Kerangka Teori Analisis Klasula Force Majeure Dalam Suatu Perjanjian (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 587 PK/PDT/2010)

9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Perkembangan ilmu pengetahuan tidak lepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. 6 M.Solly Lubis menyatakan konsep teori merupakan: Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan problem yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti. 7 Berdasarkan pengertian teori dan kegunaan serta daya kerja teori tersebut di atas dihubungkan dengan judul penelitian ini tentang Analisis klausula Force Majeure dalam suatu perjanjian Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 587 PKPDT2010, dalam ilmu hukum dikenal adanya 2 dua macam ajaran atau teori yang berkaitan dengan force majeure, yakni ajaran atau Teori Ketidakmungkinan, dan Teori Ajaran Penghapusan atau Peniadaan kesalahan afwesigheid van schuld. Teori Ketidakmungkinan, dan Teori Ajaran Penghapusan atau Peniadaan Kesalahan afwesigheid van schuld ini dijadikan acuan dalam penelitian ini sebagai 6 W. Friedman, Teori dan Filsafat Umum, Jakarta: Raja Grafindo, 1996, hal.2. 7 M.Solly Lubis I, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: CV.Mandar Maju, 1994, hal.80. Universitas Sumatera Utara 10 tolak ukur menganalisis klausula force majeure dengan permasalahan yang akan diteliti karena suatu teori atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut: 8 a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya; b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi; c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti; d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor- faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang; e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti. Menurut J.Satrio di dalam Teori Ketidakmungkinan berpendapat bahwa keadaan memaksa adalah suatu keadaan tidak mungkin melakukan pemenuhan prestasi yang diperjanjikan. Ketidakmungkinan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1 Ketidakmungkinan dalam keadaan memaksa yang subjektif; 2 Ketidakmungkinan dalam keadaan memaksa yang objektif. 9 8 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal.121. 9 J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1993, hal. 254. Universitas Sumatera Utara 11 Ajaran keadaan memaksa yang subjektif diartikan bahwa tidak di penuhinya prestasi oleh debitur sifatnya relatif. Artinya barangkali hanya pihak debitur sendiri yang tidak dapat memenuhi prestasi, sedangkan bila orang lain yang mengalami peristiwa dimaksud ada kemungkinan orang tersebut dapat memenuhi prestasinya. Sehingga untuk ajaran keadaan memaksa yang subjektif atau relatif ini dapat pula dikatakan sebagai “difficultas”. Pada keadaan memaksa yang subjektif ini, perikatan atau perjanjian tersebut tidak berarti menjadi batal, akan tetapi hanya berhenti berlakunya untuk sementara waktu. Apabila keadaan memaksa tersebut sudah tidak ada, maka perikatan atau perjanjian tersebut berlaku kembali. 10 Jadi teori subjektif ini memperhatikan pribadi daripada debitur pada waktu terjadinya overmacht, misalnya kesehatan, kemampuan keuangan debitur, dan lain-lain. Teori subjektif yang bersifat relatif disamakan dengan ini Inspanning theory teori upaya. Teori Upaya yang dikemukakan oleh Houwing yaitu jika debitur telah berusaha sebaik mungkin sesuai dengan ukuran yang wajar dalam masyarakat, maka tidak dipenuhi prestasinya dan ia tidak dapat dipersalahkan. 11 Kemudian dalam teori keadaan memaksa yang objektif, debitur baru bisa mengemukakan adanya overmacht kalau setiap orang dalam kedudukan debitur tidak mungkin untuk berprestasi sebagaimana mestinya. Disini ketidak mungkinan berprestasi bersifat absolut, siapun tak bisa. Kalau setiap orang tak bisa, maka hal itu 10 Purwahid Patrik, Hukum Perdata I Azas-Azas Hukum Perikatan, Semarang: Seksi Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1986, Hal.21. 11 Taufik Rahman, Hukum Perikatan, diakses dari www.slideshare.nettaufiksrahmanhukum- perikatan-11576087, pada tanggal 13 Juni 2012. Universitas Sumatera Utara 12 berarti ketidakmungkinan untuk memberikan prestasi di sini bersifat mutlak permanen. 12 Teori atau ajaran penghapusan atau peniadaan kesalahan afwesigheidvan schuld, berarti dengan adanya overmacht terhapuslah kesalahan debitur atau overmacht peniadaan kesalahan. Sehingga akibat kesalahan yang telah ditiadakan tadi tidak boleh atau bisa dipertanggung jawabkan. 13 Teori-teori yang disebutkan diatas dipandang tepat untuk menganalisis rumusan permasalahan karena tidak ada pengaturan secara umum dalam perundang- undangan mengenai keadaan memaksa force majeure sehingga teori-teori diatas dijadikan tolak ukur dalam dalam menetapkan suatu keadaan memaksa force majeure, yang mana dalam penelitian ini untuk menganalisis bagaimana suatu peristiwa banjir dapat didefenisikan sebagai keadaan memaksa force majeure.

2. Kerangka Konsepsi

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

1 38 128

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122