kata lain A belum memahami tentang limas. Kemudian untuk panjang PB langsung menyalin dari panjang AB yang sebenarnya
sama dengan panjang BC yang merupakan 2 kali panjang PB. Berikut hasil wawancara dengan A :
P : “Darimana kamu mendapat panjangTP = √ ?” A : “Ini kan segitiga siku-siku terus TP kan tingginya, jadi panjangnya √ .”
P : “Oh, kamu menyamadengankan garis tinggi TP dengan garis tinggi TO?” A : “Iya.”
P : “Panjang PB di gambar kamu menulis 6, tetapi untuk mencari nilai tangen kamu menulis 3. Kenapa?”
A : “Lihat dari limasnya 6, kayanya harusnya buat BC tapi lupa malah buat PB
.”
Dari hasil wawancara A menyampaikan hal sesuai analisa peneliti bahwa alasan dia menuliskan panjang PT samadengan
panjang PO. Kemudian untuk panjang PB pada gambar adalah 6 karena dia melihat pada limas panjang AB adalah 6 membuat dia
kebablasan menuliskan 6 pada segitiga PBT untuk panjang PB atau dengan kata lain A kurang teliti dalam mengerjakannya.
2. Kesalahan Definisi atau Teorema K2
a Kesalahan menggunakan teorema Phytagoras
i. Berikut kesalahan K2a yang dilakukan oleh siswa Y :
Gambar 4.3 Kesalahan Jawaban Y
Y telah menggambar segitiga siku-siku tetapi panjang dari setiap sisinya sama yaitu 5. Peneliti menganalisa bahwa Y
belum memahami teorema phytagoras dalam segitiga siku-siku. Berikut hasil wawancara dengan Y :
P : “Coba dilihat lagi nomor 1. Itu kan kamu menggambarnya segitiga siku- siku, kenapa panjang sisi-
sisinya 5, 5, 5?” Y : “Ini kan panjang AE 5, terus AP itu setengah AC. AC
2
= AP
2
+ BC
2
. Dapetnya 10, 10:2 jadinya panjang AE 5.”
P : “Terus panjang EP?” Y : “Panjang EP harusnya 5√ .”
P : “Kenapa kamu menulisnya 5?” Y : “Kemarin belum tau lho, terus tanya sama teman jadinya 5√ .”
Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa sesuai analisa peneliti saat mengerjakan soal Y belum memahami
konsep phytagoras pada segitiga siku-siku.
ii. Kemudian kesalahan K2a akan ditunjukkan pada kesalahan
yang dilakukan oleh Pr yang juga pada soal nomor 1 pada gambar berikut :
Gambar 4.4 Kesalahan Jawaban Pr
Dari hasil pekerjaan Pr, peneliti menganalisa bahwa Pr belum memahami konsep segitiga siku-siku dan phytagoras.
Gambar segitiga yang digambar juga belum benar dan menggunakan simbol siku yang belum benar juga.
Berikut hasil wawancara dengan Pr :
P : “AP kamu panjangnya berapa si?” Pr : “AP itu 4√ .”
P : “Kamu dapet 4√ dari mana?” Pr : “Ini kan A ke B 8, terus AP itu kan setengah AC jadi 4√ .”
P : “4√ nya dari mana?” Pr : menghitung ulang mencari AC
P : “Coba digambar segitiga ABC.” Pr : menggambar segitiga ABC
P : “Panjang AB dan BCnya?” Pr : “AB nya 8, BC 6.”
P : “Berarti panjang AC?” Pr : “8 + 6 ya, eh bukan.”
P : “Itu segitiga siku-siku bukan?”
Pr : “Iya.” P : “Berarti mencari panjang AC bagaimana?”
Pr : “Depanmiring, eh.” P : “Tau phytagoras kan?”
Pr : “Phytagoras berarti AB
2
+ BC
2
= AC
2
.”
Dari hasil wawancara tersebut ternyata memang benar bahwa Pr belum memahami tentang segitiga siku-siku dengan
dalilnya phytagoras. Setelah dipancing bahwa itu segitiga siku- siku, Pr juga belum langsung menghubungkan untuk mencari
panjang sisi miring menggunakan dalil phytagoras.
P : “AP kamu panjangnya berapa si?” Pr :
“AP itu 4√ .” P : “Kamu dapet 4√ dari mana?”
P : “Kenapa kamu kemarin menulis 4√ ?” Pr : “Hehehe, ini dikira ini 8 jadi panjang AC 8√ .”
P : “Terus kenapa di sini panjangnya 5, terus ini 4√ kenapa sisi miringnya 5
√ ?” Pr : “Ini kan dari sini sisi miringnya, kan kalo sisi miring kan a√ .”
P : “Oh, jadi menurutmu apa saja yang sisi miring jadi a√ ?” Pr : “Iya.”
Kemudian dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa dalam pemahaman Pr tertanam konsep phytagoras pada segitiga
siku-siku sama kaki, di mana jika panjang sisinya a maka panjang sisi miringnya adalah a
√ . Dalam soal ini Pr hanya
melihat panjang sisi yang telah diketahui, sehingga untuk sisi lain yang seharusnya diperoleh dari sisi-sisi yang telah diketahui
tidak diperdulikan Pr.
b Kesalahan dalam teori menggambar bangun ruang dan teori
membentuk sudut antara garis dan bidang
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa K2b merupakan kesalahan dalam teori menggambar bangun ruang dan teori
membentuk sudut antara garis dan bidang. i.
Pada gambar di bawah ini akan ditunjukkan seperti apa kesalahan K2b yang dilakukan D pada soal nomor 1:
Gambar 4.5 Kesalahan Jawaban D
Gambar 4.6 Lanjutan Kesalahan Jawaban D
Dari hasil pekerjaan D, peneliti menganalisa bahwa pemahaman D dalam membentuk sudut yang dibentuk oleh
garis EP dan bidang ABCD yang diberikan pada soal masih
kurang benar. Kesalahan D dalam membentuk sudut antara garis dan bidang akan berakibat kesalahan hingga akhir. Berikut
hasil wawancara dengan D :
P : “Coba baca nomor 1 soalnya dan dipahami.” D : “Iya.” membaca soal dan memahami
P : “Coba ditulis apa yang diketahui dan boleh langsung digambar.” D : menggambar dan menulis semua yang diketahui dari soal nomor 1
P : “Terus yang ditanyakan apa dari yang a.” D : “Gambar sudut EP pada bidang alas.”
P : “Ya coba berarti yang mana?” D : “EP. Pertama diproyeksikan.”
P : “Garis EP yang mana si?” D : “Yang ini.” menunjuk garis EP
E diproyeksikannya ke B. P : “Kenapa ke B?”
D : “Karena E tegak lurusnya ke B.” P : “Iyakah? Untuk memproyeksikan itu diproyeksikan ke mana si?”
D : “Pada bidang alas.” P : “Iya pada bidang alas. Lha proyeksi dari sebuah titik itu yang jaraknya
...” D : “Terdekat.Terdekatnya A.”
P : “Iya A. Nah berarti proyeksinya E?” D : “Ke A. P nya tetap.”
P : “Berarti sudutnya yang mana?” D : “EPA.”
P : “Iya, coba digambar. Oya, kenapa tadi milih B?” D : “Karena ingat yang dulu diajarkan pak guru kalau E diproyeksikannya
ke B, kalo ini dimisalkannya dibalik lho letak titiknya.” P : “Dibalik bagaimana?”
D : “Jadi kalau E nya di sini.” menunjuk titik F P : “Owh jadi hapalan ya?”
D : “Iya.”
Dari hasil pencatatan wawancara di atas diketahui bahwa penyebab
D melakukan
kesalahan adalah
karena kesalahpahaman dalam memahami teori membentuk sudut
antara garis dan bidang dalam ruang dimensi tiga. D juga memahami bahwa sebuah contoh yang diberikan oleh gurunya
adalah hal yang pasti terjadi.
ii. Kesalahan K2b dilakukan oleh Y juga pada soal nomor 1.
Berikut gambar kesalahan K2b yang dilakukan oleh Y :
Gambar 4.7 Kesalahan Jawaban Y
Dari hasil pekerjaan Y di atas, terlihat bahwa Y belum bisa menentukan sudut yang dimaksud antara garis EP dan bidang
ABCD. Peneliti menganalisa bahwa Y belum memahami konsep sudut antara garis dan bidang pada ruang. Berikut hasil
wawancara dengan Y :
P : “Sudut yang dimaksud yang mana?” Y : “Sudut EAP.”
P : “EAP?” Y : “Iya. E ke A dan P nya tetap.”
P : “Berarti sudutnya yang..?” Y : “Yang A.”
P : “Kenapa yang A?” Y : “Ya karena hasil proyeksi titik E dengan bidang alas titik A.”
P : “Tetapi kan rusuk yang diproyeksikan dengan alas kan EP.” Y : “Iya tapi kan P nya tetap di sini lho, kan yang diproyeksikan cuma titik E
ke alas jadi ya ini sudutnya.” menunjuk titik sudut A
Dari hasil wawancara dengan Y, peneliti dapat mengetahui bahwa Y menganggap sudut yang terbentuk antara garis dan
bidang adalah sudut dari titik hasil proyeksi titik pada garis. Dengan kata lain faktor yang menyebabkan Y melakukan
kesalahan K2b adalah Y belum memahami konsep sudut antara garis dan bidang pada ruang.
iii. Kesalahan K2b juga dilakukan oleh S. Berikut gambar yang
menunjukkan kesalahan K2b yang dilakukan S pada nomor 2 :
Gambar 4.8 Kesalahan Jawaban S
Dari hasil pekerjaan S, peneliti menganalisa bahwa pemahaman S dalam membentuk sudut yang dibentuk oleh garis
BG dan bidang ABFE yang diberikan pada soal masih kurang benar. Kesalahan S dalam membentuk sudut antara garis BG
dan bidang ABFE akan berakibat kesalahan hingga akhir. Berikut hasil wawancara dengan S :
S : “Sudut yang dibentuk oleh BG dan bidang ABFE.”
P : “Coba gambar yang dimaksud garis BG dan bidang ABFE dengan sudut yang dibentuknya.”
S : menggambar yang dimaksud BG adalah menarik BF -FG P : “Garis B ke G, garis saja. Kemudian bidang ABFG, sudut yang dibentuk
yang mana?” S : “ABE.”
P : “Mengapa memilih ABE?” S : “Asal saja.”
P : “Hmmm?? Asal saja? Yasudah gambar saja segitiga ABE bagaimana?” S :menggambar
P : “Sudutnya yang dimaksud yang mana?” S : “Eh salah ding, segitiganya kayanya BGA.”
P : “Kenapa memilih BGA?” S : “Hmmm. Ga tau aku.”
P : “Owh yasudah coba digambar segitiga BGA terus sudut β nya yang mana?”
S : menggambar
Dari hasil wawancara, peneliti bisa menilai bahwa S belum memahami langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk
mendapatkan sudut antara garis dan bidang. Ketidakpahaman S pada materi menentukan sudut antara garis dan bidang
membuatnya mengerjakan soal yang berkaitan dengan tidak benar.
iv. Kesalahan K2b yang berbeda dilakukan oleh A pada nomor 2.
Berikut gambar kesalahan K2b yang dilakukan oleh A :
Gambar 4.9 Kesalahan Jawaban A
Melihat jawaban A, peneliti menganalisa A kurang memahami dalam menuliskan titik-titik sudut ABCD.EFGH. A menukar
letak titik E dan titik F. Berikut hasil wawancara dengan A :
P : “Kenapa kemarin mengerjakannya seperti ini? Kenapa F nya di sini E
nya di sini. menunjukkan letak E dan F yang terbalik A : tersenyum “Lupa.”
P : “Lupa apanya?” A : “Lupa letak ininya.” menunjuk E dan F
Dari hasil wawancara dengan A, peneliti mengetahui bahwa A masih kurang memahami dalam menggambar bangun ruang
beserta titik-titiknya. Kemudian kesalahan K2b lainnya yang dilakukan oleh A
adalah kesalahan membentuk sudut antara garis BG dan ABFE. A salah menganggap jika
FBG adalah sudut siku-siku. A juga salah menentukan sudut yang terbentuk oleh garis BG dan
ABFE adalah BFG di mana F bukan berasal dari garis BG.
Peneliti menganalisa bahwa A masih belum paham tentang konsep sudut antara garis dan bidang pada bangun ruang.
Berikut hasil wawancara dengan A :
P : “Kamu kenapa memilih sudut antara BG dan ABFE itu yang sudut F?” A :
“Kenapa ya? Salah itu mba.” P : “Iya, sekarang sudah tahu kalau keliru ya. Tapi kenapa kemarin memilih
sudutnya yang F?” A : “Ga tahu mba, waktu itu bingung mba.”
Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa A masih belum paham dalam menentukan sudut antara garis dan bidang
dalam ruang.
Selain itu, dalam menggambar garis yang tidak terlihat atau di dalam ruang A tidak menggunakan garis putus-putus.
Peneliti menganalisa jika A kurang teliti dalam menggambar bangun ruang tersebut.
v. Kesalahan-kesalahan K2b yang lain terlihat dari hasil gambar
siswa yang kurang tepat dalam membentuk bangun ruang. Berikut beberapa hasil pekerjaan siswa :
Gambar 4.10 Kesalahan Jawaban D
Gambar 4.11 Kesalahan Jawaban A
Gambar 4.12 Kesalahan Jawaban Y
Dari gambar hasil pekerjaan siswa di atas terlihat bahwa dalam menggambar garis yang tidak terlihat tidak menggunakan garis
putus-putus. Di sini kembali peneliti menganalisa bahwa siswa kurang teliti dalam menggambar bangun ruang sehingga terjadi
kesalahan tersebut. Dan dapat dilihat bahwa sebagian besar kesalahan ini terjadi pada soal nomor tiga yaitu pada bangun
ruang limas segiempat. Sehingga kembali peneliti menganalisa kekurangtelitian siswa dalam menggambar bangun ruang limas
segiempat karena pada soal nomor lain siswa sebagian besar sudah benar dalam menggambar bangun ruang.
vi. Pr melakukan kesalahan K2b pada soal nomor 3. Berikut
gambar kesalahan K2b yang dilakukan Pr :
Gambar 4.13 Kesalahan Jawaban Pr
Melihat hasil pekerjaan Pr, peneliti menganalisa bahwa Pr belum memahami sudut mana yang dimaksud dari soal yaitu
sudut antara garis TP dan bidang alas ABCD. Pr salah menyebutkan sudut yang dimaksud antara garis TP dan ABCD
adalah sudut OTP. Berikut hasil wawancara dengan Pr :
P : “Yaudah sekarang nomor 3. Kenapa memilih sudutnya sudut T?” Pr : berpikir lama “Itu apa ya? Apa ya?”
P : “Tau ga kamu alasannya memilih sudut T?” Pr : “Ga tau.”
P : “Asal memilih sudut T?” Pr : “Iya.”
Dari hasil wawancara dengan Pr akhirnya diketahui juga bahwa Pr belum memahami konsep sudut antara garis dan bidang pada
ruang dimensi tiga. Selain itu, kesalahan K2b yang dilakukan Pr adalah membentuk
garis yang berada di dalam ruang yang tidak kelihatan oleh mata secara langsung tidak menggunakan garis putus-putus. Peneliti
menganalisa bahwa Pr kurang teliti dalam menggambar bangun ruang.
c Kesalahan menyamadengankan besar sudut dengan nilai
sinuscosinustangen nya.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa K2c merupakan kesalahan akibat dari menyamadengankan besar sudut dengan nilai
sinuscosinustangen nya. i.
Di antara siswa yang melakukan kesalahan K2c, peneliti mengambil hasil pekerjaan A yang melakukan kesalahan K2c
pada soal nomor 1c. Berikut gambar hasil pekerjaan A :
Gambar 4.14 Kesalahan Jawaban A
Dari hasil pekerjaan A, peneliti menganalisa bahwa langkah A mengerjakan seperti itu sudah biasa. A tidak paham bahwa
langkah yang dikerjakan salah dan kesalahan tersebut kadang tidak terkoreksi oleh guru sehingga siswa menjadi tidak
mengetahui jika langkah yang diambilnya salah. Berikut hasil wawancara dengan A :
P : “Coba dilihat jawabanmu nomor 1.” A : membaca kembali lembar jawabannya
P : “Kamu tau ga kesalahanmu di mana?” A : “Ga tau.”
P : “Coba baca yang c.”
A : “Sudut α = √ = 45º”
P : “Itu benar ga kalo √ = 45º?”
A : berpikir P : “Menurutmu nilai
√ = 45º ga?” A : “Iya.”
P : “Iya? Berarti nilai 1 = 90º? Kan ini kan sama dengan. Sama dengan kan menyamakan nilainya. Sedangkan
√ = 45º?” A : “Ga.” kemudian membenarkan langkahnya
P : “45º itu apa si? Nilai cosinusnya bukan?” A : “Bukan.”
P : “Lha ini kamu samadengankan dengan?” A : “
√ .” P : “Disamadengankan dengan? Yang di depannya?”
A : “Nilai cosinus.”
Dari hasil wawancara diperoleh bahwa A tidak mengetahui tentang kesalahan yang telah dibuatnya sehingga kesalahan
yang tidak terkoreksi akan menjadi sebuah kebiasaan sehingga akibatnya akan selalu salah.
ii. Kesalahan K2c juga dilakukan oleh F. Berikut gambar kesalahan
K2c yang dilakukan oleh F pada nomor 2b :
Gambar 4.15 Kesalahan Jawaban F
Dari hasil pekerjaan F, peneliti menganalisa bahwa F juga tidak mengetahui bahwa yang langkah yang diambilnya adalah
salah. Hal ini sepertinya sudah menjadi kebiasaan sebelumnya yang tidak terkoreksi oleh guru. Berikut hasil wawancara
dengan F :
P : “Coba dilihat jawabanmu nomor 1. Tau ga letak kesalahannya di mana?”
F : “Di ini.” menunjuk sudut P : “Kenapa?”
F : berpikir P : “Ko tahu kesalahannya yang ini?”
F : “Tadi denger dari A.” P
: “Cos α = sampingmiring. Itu sudah benar ya. Kenapa disamadengankan 45º?”
F : diam P : “45º itu apa si?”
F : “Sudut, besar sudut.” P : “Iya, kalau begitu kamu samadengankan dengan?”
F : “Cos α.” P : “Berarti cos α = 45º?”
F : “Iya.” P : “Benar ga?”
F : “Ga.”
P : “Kenapa kamu menuliskan 45º?” F : “Hehehe, ga tau. Ini temen-temennya juga biasanya nulisnya gini.”
P : “Owh berarti cuma ikutan teman ya?” F : “Iya.”
P : “Terus nomor 2.” F : “Nomor 2 ya sama aja.”
Dari hasil wawancara diketahui bahwa F memang sudah menjadi kebiasaan dan ketidaktahuannya tentang kesalahannya
mengakibatkan F melakukan kesalahan tersebut. F juga melakukan kesalahan yang sama pada nomor soal 1 dan 3 dan
dari hasil wawancara alasan F tetap sama.
3. Kesalahan Teknik K3