I.2 Perumusan Masalah
Dalam situasi krisis, kecepatan respon akan sangat berpengaruh terhadap kepercayaan publik kepada organisasi. Karenanya, tim komunikasi krisis harus mampu mengoptimalkan setiap
saluran komunikasi yang tersedia untuk membangun komunikasi yang efektif dengan para pemangku kepentingan. Dalam era digital, media sosial seringkali muncul menjadi saluran utama
yang murah dan cepat untuk menjangkau publik yang luas. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengkaji bagaimana strategi komunikasi krisis AirAsia yang dilakukan melalui media sosial
dalam menghadapi insiden jatuhnya pesawat QZ8501 di Perairan Selat Karimata.
I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis teks media sosial AirAsia, serta
2. Memahami strategi komunikasi krisis melalui media sosial yang dilakukan oleh AirAsia. Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat sebagai berikut:
1. Kontribusi teoritik mengenai komunikasi krisis dan organisasi yang efektif. 2. Masukan bagi organisasi baik profit, non-profit, publik, maupun privat untuk merencanakan
strategi komunikasi krisis yang efektif dan memanfaatkan potensi media baru seperti media sosial dan aplikasi berbasis web lainnya sebagai saluran komunikasi krisis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Krisis
Krisis ditafsirkan dengan banyak pengertian. Webster dalam Nova, 2014 mendefinisikan krisis sebagai “A sudden turn for better or worse; a desicive moment; an unstable state of affairs in
which a desicive change is impending; situation that has reached a critical phase”. Sebuah krisis dapat mengganggu aktivitas sebuah organisasi, bahkan terkadang mengancam kelangsungan
hidup atau keberadaannya. Karenanya, krisis harus ditangani secara cepat agar organisasi dapat berjalan normal setelah itu.
Robert P. Powell dalam Nova, 2014 menyatakan bahwa krisis adalah kejadian yang tidak diharapkan, berdampak dramatis, kadang belum pernah terjadi sebelumnya yang mendorong
organisasi kepada suatu kekacauan, dan dapat menghancurkan organisasi tersebut tanpa adanya tindakan nyata. Krisis tidak memiliki batas no boundaries dan dapat terjadi kapan saja dan di
mana saja terhadap setiap organisasi, baik profit, non profit, publik, maupun privat. Sementara
Bernstein 2013 mendefinisikan krisis sebagai “Any situation that is threatening or could
threaten to harm people or property, seriously interrupt business, significantly damage reputation andor negatively impact the bottom line”.
Swedish Emergency Management Agency atau SEMA 2008 mendefinisikan krisis lebih luas. Krisis didefinisikan sebagai “An event that affects the lives of many people and large parts of
society”. Krisis juga dapat terjadi pada berbagai tingkatan. Krisis pada umumnya berjalan dengan cepat, melibatkan banyak aktor dan membutuhkan pengambilan keputusan di bawah situasi
tekanan dan ketidakpastian. Dalam situasi krisis, media memainkan peran yang sangat penting karena media membentuk dan menyebarkan gambaran mengenai krisis the picture of a crisis.
Krisis memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. Tak Diharapkan.
Krisis biasanya terjadi tanda diduga. Hal ini terjadi karena organisasi tidak dapat mengantisipasi, atau karena kondisi yang terjadi di luar jangkauan perencanaan manajemen
krisis. 2. Di Luar Rutinitas.
Semua organisasi menghadapi masalah setiap hari. Untuk menghadapi masalah tersebut, organisasi membangun prosedur rutin. Krisis merupakan peristiswa yang tidak dapat
dikelola dengan menggunakan prosedur rutin tersebut. Sebaliknya, krisis membutuhkan pendekatan-pendekatan yang khusus dan seringkali ekstrim.
3. Menciptakan Ketidakpastian.
Karena terjadi tanpa diduga, krisis biasanya menciptakan situasi ketidakpastian. Organisasi harus melakukan investigasi untuk memahami penyebab krisis dan dampak yang
ditimbulkan. Usaha untuk mengurangi ketidakpastian mungkin akan terus berlanjut beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah krisis terjadi.
4. Menciptakan Peluang. Krisis menciptakan peluang yang mungkin tidak muncul ketika organisasi sedang berada
dalam situasi normal. Krisis menciptakan peluang bagi organisasi untuk belajar, membuat perubahan-perubahan strategis, berkembang, atau mengembangkan keunggulan kompetitif.
5. Mengancam Citra, Reputasi, atau Tujuan-tujuan Prioritas. Krisis dapat memberikan ancaman yang besar bagi organisasi dan afiliasinya, seperti
rusaknya citra atau reputasi organisasi. Krisis juga bisa mengancam keberlangsungan hidup atau keberadaan sebuah organisasi. diakses dari http.www.uk.sagepub.comupm-
data37705_1.pdf Setiap organisasi memiliki kerentanan terhadap krisis. Jika organisasi tidak bersiap, maka
kerusakan yang ditimbulkan akibat krisis tersebut akan lebih besar. Sebaliknya, krisis bisa digunakan sebagai momentum bagi sebuah organisasi untuk memperbaiki dirinya. Bagi
perusahaan penerbangan, kecelakaan penerbangan biasanya merupakan salah satu krisis paling besar yang mengancam operasionalisasi perusahaan. Banyak perusahaan penerbangan yang
menjadi bulan-bulanan media karena respon yang mereka berikan tidak bisa menjawab harapan publik. Di Indonesia, Lion Air dan Adam Air pernah mengalami hal tersebut. Sementara di
Malaysia, CEO Malaysian Airlines MAS bahkan terpaksa mundur setelah insiden hilangnya pesawat MH370. MAS dikritik karena sangat tertutup dalam memberikan informasi kepada
keluarga korban dan publik. Krisis juga menciptakan peluang. Salah satunya untuk menciptakan perubahan-perubahan strategis yang diperlukan agar organisasi dapat mendapatkan kembali
kepercayaan publik. Tak berapa lama setelah insiden jatuhnya pesawat QZ8501 yang mengancam reputasi AirAsia sebagai penerbangan bertarif rendah low fare flight, AirAsia
melakukan re-branding untuk menegaskan bahwa faktor keselamatan dan kenyamanan adalah prioritas utama bagi mereka.
Bernstein 2013 mengatakan bahwa kegagalan utama yang sering terjadi adalah ketidakmampuan organisasi untuk mengidentifikasi berbagai isu komunikasi yang terkait dengan
respon terhadap krisis atau bencana. Organisasi seringkali tidak menyadari bahwa mereka bisa menjangkau setiap kelompok kepentingan jika mereka menggunakan strategi komunikasi
internal dan ekternal, serta menggunakan saluran komunikasi yang paling baik yang tersedia. Langkah-langkah dasar untuk melakukan komunikasi krisis yang efektif tidak sulit, namun
membutuhkan pengalaman dan jam terbang untuk bisa meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan. Semakin lambat respon terhadap krisis, maka semakin besar kerusakan yang akan
timbul.
II.2 Strategi Komunikasi Krisis