Landasan Hukum pemilikan Satuan Rumah Susun Di Indonesia. 1. Asas Pemisahan Horizontal

14 dikawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan, memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan budaya, menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, Aman, Serasi, Teratur, Terenacana, Terpadu, dan berkelanjutan.

C. Landasan Hukum pemilikan Satuan Rumah Susun Di Indonesia. 1. Asas Pemisahan Horizontal

Asas yang dipergunakan dalam hukum tanah yang berlaku saat ini adalah asas pemisahan horizontal yang bersumber dari hukum adat. Pada dasarnya ada pemisahan antara tanah dan bangunann yang berdiri di atasnya. Bahwa hukum yang berlaku terhadap tanah tidak dengan sendirinya berlaku juga terhadap bangunan yang berdiri di atasnya Hak pemilikan atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi juga pemilikan bangunan yang ada di atasnya. Dalam penjabarannya dalam Norma-Norma hukum asas pemisahan horizontal ini tidak belaku secara mutlak. Penerapannya dilakukan secara konkret relatif, artinya bahwa dengan memperhatikan faktor-faktor konkret dan relatif yang meliputi kasus yang dihadapi selalu ada kemungkinan untuk mengadakan penyimpangan, agar supaya penyelesaiannya dapat memenuhi rasa keadilan, yang pada hakikatnya merupakan tujuan dari hukum yang melaksanakan itu. Dalam pasal 25 Undang-undang No.16 Tahun 1985 dinyatakan bahwa pada saat berlakunya Undang-undang ini semua ketentuan peraturan perundang-undangan 15 yang berhubungan dengan rumah susun yang tidak bertentangan dengan Undang- undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang- undang ini dengan kata lain ketiga peraturan menteri dalam Negeri PMDN tersebut masih berlakunya pada saat berlakunya Undang-undang No.16 Tahun 1985 sampai diaturnya peraturan pelaksana. Namun pada tanggal 27 Maret Tahun 1985 berlaku peraturan kepala badan Pertanahan Nasional No.4 Tahun 1989 dimana dalam Pasal 9 dinyatakan bahwa dengan berlakunya peraturan ini, maka ketentuan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri PMDN No.14 Tahun 1975, Peraturan Menteri Dalam Negeri PMDN No.4 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri PMDN No.10 Tahun 1983 dinyatakan tidak berlaku lagi sepanjang yang mengatur mengenai Rumah Susun. Jadi yang dicabut adalah ketentuan yang mengatur mengenai pemilikan tanah kepunyaan bersama yang disertai dengan pemilikan bagian-bagian bangunan gedung bertingkat, sedangkan ketentuan mengenai pemilikan dan pendaftaran hak atas tanah kepunyaaan bersama masih berlaku, sebelum adanya Undang-undang RI No.20 Tahun 2011 yang mengatur keseluruhan tentang Rumah Susun yang berlaku pada saat ini. Asas pemisahan horizontal adalah sesuai dengan realitas pedesaan, dimana bangunan-bangunan dibuat dari kayu dan bambu hingga menurut kenyataannya memang tidak merupakan satu kesatuan dengan tanahnya dalam suasana sekarang ini mana bangunan-bangunan dibuat dari batu yang berpedoman yang sukar dibongkar dan merupakan satu kesatuan dengan tanahnya, pengetrapan asas pemisahan 16 horinzontal seharusnya memperhatikan kenyataan itu.Artinya tidak seharusnya diterapkan secara mutlak terhadap setiap kasus yang dihadapi. Dalam hal ini, maka kasus demi kasus harus mendapat pertimbangan khusus, untuk menentukan apakah ketentuan hukum yang berlaku terhadap tanah akan kita perlakukan juga terhadap bangunan yang ada di atasnya, antara lain dengan mengingat tujuan dan kegunaan ketentuan peraturan yang bersangkutan. 2. Ketentuan yang mengatur mengenai hak atas tanah kepunyaan bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan diatasnya secara belum berlakunya UU rumah susun. Pemecahan masalah mengenai pemilikan apartemen secara individual di Indonesia dilakukan dengan menggunakan perangkat dan mekanisme pendaftaran tanah yang diatu dalam PP No.24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan melengkapi dengan peraturan menteri dalam negeri, pengkaitan pendaftaran tanah dengan hak pemilikan atas apartemen itu disadari juga pada perkembangan dalam penerapan asas pemisahan horizontal. Pemerintah Indonesia dalam hal pemilikan apartemen secara individual pada mulanya mengeluarkan seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi pendaftaran tanahnya yaitu: a. Peraturan menteri dalam negeri Nomor 14 tahun 1975 tentang pendaftaran hak atas tanah bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada di atasnya serta penerbitan sertifikatnya. 17 b. Peraturan menteri dalam negeri Nomor 1 tahun 1977 tentang penyelenggaraan tata usaha pendaftaran tanah mengenai hak atas tanah yang dipunyai bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada diatasnya. c. Peraturan menteri dalam negeri Nomor 19 tahun 1983 tentang tata cara permohonan dan pemberian izin penerbitan sertifikat hak atas tanah kepunyaan bersama yang disertai dengan pemilikan secara terpisah bagian-bagian pada bangunan bertingakat. d. Peraturan-peraturan menteri dalam negeri tersebut berpangkal pada tafsiran, bahwa dalam hukum kita dimungkinkan pemilikan apartemen-apartemen secara individual. Hukum kita tidak menganut asas accessie, melainkan apa yang disebut asas pemisahan horizontal di mana setiap benda yang menurut wujud dan tujuannya dapat digunakan sebagai satu kesatuan yang yang berdiri sendiri, dapat dijadikan objek pemilikan secara individual. Dalam penjelasan peraturan menteri dalam negeri PMDN Nomor 10 tahun 1975 disebut juga bahan peraturan ini bukan menciptakan hukum materil melainkan hanya menyempurnakan dan melengkapi ketentuan-ketentuan mengenai penyelenggaraan pendaftaran tanah yang diatur dalam PP No.24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dewasa ini. Prinsip dasar pembangunann rusun meliputi: 1. Keterpaduan: pembangunan rumah susun dilaksanakan prinsip keterpaduan kawasan, sektor, antar perlaku, dan keterpaduan dengan sistem perkotaan. 18 2. Efesiensi dan Efektivitas: memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara optimal, melelui peningkatan instensitas penggunaan lahan dan sumber daya lainnya. 3. Penegakan hukum: mewujudkan adanya kepastian hukum dalam bermukim bagi semua pihak, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan yang hidup ditengah masyarakat. 4. Keseimbangan dan keberlanjutan: mengindahkan keseimbangan ekosistem dan kelestarian yang sumber daya yang ada. 5. Kesetaraan: menjamin adanya kesetaraan peluang bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah untuk dapat menghuni rusun yang layak bagi peningkatan kesejahteraan.

D. Pemisahan Hak Atas Satuan-satuan Rumah Susun