidemia yaitu pasien dengan gangguan pada profil lipid dalam darah yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan satu atau lebih fraksi lipid yang terdiri dari kolesterol total, trigliserida, LDL dan HDL.
d. pola makan yang kurang baik seperti banyak makan makanan berlemak, kurang makan buah-buahan dan sayur-sayuran.
e. gaya hidup yang kurang baik seperti kurang berolahraga dan sering merokok (khususnya laki-laki).
f. dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
g. tidak mengkonsumsi obat penurun kolesterol dalam dua minggu terakhir. h. bersedia ikut dalam penelitian, mengikuti prosedur penelitian dan menanda
tangani informed consent.
Kriteria ekslusi subyek penelitian ini adalah: a. wanita hamil, menyusui, nifas.
b. ada penyakit komplikasi yang diketahui dari anamnesis. c. adanya kebiasaan mengkonsumsi alkohol.
d. tidak teratur menkonsumsi kapsul ekstrak herba sambiloto dan daun salam. e. tidak mengikuti kontrol selama penelitian (meninggal, pindah alamat dan
(53)
3.6.7 Pemberian Sediaan uji
Setiap pasien diberikan secara bertahap 84 kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam dosis 3 kali sehari 1 kapsul sesudah makan selama 28 hari.
3.6.8 Tahapan kerja uji klinis pendahuluan
Tahapan kerja uji klinis pendahuluan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. dilakukan pencarian pasien dengan wawancara.
b. diberikan informasi kepada pasien menyangkut tujuan dan prosedur penelitian. c. setiap pasien mengisi lembar persetujuan penelitian (informed consent) dan
kuesioner penelitian.
d. diukur kadar kolesterol menggunakan alat pengukur kadar kolesterol Easy Touch.
e. dilakukan pemeriksaan vital sign pasien meliputi penimbangan berat badan, tinggi badan dan pemeriksaan tekanan darah.
f. diambil darah setiap pasien sebelum penggunaan (H0) sediaan uji untuk pemeriksaan profil lipid dan kadar ALT serta AST.
g. diberikan informasi kepada pasien mengenai cara penggunaan sediaan uji. h. diberikan sediaan uji secara bertahap dari 84 kapsul selama 28 hari.
i. diambil darah setelah penggunaan sediaan uji pada hari ke-14 dan hari ke-28 untuk pemeriksaan kembali kadar ALT dan AST.
3.6.9Pemeriksaan medis
Pemeriksaan medis yang dilakukan pada setiap pasien adalah: a. melihat riwayat penyakit, pola makan dan gaya hidup pasien.
(54)
b. pemeriksaan fisik, meliputi: berat badan, tinggi badan dan tekanan darah. c. pemeriksaan klinis, meliputi: profil lipid (kadar kolesterol total, trigliserida,
LDL dan HDL) pada H0, kadar ALT dan AST pada H0, H14 dan H28.
3.6.10 Pengambilan dan pemeriksaan sampel darah
Pengambilan sampel darah dilakukan oleh tenaga analis kesehatan dan pengambilan dilakukan setelah pasien berpuasa 6 - 12 jam. Darah diambil sebanyak 3 ml melalui vena mediana cubiti pada lipat siku, terlebih dahulu dibersihkan diatas lokasi tusuk dengan alkohol 70% dan biarkan sampai kering, selanjutnya dipasang ikatan pembendungan (torniquet) pada lengan atas, vena mediana cubiti ditusuk dengan posisi sudut 45 derajat. Darah disedot mengalir kedalam spuit, torniquet dilepas, kemudian jarum ditarik dengan tetap menekan lubang penusukan dengan kapas alkohol dan bekas tusukan ditutup dengan plester. Darah yang diperoleh disentrifuge membentuk serum, kemudian serum digunakan untuk pemeriksaan profil lipid (kadar kolesterol total, trigliserida, LDL dan HDL) dengan metode kolorimetri dan pengukuran kadar ALT serta AST dengan metode enzimatik. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
3.6.11 Tindakan Keamanan
Selama pengobatan pasien dipantau setiap hari dengan komunikasi menggunakan telepon seluler dan setiap tiga hari sekali dengan kunjungan langsung ke tempat tinggal pasien. Pemantauan dilakukan dengan wawancara mengenai kepatuhan, efek samping, komplikasi atau kondisi klinis yang dianggap penting. Apabila terjadi komplikasi maka pasien akan dirujuk ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
(55)
3.7 Lembar Persetujuan Pasien Setelah Penjelasan (Informed Consent )
Informed consent digunakan pada uji klinis pendahuluan ini sebagai lembaran persetujuan tindakan medis untuk pasien yang bersedia ikut dalam penelitian. Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien untuk turut serta dalam penelitian setelah pasien menerima informasi lengkap dan memahami tindakan tersebut (Sastroasmono dan Ismael, 2013).
3.8 Izin Komite Etik
Untuk melengkapi kelayakan pada penelitian uji klinis ini, diperlukan adanya izin komite etik untuk memberikan jaminan bahwa subyek penelitian diperlakukan dengan etis dan hak-haknya terpenuhi sebagai pasien. Bila izin komite etik telah dilakukan, maka akan dikeluarkan surat persetujuan etik yang disebut ethical clearance yang dikeluarkan oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.9 Analisis data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17. Data analisis menggunakan uji statistik one way ANOVA (Analisis of Variance) kemudian dilanjutkan uji Post Hoc Tukey.
(56)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tanaman
Langkah awal dalam penelitian ini adalah identifikasi tanaman. Tujuan dari identifikasi ini adalah untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan bahan penelitian. Hasil identifikasi yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, menunjukan bahwa tanaman yang dipakai adalah herba sambiloto dengan nama ilmiah Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees suku Acanthaceae dan daun salam dengan nama ilmiah Syzygium polyanthum (Wight) Walp. suku Myrtaceae.
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia 4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik
Hasil pemeriksaan makroskopik herba sambiloto segar diperoleh yaitu batang berkayu, sangat keras dan berwarna hijau. Daun segar berwarna hijau tua pada bagian atas dan lebih muda pada bagian bawah, daun tunggal, bersilang behadapan, pangkal dan ujung runcing, tepi rata, panjang ± 5 cm, lebar ± 1,5 cm. Bunga terdapat di ketiak daun dan di ujung batang, dengan panjang 6 mm, bagian atas berwarna putih dan bagian bawah berwarna ungu. Buah bulat panjang, ujung runcing dan berwarna hijau. Pemerian serbuk simplisia herba sambiloto adalah berwarna hijau tua.
Hasil pemeriksaan makroskopik daun salam segar diperoleh yaitu daun tunggal bertangkai pendek, panjang tangkai daun 5 - 10 mm, tepi daun rata, ujung
(57)
meruncing, pangkal runcing, panjang 10 - 14 cm, lebar 4 - 8 cm, permukaan atas berwarna hijau tua, licin, mengkilat, permukaan bawah berwarna hijau muda, tulang daun menyirip dan menonjol pada permukaan bawah daun. Pemerian serbuk simplisia daun salam adalah berwarna hijau kecoklatan.
4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik
Hasil pemeriksaan mikroskopik yang dilakukan terhadap daun sambiloto segar pada sayatan melintang melalui tulang daun terlihat rambut penutup, sel epidermis dan sistolit, terdapat juga kolenkim, jaringan pagar, jaringan bunga karang, berkas pembuluh tipe bikolateral dan epidermis bawah serta hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia herba sambiloto terlihat stomata, rambut, sel batu dari kulit buah, berkas pembuluh dan sistolit. Hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 62.
Hasil pemeriksaan mikroskopik sayatan melintang daun salam segar terlihat kutikula, sel epidermis, kelenjar lisigen, jaringan pagar, jaringan bunga karang dan hablur kalsium oksalat serta pada hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia terlihat epidermis, stomata tipe parasitik, berkas pembuluh, hablur kalsium oksalat dan serabut sklerenkim. Hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 64.
4.2.3 Hasil karakterisasi simplisia
Hasil karakterisasi yang dilakukan terhadap simplisia herba sambiloto dapat dilihat pada Tabel 4.1.
(58)
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karaterisasi Simplisia Herba Sambiloto
Parameter Karakterisasi Hasil (%) Syarat (%)
Kadar air 3,95 <10
Kadar sari larut air 19,20 >18
Kadar sari larut etanol 15,11 >9,7
Kadar abu total 7,10 <12
Kadar abu tidak larut asam 1,25 <2
Hasil karakterisasi yang dilakukan terhadap simplisia herba sambiloto dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Karaterisasi Simplisia Daun Salam
Parameter Karakterisasi Hasil (%) Syarat (%)
Kadar air 7,98 <10
Kadar sari larut air 12,83 >12
Kadar sari larut etanol 9,54 >8
Kadar abu total 3,71 <5
Kadar abu tidak larut asam 0,53 <1
Hasil penetapan kadar air simplisia daun memenuhi persyaratan yaitu tidak melebihi 10% (Depkes RI, 1980). Kadar air yang melebihi persyaratan akan terjadinya pertumbuhan jamur. Penetapan kadar sari yang larut dalam air dilakukan untuk mengetahui zat-zat yang tersari dalam pelarut air. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol menyatakan zat-zat yang tersari dalam pelarut etanol tetapi mungkin tidak larut dalam air (Depkes RIb, 2000).
Penetapan kadar abu dilakukan untuk mengetahui gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari awal proses sampai menjadi simplisia, sedangkan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kadar senyawa anorganik yang tidak larut dalam asam, misalnya silikat (Depkes RIb, 2000).
Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia herba sambiloto memenuhi syarat berdasarkan persyaratan pada Materia Medika Indonesia (MMI) (1979) dan hasil karakterisasi serbuk simplisia daun salam memenuhi syarat
(1)
Lampiran 22
. (Lanjutan)
(2)
Lampiran 23.
Hasil perhitungan rasio de Ritis
Nama
Kadar ALT (U/L)
Kadar AST (U/L)
Rasio de
Ritis
H0
H14
H28
H0
H14
H28
H0
Tn. Ad
70
45
47
106
58
55
1,51
Ny. Ar
47
33
17
43
23
20
0,91
Tn. Az
102
62
43
66
55
55
0,64
Tn. Bn
65
31
26
56
47
38
0,86
Ny. Ds
124
27
10
103
30
18
0,83
Tn. Ed
47
18
13
53
29
20
1,12
Tn. Fn
64
66
34
64
47
33
1,00
Tn. Hd
76
69
59
60
49
50
0,78
Tn. Hr
70
40
18
89
53
12
1,27
Tn. Jy
85
57
40
79
71
44
0,92
Tn. Kr
74
53
48
81
60
45
1,09
Ny. Rn
17
20
15
58
36
22
3,41
Ny. Sb
60
33
35
81
50
50
1,35
Tn. Sh
78
78
63
85
80
57
1,08
Tn. Sf
50
49
39
77
40
34
1,54
Ny. Sr
49
45
30
61
38
28
1,24
Ny. Tr
39
32
25
68
50
34
1,74
Ny. Yn
49
30
33
64
52
26
1,30
Ny. Yl
25
24
23
41
32
9
1,64
Tn. Zn
36
29
13
31
33
23
0,86
(3)
Lampiran 24.
Data analisis statistik dari hasil pemeriksaan kadar ALT
a.
Hasil uji normalitas kadar ALT
Tests of Normality
Waktu_ pengam atan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Kadar_ALT H0 .123 20 .200* .969 20 .734
H14 .199 20 .037 .940 20 .241
H28 .111 20 .200* .954 20 .440
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
b.
Hasil uji homogenitas kadar ALT
Test of Homogeneity of Variances
Kadar_ALT
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.913 2 57 .157
c.
Hasil uji statistik
one way
ANOVA terhadap kadar ALT pada hari 0, hari ke-14
dan hari ke-28
ANOVA
Kadar_ALT
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 9138.533 2 4569.267 11.596 .000 Within Groups 22460.450 57 394.043
(4)
Lampiran 24.
(Lanjutan)
d.
Hasil uji statistik
Post Hoc Tukey
terhadap kadar ALT pada hari 0, hari ke-14
dan hari ke-28
Multiple Comparisons
Kadar_ALT Tukey HSD
(I) Waktu_ pengam atan
(J) Waktu_ pengam atan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
H0 H14 19.300* 6.277 .009 4.19 34.41
H28 29.800* 6.277 .000 14.69 44.91
H14 H0 -19.300* 6.277 .009 -34.41 -4.19
H28 10.500 6.277 .224 -4.61 25.61
H28 H0 -29.800* 6.277 .000 -44.91 -14.69
H14 -10.500 6.277 .224 -25.61 4.61
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Kadar_ALT
Tukey HSDa
Waktu_pengamatan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
H28 20 31.55
H14 20 42.05
H0 20 61.35
Sig. .224 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 20.000.
(5)
Lampiran 25.
Data analisis statistik dari hasil pemeriksaan kadar AST
a.
Hasil uji normalitas kadar AST
Tests of Normality
Waktu_ pengam atan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Kadar_AST H0 .106 20 .200* .979 20 .927
H14 .110 20 .200* .966 20 .667
H28 .112 20 .200* .946 20 .317
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
b.
Hasil uji homogenitas kadar AST
Test of Homogeneity of Variances
Kadar_AST
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.057 2 57 .354
c.
Hasil uji statistik
one way
ANOVA terhadap kadar AST pada hari 0, hari ke-14
dan hari ke-28
ANOVA
Kadar_AST
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 12255.633 2 6127.817 22.507 .000 Within Groups 15519.300 57 272.268
(6)
Lampiran 25.
(Lanjutan)
d.
Hasil uji statistik
Post Hoc Tukey
terhadap kadar AST pada hari 0, hari ke-14
dan hari ke-28
Multiple Comparisons
Kadar_AST Tukey HSD
(I) Waktu_ pengam atan
(J) Waktu_ pengam atan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
H0 H14 21.650* 5.218 .000 9.09 34.21
H28 34.650* 5.218 .000 22.09 47.21
H14 H0 -21.650* 5.218 .000 -34.21 -9.09
H28 13.000* 5.218 .041 .44 25.56
H28 H0 -34.650* 5.218 .000 -47.21 -22.09
H14 -13.000* 5.218 .041 -25.56 -.44
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Kadar_AST
Tukey HSDa
Waktu_pengamatan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
H28 20 33.65
H14 20 46.65
H0 20 68.30
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 20.000.