Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian Kapsul Kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata (Burm.f.) Nees) dan Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap Fungsi Ginjal Pada Pasien Dislipidemia

(1)

UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN

KAPSUL KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) DAN DAUN SALAM

(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) TERHADAP FUNGSI

GINJAL PADA PASIEN DISLIPIDEMIA

SKRIPSI

OLEH:

NOVA REINY

NIM 111501091

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN

KAPSUL KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) DAN DAUN SALAM

(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) TERHADAP FUNGSI

GINJAL PADA PASIEN DISLIPIDEMIA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NOVA REINY

NIM 111501091

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian Kapsul Kombinasi Ekstrak

Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) dan Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap Fungsi Ginjal pada Pasien Dislipidemia”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama masa perkuliahan. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., selaku penasihat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., dan Bapak Dr. dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, selaku dosen pembimbing yang telah menolong penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., Ibu Marianne, S.Si, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Azizah Nasution, M.Sc. Ph.D., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini. Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., selaku kepala Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU, serta Ibu Dra. Aswita Hafni, M.Si., Apt. selaku kepala Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan izin dan fasilitas selama melakukan penelitian. Bapak/Ibu


(5)

staf pengajar dan pegawai Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik dan memberi bantuan selama perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga terkasih, Ayahanda J. Simanjuntak, Ibunda R. Simangunsong, kakak Henny Lidya, Amd., abang Mardaud Parwinoto, S.T., dan abang Saut Parsaoran yang senantiasa mendukung dan menyemangati penulis terkhusus selama masa perkuliahan yang penulis jalani. Terima kasih kepada para sukarelawan yang telah bersedia menjadi subyek dalam penelitian ini serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini, semoga Tuhan membalas setiap kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Juli 2015 Penulis,

Nova Reiny


(6)

UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN KAPSUL KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) DAN DAUN SALAM

(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) TERHADAP FUNGSI GINJAL

PADA PASIEN DISLIPIDEMIA ABSTRAK

Indonesia memiliki berbagai macam tanaman yang digunakan untuk mengobati penyakit, diantaranya adalah sambiloto dan salam untuk mengobati dislipidemia. Pemeriksaan keamanan penggunaan obat dari tumbuhan diperlukan untuk pengembangan obat tradisonal, salah satunya adalah pemeriksaan fungsi ginjal yang merupakan organ ekskresi dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.

Tahapan penelitian ini yaitu pengumpulan bahan, pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan kapsul dan uji klinis pendahuluan dengan desain the one group pretest-postest. Ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam dibuat dalam sediaan kapsul dengan dosis masing-masing 100 mg. Diberikan kapsul pada 20 pasien dislipidemia dengan dosis 3 x 1 kapsul tiap hari. Dilakukan pengukuran kadar ureum dan kreatinin serta perhitungan kreatinin klirens pasien pada hari 0, hari ke-14 dan hari ke-28.

Hasil karakterisasi herba sambiloto dan daun salam memenuhi persyaratan monografi yang tertera pada Materia Medika Indonesia. Evaluasi sediaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam ini memenuhi persyaratan yang terdapat pada Farmakope Indonesia Edisi III. Hasil uji klinis pendahuluan pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam tidak memberikan pengaruh terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.


(7)

PRELIMINARY CLINICAL TRIALS OF ADMINISTRATION EFFECT ON CAPSULE COMBINATION OF BITTER HERBS

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) AND BAY LEAVES

(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) EXTRACT TO

KIDNEY FUNCTION OF DYSLIPIDEMIA PATIENTS ABSTRACT

Indonesia has many plants to cure diseases, and among them are bitter herbs and bay leaves used to cure dyslipidemia. Study of safety using this plants should do in aim to developed traditional drugs, one of safety study is assesment of kidney function. This research was intended to find out the effect on capsule combination of bitter herbs and bay leaves extracts to kidney function of dyslipidemia patients.

Steps of this research are collected of material, characterization of simplex, made of extracts, formulated into capsule design and preliminary clinical trials with the one group pretest-postest design. Bitter herbs extracts and bay leaves extracts formulated into capsule design that each of dosage is 100 mg. Capsules were given to 20 patients at a dose of 3 x 1 capsule daily. Observation of ureum, creatinine and clearance creatinine levels of dyslipidemia patients and recorded third, day 0, day 14th and day 28th.

Characterization results of bitter herbs and bay leaves similar to the requirements of Materia Medika Indonesia monograph. Evaluation of capsule combination of bitter herbs and bay leaves extracts similar to the requirements of Farmakope Indonesia Third Edition. Result of preliminary clinical trials of administration on capsule combination of bitter herbs and bay leaves extracts has no effect to kidney function of dyslipidemia patients.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT .. ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Sambiloto ... 6

2.1.2 Daun salam ... 8


(9)

2.3 Uji Klinis ... 11

2.4 Dislipidemia ... 13

2.4.1 Kolesterol ... 14

2.4.2 LDL ... 15

2.4.3 HDL ... …... 15

2.4.4 Trigliserida ... ..…... 15

2.4.5 Terapi dislipidemia ... ..…... 15

2.5 Ginjal ... 18

2.5.1 Anatomi ginjal ... 18

2.5.2 Fungsi ginjal ... 19

2.6 Pemeriksaan Fungsi Ginjal ... 19

2.6.1 Ureum ... 20

2.6.2 Kreatinin ... …... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan ... 23

3.1.1 Alat-alat yang digunakan ... 23

3.1.2 Bahan-bahan yang digunakan ... 23

3.2 Penyiapan Bahan Tanaman ... 24

3.2.1 Pengambilan dan pengumpulan bahan tanaman ... 24

3.2.2 Identifikasi tanaman ... 24

3.2.3 Pengolahan bahan tanaman ... 24

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 25

3.3.1 Pemeriksaan makroskopik ... 25


(10)

3.3.3 Penetapan kadar air ... …... 25

3.3.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... ..…... 26

3.3.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 26

3.3.6 Penetapan kadar abu .. ... …... 27

3.3.8 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam .... 27

3.4 Pembuatan Ekstrak ... 27

3.4.1 Pembuatan ekstrak herba sambiloto ... ..…... 27

3.4.2 Pembuatan ekstrak daun salam ... 28

3.5 Pembuatan Sediaan ... 28

3.5.1 Formula kapsul ... 28

3.5.2 Cara pembuatan sediaan kapsul ... 29

3.5.3 Evaluasi sediaan kapsul ... . 29

3.6 Uji Klinis Pendahuluan ... 30

3.6.1 Tempat penelitian ... 30

3.6.2 Waktu penelitian ... 30

3.6.3 Desain penelitian ... …... 30

3.6.4 Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ... ..…... 30

3.6.5 Teknik pengambilan subyek penelitian ... 31

3.6.6 Jumlah subyek penelitian ... ... 31

3.6.7 Pemberian sediaan uji kapsul ... ... 32

3.6.8 Tahapan dan cara kerja uji klinis pendahuluan ... 32

3.6.9 Tindakan keamanan ... ..…... 32

3.7 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ... 33


(11)

3.9 Analisis Data ... ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

a.1 Hasil Identifikasi Tanaman ... 34

a.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 34

a.3 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia Herba Sambiloto dan Daun Salam ... 36

4.4 Hasil Formulasi dan Evaluasi Kapsul ... 37

4.4.1 Hasil formulasi kapsul ... .. 37

4.4.2 Hasil evaluasi kapsul ... 38

4.5 Hasil Uji Klinis ... 38

4.6 Hasil Pengukuran Kadar Ureum dan Kreatinin Serta Perhitungan Kreatinin Klirens Pasien Dislipidemia ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Interpretasi kadar profil lipid ... ... 14 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia herba sambiloto 35

4.2 Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia daun salam .... 35

4.3 Hasil data dasar pasien dislipidemia ... ... 40

4.4 Hasil pengukuran kadar ureum dan kreatinin serta kreatinin


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... ... 5 4.1 Grafik hasil pengukuran kadar ureum rata-rata dari 20 orang

pasien dislipidemia pada hari ke 0, 14 dan 28 ... ... 43

4.2 Grafik hasil pengukuran kadar kreatinin rata-rata dari 20 orang pasien dislipidemia pada hari ke 0, 14 dan 28 ... ... 43

4.3 Grafik hasil perhitungan kadar kreatinin klirens rata-rata dari 20

orang pasien dislipidemia pada hari ke 0, 14 dan 28 ... .. 44


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil identifikasi tanaman ... 52

2. Gambar tanaman dan herba sambiloto ... 53

3. Gambar tanaman dan daun salam ... 54

4. Ganbar serbuk simplisia herba sambiloto dan daun salam 55 5. Gambar mikroskopik daun sambiloto ... 56

6. Gambar mikroskopik daun salam ... 58

7. Perhitungan karakterisasi serbuk simplisia herba sambiloto 60 8. Perhitungan karakterisasi serbuk simplisia daun salam .... 63

9. Konversi dosis ... ... 67

10. Hasil evaluasi kapsul ... .... 68

11. Data kuesioner pasien dislipidemia ... 69

12. Data frekuensi makan pasien dislipidemia ... . 70

13. Data pemeriksaan vital sign pasien dislipidemia ... ... 72

14. Data profil lipid pasien dislipidemia ... 73

15. Hasil pengukuran kadar ureum pasien dislipidemia ... . 74

16. Hasil uji analisis statistik kadar ureum ...…... 75

17. Hasil pengukuran kadar kreatinin pasien dislipidemia .. .... 76

18. Hasil uji analisis statistik kadar kreatinin ... 77

19. Hasil perhitungan kadar kreatinin klirens pasien dislipidemia ... 78

20. Hasil uji analisis statistik kadar kreatinin klirens ... .. 79

21. Surat izin komisi etik (ethical clearance) ... 80


(15)

23. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent) 83 24. Contoh lembar kuesioner pasien ... 84 25. Data hasilpemeriksaankadar ureumdankreatininpasien

di Laboratorium Kesehatan Daerah Sumatera Utara ... 88 26. Gambar sediaan kapsul …... 91 27. Gambar dokumentasi pasien ... ... 92


(16)

DAFTAR SINGKATAN

CrCl : Creatinine Clearance

HDL : High Density Lipoprotein

HMG Co-A : 3-Hydroxy-3-Methylglutaryl Coenzyme-A

IMT : Indeks Massa Tubuh LDL : Low Density Lipoprotein

LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

PPAR-α : Peroxysome Proliferator Activated Receptor-Alpha

SGOT : Serum Glutamat Oksaloasetat Transminase SGPT : Serum Glutamat Piruvat Transminase TG : Trigliserida


(17)

UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN KAPSUL KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) DAN DAUN SALAM

(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) TERHADAP FUNGSI GINJAL

PADA PASIEN DISLIPIDEMIA ABSTRAK

Indonesia memiliki berbagai macam tanaman yang digunakan untuk mengobati penyakit, diantaranya adalah sambiloto dan salam untuk mengobati dislipidemia. Pemeriksaan keamanan penggunaan obat dari tumbuhan diperlukan untuk pengembangan obat tradisonal, salah satunya adalah pemeriksaan fungsi ginjal yang merupakan organ ekskresi dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.

Tahapan penelitian ini yaitu pengumpulan bahan, pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan kapsul dan uji klinis pendahuluan dengan desain the one group pretest-postest. Ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam dibuat dalam sediaan kapsul dengan dosis masing-masing 100 mg. Diberikan kapsul pada 20 pasien dislipidemia dengan dosis 3 x 1 kapsul tiap hari. Dilakukan pengukuran kadar ureum dan kreatinin serta perhitungan kreatinin klirens pasien pada hari 0, hari ke-14 dan hari ke-28.

Hasil karakterisasi herba sambiloto dan daun salam memenuhi persyaratan monografi yang tertera pada Materia Medika Indonesia. Evaluasi sediaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam ini memenuhi persyaratan yang terdapat pada Farmakope Indonesia Edisi III. Hasil uji klinis pendahuluan pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam tidak memberikan pengaruh terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.


(18)

PRELIMINARY CLINICAL TRIALS OF ADMINISTRATION EFFECT ON CAPSULE COMBINATION OF BITTER HERBS

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) AND BAY LEAVES

(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) EXTRACT TO

KIDNEY FUNCTION OF DYSLIPIDEMIA PATIENTS ABSTRACT

Indonesia has many plants to cure diseases, and among them are bitter herbs and bay leaves used to cure dyslipidemia. Study of safety using this plants should do in aim to developed traditional drugs, one of safety study is assesment of kidney function. This research was intended to find out the effect on capsule combination of bitter herbs and bay leaves extracts to kidney function of dyslipidemia patients.

Steps of this research are collected of material, characterization of simplex, made of extracts, formulated into capsule design and preliminary clinical trials with the one group pretest-postest design. Bitter herbs extracts and bay leaves extracts formulated into capsule design that each of dosage is 100 mg. Capsules were given to 20 patients at a dose of 3 x 1 capsule daily. Observation of ureum, creatinine and clearance creatinine levels of dyslipidemia patients and recorded third, day 0, day 14th and day 28th.

Characterization results of bitter herbs and bay leaves similar to the requirements of Materia Medika Indonesia monograph. Evaluation of capsule combination of bitter herbs and bay leaves extracts similar to the requirements of Farmakope Indonesia Third Edition. Result of preliminary clinical trials of administration on capsule combination of bitter herbs and bay leaves extracts has no effect to kidney function of dyslipidemia patients.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dislipidemia merupakan perubahan-perubahan dalam profil lipid yang terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan

High Density Lipoprotein (HDL). Pengelolaan dislipidemia sangat berguna untuk menghindari terjadinya aterosklerosis (Brashers, 2008). Aterosklerosis merupakan salah satu penyebab penyakit kardiovaskuler. Data WHO pada tahun 2008 menunjukkan lebih dari tujuh belas juta kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler (WHO, 2011).

Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Salah satu tanaman yang telah digunakan oleh masyarakat adalah daun salam. Secara empiris, air rebusan daun salam berguna untuk menurunkan kadar kolesterol (Hariana, 2011).

Masyarakat Indonesia juga telah mengenal sambiloto sebagai bahan obat tradisional yang mempunyai sifat hepatoprotektif, antiinflamasi, antipiretik atau meredakan demam. Seluruh bagian tumbuhan sambiloto mengandung zat berkhasiat yaitu andrografolida sehingga umunya digunakan dalam bentuk herba (Achmad, dkk., 2008). Penelitian yang telah dilakukan oleh Fatmawati (2008), dilaporkan bahwa ekstrak etanol daun sambiloto dapat menurunkan kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida serta meningkatkan kadar HDL pada tikus.


(20)

bentuk kombinasi beberapa bahan yang dimaksudkan untuk mendapatkan efek pengobatan lebih baik serta memberi rasa dan bau yang menyenangkan (Suharmiarti, 2011). Hasil uji praklinik yang telah dilakukan terhadap kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam dengan dosis masing-masing 50 mg/kg BB memiliki efek penurunan kadar kolesterol dan trigliserida secara sinergis (Dinkes Sumut, 2007).

Hasil uji toksiksitas akut dari herba sambiloto yang diberikan secara per oral pada hewan uji diperoleh LD50 sebesar 27,538 g/kg BB. Menurut kriteria Gleason MN, nilai ini dapat dikategorikan sebagai practically non toxic. Hasil uji aktivitas SGOT, SGPT dan kadar kreatinin pada serum hewan uji setelah pemberian selama dua bulan dengan dosis sampai 5 x dosis lazim tidak menunjukkan adanya perbedaan bermakna. Penelitian yang lain pada kelinci yang diberikan 1g/kg BB isolat andrografolida secara oral selama 7 hari tidak memberikan efek yang berbahaya pada fungsi hati dan ginjal kelinci. (BPOM, 2010).

Hasil uji toksiksitas akut kombinasi ekstrak etanol campuran (1:1) herba sambiloto dan daun salam yang diberikan pada mencit menghasilkan nilai LD50 sebesar 19,473 g/kg BB. Hasil uji toksiksitas subkronis pada tikus yang diberikan kombinasi ekstrak ini secara per oral selama dua bulan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan terhadap kadar SGOT, SGPT dan kreatinin (Rahman, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi ini aman digunakan dan dapat dilanjutkan ke tahap uji klinis.

Ginjal memiliki fungsi utama untuk mengeliminasi produk sisa, hasil metabolisme endogen ataupun hasil metabolisme zat-zat yang diperoleh dari luar


(21)

tubuh (Ritter, dkk., 2008). Parameter yang digunakan untuk mengetahui fungsi ginjal adalah kadar urea dan kreatinin dalam darah. Urea diproduksi didalam hati yang merupakan hasil dari metabolisme protein. Urea dibawa di dalam darah menuju ginjal untuk diekskresikan sehingga besarnya kadar urea di dalam darah dapat menjadi tes awal untuk melihat fungsi ginjal khususnya fungsi glomerulus.(Wilson, 2008).

Kreatinin merupakan produk produk sisa dari pemecahan kreatin fosfat, senyawa yang ada di dalam jaringan otot dimana kadar kreatinin dalam darah umumnya konstan. Adanya gangguan fungsi ginjal akan mengakibatkan berkurangnya ekskresi dari kreatinin dan urea sehingga kadarnya dalam darah akan meningkat (Wilson, 2008).

Jadi berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak herba sambiloto dan daun salam dalam sediaan kapsul terhadap fungsi ginjal yang dapat dilihat dari kadar ureum dan kreatinin pada pasien dislipidemia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil perumusan masalah yaitu: a. apakah karakteristik simplisia herba sambiloto dan daun salam sesuai dengan

monografi yang terdapat pada Materia Medika Indonesia.

b. apakah pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam mempunyai pengaruh terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.


(22)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

a. karakteristik simplisia herba sambiloto dan daun salam sesuai dengan monografi yang terdapat pada Materia Medika Indonesia.

b. pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam tidak mempunyai pengaruh terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapuntujuan penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui karakteristik simplisia herba sambiloto dan daun salam yang diteliti.

b. untuk mengetahui pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:

a. dapat mengetahui pengaruh pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam terhadap fungsi ginjal pada pasien dislipidemia. b. dapat mendukung program pemerintah dalam pengembangan obat tradisional.


(23)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian dilakukan dengan kerangka pikir sebagai berikut: Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Subyek

pria/wanita Serbuk simplisia herba

sambiloto dan daun salam

Karakterisasi simplisia

- Makroskopik - Mikroskopik - Kadar air - Kadar abu

- Kadar abu yang tidak larut asam

- Kadar sari yang larut dalam air

- Kadar sari yang larut dalam etanol

Ekstrak herba sambiloto dan daun salam

Kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan

daun salam

- Pemeriksaan kadar ureum - Pemeriksaan kadar kreatinin

-Kadar ureum = 10 - 50 mg/dl -Kadar kreatinin

pria = 0,7 - 1,1 mg/dl wanita= 0,6 - 0,9 mg/dl


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

Uraian tanaman meliputi: sistematika tanaman, nama lain, morfologi tanaman, kandungan kimia dan khasiat tanaman.

2.1.1 Sambiloto

2.1.1.1 Sistematika tanaman Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanales Famili : Acanthaceae Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata Ness (Depkes RIa, 2000). 2.1.1.2 Nama lain

Sumatera: pepaitan (Melayu) Jawa: ki oray, ki peurat, takilo (Sunda), bidara sadilata, sambilata, takila (Jawa) (Depkes RIb, 1979). Inggris: King of bitter, creat, greenchiretta, halviva (BPOM RI, 2010).

2.1.1.3 Morfologi tanaman

Sambiloto berupa terna tumbuh tegak dan tinggi 40 cm sampai 90 cm, percabangan banyak dengan letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat dan tidak berambut. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam atau


(25)

agak tajam, tepi daun rata, panjang 3 cm sampai 12 cm dan lebar 1 cm sampai 3 cm, panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm, daun bagian atas bentuknya seperti daun pelindung. Perbungaan tegak bercabang-cabang, gagang bunga 3 mm sampai 7 mm, panjang kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm. Bunga berbibir bentuk tabung, panjang 6 mm bagian atasnya, ukuran 7 mm sampai 8mm, bibir bunga bawah lebar berbentuk biji, berwarna ungu dan panjang 6 mm. Tangkai sari sempit dan melebar pada bagian pangkal, panjang 6 mm. Buah berbentuk jorong dengan ujung yang tajam, panjang lebih kurang 2 cm, bila tua akan pecah terbagi menjadi 4 keping (Depkes RIb, 1979).

2.1.1.4 Kandungan kimia

Senyawa identitas dari sambiloto adalah andrographolide (Depkes RI, 2008). Andrographolide merupakan diterpen lakton yang berasa pahit dan terlihat sebagai kristal yang tidak berwarna. Analisis dari keseluruhan tumbuhan kering diantaranya andrographolides; 14-deoxy-11-oxoandrogra- pholide; 14-deoxy-11, 12-didehydroandrographolide–andrographolide D; 14-deoxyandrographolide, serta kandungan yang tidak pahit, neoandrographolide. Daunnya mengandung

andrographolide dalam jumlah paling banyak (1,0 - 2,39%), sedangkan biji mengandung yang paling sedikit. (Benoy, 2012). Daun sambiloto juga mengandung saponin, flavonoid dan tanin. (Depkes RIa, 2000).

2.1.1.5 Khasiat tanaman

Berdasarkan hasil penelitian secara praklinis menunjukkan bahwa herba sambiloto mempunyai aktivitas antibakteri, anti-HIV, imunostimulan, antipiretik, antidiare, antiinflamasi, antimalaria dan antihepatotoksik. Secara klinis sambiloto telah teruji mengobati infeksi saluran kemih, disentri dan hepatitis (WHO, 2002).


(26)

2.1.2 Daun salam

2.1.2.1 Sistematika tanaman Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Syzygium

Spesies :Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.

Sinonim: Eugenia polyantha Wight (Depkes RIa, 2000). 2.1.2.2 Nama lain

Sumatera: maselangan, ubar serai (Melayu), Jawa: kastolan (kangean) (Depkes RI, 1980). Inggris: bay leaf.

2.1.2.3 Morfologi tanaman

Pohon salam bertajuk rimbun dan memiliki tinggi sampai 25 m. Daun bila diremas berbau harum, berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, pangkal lancip sedangkan ujung lancip sampai tumpul, panjang 5 cm sampai 15 cm, lebar 35 mm sampai 65 mm; terdapat 6 sampai 10 urat daun lateral, panjang tangkai daun 5 mm sampai 12 mm. Perbungaan berupa malai, keluar dari ranting, berbau harum. Bila musim berbunga pohon akan dipenuhi oleh bunga-bunganya. Kelopak bunga berbentuk cangkir yang lebar, ukuran lebih kurang 1 mm. Mahkota bunga berwarna putih, panjang 2,5 mm sampai 3,5 mm. Benang sari terbagi dalam 4 kelompok, panjang lebih kurang 3 mm berwarna kuning


(27)

lembayung. Buah buni, berwarna merah gelap, bentuk bulat dengan garis tengah 8 mm sampai 9 mm, pada bagian tepi berakar lembaga yang sangat pendek (Depkes RI, 1980).

2.1.2.4 Kandungan kimia

Senyawa identitas dari salam adalah kuersitrin (Depkes RI, 2008). Kandungan kimia salam antara lain minyak atsiri yang terdiri atas sitral dan eugenol juga terdapat tanin dan flavonoid (Depkes RI, 1980).

2.1.2.5 Khasiat tanaman

Khasiat daun salam adalah untuk mengatasi asam urat, kencing manis, menurunkan kadar kolesterol, melancarkan pembuluh darah, radang lambung, diare, mabuk alkohol dan gatal-gatal (Agoes, 2010). Hasil uji praklinis yang telah dilakukan Prahastuti, dkk., (2011) dengan menggunakan tikus jantan galur Wistar sebanyak 25 ekor yang dibagi dalam 5 kelompok. Tikus diinduksi diet tinggi lemak selama 2 minggu, dilanjutkan dengan pemberian infusa daun salam konsentrasi 5%, 10%, 20% dan simvastatin selama 2 minggu. Hasil penelitian menunjukkan pemberian daun salam konsentrasi 5%, 10% dan 20% menurunkan kadar kolesterol total secara bermakna (p<0,05) bila dibandingkan dengan kontrol negatif. Ketiga dosis daun salam mempunyai efek yang sama (p>0,05) dalam menurunkan kadar kolesterol total darah tikus yang diinduksi diet tinggi lemak dan potensinya setara dengan simvastatin (p>0,05).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes


(28)

RIb, 2000). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RIa, 1979)

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:

1. Cara dingin

a. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi yang dilakukan dengan pengadukan kontiniu (terus-menerus) disebut dengan maserasi kinetik. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan.

2. Cara panas

a. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Soxhlet adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi


(29)

ekstraksi kontiniu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontiniu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar) , yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50oC.

d. Infudansi adalah proses penyarian dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama waktu tertentu (15 - 20 menit).

e. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pa da temperatur 90oC selama 30 menit

2.3 Uji Klinis

Uji klinis merupakan penelitian eksperimental terencana yang dilakukan pada manusia. Peneliti memberikan perlakuan atau intervensi pada manusia, kemudian efek perlakuan tersebut diukur dan dianalisis. Uji klinis bervariasi dari uji efektivitas obat sederhana yang hanya melibatkan beberapa puluh pasien dan dapat dilaksanakan satu peneliti hingga uji klinis multisenter yang memiliki organisasi yang rumit, jumlah peserta dan peneliti yang banyak, sistem infor masi dan manajemen yang kompleks (Sastroasmoro, 2011). Uji klinis ini dilakukan baik untuk pengembangan obat sintetik maupun obat herbal.

Tujuan dilakukannya uji klinis pada obat herbal antara lain:

a. Pembuktian secara ilmiah kemanfaatan sediaan herbal sesuai dengan indikasi yang akan menjadi fitofarmaka.

b. Pembuktian secara ilmiah keamanan dan kemanfaatan pengobatan tradisional termasuk cara, alat, bahan dan ramuan yang telah dilakukan setelah


(30)

menunjukkan adanya kemanfaatan berdasarkan observasi klinik.

c. Pengembangan tanaman obat yang mengarah pada pengembangan zat kimia baru sebagai bahan obat (Dirjen Bina Kesmas, 2004).

Uji klinis ramuan atau tanaman obat yang akan dikembangkan sebagai produk obat tradisional membutuhkan beberapa persyaratan diantaranya:

a. Data keamanan, meliputi toksiksitas akut, toksiksitas subkronik dan toksiksitas khusus bila diperlukan.

b. Data manfaat/ khasiat praklinis.

c. Teknologi formulasi sederhana untuk pembuatan formulasi.

d. Menentukan zat identitas, zat aktif atau finger print sehingga dapat dibuat jadi produk obat terstandar.

Uji klinis obat tradisional pada pengobatan tradisional dibedakan menjadi uji klinis terhadap praktek yang sudah ada dan telah menunjukkan kemanfaatan berdasarkan hasil observasi klinis dan uji klinis untuk menetapkan intervensi klinis baru. Uji klinis intervensi baru, harus mengikuti tahapan seperti obat baru yang didahului dengan data praklinis, teknik formulasi, uji klinis fase I, II dan III, sedangkan untuk uji klinis pengobatan tradisional yang kemanfaatannya sudah ditunjukkan dengan observasi klinik dapat dilanjutkan dengan uji klinis skala kecil dan kriteria klinis lebih ketat, seperti pada fase II atau III (Dirjen Bina Kesmas, 2004).

Uji klinis terdiri dari 4 fase yaitu:

Fase I : Pengujian pada suatu obat baru yang baru pertama kali digunakan untuk menilai keamanan dan tolerabilitas obat pada sukarelawan sehat. Jumlah subyek pada fase ini 20 - 50 orang.


(31)

Fase IIA : Pengujian pada pasien dalam jumlah terbatas dan tanpa pembanding (kontrol)

Fase IIB : Pengujian dilakukan pada pasien dengan membandingkannya dengan plasebo atau obat standar (kontrol).

Fase III : Pengujian pada fase ini dilakukan dengan mengevaluasi obat dibandingkan dengan obat standar dengan desain uji klinis acak terkontrol, multisenter dan jumlah subyek yang diikutsertakan pada fase ini minimal 500 orang.

Fase IV : Pengujian yang dilakukan pasca pemasaran, untuk mengamati efek samping yang jarang atau lambat timbulnya (Setiawati, dkk., 2007).

2.4 Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid tersebut adalah kenaikan kadar kolesterol total, TG, LDL serta penurunan kadar HDL. Semua fraksi lipid ini mempunyai peran penting dalam proses terjadinya aterosklerosis (Santoso, dkk., 2009).

Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang terdapat dalam membran sel dan merupakan prekursor asam empedu dan hormon steroid. Kolesterol dalam peredaran darah terikat pada lipoprotein. Terdapat 2 macam lipoprotein utama yaitu HDL yang dikenal dengan kolesterol baik dan LDL yang dikenal dengan kolesterol jahat. Komponen lemak lain adalah trigliserida yang disimpan dalam jaringan lemak dan dalam darah. Kolesterol total mengandung 60 - 70% LDL, 20 - 30% HDL dan 10 - 15% trigliserida (BPOM RI, 2013).


(32)

National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEP ATP III) tahun 2001 membuat suatu batasan kadar profil lipid plasma yang sampai saat ini masih digunakan.

Tabel 2.1 Interpretasi kadar profil lipid

Profil Lipid Satuan Interpretasi

Kolesterol total <200

200 - 239 ≥ 240

mg/dL mg/dL mg/dL

Diinginkan

Batas tinggi (borderline) Tinggi

Kolesterol LDL < 100

100 - 129 130 - 159 160 - 189 ≥ 190 mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL Optimal Mendekati optimal Batas tinggi (borderline) Tinggi

Sangat tinggi Kolesterol HDL

< 40

≥ 60 mg/dL mg/dL

Rendah Tinggi Trigliserida

<150 151 - 199 200 - 499) 500 mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL Normal

Batas tinggi (borderline) Tinggi

Sangat tinggi 2.4.1 Kolesterol

Kolesterol merupakan senyawa yang mempunyai fungsi penting dalam tubuh kita. Kolesterol ditemukan di seluruh sel tubuh kita, dimana berfunsi sebagai komonen penyusun membran sel. Kolesterol juga digunakan oleh tubuh untuk pembuatan berbagai hormon, terutama hormon estrogen dan testosteron, namun juga digunakan untuk hormon adrenal sepertil kortisol dan aldosteron. Tubuh juga menggunakan kolesterol untuk membuat vitamin D. Kadar kolesterol dalam darah yang direkomendasikan adalah dibawah 200 mg/dl. Berbeda dengan fungsinya pada saat kadar kolesterol normal, semakin tinggi kadar kolesterol dalam darah, semakin besar pula resiko terjadinya aterosklerosis (Murray, 2013).


(33)

2.4.2 Low Density Lipoprotein (LDL)

LDL mengandung kolesterol ester yang dominan dalam intinya tetapi kadar trigliserida hanya kurang dari 10%. Waktu paruh LDL sekitar 2 - 3 hari. Jika diet banyak mengandung lemak atau kolesterol maka konsentrasi LDL plasma meningkat sehingga mempunyai masa edar yang lebih lama di dalam plasma dan menjadi lebih mudah teroksidasi. LDL yang teroksidasi akan ditangkap oleh

scavenger reseptor-A di makrofag dan membentuk sel busa (plak aterosklerosis). Peningkatan LDL secara epidemiologi telah terbukti bersifat aterogenik (Santoso, dkk., 2009).

2.4.3 High Density Lipoprotein (HDL)

HDL berfungsi sebagai protektif terhadap aterosklerosis melalui

mekanisme “transpor kolesterol balik (reverse cholesterol transport)”. HDL

mengambil kolesterol dari plak aterosklerosis (jaringan lainnya) dan mengangkut ke jaringan hati untuk dikatabolisme dan disekresi sebagai asam empedu (Santoso, dkk., 2009).

2.4.4 Trigliserida

Trigliserida disintesis di dalam hati dari asam lemak, protein dan glukosa. Trigliserida disimpan dalam jaringan adiposa dan otot. Kadar trigliserida sering digunakan untuk memprediksi keseimbangan asupan lemak dan metabolisme lemak. Ini merupakan salah satu aspek untuk mengevaluasi faktor resiko penyakit koroner. Tingginya nilai trigliserida sering dihubungkan dengan tingginya resiko penyakit jantung dan stroke (Wilson, 2008).

2.4.5 Terapi dislipidemia


(34)

2.4.5.1 Terapi non farmakologi a. Terapi diet

Terapi diet bertujuan untuk mengoptimalkan kadar lipid dengan cara menjaga keseimbangan diet. Terapi diet dapat menurunkan kolesterol total sebesar 10 - 15%. Asupan makanan yang tinggi kandungan kolesterol harus diturunkan. Asupan lemak jenuh dan asam lemak trans meningkatkan kadar LDL.

b. Pengurangan berat badan

Pengurangan berat badan dikhususkan pada pasien kelebihan berat badan dan obesitas dengan sindrom metabolik. Penurunan berat badan membantu menurunkan trigliserida dan meningkat HDL.

c. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya serta merupakan bagian dari usaha menjaga kebugaran, termasuk kesehatan jantung dan pembuluh darah. Mereka yang aktif memiliki kemungkinan yang rendah untuk terkena penyakit kardiovaskuler termasuk diantaranya dislipidemia (Lindarto, 2014).

2.4.5.2 Terapi farmakologi

Saat ini sudah terdapat lima jenis obat untuk terapi dislipidemia, yaitu golongan statin, resin, turunan asam fibrat, asam nikotinat dan ezetimibe.

a. Statin (HMG-CoA reductase inhibitor)

Statin merupakan senyawa yang paling efektif dan paling baik toleransinya untuk mengobati dislipidemia. Obat ini bekerja menghambat enzim HMG-CoA reduktase yaitu suatu enzim yang mengkatalis tahap awal biosintesis kolesterol. Statin memberikan efek utamanya yaitu menurunkan kadar LDL (Mahley, 2012).


(35)

b. Resin

Resin merupakan obat hipolipidemia yang mungkin paling aman karena tidak diabsorpsi saluran cerna. Resin bekerja dengan cara mengikat asam empedu dalam saluran cerna di usus halus dan asam empedu yang terikat dieksresi dalam feses. Dengan demikian asam empedu yang kembali ke hati akan menurun, hal ini akan memacu hati memecahkan kolesterol lebih banyak untuk menghasilkan asam empedu yang dikeluarkan ke usus (Mahley, 2012).

c. Turunan asam fibrat

Fibrat merupakan agonis dari peroxysome proliferator activated receptor-alpha (PPAR-α). Fibrat merupakan obat yang efektif untuk menurunkan kadar trigliserida serta meningkatkan pembersihan kolesterol VLDL di hati. Fibrat menurunkan trigliserida melalui stimulasi oksidasi asam lemak yang diperantarai oleh PPAR-α, meningkatkan sintesis lipoprotein lipase dan menurunkan apoC-III di hati yang berfungsi sebagai inhibitor proses lipolisis sehingga dapat meningkatkan bersihan VLDL (Mahley, 2012).

4. Asam nikotinat (Niasin)

Asam nikotinat termasuk obat-obat pertama yang digunakan untuk mengobati dislipidemia. Obat ini meningkatkan kadar kolesterol HDL dan menurunkan kadar trigliserida. Kerja utama asam nikotinat adalah menghambat mobilisasi asam lemak bebas sehingga mengakibatkan berkurangnya sintesis trigliserida dan sekresi kolesterol VLDL oleh hati (Santoso, dkk., 2009).

5. Ezetimibe

Ezetimibe bekerja dengan menghalangi penyerapan kolesterol di dalam usus. Ezetimibe tidak menghambat sintesis kolesterol di hati maupun untuk


(36)

meningkatkan ekskresi asam empedu namun secara tidak langsung akan mengurangi kolesterol hati dan meningkatkan bersihan kolesterol dari darah (Santoso, dkk., 2009).

2.5 Ginjal

2.5.1 Anatomi ginjal

Ginjal terletak pada dinding posterium abdomen, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri karena hati menduduki ruang lebih banyak disebelah kanan. Setiap ginjal panjangnya 6 cm sampai 7,5 cm dan tebal 1,5 cm sampai 2,5 cm. Berat ginjal pada orang dewasa kira-kira 140 g (Pearce, 2008). Setiap ginjal terdiri atas sekitar satu juta unit fungsional yang disebut nefron. Setiap nefron berawal sebagai suatu berkas kapiler yang disebut glomerulus lalu tubulus nefron yang yang melengkung dan berkelok-kelok (Corwin, 2009).

Setiap ginjal secara anatomis dibedakan menjadi bagian korteks di sebelah luar yang mengandung semua kapiler glomerulus dan sebagian segmen tubulus pendek dan bagian medula di sebelah dalam tempat sebagian besar segmen tubulus berada. Perkembangan segmen-segmen tubulus dari glomerulus ke tubulus proksimal, kemudian sampai di tubulus distal dan akhirnya hingga ke duktus pengumpul. Duktus pengumpul besar terletak di papila, bagian terdalam ginjal yaitu medula ginjal. Duktus pengumpul besar mengalir menuju daerah aliran pusat yang disebut pelvis ginjal dan dari sini terus mengalir ke ureter. Ureter dari masing-masing ginjal dihubungkan ke kandung kemih (Corwin, 2009).


(37)

2.5.2 Fungsi ginjal

Fungsi utama dari ginjal adalah mengeliminasi produk sisa baik itu dari metabolisme endogen maupun metabolisme xenobiotik. Ginjal juga memegang peranan penting didalam regulasi homeostasis tubuh, mengatur jumlah cairan ekstraseluler dan keseimbangan elektrolit. (Hodgson, 2004).

Darah masuk ke dalam ginjal manusia melalui arteri renal. Aliran darah ke dalam ginjal orang dewasa sekitar 1L/menit. Ginjal orang dewasa mengandung sekitar satu juta unit fungsional yang disebut nefron, dimana darah masuk untuk membuang zat yang tidak berguna didalamnya. Zat-zat yang terkumpul kemudian diekskresikan dari tubuh melalui urin. Darah memasuki nefron melalui sebuah jaringan kapiler khusus yang disebut glomerulus. Kapiler ini memiliki pori-pori yang dilewati oleh zat yang akan dieliminasi dari cairan darah. Filtrat dikumpulkan dalam glomerular (atau kapsula Bowman's) dimana glomerulus terdapat didalamnya. Filtrat ini terdiri dari air, ion, molekul-molekul kecil seperti glukosa, asam amino, dan zat kimia asing. Molekul besar seperti protein dan sel tidak difiltrasi dan tertahan didalam darah. (Leblanc, 2004).

2.6 Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Fungsi pemeriksaan faal ginjal antara lain:

4. Untuk mengidentifikasi adanya gangguan fungsi ginjal 5. Untuk mendiagnosa penyakit ginjal

6. Untuk memantau perkembangan penyakit 7. Untuk memantau respon terapi


(38)

Pemeriksaan fungsi ginjal dilakukan dengan melihat perkiraan laju filtrasi glomerulus (LFG). LFG tidak dapat dihitung secara langsung, namun dengan menggunakan urinary clearance dari suatu zat penanda. Klirens dari suatu zat penanda dapat didefenisikan sebagai banyaknya jumlah zat penanda yang dikeluarkan per unit satuan waktu.

Zat penanda yang biasa digunakan adalah kreatinin serum. Perhitungan LFG dari kreatinin serum dapat diperkirakan persamaan yang menggunakan umur, jenis kelamin, ras dan berat badan.

a. Formula Cockroft-Gault

(140 - umur) x bb (kg) kreatinin serum x 72

Nilai kreatinin klirens untuk wanita dikalikan dengan 0,85 dengan mengasumsikan bahwa massa otot wanita 15% lebih rendah.

b. Persamaan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD Equation)

GFR (ml/menit/1.73 m2) = 175 × sCr(mg/dl)−1.154 × (umur)−0.203 × 0.742 (jika wanita) × 1.21 (jika berkulit gelap).

Urea serum yang memiliki keterbatasan nilai sebagai penentu LFG karena banyak dipengaruhi oleh faktor non-LFG. Cystatin C merupakan 122-asam amino. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan serum Cystatin C lebih akurat dalam perhitungan LFG dibandingkan dengan kreatinin karena tidak dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, ras dan berat badan (Johnson, dkk., 2009).

2.6.1 Ureum

Urea merupakan metabolit utama dari pemecahan protein makanan dan perombakan jaringan protein. Lebih dari 99% sintesis urea terjadi di hati. Protein


(39)

diubah menjadi peptida dan asam amino di dalam saluran cerna, lebih dari 90% diabsorpsi dan dibawa ke hati. Asam amino kemudian mengalami deaminasi dan transaminase di dalam hati lalu masuk kedalam siklus urea dan diubah menjadi urea (Hosten, 1990).

Urea diekskresikan melalui saluran cerna, paru-paru dan kulit, serta kemungkinan diekskresikan melalui keringat di saat berolahraga hanyalah sebagian kecil (kurang dari 0,5 g/hari). Sebagian besar dari urea, sekitar 10 gram tiap hari diekskresikan melalui ginjal, ketika laju alir urin yang tinggi sekitar 40% di reabsorpsi namun ketika laju urin yang rendah reabsorsi dapat meningkat hingga 60%. Reabsorpsi ini juga dipengaruhi antidiuretik hormon, penurunan aliran plasma, gagal jantung kongestif dan penurunan filtrasi glomerulus (Hosten, 1990).

Konsentrasi urea plasma menunjukkan keseimbangan antara produksi dan eliminasi urea. Plasma urea merupakan parameter kasar dalam menilai fungsi ginjal. Sebagai uji skrining untuk melihat kerusakan ginjal sebaiknya dilakukan bersama pemeriksaan konsentrasi kreatinin. Faktor-faktor yang meningkatkan kadar urea antara lain: kerusakan LFG, pemasukan protein yang tinggi, pendarahan pada saluran cerna, penurunan laju urin, dehidrasi dan obat-obatan steroid (Sweny, 1988).

2.6.2 Kreatinin

Sama seperti urea, konsentrasi kreatinin plasma menunjukkan keseimbangan antara ekskresi dan produksi. Produksi dari kreatinin sebagian besar dipengaruhi oleh massa otot. Produksi kreatinin pada umumnya lebih konstan daripada urea namun dapat berkurang jika terjadi gagal ginjal. Kreatinin


(40)

kurang dipengaruhi oleh asupan makanan namun dengan banyaknya asupan daging, kreatinin plasma mungkin meningkat. Faktor-faktor yang meningkatkan kadar kreatinin antara lain: kerusakan LFG, peningkatan massa otot, kerusakan otot akut (Sweny, 1988).

Kadar kreatinin dapat digunakan untuk menghitung kreatinin klirens yang dapat digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG). Formula Cockcroft- Gault merupakan salah satu cara yang direkomendasikan untuk menghitung besarnya kreatinin klirens. Formula Cockcroft- Gault yaitu:

(140 - umur) x BB (kg) kreatinin serum x 72

Nilai kreatinin klirens untuk wanita dikalikan dengan 0,85 (Hosten, 1990).

Kadar normal klirens kreatinin untuk laki-laki sebesar 95 - 135 ml/menit (0,9 - 1,3 ml/detik SI unit) dan wanita sebesar 85 - 125 ml/menit (0,8 - 1,2 ml/detik SI unit). Wanita hamil akan mengalami kenaikan kadar klirens kreatinin sedangkan pada usia lanjut atau anak-anak kadar klirens kreatinin ini lebih rendah (Wilson, 2008).


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan uji klinis terbuka (open trial) dengan desain the one group pretest-postest. Tahapan penelitian meliputi identifikasi sampel, pengumpulan dan pengolahan sampel, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, penguapan ekstrak, pembuatan sediaan kapsul ekstrak, uji klinis pendahuluan efek kapsul kombinasi terhadap perubahan kadar ureum, kreatinin dan kreatinin klirens serta analisis data hasil penelitian dengan program SPSS 17.

3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 3.1.1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex), alat pengukur kolesterol (Easy Touch), alat pengukur tekanan darah (Omron HEM-7111), alat pengisi kapsul, blender (Panasonic), blood lancet (GEA Medical), cawan beralas datar, krus porselin, lemari pengering, lumpang dan stamfer, microtoise stature meter (General Care), mikroskop (Olympus), neraca kasar (Ohaus), neraca analitik (Vibra AJ), oven (Memmert), plasterin dan ikatan pembendungan (Torniquet), rotary evaporator (Haake D), seperangkat alat destilasi untuk penentuan kadar air (Boeco), spuit (Terumo), tanur (Nabertherm), test strip (Easy Touch), timbangan berat badan (GEA® Medical).

3.1.2 Bahan-bahan yang digunakan


(42)

daun salam serta bahan-bahan kimia. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah akuades, amilum maidis, amilum manihot, asam klorida, cangkang kapsul, etanol 96%, etanol 70 %, etanol 50%, kloralhidrat, kloroform, laktosa, toluen.

3.2 Penyiapan Bahan Tanaman

Penyiapan bahan tanaman meliputi pengambilan bahan tanaman, identifikasi tanaman dan pengolahan bahan tanaman.

3.2.1 Pengambilan dan pengumulan bahan tanaman

Metode pengambilan bahan dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan bahan yang sama dari daerah lain. Herba sambiloto diperoleh dari Desa Blang Mirah, Kota Bireun, Provinsi Aceh dan daun salam diperoleh dari Pancur Batu, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Identifikasi tanaman

Identifikasi tanaman dilakukan di “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat penelitian Biologi Bogor. 3.2.3 Pengolahan bahan tanaman

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah herba sambiloto dan daun salam yang masih segar. Pengolahan bahan diawali dengan pemanenan bahan tanaman. Sambiloto dan daun salam dipisahkan dari pengotor lain dan dipilih bagian yang akan digunakan lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang. Diperoleh berat basah herba sambiloto 5,12 kg dan daun salam 5,26 kg. Selanjutnya herba sambiloto dan daun salam dikeringkan dalam lemari


(43)

pengering secara terpisah sampai herba sambiloto dan daun salam kering. Bahan tanaman yang telah kering ditimbang dan diperoleh berat kering herba sambiloto 1,23 kg dan daun salam 1,86 kg. Simplisia dihaluskan hingga berbentuk bubuk kasar.

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam asam (Depkes RI, 1980).

3.3.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap herba sambiloto dan daun salam segar dan kering dengan cara mengamati bentuk, bau, warna dan rasa. 3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap herba sambiloto, daun salam segar dan serbuk simplisia. Sampel segar dan serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop pada berbagai pembesaran. 3.3.3 Penetapan kadar air

Metode azeotropik (destilasi toluen)

Cara kerja: Toluen sebanyak 200 ml dan air suling 2 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air dalam tabung penerima dibaca (WHO, 1998). Labu berisi toluen tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama,


(44)

labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen menidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin lalu ditambahkan 2 ml air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan. Dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan dingin pada suhu kamar, setelah air dan toluena memisah dengan sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1980).

3.3.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dilarutkan di dalam 1 L akuades) dalam labu tersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105˚C sampai bobot tetap. Kadar dalam persensari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1980).

3.3.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu tersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai


(45)

kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105˚C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1980).

3.3.6 Penetapan kadar abu

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselin dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500 - 600˚C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1980).

3.3.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dan dipijar sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan (Depkes RI, 1980).

3.4 Pembuatan Ekstrak

3.4.1 Pembuatan ekstrak herba sambiloto

Pembuatan ekstrak simplisia herba sambiloto dilakukan dengan cara perkolasi. Serbuk simplisia herba 900 g dimasukkan kedalam bejana tertutup, ditambahkan etanol 50% sehingga semua simplisia terendam, aduk -aduk dan diamkan selama 3 jam. Dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator


(46)

sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangkan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator, dibiarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat cairan penyari diatas simplisia. Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa, selanjutnya ekstrak cair dipekatkan dengan menggunakan rotavapor sehingga didapat ekstrak kental. 3.4.2 Pembuatan ekstrak daun salam

Pembuatan ekstrak simplisia daun salam dilakukan dengan cara perkolasi. Serbuk simplisia 900 g dimasukkan kedalam bejana tertutup, ditambahkan etanol 70% sehingga semua simplisia terendam, aduk- aduk dan diamkan selama 3 jam. Dipindahkan sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangkan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator, dibiarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia. Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa, selanjutnya ekstrak cair dipekatkan dengan menggunakan rotavapor sehingga didapat ekstrak kental.

3.5 Pembuatan Sediaan 3.5.1 Formula kapsul

Setiap kapsul mengandung 100 mg ekstrak herba sambiloto dan 100 mg ekstrak daun salam kental.


(47)

R/ Ekstrak herba sambiloto 100 mg Ekstrak daun salam 100 mg Amilum manihot 10 % Amilum maidis 5 % Laktosa ad 450 mg

3.5.2 Cara pembuatan sediaan kapsul a. Pembuatan masa ekstrak herba sambiloto

Dimasukkan sebanyak 200 g ekstrak herba sambiloto ke dalam lumpang dan digerus, lalu ditambahkan sebagian dari 90 g amilum manihot, lalu digerus, ditambahkan sebagian dari 45 g amilum maidis, lalu digerus, ditambahkan laktosa secukupnya. Digerus sampai terbentuk masa yang bisa dikempa.

b. Pembuatan masa ekstrak daun salam

Dimasukkan sebanyak 200 g ekstrak daun salam ke dalam lumpang dan digerus, lalu ditambahkan sisa amilum manihot, lalu digerus, ditambahkan sisa amilum maidis, lalu digerus, ditambahkan laktosa sedikit dan digerus.

c. Pencampuran masa ekstrak herba sambiloto dan daun salam

Ditambahkan masa herba sambiloto ke dalam lumpang yang terdapat masa ekstrak daun salam, lalu digerus, ditambahkan laktosa sampai 900 g. Digerus lalu diayak, dikeringkan granul dalam oven dengan suhu 30C selama 15 menit. Dimasukkan kedalam lumpang, ditambahkan sisa laktosa, dihomogenkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam kapsul kosong.

3.5.3 Evaluasi sediaan kapsul

Dilakukan evaluasi sediaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam sesuai dengan yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi III yaitu keseragaman bobot.


(48)

Diambil sebanyak 20 kapsul secara acak. Ditimbang 20 kapsul, lalu ditimbang lagi kapsul satu persatu. Dikeluarkan isi semua kapsul, ditimbang seluruh bagian cangkang kapsul. Dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata isi kapsul. Dihitung deviasi dari masing masing isi kapsul terhadap bobot rata-rata isi kapsul. Syarat: tiap kapsul tidak mempunyai deviasi diatas 7,5% dan setiap dua kapsul tidak mempunyai deviasi diatas 15% (Depkes RI1, 1979).

3.6 Uji Klinis Pendahuluan 3.6.1 Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan meliputi Kecamatan Medan Sunggal, Medan Selayang, Medan Maimun dan Percut Sei Tuan.

3.6.2 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan bulan Desember 2014 – Januari 2015. 3.6.3 Desain penelitian

Uji klinis terbuka (open trial) dengan desain the one group pretest-postest.

Pada uji ini dilakukan pemeriksaan terhadap penyakit atau keadaan yang diteliti sebelum dan sesudah pemberian perlakuan pada subjek (Sastroasmoro, 2011). 3.6.4 Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian

Kriteria inklusi penelitian ini adalah: a. Pasien laki laki dan perempuan

b. Umur 20 - 60 tahun

c. Pasien menderita dislipidemia

d. Pola makan dan gaya hidup yang kurang baik e. Dapat melakukan aktivitas sehari hari


(49)

f. Tidak mengkonsumsi obat dislipidemia dalam dua minggu terakhir

g. Bersedia ikut dalam penelitian, mengikuti prosedur penelitian dan menanda tangani informed consent.

Kriteria ekslusi penelitian ini adalah: a. Wanita hamil, menyusui, nifas

b. Ada penyakit komplikasi c. Terbaring di tempat tidur

d. Adanya kebiasaan mengkonsumsi alkohol

e. Tidak teratur menkonsumsi kapsul ekstrak herba sambiloto dan daun salam

f. Tidak mengikuti kontrol selama penelitian (meninggal, pindah alamat, mengundurkan diri).

3.6.5 Teknik pengambilan subyek penelitian

Teknik pengambilan subyek dalam penelitian ini adalah consecutive sampling yaitu semua subyek yang memenuhi kriteria (berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi) dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2011). Pencarian subyek penelitian dilakukan dengan melakukan pengumpulan massa serta pencarian dari rumah ke rumah. Semua subyek diberi penjelasan singkat sebelum diberikan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam, selanjutnya bagi subyek yang setuju mengikuti penelitian menandatangani surat persetujuan mengikuti penelitian. 3.6.6 Jumlah subyek penelitian

Uji klinis pendahuluan ini dimana pertama kalinya formula baru diberikan pada manusia merupakan uji klinis terbuka dan sederhana, artinya tanpa pembanding dan tidak tersamar, pada sejumlah kecil subyek dengan pengamatan


(50)

intensif. Total jumlah subyek pada fase ini bervariasi antara 20 - 50 orang (Setiawati, dkk., 2007), maka pada penelitian ini jumlah subyek yang dibutuhkan minimal 20 orang pasien dislipidemia.

3.6.7 Pemberian sediaan kapsul uji

Setiap pasien diberikan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam secara bertahap dengan dosis 3 kali sehari selama 28 hari. 3.6.8 Tahapan dan cara kerja uji klinis pendahuluan

a. Dilakukan pencarian pasien dengan melihat berat badan berlebih serta wawancara meliputi pola makan, gaya hidup, pemeriksaan kolesterol yang pernah dilakukan dan riwayat penyakit untuk memperoleh diagnosis dan mengisi kuesioner penelitian.

b. Pasien akan diperiksa vital sign yang meliputi penimbangan berat badan, tinggi badan dan pemeriksaan tekanan darah. Dilakukan pengukuran kadar kolesterol menggunakan alat Easy Touch.

c. Diukur kadar kolesterol total, HDL, LDL, TG, kadar kreatinin dan kadar ureum sebelum penggunaan (H0) sediaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam dengan menggunakan metode kolorimetri. Diberikan sediaan kapsul 3 x sehari selama 28 hari. Diambil darah sebanyak 3 ml pada hari ke-14 dan 28 lalu diukur kembali kadar ureum dan kreatinin menggunakan metode kolorimetri. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

3.6.9 Tindakan keamanan

Selama pengobatan pasien di follow up terhadap kepatuhan, efek samping, komplikasi ataupun kondisi klinis yang dianggap penting. Apabila terjadi


(51)

komplikasi maka pasien akan dirujuk ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

3.7 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Informed consent adalah persetujuan yang diberikan subyek untuk turut serta dalam penelitian setelah subyek menerima penjelasan dan pengertian tentang penelitian yang akan dilakukan. Kesediaan sebagai subyek dinyatakan dengan menandatangani lembar persetujuan (Dirjen Bina Kesmas, 2004).

3.8 Izin Komisi Etik

Ethical clearance merupakan syarat dan bukti bahwa penelitian yang akan dilaksanakan telah melalui tahap kajian etika, tidak melanggar hak etik dan hak azazi manusia.. Semua penelitian kesehatan yang mengikutsertakan manusia sebagai partisipan atau subyek penelitian membutuhkan tahap kajian etik untuk mendapatkan ethical clearance (Dirjen Bina Kesmas, 2004). Penelitian ini telah memperoleh ethical clearance yang dikeluarkan oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.9 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode Paired Sample T-Test dan Wilcoxon pada Program SPSS 17.


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tanaman

Hasil identifikasi tanaman yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lembaga Penelitian dan Pengembangan Biologi Bogor, menunjukkan bahwa tanaman yang diteliti adalah Sambiloto dengan nama ilmiah

Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees, suku Acanthaceae dan Salam dengan nama ilmiah Syzygium polyanthum (Wight) Walp., suku Myrtaceae.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik herba sambiloto segar baunya khas dan rasanya sangat pahit. Batang tidak berambut, tebal 2 - 6 mm dan berbentuk persegi empat. Daun berwarna hijau, berbentuk lanset, panjang 2 - 7 cm, lebar 1 - 3 cm, rapuh, tipis, tidak berambut, ujung daun runcing. Biji agak keras, permukaan luar berwarna cokelat muda.

Hasil pemeriksaan mikroskopik yang dilakukan terhadap daun sambiloto segar pada sayatan melintang melalui tulang daun terlihat rambut penutup, sel epidermis dan sistolit, terdapat juga kolenkim, jaringan pagar, jaringan bunga karang, berkas pembuluh tipe bikolateral dan epidermis bawah. Sayatan membujur permukaan daun sambiloto bagian bawah terdapat stomata tipe bidiasitik, sistolit dan sel kelenjar. Serbuk simplisia herba sambiloto terdapat fragmen mesofil, sistolit, epidermis bawah, berkas pembuluh dan rambut dari kelopak bunga Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 56.


(53)

Hasil pemeriksaan makroskopik daun salam segar berwarna hijau, licin, mengkilat, helai daun berbentuk jorong memanjang, panjang 10 - 14 cm, lebar 3 - 5 cm. Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia daun salam berwarna hijau kecoklatan, bau khas, dan rasa agak kelat.

Hasil pemeriksaan mikroskopik sayatan melintang daun salam segar terlihat kutikula, sel epidermis, kelenjar lisigen, jaringan pagar, jaringan bunga karang dan hablur kalsium oksalat. Sayatan membujur daun salam permukaan bawah tampak stomata tipe parasitik. Serbuk simplisia terdapat epidermis, stomata tipe parasitik, berkas pembuluh, hablur kalsium oksalat dan serabut sklerenkim Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 58.

Hasil pemeriksaan karakterisasi dari serbuk simplisia herba sambiloto dan daun salam dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Serbuk Simplisia Herba Sambiloto

Parameter Hasil (%) Persyaratan

MMI (%) Kadar sari yang larut dalam air

Kadar sari yang larut dalam etanol Kadar abu

Kadar abu yang tidak larut dalam asam

19,20 15,11 7,10 1,25 > 18 > 9,7 < 12 < 2,2 Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Serbuk Simplisia Daun Salam

Parameter Hasil (%) Persyaratan

MMI (%) Kadar air

Kadar sari yang larut dalam air Kadar sari yang larut dalam etanol Kadar abu

Kadar abu yang tidak larut dalam asam

7,98 12,83 9,54 3,71 0,53 < 10 > 12 > 8 < 5 < 1

Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia herba sambiloto di atas memenuhi persyaratan monografi yang tertera pada Materia Medika Indonesia Jilid III (Depkes RIb, 1979) dan hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia


(54)

daun salam memenuhi persyaratan monografi yang tertera pada Materia Medika Indonesia Jilid IV (Depkes RI, 1980).

Simplisia merupakan bahan baku yang berasal dari tanaman yang belum mengalami pengolahan, kecuali pengeringan. Standardisasi simplisia dibutuhkan karena jumlah kandungan kimia pada tanaman ditentukan oleh banyak faktor, misalnya tempat tumbuh tanaman, iklim, cara pembudidayaan, cara dan waktu panen (Dewoto, 2007).

Penetapan kadar air ditetapkan untuk menjaga kualitas simplisia, karena kadar air mempunyai kaitan dengan kemungkinan bertumbuhnya kapang/jamur. Kadar abu diperiksa untuk mengetahui tingkat pengotoran dari logam-logam dan silikat. Penetapan kadar sari larut air dan etanol dilakukan untuk mengetahui kadar zat-zat yang larut dalam air dan etanol (Depkes RIc, 2000).

4.3 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia Herba Sambiloto dan Daun Salam Ekstraksi dilakukan terhadap serbuk simplisia herba sambiloto dan daun salam yang masing-masing dilakukan dengan cara perkolasi sehingga diperoleh ekstrak cair. Ekstrak cair yang didapat selanjutnya dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator. Hasil penyarian 900 g serbuk simplisia herba sambiloto dengan pelarut etanol 50% diperoleh ekstrak kental 205,28 g (rendemen 22,81%) dan hasil penyarian 900 g serbuk simplisia daun salam dengan pelarut etanol 70% diperoleh ekstrak kental 200,48 g (rendemen 22,27%).

Kandungan kimia dalam ekstrak daun daun salam yang dapat mengendalikan dislipidemia adalah flavonoid dan tanin. Berdasarkan penelitian baik in vivo maupun in vitro menunjukkan bahwa flavonoid dapat menghambat enzim HMG-CoA reduktase sehingga sintesis kolesterol menurun mengakibatkan


(55)

kadar kolesterol darah menurun. Adanya tanin dapat menghambat penyerapan lemak di usus dengan cara bereaksi dengan protein mukosa dan sel epitel usus sehingga menurunkan absorpsi lemak ke dalam tubuh (Prahastuti, 2014).

Kandungan andrografolida dalam ekstrak herba sambiloto dapat membantu melindungi atau memperbaiki sel hati yang rusak karena zat toksik. Sel hati yang terlindungi dari kerusakan dapat mempermudah mekanisme kerja sel hati dan sintesis lemak oleh sel hati juga dapat berjalan lancar sehingga kadar lipid plasma dapat turun (Fatmawati, 2008). Ekstrak sambiloto juga mengandung saponin yang bermanfaat menghambat penyerapan kolesterol dengan membentuk ikatan kompleks yang tidak larut dengan kolesterol, berikatan dengan asam empedu membentuk micelles dan meningkatkan pengikatan kolesterol oleh serat serta meningkatkan ekskresinya melalui feses.

4.4 Hasil Formulasi dan Evaluasi Kapsul 4.4.1 Formulasi kapsul

Kapsul diformulasi dengan menggunakan dosis ekstrak herba sambiloto dan daun salam masing-masing sebesar 100 mg. Pemilihan dosis ini berdasarkan konversi dosis terhadap dosis uji praklinis yang telah dilakukan Dinkes Sumut (2007) terhadap marmut dimana dengan dosis sebesar 50 mg/kg BB diperoleh efek penurunan kadar kolestoral total dan trigliserida. Hasil konversi dosis diperoleh dosis untuk manusia sebesar 630 mg (hasil konversi dosis dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 67). Pemberian kapsul dilakukan 3 x sehari sehingga dosis masing-masing ekstrak seharusnya adalah 210 mg namun dengan mempertimbangkan bahwa dosis ini baru pertama kali diberikan pada manusia


(56)

dan untuk menghindari efek samping dengan dosis yang tinggi maka pada penelitian ini digunakan dosis sebesar 100 mg.

Bahan pengikat dalam pembuatan kapsul ini menggunakan 2 macam amilum yaitu amilum manihot dan amilum maidis. Kombinasi kedua amilum ini ditujukan untuk mendapatkan massa granul yang lebih baik sehingga memudahkan untuk pengisian ke dalam kapsul.

4.4.2 Evaluasi kapsul

Kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam diformulasi dengan bahan tambahan amilum manihot, amilum maidis dan sakarum laktis lalu dimasukkan ke dalam cangkang kapsul. Kapsul yang telah jadi dievaluasi penyimpangan bobot kapsul. Persyaratan evaluasi kapsul yaitu tiap kapsul tidak mempunyai deviasi diatas 7,5% dan setiap dua kapsul tidak mempunyai deviasi diatas 15%. Hasil evaluasi sediaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun salam memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi III. Hasil evaluasi dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 68.

4.5 Uji Klinis Pendahuluan

Uji klinis pendahuluan yang dilakukan pada penelitian ini termasuk pada tahap uji klinis fase II awal dimana pada fase ini obat diberikan kepada pasien dengan jumlah pasien yang sedikit serta tidak menggunakan plasebo maupun obat standar sebagai pembanding. Penelitian uji klinis pendahuluan sebaiknya menggunakan variasi dosis namun dalam penelitian ini penulis menyadari kekurangan yang ada karena keterbatasan penulis.


(57)

Jumlah awal calon subyek pada penelitian ini adalah 160 orang yang diukur kadar kolesterolnya dengan menggunakan alat easy touch. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa hanya 40 orang yang positif memiliki kadar kolesterol total > 200 mg/dl. Dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di Laboratorium Kesehatan Daerah, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara untuk mengetahui kadar profil lipid (kadar kolesterol total, TG, LDL dan HDL) dan diperoleh sebanyak 25 orang positif dislipidemia. 5 orang dinyatakan drop out dari penelitian ini sehingga jumlah subyek yang mengikuti penelitian ini dari awal hingga akhir sebanyak 20 orang.

Pemeriksaan vital sign pasien dilakukan sebelum (H0) dan sesudah (H28) pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam meliputi penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan sehingga diperoleh IMT (Indeks Massa Tubuh) serta pemeriksaan tekanan darah. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 72. Berdasarkan data hasil pemeriksaan vital sign pasien pada H0 serta pengisian kuesioner penelitian oleh pasien maka diperoleh data dasar pasien yang dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Mayoritas pasien dislipidemia berumur 41 - 60 tahun (70%) dan 20 – 40 tahun (30%). Faktor eksternal yang mempengaruhi kadar kolesterol diantaranya adalah usia dan jenis kelamin. Kadar kolesterol meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kadar kolesterol HDL wanita cenderung lebih tinggi daripada laki-laki (Wijayakusuma, 2008). Laki-laki dengan usia diatas 45 tahun dan perempuan berusia diatas 55 tahun atau yang sudah memasuki masa menopause berkemungkinan memiliki kadar kolesterol yang tinggi (Santoso, dkk., 2009).


(58)

Tabel 4.3 Data dasar pasien dislipidemia

Karakteristik Pasien Jumlah (%)

Usia (tahun): 20-40 41-60 Jenis kelamin: Laki-laki Perempuan IMT (kg/m²): Kurus ( < 18,5) Normal (18,5-24,9)

Kelebihan berat badan (25-29,9) Obesitas ( > 30)

Tekanan darah (mmHg): Normal (<120)

Pra hipertensi (120-139) Hipertensi stage I (140-159) Hipertensi stage II (>160) Kolesterol total (mg/dl): Normal (<200)

Batas tinggi (200-239) Tinggi (>240)

Trigliserida (mg/dl): Normal (<150)

Batas tinggi (151-199) Tinggi (200-499) Sangat tinggi (500) HDL (mg/dl): Rendah (<40) Sedang ( 41-59) Tinggi (>60) LDL (mg/dl): Optimal (<100)

Mendekati optimal (100-129) Batas tinggi (130-159) Tinggi (160-189) Sangat tinggi (>190)

6 14 12 8 1 6 7 6 5 9 3 3 1 6 13 6 5 6 3 2 17 1 3 3 5 7 2 30 70 60 40 5 30 35 30 25 45 15 15 5 30 65 30 25 30 15 10 85 5 15 15 25 35 10

Mayoritas pasien memiliki tekanan darah diatas normal (75%). Menurut Kamso (2002), pasien hiperkolesterolemia lebih sering dijumpai pada penderita hipertensi dibandingkan pada individu dengan tekanan darah normal. Kadar kolesterol sering dihubungkan dengan faktor kegemukan, dari data dasar pasien diatas tampak mayoritas pasien dislipidemia diatas memiliki kelebihan berat badan dan obesitas (65%), walaupun tidak menutup kemungkinan orang dengan tubuh kurus (1%) dan normal (30%) memiliki kadar kolesterol yang tinggi juga. Orang yang memiliki berat badan berlebihan mempunyai kadar kolesterol total,


(59)

LDL dan trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang berat badannya normal. Mereka yang gemuk memiliki kelebihan lemak yang disimpan di jaringan bawah kulit dalam bentuk trigliserida. Orang yang mempunyai berat badan normal juga belum tentu bebas dari kolesterol tinggi (Wijayakusuma, 2008).

Data kuesioner pasien juga menunjukkan bahwa pasien memiliki gaya hidup yang kurang baik, terlihat dari jarang atau tidak adanya olahraga dan kebiasan merokok (data hasil kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 69). Peningkatan terjadinya resiko dislipidemia juga dipengaruhi oleh gaya hidup yaitu olahraga, kebiasaan merokok dan pola makan yang kurang baik.

Menurut US National Institutes of Health (2005), kurang berolahraga berkontribusi untuk meningkatkan berat badan dan dapat meningkatkan LDL dan menurunkan HDL. Berolahraga secara teratur dapat meningkatkan HDL dan menurunkan trigliserida sehingga dapat membantu menurunkan LDL juga. Menurut Murray (2013), rokok mengandung zat kimia yang berpotensi sebagai karsinogen. Zat-zat kimia ini mengganggu sistem kardiovaskuler, dimana zat kimia tersebut dibawa oleh LDL didalam pembuluh darah dan dapat merusak molekul LDL itu sendiri (mengoksidasi LDL).

4.6 Hasil Pengukuran Kadar Ureum dan Kreatinin serta Perhitungan Kreatinin Klirens Pasien Dislipidemia

Hasil pengukuran kadar ureum rata-rata pasien pada hari 0 (35,20 mg/dl), hari ke-14 (35,55 mg/dl) dan hari ke 28 (35,45 mg/dl). Hasil pengukuran kadar kreatinin rata-rata pasien pada hari 0 (0,944 mg/dl), hari ke-14 (0,973 mg/dl), dan hari ke-28 (0,925 mg/dl). Dilakukan perhitungan kadar kreatinin klirens dari


(60)

kadar kreatinin pasien yang telah diperoleh dengan menggunakan formula Cockcroft-Gault:

(140 - umur) x BB (kg) kreatinin serum x 72 (hasil diatas dikali dengan 0,85 jika wanita).

Hasil perhitungan kadar kreatinin klirens rata-rata pasien pada hari ke 0 (96,27 ml/mnt), hari ke 14 (90,47 ml/mnt) dan hari ke 28 (97,34 ml/mnt).

Data pengukuran kadar ureum dan kreatinin serta hasil perhitungan klirens kreatinin dianalisis secara statistik dengan uji Paired Sample T-Test dan Wilcoxon Test untuk membandingkan perubahan kadar ureum, kreatinin serta kreatinin klirens sebelum dan sesudah pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam pada pasien.

Tabel 4.4 Hasil pengukuran kadar ureum dan kreatinin serta perhitungan kreatinin klirens dari 20 orang pasien dislipidemia pada hari ke 0, 14, 28

Parameter Rata-Rata Hasil Pengukuran Nilai P

H0 H14 H28

Kadar Ureum (mg/dl) Kadar Kreatinin (mg/dl)

Kadar Kreatinin Klirens(ml/mnt)

35,20 0,944 96,27

35,55 0,973 90,47

35,45 0,925 97,34

0,876 0,730 0,881 Hasil analisis statistik pada H0 - H28 kadar ureum menunjukkan nilai signifikansi p = 0,876, kadar kreatinin menunjukkan nilai signifikansi p = 0,730 dan kadar kreatinin klirens menunjukkan nilai signifikansi p = 0,881. Nilai ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p > 0,05) yang berarti penggunaan kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam tidak memberikan pengaruh terhadap kadar ureum dan kreatinin pasien. Grafik pengukuran kadar ureum dan kreatinin serta perhitungan kreatinin klirens pasien terhadap hari pengamatan dibuat untuk memperjelas Tabel 4.4.


(61)

Gambar 4.1 Grafik hasil pengukuran kadar ureum rata-rata dari 20 orang pasien dislipidemia pada hari ke 0, 14 dan 28

Gambar 4.2 Grafik hasil pengukuran kadar kreatinin rata-rata dari 20 orang pasien dislipidemia pada hari ke 0, 14 dan 28

H0 H14 H28

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

0,944 0,973 0,925

Hari Pengamatan K ada r K re at in in R at a-R at a ( m g/ dl )

H0 H14 H28

0 5 10 15 20 25 30 35 40

35,20 35,55 35,45

Hari Pengamatan K ada r U re um R at a-R at a ( m g/ dl ) P= 0,818 P= 0,730 P= 0,876 P= 0,730 P= 0,357


(62)

Gambar 4.3 Grafik hasil perhitungan kadar kreatinin klirens rata-rata dari 20 orang pasien dislipidemia pada hari ke 0, 14 dan 28

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan mengunakan Paired Sample T-Test dan Wilcoxon Test menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan (p > 0,05) yang berarti pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam tidak berpengaruh terhadap kadar ureum, kreatinin dan kreatinin klirens pasien

Fungsi utama dari ginjal adalah mengeliminasi produk sisa baik itu dari metabolisme endogen maupun metabolisme xenobiotik (Hodgson, 2004). Obat atau zat kimia yang beredar dalam sirkulasi sistemik akan dibawa ke ginjal untuk diekskresikan. Perubahan pada hasil ekskresi ginjal ini dapat digunakan sebagai salah satu pengukur fungsi ginjal dan keamanan obat-obat yang diberikan secara per oral (Manggarwati, 2010). Pemeriksaan kadar urea dan kreatinin merupakan uji skrining awal untuk mengetahui fungsi ginjal (Hosten, 1990).

Kadar ureum rata-rata pasien pada H0, H14 dan H28 adalah 35,20 mg/dl, 35,55 mg/dl dan 35,45 mg/dl, kadar ini masih berada didalam rentang kadar

H0 H14 H28

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 96,27 90,47 97,34 Hari Pengamatan K re at in in K lir en s R at a-R at a ( m l/m nt


(63)

ureum normal yaitu antara 10 - 50 mg/dl. Diperoleh pada 20 pasien kadar ureum yang tidak melebihi batas normal selama pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam. Hal ini menunjukkan tidak adanya pengaruh pemberian kapsul terhadap kadar ureum pasien.

Penurunan fungsi ginjal akan mengakibatkan kadar nitrogen urea darah meningkat. Urea adalah produk akhir metabolisme protein dan asam amino yang mengandung nitrogen. Salah satu fungsi ginjal adalah mengeliminasi zat toksik dari tubuh. Pengukuran kadar urea dapat memberikan petunjuk mengenai keadaan kesehatan ginjal (Corwin, 2009).

Kadar kreatinin rata-rata pasien pada H0, H14 dan H28 adalah 0,944 mg/dl, 0,973 mg/dl dan 0, 925 mg/dl. Kadar kreatinin dari ke-20 pasien tersebut mengalami penaikan dan penurunan dimana beberapa diantaranya melebihi batas normal. Kadar normal kreatinin untuk wanita adalah 0,6 - 0,9 mg/dl dan pria 0,7 - 1,1 mg/dl. Namun kelebihan kadar kreatinin pasien masih dapat diterima karena tidak ada kadar kreatinin pasien yang berada diatas 1,5 mg/dl.

Kreatinin adalah suatu produk penguraian otot. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi. Konsentrasi kreatinin dalam plasma relatif tetap dari hari ke hari. Konsentrasi tersebut bervariasi sedikit dari sekitar 0,7 mg per 100 ml darah pada seorang wanita bertubuh kecil hingga 1,5 mg per 100 ml darah pada seorang pria berotot (Corwin, 2009). Peningkatan kadar kreatinin dapat terjadi jika banyak mengonsumsi daging yang dimasak karena pemasakan daging dapat mengubah kreatin menjadi kreatinin (Hosten, 1990).

Kreatinin serum merupakan indikator kuat bagi fungsi ginjal. Peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum dapat dijadikan petunjuk kasar adanya


(64)

indikasi penurunan fungsi ginjal sebesar 50%, demikian juga peningkatan tiga kali lipat kadar kreatinin serum mengindikasikan penurunan fungsi ginjal sebesar 75% (Corwin, 2009). Dalam penelitian ini tidak ditemukan peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin pasien yang menunjukkan tidak adanya penurunan fungsi ginjal pasien.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemberian kapsul kombinasi ekstrak herba sambiloto dan daun salam tidak mempengaruhi fungsi ginjal pasien yang dapat dilihat dari tidak adanya perubahan yang signifikan kadar ureum dan kreatinin pada pasien dislipidemia.


(1)

(2)

Lampiran 25. Data hasil pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin pasien Laboratorium Kesehatan Daerah Sumatera Utara


(3)

(4)

(5)

Lampiran 26. Gambar sediaan kapsul

a

b

Keterangan:

a= kapsul yang telah diisi ekstrak b= sediaan kapsul


(6)

Dokumen yang terkait

Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian Kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata (Burm F) Ness) Dan Ekstrak Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight) Walp)Pada Pasien Hiperkolesterolemia

9 96 112

Observasi Klinis Pengaruh Pemberian Kombinasi Serbuk Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight)Walp.) dan Rimpang Kunyit (Curcuma domesticaVal.) Pada Pasien Hiperurisemia

3 67 60

Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian Kapsul Kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) dan Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap Kadar ALT dan AST pada Pasien Dislipidemia

3 33 114

Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian Kapsul Kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) dan Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap Profil Lipid Pada Pasien Dislipidemia

2 70 116

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Pengaruh Kombinasi Ekstrak Etanol Sambiloto (Andrographis Paniculata (Burm.f.) Nees) dan Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight.) Walp.) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit Jantan Galur Balb/C Yang Diinduksi Aloksan.

0 0 31

Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian Kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata (Burm F) Ness) Dan Ekstrak Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight) Walp)Pada Pasien Hiperkolesterolemia

0 0 31

Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian Kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata (Burm F) Ness) Dan Ekstrak Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight) Walp)Pada Pasien Hiperkolesterolemia

0 0 6

Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian Kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata (Burm F) Ness) Dan Ekstrak Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight) Walp)Pada Pasien Hiperkolesterolemia

0 0 24

UJI KLINIS PENDAHULUAN PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm F) Ness) DAN EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp) PADA PASIEN HIPERKOLESTEROLEMIA SKRIPSI

0 0 15