9
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Perkembangan ilmu pengetahuan tidak lepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan
postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa
dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.
6
M.Solly Lubis menyatakan konsep teori merupakan: Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun
permasalahan problem yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya, ini
merupakan masukan eksternal bagi peneliti.
7
Berdasarkan pengertian teori dan kegunaan serta daya kerja teori tersebut di atas dihubungkan dengan judul penelitian ini tentang Analisis klausula Force
Majeure dalam suatu perjanjian Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 587 PKPDT2010, dalam ilmu hukum dikenal adanya 2 dua macam ajaran atau teori
yang berkaitan dengan force majeure, yakni ajaran atau Teori Ketidakmungkinan, dan Teori Ajaran Penghapusan atau Peniadaan kesalahan afwesigheid van schuld.
Teori Ketidakmungkinan, dan Teori Ajaran Penghapusan atau Peniadaan Kesalahan afwesigheid van schuld ini dijadikan acuan dalam penelitian ini sebagai
6
W. Friedman, Teori dan Filsafat Umum, Jakarta: Raja Grafindo, 1996, hal.2.
7
M.Solly Lubis I, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: CV.Mandar Maju, 1994, hal.80.
Universitas Sumatera Utara
10
tolak ukur menganalisis klausula force majeure dengan permasalahan yang akan diteliti karena suatu teori atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling
sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:
8
a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;
b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi;
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti;
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-
faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang; e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti. Menurut J.Satrio di dalam Teori Ketidakmungkinan berpendapat bahwa
keadaan memaksa adalah suatu keadaan tidak mungkin melakukan pemenuhan prestasi yang diperjanjikan. Ketidakmungkinan dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu: 1 Ketidakmungkinan dalam keadaan memaksa yang subjektif;
2 Ketidakmungkinan dalam keadaan memaksa yang objektif.
9
8
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal.121.
9
J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1993, hal. 254.
Universitas Sumatera Utara
11
Ajaran keadaan memaksa yang subjektif diartikan bahwa tidak di penuhinya prestasi oleh debitur sifatnya relatif. Artinya barangkali hanya pihak debitur sendiri
yang tidak dapat memenuhi prestasi, sedangkan bila orang lain yang mengalami peristiwa dimaksud ada kemungkinan orang tersebut dapat memenuhi prestasinya.
Sehingga untuk ajaran keadaan memaksa yang subjektif atau relatif ini dapat pula dikatakan sebagai “difficultas”. Pada keadaan memaksa yang subjektif ini, perikatan
atau perjanjian tersebut tidak berarti menjadi batal, akan tetapi hanya berhenti berlakunya untuk sementara waktu. Apabila keadaan memaksa tersebut sudah tidak
ada, maka perikatan atau perjanjian tersebut berlaku kembali.
10
Jadi teori subjektif ini memperhatikan pribadi daripada debitur pada waktu terjadinya overmacht, misalnya
kesehatan, kemampuan keuangan debitur, dan lain-lain. Teori subjektif yang bersifat relatif disamakan dengan ini Inspanning theory
teori upaya. Teori Upaya yang dikemukakan oleh Houwing yaitu jika debitur telah berusaha sebaik mungkin sesuai dengan ukuran yang wajar dalam masyarakat, maka
tidak dipenuhi prestasinya dan ia tidak dapat dipersalahkan.
11
Kemudian dalam teori keadaan memaksa yang objektif, debitur baru bisa mengemukakan adanya overmacht kalau setiap orang dalam kedudukan debitur tidak
mungkin untuk berprestasi sebagaimana mestinya. Disini ketidak mungkinan berprestasi bersifat absolut, siapun tak bisa. Kalau setiap orang tak bisa, maka hal itu
10
Purwahid Patrik, Hukum Perdata I Azas-Azas Hukum Perikatan, Semarang: Seksi Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1986, Hal.21.
11
Taufik Rahman, Hukum Perikatan, diakses dari www.slideshare.nettaufiksrahmanhukum- perikatan-11576087, pada tanggal 13 Juni 2012.
Universitas Sumatera Utara
12
berarti ketidakmungkinan untuk memberikan prestasi di sini bersifat mutlak permanen.
12
Teori atau ajaran penghapusan atau peniadaan kesalahan afwesigheidvan schuld, berarti dengan adanya overmacht terhapuslah kesalahan debitur atau
overmacht peniadaan kesalahan. Sehingga akibat kesalahan yang telah ditiadakan tadi tidak boleh atau bisa dipertanggung jawabkan.
13
Teori-teori yang disebutkan diatas dipandang tepat untuk menganalisis rumusan permasalahan karena tidak ada pengaturan secara umum dalam perundang-
undangan mengenai keadaan memaksa force majeure sehingga teori-teori diatas dijadikan tolak ukur dalam dalam menetapkan suatu keadaan memaksa force
majeure, yang mana dalam penelitian ini untuk menganalisis bagaimana suatu peristiwa banjir dapat didefenisikan sebagai keadaan memaksa force majeure.
2. Kerangka Konsepsi