12
2.1.4.2.1. Untuk Aliran Laminar
Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran Laminar : Re
x
100.000, Bilangan Reynold dirumuskan sbb :
……………………………………………………………...…2.8
Untuk 10
-1
Re
f
10
5
: ………………………………………………2.9
Untuk 1 Re 10
3
:
.................................................2.10 Untuk 10
3
Re 2 ×10
5
: ………………………………………..…2.11
2.1.4.2.2. Untuk Kombinasi Aliran Laminar dan Turbulen
Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran turbulen yaitu : 500.000 Re 10
7
, berlaku persamaan 2.12 ...................................2.12
Pada Persamaan 2.7, 2.8, 2.9, 2.10 2.11, dan 2.12 : d
= Diameter silinder, m v
f
= Viskositas kinematik flim, m
2
detik Re
= Bilangan Reynold Re
df
= Bilangan Reynold pada diameter film Re
x
= Bilangan Reynold pada arah aliran x
13
x = Arah aliran
ρ = Massa jenis fluida, kgm
3
= Kecepatan fluida, mdetik Nu = Bilangan Nusselt
μ = Viskositas dinamik, kgm.detik
k
f
= Koefisien perpindahan kalor konduksi flim, Wm °C
h = Koefisien perpindahan kalor konveksi, Wm².°C
Pr = Bilangan Prandtl
Pr
f
= Bilangan Prandtl pada film Pr
w
= Bilangan Prandtl pada dinding
2.1.5. Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi
Koefisien perpindahan kalor konveksi h bervariasi terhadap jenis aliran laminar dan turbulen, bentuk ukuran benda dan area yang dialiri aliran, sifat-
sifat dari fluida, suhu rata-rata, dan posisi sepanjang permukaan benda. Koefisien perpindahan kalor juga tergantung pada mekanisme dari perpindahan kalor yang
mungkin saja terjadi dengan konveksi paksa gerak fluida yang disebabkan oleh sebuah pompa dan baling-baling, atau dengan konveksi bebas gerak fluida yang
disebabkan bougancy effect. Nilai koefisien perpindahan kalor konveksi ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Dari bilangan Nusselt Nu dapat diperoleh nilai koefsien perpindahan kalor konveksi, seperti pada Persamaan 2.13
….………………………………….……………2.13
Pada Persamaan 2.13 : h
= Koefisien perpindahan kalor konveksi, Wm
2
ºC k
f
= Koefisien perpindahan kalor konduksi fluida, Wm ºC
= Panjang karakteristik, untuk dinding vertikal =L, m
Nu = Bilangan Nusselt
14
Tabel 2.3 Nilai Kira-kira Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Modus
h Wm
2
. Btuh.ft
2
. Konveksi bebas, ΔT = 30
o
C Plat vertikal, tinggi 0,3 m 1ft di udara
Silinder horizontal, diameter 5 cm di udara Silinder horizontal, diameter 2 cm di air
Konveksi paksa Aliran udara 2 ms di plat bujur sangkar
0,2 m Aliran udara 35 ms di atas plat bujur
sangkar 0,75 m Udara 2 atm mengalir di dalam tabung
diameter 2,5 cm, kecepatan 10 ms Air 0,5 kgs mengalir di dalam tabung
2,5 cm Aliran udara melintas silinder diameter 5
cm, kecepatan 50 ms Air mendidih
Dalam kolam atau bejana Mengalir dalam pipa
Pengembunan uap air, 1 atm Muka vertikal
Di luar tabung horisontal 4,5
6,5 890
12 75
65 3500
180
2500 – 35000
5000 – 100000
4000 – 11300
9500 – 25000
0,79 1,14
157 2,1
13,2 11,4
616 32
440 – 6200
880 – 17600
700 – 2000
1700 – 4400
J.P. Holman, 1995, hal 12
2.1.6. Laju Aliran Kalor
Besar laju aliran kalor dapat ditentukan setelah diketahui distribusi suhu pada sirip. Dari data-data hasil perhitungan distribusi suhu pada sirip, maka besar
laju aliran kalor yang dilepas oleh sirip dapat diketahui dengan Persamaan 2.14 ini:
……………..…………………….…..2.14 Pada Persamaan 2.14:
q = Laju perpindahan panas, W
h = Koefisien konveksi bahan, Wm
2
°C n
= Jumlah volume kontrol pada sirip
15
A
s,i
= Luas permukaan sirip yang bersentuhan dengan fluida pada volume kontrol ke-i, m
2
T
i
= Temperatur sirip pada Volume kontrol ke-i, °C = Temperatur fluida, °C
2.1.7. Efisiensi Sirip
Efisiensi sirip adalah perbandingan antara kalor yang sebenarnya dilepas sirip dengan kalor yang dipindahkan jika seluruh sirip suhunya sama dengan suhu
dasar sirip, dinyatakan dengan Persamaan 2.15. ……………………………....2.15
Pada Persamaan 2.15 : = Efisiensi sirip
h = Koefisien perpindahan kalor konveksi, Wm
2o
C A
s,i
= Luas permukaan volume kontrol ke-i yang bersentuhan dengan fluida, m
2
A
sf
= Luas permukaan seluruh sirip yang bersentuhan dengan fluida, m
2
= Suhu volume kontrol pada posisi i,
o
C T
b
= Suhu dasar sirip,
o
C T
∞
= Suhu fluida,
o
C
2.1.8. Efektivitas Sirip
Efektivitas sirip adalah perbandingan antara kalor sebenarnya yang dilepas sirip dengan kalor dilepas jika tanpa menggunakan sirip, dinyatakan
dengan Persamaan 2.16. ………………………………2.16
Pada Persamaan 2.16 : = Efektivitas sirip
h = Koefisien perpindahan kalor konveksi, Wm
2o
C
16
A
s,i
= Luas pemukaan volume kontrol di posisi i yang bersentuhan fluida, m
2
A
c0
= Luas penampang dasar sirip, m
2
= Suhu volume kontrol ke- i,
o
C T
b
= Suhu dasar sirip,
o
C T
∞
= Suhu fluida,
o
C
2.1.9. Bilangan Biot
Merupakan rasio antara besaran konveksi permukaan dan tahanan konveksi dalam perpindahan kalor. Angka Biot dapat dilihat pada Persamaan 2.17.
……………………………….....…...…………………………...2.17 Pada Persamaan 2.17:
Bi = Bilangan Biot
h = Koefisien perpindahan kalor konveksi, Wm
2o
C dx
= Jarak antar node sirip, m k
= Konduktivitas atau hantaran thermal Thermal conductivity benda Wm
2.1.10. Difusivitas Termal
Difusivitas termal merupakan nama lain dari kebauran termal bahan, dimana semakin besar nilai difusivitasnya α semakin cepat kalor membaur dalam bahan
itu. Persamaan Difusivitas termal dapat dilihat pada Persamaan 2.18. …………………………………………………………………...…2.18
Pada Persamaan 2.18: α
= Difusivitas Termal, m²detik k
= Konduktivitas atau hantaran termal Thermal conductivity benda Wm
ρ = Massa jenis benda, kgm
3
c = Kalor spesifik benda, Jkg
o
C
17
2.2. Tinjauan Pustaka
Diono, H. 2008 melakukan penelitian tentang Distribusi Suhu, Laju Perpindahan Kalor, dan Efektivitas pada Sirip Kerucut Terpotong dengan fungsi r
= -0,1x + 0,01 Kasus 1 D pada Keadaan Tak Tunak. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh bahan dan pengaruh nilai koefisien perpindahan kalor
konveksi terhadap distribusi suhu, laju perpindahan kalor dan efektivitas sirip berbentuk kerucut terpotong pada keadaan tak tunak, dengan k merupakan fungsi
suhu. Hasil penelitian didapatkan urutan bahan dari laju perpindahan kalor tertinggi sampai terendah sebagai berikut : perak murni, nikel murni, kuningan
merah, alumunium, besi murni. Untuk variasi nilai koefisien perpindahan kalor
konveksi, semakin besar nilai koefisien perpindahan kalor konveksi maka: Distribusi suhu makin rendah, laju perpindahan kalor semakin tinggi, efektivitas
sirip semakin rendah. Nugraha, A. 2007 melakukan penelitian tentang Distribusi Suhu, Laju
Perpindahan Kalor, dan Efektivitas pada Sirip Benda Putar dengan fungsi y = 1x kasus 1 Dimensi Keadaan Tak Tunak. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh
bentuk sirip dengan panjang sama pada sirip benda putar dengan fungsi 1x, pengaruh bahan paling baik dari 5 variasi bahan, pengaruh nilai koefisien
perpindahan panas konveksi terhadap distribusi suhu, laju aliran kalor dan efektivitas sirip pada keadaan tak tunak. Hasil penelitan didapatkan semakin besar
nilai awal x pada fungsi y=1x, maka distribusi suhu dan laju perpindahan kalor semakin kecil, tetapi efektivitasnya semakin besar, bahan aluminium merupakan
bahan paling baik diantara bahan yang diuji, ditunjukkan oleh efektivitas yang tinggi, semakin besar nilai koefisien perpindahan kalor, maka distribusi suhu
semakin rendah, laju perpindahan kalor semakin tinggi dan efektivitas sirip semakin kecil.
Wibowo, A. 2007 melakukan penelitian tentang Distribusi Suhu, Laju Aliran Kalor, dan Efektivitas pada Sirip Benda Putar 1 Dimensi Keadaan Tak
Tunak dengan k = kT Penelitian bertujuan mengetahui untuk menentukan
18
besarnya laju aliran kalor q yang dilepas sirip dan efektifitas sirip pada sirip benda putar dengan fungsi r = -2 x
2
+ 0,005 keadaan tak tunak dengan berbagai nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h dan nilai konduktifitas termal bahan
berubah sesuai dengan perubahan suhu dari waktu ke waktu k = kT. Hasil penelitan didapatkan dengan semakin tinggi nilai koefisien perpindahan kalor
konveksi maka semakin besar laju perpindahan kalor dari waktu dari waktu ke waktu sedangkan untuk distribusi suhu dan nilai efektivitas sirip yang diperoleh
semakin rendah dari waktu ke waktu, dengan kata lain sirip lebih cepat menyesuaikan dengan suhu fluida atau lingkungan sekitarnya.
19
BAB III PERSAMAAN NUMERIK SETIAP NODE
3.1. Kesetimbangan Energi
Kesetimbangan energi dalam volume kontrol seperti pada Gambar 3.1, dapat dinyatakan dengan Persamaan 3.1.
Gambar 3.1 Kesetimbangan Energi pada Volume Kontrol
[E
in
– E
out
] + E
g
= E
st
........................................................................................... 3.1 Pada Persamaan 3.1 :
E
in
= Energi persatuan waktu yang masuk ke dalam volume kontrol, W E
g
= Energi persatuan waktu yang dibangkitkan dalam volume kontrol, W E
out
= Energi persatuan waktu yang keluar dari volume kontrol, W E
st
= Energi persatuan waktu yang tersimpan di dalam volume kontrol, W E
in
E
st
E
g
E
out
Volume Kontrol