Status badan hukum yayasan pendidikan ditinjau dari putusan Mahkamah

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Badan Hukum Pendidikan dan Yayasan Pendidikan tersebut merupakan Badan Hukum yang mengkhususkan diri pada bidang Pendidikan, hanya saja proses pendiriannya berbeda. Oleh sebab itu, Yayasan yang bergerak di bidang Pendidikan atau Yayasan Pendidikan tesebut sebelum berlakunya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dapat menjadi Badan Hukum Pendidikan dengan penyesuaian tata kelola penyelenggaraan pendidikan paling lambat 6 enam tahun sesuai dengan pasal 67 ayat 1 dan 2 Undang- Undang Badan Hukum Pendidikan. Sedangan untuk pihak masyarakat yang ingin berperan aktif dalam dunia pendidikan setelah keluarnya atau berlakunya Undang- Undang Badan Hukum Pendidikan dapat mendirikan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat yang selanjutnya disebut BHPM Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan sesuai dengan proses pendirian Badan Hukum Pendidikan Masyarakat yang ditentukan dalam Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan.

4. Status badan hukum yayasan pendidikan ditinjau dari putusan Mahkamah

Konstitusi nomor 11.14-21-126-136PUU-VII-2009. Lahirnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan menimbulkan pro dan kontra di dalam masyarakat. Sehingga beberapa kelompok masyarakat mengajukan judicial review Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan karena telah terlanggar hak konstitusionalnya. Universitas Sumatera Utara Beberapa hal yang disampaikan pemohon kepada Mahkamah Konstitusi mengenai hak konstitusional yang dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional antara lain adalah sebagai berikut 118 : a. Bahwa para pemohon sebagai warga negara Indonesia mendapatkan jaminan perlindungan dalam kesejahteraan dalam Pembukaan Preambule UUD 1945. Perlindungan dalam mensejahterakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara melalui pemerintah. b. Bahwa hak konstitusional para pemohon sebagai warga negara untuk mendapatkan pendidikan, mendapatkan pembiayaan dari pemerintah, usaha pemerintah menyediakan seluruh kebutuhan pendidikan dan peningkatan kesejahteraan melalui kemajuan keilmuan dan teknologi yang diberikan oleh Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945. c. Bahwa hak konstitusional para pemohon untuk bebas dan perlakuan diskriminasi telah terjamin dalam Pasal 28 I butir 2 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan permohonan yang disampaikan pemohon kepada Mahkamah Konstitusi maka muncul beberapa kerugian dan potensi kerugian akibat Hak Konstitusional para pemohon yang dilanggar antara lain : 1. Negara melepas tanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang merata bagi masyarakat. 118 Disampaikan dalam permohonan uji materiil pemohon terhadap pengujian Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang No 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Putusan Nomor 11-14-21-126-136PUU-VII2009 Universitas Sumatera Utara 2. Masyarakat menanggung dan akan menanggung beban sebagai penanggung jawab keberlangsungan pendidikan. 3. Masyarakat diharuskan mengeluarkan biaya pendidikan dan menjadi sumber pendanaan pendidikan untuk setiap jenjang pendidikan. 4. Kerugian bagi setiap orang yang telah melebihi usia 15 tahun tidak dapat mengenyam pendidikan dasar karena adanya pembatasan usia dan pendidikan dasar dibatasi hingga 9 tahun. 5. Menurunkan kualitas pengelolaan institusi pendidikan oleh karena adanya kegiatan diluar peningkatan keilmuan. 6. Nasionalisme akan terkikis oleh karena pendidikan dilepas ke pasar, dimana negara hanya menjadi pemegang saham dalam Badan Hukum Pendidikan. 7. Berpotensi terjadi disintegrasi bangsa karena adanya diskriminasi sosial dalam kebijakan pendidikan nasional. Selanjutnya menurut pemohon dampak apabila dikabulkan Hak Uji Materiil Atas Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan antara lain adalah : a. Filosofi pendidikan dalam cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia akan terpenuhi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, terutama berhubungan dengan tanggung jawab penuh negara atas pendidikan. b. Tanggung jawab pendidikan sepenuhnya berada pada pemerintah sehingga setiap warga negara akan mengikuti jenjang pendidikan dengan sungguh- sungguh tanpa ada beban. Universitas Sumatera Utara c. Pengawasan kualitas, pembiayaan dan pendanaan pendidikan sepenuhnya berada dan bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah. d. Hilangnya diskriminasi kelas sosial dalam sistem pendidikan nasional. e. Institusi pendidikan akan senantiasa fokus dalam pengelolaan pendidikan di bidang peningkatan ilmu pengetahuan bukan kegatan usaha lainnya. f. Penyelarasan seluruh peraturan dibawah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. Pokok permohonan pemohon dalam putusan Nomor 11-14-21-126-136PUU- VII2009 adalah sebagai berikut : 1. Terselenggaranya pendidikan yang Mampu mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan wujud Eksistensi Negara. 2. Negara berkewajiban menjamin terselenggaranya pendidikan untuk seluruh warga negara Indonesia. 3. Seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali berhak memperoleh akses pendidikan. 4. UUD 1945 menempatkan pendidikan sebagai” barang publik”. 5. Sebagai barang publik, pendidikan tidak boleh menjadi komoditas pasar dan negara bertanggung jawab untuk mencegah komersialisasi pendidikan. Tentunya berdasarkan permohonan pemohon yang telah disampaikan diatas bahwa pemohon beranggapan bahwa Sistem Pendidikan Nasional yang didasarkan pada Badan Hukum Pendidikan bertentangan dengan paradigma pendidikan menurut Undang- Undang Dasar yang dapat menyebabkan komersialisasi, melepaskan Universitas Sumatera Utara tanggung jawab negara dan berpotensi adanya diskriminasi sosial di bidang pendidikan. Penerapan bentuk badan hukum pendidikan justru akan menimbulkan komplikasi legal baru dan akan memicu keresahan yang tidak perlu dalam masyarakat. Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan pada hakikatnya mengandung prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan formal yang baik, namun tidak cocok untuk diterapkan terhadap Perguruan Tinggi swasta di Indonesia yang bernaung dibawah badan hukum yayasan karena dengan lahirnya Undang-Undang tersebut melanggar konstitusi Republik Indonesia yaitu mengenai kebebasan berserikat yang merupakan hak dari masyarakat. 119 Pasca lahirnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan memiliki dampak terhadap kedudukan yayasan pendidikan, salah satunya adalah menghilangkan eksistensi yayasan. 120 Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan merupakan undang-undang yang ”kebablasan” dalam arti pembentukan Undang-Undang tersebut tidak cermat, terkesan terburu-buru serta tidak melibatkan dan mendengar aspirasi masyarakat. 121 Akhirnya pada tanggal 31 maret 2010 Mahkamah Konstitusi telah membatalkan semua pasal dalam Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. 119 Hasil wawancara dengan I Nyoman Ehrich Lister, Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Prima Indonesia, tanggal 4 Januari 2011. 120 Hasil wawancara dengan Agung Ganda Subrata, Ketua Yayasan Politeknik Indonesia, tanggal 4 Januari 2011. 121 Hasil wawancara dengan Florenly, Sekretaris Yayasan Pendidikan Prima Medan, pada tanggal 5 Januari 2010. Universitas Sumatera Utara Mahkamah Konstitusi juga membatalkan beberapa isi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut antara lain menyatakan, a. Menyatakan Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tetang sistem pendidikan nasional Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4301 sepanjang frasa,”... bertanggung jawab” adalah konstitusional sepanjang dimaknai”...ikut bertanggung jawab”, sehingga pasal tersebut selengkapnya menjadi ” Setiap warga negara ikut bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan”. b. Menyatakan Pasal 12 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301, sepanjang frasa,”....yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga Pasal 12 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjadi,”Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi”. c. Menyatakan Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 ,nomor 78,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4301 Universitas Sumatera Utara Konstitusional sepanjang frasa ”Badan Hukum Pendidikan” di maknai sebagai sebutan fungsi penyelenggaraan pendidikan dan bukan bentuk badan hukum tertentu. d. Menyatakan Penjelasan Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003, nomor 78,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4301 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. e. Menyatakan Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301 sepanjang frasa ”...bertanggung jawab” tidak mempunyai kekuataan hukum mengikat kecuali dimaknai ”....ikut bertanggung jawab”. f. Menyatakan Pasal 12 ayat 1 huruf c Undang-Undang Noor 20 Tahun 003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4301 , sepanjang frasa,”...yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya”, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. g. Menyatakan Penjelasan Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003, nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4301 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Universitas Sumatera Utara h. Menyatakan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009, nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4965 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. i. Menyatakan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009, nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4965 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalam salah satu amar putusan tersebut yang dapat kita cermati, yaitu Mahkamah Konsitusi Republik Indonesia telah memberikan penafsiran tersendiri mengenai Badan Hukum Pendidikan, yaitu diputuskan bahwa istilah ”Badan Hukum Pendidikan ” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bukanlah nama dan badan hukum tertentu, melainkan sebutan fungsi penyelenggaraan pendidikan dan bukan sebagai badan hukum tertentu. Tentunya hal ini mempunyai arti yang tegas jika dikaitkan dengan salah satu Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia bahwa suatu lembaga pendidikan harus dikelola oleh suatu badan hukum. Adapun bentuk badan hukum yang dikenal dalam perUndang-Undangan, misalnya yayasan, perkumpulan, perserikatan, badan wakaf dan sebagainya. Bentuk badan Hukum bagi penyelenggara pendidikan kembali kepada Badan Hukum Yayasan, hal ini diperkuat dengan diterimanya permohonan pengesahan akta Universitas Sumatera Utara pendirian yang didirikan pasca pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. 122 Sehingga pasca putusan tersebut penyelenggaraan pendidikan kembali kepada payung hukum Undang-Undang Yayasan maupun badan hukum lain yang sejenis, hal ini dipertegas kembali di dalam Pasal 220E Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, menyatakan bahwa Yayasan, perkumpulan, dan badan lain yang sejenis yang telah berstatus badan hukum, tetap menyelenggarakan satuan pendidikan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai badan hukum nirlaba. 123 Menurut Aidir Amien Daud selaku Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, dengan pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, maka pendaftaran yayasan penyelenggara pendidikan akan kembali kepada kementerian hukum dan hak azasi manusia.Yayasan yang sudah ada masih bisa operasional selagi izin-izin nya masih berlaku, sambil menunggu aturan yang baru mengenai penyelenggara pendidikan. 124 Namun perlu dicermati kembali bahwa di dalam Peraturan Pemerintah tersebut tidak ada pengaturan mengenai Badan Hukum Pendidikan yang telah 122 Hasil wawancara dengan Heriyanti, NotarisPPAT di Kota Medan, pada tanggal 4 Januari 2011 123 Hasil wawancara dengan Purwanto, Kepala Sub bagian Akreditasi dan Publikasi Kopertis wilayah I NAD-SUMUT, pada tanggal 28 Desember 2010 . 124 Renvoi ,12.84.VII Mei,2010, hlm 24 Universitas Sumatera Utara didirikan dan telah mendapatkan pengesahan pada masa berlakunya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, tentu saja hal tersebut dapat memberikan ketidakpastian hukum. 125 Pasca pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, sosialisasi mengenai payung hukum untuk penyelenggara pendidikan oleh pengurus Ikatan Notaris kepada para notaris di Kota Medan masih dirasa kurang, sehingga keraguan muncul ketika akan membuat akta pendirian yayasan yang bergerak di bidang pendidikan. 126 125 Hasil wawancara dengan Rosniaty Siregar, NotarisPPAT Kota Medan, tanggal 31 Desember 2010. 126 Hasil wawancara dengan Rubianto Tarigan NotarisPPAT Kota Medan, pada tanggal 28 Desember 2010. Universitas Sumatera Utara 99

BAB III KEDUDUKAN HUKUM AKTA PENGESAHAN BADAN HUKUM

PENDIDIKAN MASYARAKAT PASCA PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI A. Kedudukan Hukum Akta Pengesahan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat pasca pembatalan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009. Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 menentukan bahwa ”Negara Indonesia adalah negara hukum” ketentuan tersebut menegaskan bahwa Indonesia menganut paham Negara Hukum atau ”Rechtsstaat”, bukan ”Machtstaat” atau negara kekuasaan. Dalam perubahan keempat pada tahun 2002, Konsepsi Negara Hukum atau Rechtsstaat yang sebelumnya hanya tercantum dalam penjelasan, baru dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasa 1945. Dalam konsep Negara Hukum tersebut, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik atau ekonomi. Karna itu jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggris untuk menyebut prinsip Negara Hukum adalah ”the rule of law, not of man”. 127 Prinsip-prinsip yang dianggap ciri penting suatu negara hukum menurut ”The Internasional Commission of Jurist ” adalah : a. Negara harus tunduk pada hukum, b. Pemerintah menghormati hak-hak individu c. Peradilan yang bebas dan tidak memihak. 127 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia,Op.Cit. hlm 297. Universitas Sumatera Utara Utrecht membedakan antara Negara Hukum Formil atau Negara Hukum Klasik, dan Negara Hukum Materiil atau Negara Hukum Modern. 128 Negara hukum formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu Negara Hukum Materiil yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di dalamnya. Karena itu Wolfgang Friedman dalam bukunya Law in a Changing Society membedakan antara rule of law dalam arti formil yaitu dalam arti ”organized public power ” dan rule of law dalam arti materiil yaitu “the rule of just law” Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta merta akan terwujud secara substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum materiil. Dalam pengertian konsep hukum, pemerintah dalam menbentuk produk peraturan sebagai hasil kegiatan pengaturan oleh negara harus berdasarkan asas sistem konstitusi constitusionalisme agar terwujud asas persamaan kedudukan di dalam hukum. Hal ini lebih lanjut ditegaskan oleh Dahlan Thaib bahwa fungsi konstitusi sebagai aturan main untuk membatasi kekuasaan dalam negara yang didalamnya mengandung prinsip-prinsip negara hukum, demokrasi, pembagian kekuasaan, dan pengakuan hak-hak manusia 129 . 128 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar, Jakarta, 1962, hlm.9 129 Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, Liberty, Yogyakarta, hlm.17 Universitas Sumatera Utara Konstitusionalisme ini dalam paham rechsstaat dikenal dengan wetmatigheid van het bestuur , sedangkan dalam paham the rule of law dikenal dengan asas supremacy of law , atau dalam sistem rechsstaat atau Eropa Kontinental dikenal juga dengan Princple of Legality dan sistem Amerika Serikat dikenal dengan idea of constitusional. Tujuan pokok dari hukum adalah ketertiban. Kepatuhan akan ketertiban ini, syarat pokok untuk masyarakat teratur. Tujuan hukum lainnya adalah tercapainya keadilan. Untuk mencapai ketertiban dibutuhkan kepastian hukum dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. 130 Permasalahan hukum yang masih ditemui di Indonesia adalah kurang optimalnya komitmen dari pemegang fungsi pembentukan perundang-undangan dalam mematuhi Program Legislasi Nasional Prolegnas dan lemahnya koordinasi antarinstansi lembaga dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan karena masing-masing memiliki kepentingan, tentu saja hal tersebut sering melahirkan produk hukum yang kontroversi, seperti halnya Lahirnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan menimbulkan reaksi keras dari sekelompok masyarakat yang menolak Undang-Undang tersebut. Pada masa berlakunya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan 16 Januari 2009 – 31 Maret 2010 jika ternyata telah ada masyarakat yang mendirikan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat sebagai produk hukum Undang-Undang Badan 130 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional , Bina Cipta, Bandung,hlm.2. Universitas Sumatera Utara Hukum Pendidikan maka pemerintah harus mengatur hal tersebut agar kepastian hukum bagi penyelenggara pendidikan yang telah Mendirikan Badan Hukum Pendidikan mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum. 131 Hal ini didasarkan bahwa wajah sistem hukum dalam suatu negara hukum menurut Lon Fuller dalam Bukunya The Morality of Law, menyebutkan bahwa 132 : a. Hukum harus dituruti oleh semua orang, termasuk oleh penguasa negara. b. Hukum harus dipublikasikan c. Hukum Harus berlaku ke depan, bukan untuk berlaku surut. d. Kaidah hukum harus tertulis secara jelas, sehingga dapat diketahui dan diterapkan secara benar. e. Hukum harus menghindari diri dari kontradiksi-kontradiksi. f. Hukum jangan mewajibkan sesuatu yang tidak mungkin dipenuhi. g. Hukum harus bersifat konstan sehingga ada kepastian hukum.Tetapi hukum harus juga diubah jika situasi politik dan sosial telah berubah. h. Tindakan para aparat pemerintah dan penegak hukum haruslah konsisten dengan hukum yang berlaku. Salah satu hal yang ditekankan dalam sistem hukum adalah hukum harus berlaku kedepan dan bukan untuk berlaku surut, tentu saja pengertian ini memiliki arti yang tegas bila kita kaitkan terhadap pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi antara lain : 131 Hasil wawancara dengan Hendry Sinaga, NotarisPPAT di Pematang Siantar dan selaku wakil Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia, tanggal 3 Januari 2011 132 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern Rechtstaat, Op.Cit, hlm.9. Universitas Sumatera Utara 1. Pasca putusan mahkamah konstitusi nomor 11-14-21-126-136PUU- VII2009 maka produk hukum yang telah lahir pada masa berlakunya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan misalnya Badan Hukum Pendidikan Masyarakat harus tetap diakui dan ”hidup” dalam lalu lintas hukum 133 . 2. Terhadap akta badan hukum pendidikan yang telah didirikan pada masa berlakunya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan tidak boleh dibatalkan karena hal tersebut melanggar sistem suatu negara hukum. 134 3. Guna Tercapainya kepastian hukum, maka terhadap kedudukan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat akta dan badan hukum maupun pengesahannya maka diterapkan kaidah ex nunc yaitu bahwa suatu perbuatan dan akibat dari aktasurat tersebut dianggap ada sampai dilakukan pembatalan.

B. Jabatan Notaris sebagai pejabat pembuat akta autentik dan perundang-

undangan yang mengaturnya. Pada permulaan abad ke 17 untuk pertama kalinya dikenal Notaris di tanah air. Tepatnya yaitu pada tanggal 27 Agustus 1620. Pada waktu itulah Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen mengangkat Melchior Kerchem sebagai notaris pertama yang berkedudukan dan berkantor di Jakarta Batavia 135 . 133 Hasil wawancara dengan Teguh Perdana Sulaiman, Notaris di Deli Serdang, pada tanggal 28 Desember 2010. 134 Hasil wawancara dengan Peris Maha, Notaris di Kota Medan, pada tanggal 29 Desember 2010. 135 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, hlm 22. Universitas Sumatera Utara Pengangkatan notaris pertama sekali erat hubungannya dengan semakin meningkat dan semakin berkembangnya usaha-usaha dari gabungan perusahaan- perusahaan dagang Belanda yang melakukan kegiatan usaha perdagangannya di Hindia Timur Oost Indie. Gabungan perusahaan dagang Belanda ini lebih dikenal dengan nama V.O.C. Jadi adanya lembaga notaris di Indonesia, karena dibawa masuk dari Negeri Belanda oleh usahawan-usahawan Belanda 136 . Adapun maksud dan tujuannya adalah untuk memudahkan memenuhi kebutuhan akan alat bukti otentik yang sangat diperlukan guna mengamankan hak- hak dan kepentingannya sedangkan hak dan kepentingan mereka itu timbul karena adanya transaksi yang telah mereka lakukan. Dengan demikian lembaga kenotariatan timbul dan berkembang karena tuntutan kebutuhan dalam pergaulan usahawan yang menghendaki adanya kepastian hukum akan alat bukti bagi mereka mengenai hubungan-hubungan hukum keperdataan yang ada dan atau terjadi di antara mereka 137 . Perkembangan selanjutnya lembaga kenotariatan di Indonesia dapat dikatakan hingga kini lembaga notariat ini masih belum dikenal secara meluas terutama oleh masyarakat pedesaan. Padahal peran dan tugas notaris cukup signifikan dalam menjembatani hubungan-hubungan hukum di dalam masyarakat, terlebih di era globalisasi dewasa ini. 136 Arie S. Hutagalung, Masalah-Masalah Yuridis Praktis dalam Pembuatan Gros Akta Eksekusi Tanah oleh Notaris, Jurnal Hukum dan Pembangunan , Edisi No.1 Tahun XXIV, UI Press, Jakarta, 2001, hlm.49. 137 Ibid Universitas Sumatera Utara Pejabat Notaris tidak hanya bertugas membuat akta mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan atau yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, tetapi juga dapat berfungsi membentuk hukum karena perjanjian antara para pihak adalah produk hukum yang mengikat. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam era Pembangunan seperti sekarang ini yang terus berkembang, yang memerlukan dukungan hukum yang memadai, maka pelayanan jasa notaris sebagai pelayanan masyarakat haruslah berjalan sejajar dengan perkembangan masyarakat di masa mendatang. Di mana kecermatan kecepatan, dan kecakapan notaris, tidak hanya semata-mata berlandaskan pada sikap pandang yang bersifat formalistik, tetapi juga harus berlandaskan pada sikap pandang yang profesionalistik, sehingga usaha meningkatkan pelayanan jasa notaris benar- benar membawa hasil yang positif bagi masyarakat 138 . Notaris adalah ahli hukum yang bekerja di bidang pribadi, misalnya penandatanganan kontrak, kepemilikan tanah, transaksi perdagangan, dan lain-lain. Mereka biasanya tidak berhak mendampingi klien di pengadilan. Peran notaris diperlukan di Indonesia karena dilatarbelakangi oleh Pasal 1866 KUHPerdata yang menyatakan : Alat-alat bukti terdiri atas: a. bukti tulisan; b. bukti dengan saksi -saksi; c. persangkaan 2 ; d. pengakuan; 138 Soeparjo Sujadi, Fungsi dan Kewenangan Notaris dalam UU tentang Jabatan Notaris, Jurnal Hukum dan Keadilan , Vol.2 Nomor 6, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2005, hlm.59. Universitas Sumatera Utara e. sumpah. Pembuktian tertinggi adalah bukti tulisan. Bukti tertulis ini dapat berupa akta otentik maupun akta di bawah tangan dan yang berwenang dan bisa membuat akta otentik adalah Notaris. Akta terbagi dua yakni : 139 a. Akta Resmi otentik Akta resmi ialah suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum yang menurut undang-undang ditugaskan untuk membuat akta tersebut adalah pengadilan, pegawai catatan sipil, dan lain-lain. Contoh-contoh akta resmi adalah putusan hakim, akta notaris, proses verbal dari jurusita, dan akta perkawinan. Suatu akte yang mengandung keterangan dari dua pihak di mana notaris hanya menetapkan hal-hal yang diterangkan oleh kedua pihak dinamakan partij-akta. Sedangkan suatu akta yang mengandung pemberitaan atau proses verbal mengenai suatu perbuatan disebut prosesverbal-akta. Akta resmi mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Undang-undang mengatur apabila suatu pihak mengajukan suatu akte resmi, hakim harus menerimnya dan menganggap apa yang dituliskan dalam akte itu, sungguh-sungguh telah terjadi, sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi. b. Akta di Bawah Tangan Akta di bawah tangan ialah tiap akta yang tidak dibuat oleh atau dengan perantaraan seorang pejabat umum. Contohnya adalah surat perjanjian yang dibuat dan ditandatangani sendiri oleh kedua belah pihak. Jika kedua pihak mengakui dan tidak menyangkal tanda tangan mereka, yang berarti mengakui kebenaran apa yang tertulis dalam perjanjian itu, maka akta di bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan akte resmi. Apabila tanda tangan itu disangkal maka pihak yang mengajukan akta harus membuktikan kebenaran tanda tangan atau isi akta tersebut. Cap jempol dalam hal ini dapat dianggap sama dengan tanda tangan. 139 Hukum Pembuktian, www.perbanas.edukampushukum bisnis.htm diakses pada tanggal 14 Desember 2010 pukul 07.00 WIB. Universitas Sumatera Utara Pembuktian tertinggi adalah bukti tulisan. Bukti tertulis ini dapat berupa akta otentik maupun akta di bawah tangan Untuk itulah negara menyediakan lembaga yang bisa membuat akta otentik. Negara mendelegasikan tugas itu kepada Notaris dan pegawai-pegawai umum yang berkuasa seperti tertera pada Pasal 1868 mengenai adanya Pejabat Umum, yaitu pejabat yang diangkat oleh negara untuk membantu masyarakat dalam pembuatan akta otentik. Keistimewaan akta otentik adalah mempunyai kepastian hukum, atau “Barangsiapa yang memegang akta otentik, maka apa yang dicantumkan di dalamnya dianggap benar”. Akta otentik mempunyai arti yang lebih penting daripada sebagai alat bukti, bila terjadi sengketa maka akta otentik dapat digunakan sebagai pedoman bagi para pihak yang bertransaksi. Dalam hal ini pejabat yang dimaksud adalah Notaris dan lambang yang digunakan sebagai cap para Notaris adalah lambang negara. Notaris merupakan satu- satunya kalangan swasta yang diperbolehkan menggunakan lambang tersebut. Notaris adalah Pejabat Umum hal ini dapat juga kita lihat di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris pasal 1 angka 1. Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang untuk membuat akta otentik, mempunyai peran penting dalam kehidupan masyaraskat, banyak sektor kehidupan transaksi bisnis dari masyarakat yang memerlukan peran serta dari Notaris, bahkan beberapa ketentuan yang mengharuskan dibuat dengan akta Notaris yang artinya jika tidak dibuat dengan akta Notaris maka transaksi atau kegiatan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Universitas Sumatera Utara Untuk itu dalam rangka meningkatkan profesionalisme dari Notaris tersebut, kehadiran Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang memberikan kewajiban dan wewenang kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang diteruskan kepada Majelis Pengawas Notaris untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris dalam melaksanakan pekerjaannya, merupakan suatu langkah positif, sehingga akhirnya aktifitas masyarakat yang berkaitan dengan Notaris dapat berjalan dengan harmonis. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris telah diundangkan dan diberlakukan pada tanggal 6 Oktober 2004. Undang-undang ini menggantikan Peraturan Jabatan Notaris yang lama yang diatur dalam Staatsblaad 1860 No. 3 yang merupakan Undang-undang Jabatan Notaris produk Kolonial Hindia Belanda. Lahirnya Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004 sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional Propenas tahun 2000-2004 yang menekankan perlunya dilakukan penyempurnaan terhadap peraturan Perundang-undangan warisan kolonial dan hukum Nasional yang sudah tidak sesuai lagi. Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004 tersebut memang sangat diperlukan karena peraturan yang lama tidak lagi mengakomodasi seluruh persoalan mengenai Notaris. Menurut Herlien Budiono, dalam lalu lintas hubungan-hubungan hukum privat, notaris menikmati kewenangan eksklusif untuk membuat akta-akta Universitas Sumatera Utara otentik. Terhadap akta otentik tersebut diberikan kekuatan bukti yang kuat dalam perkara-perkara perdata, sehingga notaris yang secara khusus berwenang membuat akta-akta otentik demikian menempati kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan hukum. Dalam banyak hal, notaris berkedudukan sebagai penasehat terpercaya dari orang-orang yang memerlukan bantuan hukum, dan bagi klien dapat berperan sebagai penunjuk arah 140 . Dari seorang notaris dituntut kemampuannya untuk memberikan pertimbangan dan penilaian atas akta – akta yang di buat oleh atau dihadapannya serta memberikan pandangan bukan saja perihal kebenaran formal dari akta yang bersangkutan, melainkan juga perihal kebenaran materiil darinya 141 . Notaris sangat berperan dalam persentuhan antara peraturan perundang- undangan dan dunia hukum, sosial dan ekonomi. Notaris adalah seorang pejabat umum openbaar ambtenaar bertanggung jawab untuk membuat surat keterangan tertulis yang dimaksudkan sebagai bukti dari perbuatan-perbuatan hukum 142 . Fungsi dan peran notaris akan semakin luas dan berkembang, sebab kelancaran dan kepastian hukum bagi para pihak, tidak terlepas dari pelayanan dan produk hukum yang dihasilkan oleh notaris. 140 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm.257. 141 Ibid, hlm 260. 142 Ibid .hlm.256. Universitas Sumatera Utara Sejalan dengan pendapat di atas untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-undang Jabatan Notaris, antara lain sebagai berikut : “1. Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta- akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 2. Notaris berwenang pula : a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. Membuat akta risalah lelang. Universitas Sumatera Utara 3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”. Selanjutnya Pasal 1 Angka 7 Undang-undang Jabatan Notaris menguraikan definisi dari akta notaris sebagai akta otentik yang dibuat olehdihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang Jabatan Notaris. Pengertian tersebut membawa konsekuensi bagi setiap notaris dalam pembuatan akta agar memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Jabatan Notaris. Akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata diartikan sebagai suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat olehdihadapan pejabat umum yang berwenang untuk maksud tersebut, dan di tempat di mana akta tersebut dibuat. Pengertian tersebut sekaligus merupakan syarat-syarat suatu akta dapat disebut sebagai akta yang otentik sehingga akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik dengan perkataan lain akta yang dibuat oleh notaris mempunyai sifat otentik, bukan oleh karena Undang- Undang menetapkan demikian, akan tetapi oleh karena akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum, seperti yang dimaksud dalam pasal 1868 KUHPerdata 143 . 143 G.H.S Lumban Tobing, , Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1992, hlm 51. Universitas Sumatera Utara Merujuk kepada pengertian akta notaris dalam Pasal 1 Angka 7 Undang- undang Jabatan Notaris dan syarat suatu akta otentik berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata, maka ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Jabatan Notaris harus dilaksanakan oleh notaris. Pengertian pembuatan akta yang dibuat oleh door notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat ambtelijke akten merupakan suatu akta yang memuat relaas atau menguraikan secara otentik suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh notaris sendiri didalam menjalankan jabatannya sebagai notaris, akta notaris dapat juga berisikan suatu cerita dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada notaris dalam menjalankan jabatannya, akta sedemikian dinamakan akta yang dibuat dihadapan ten overstaan notaris atau yang dinamakan akta partij partij akten 144 . Syarat lainnya adalah menyangkut kewenangan notaris untuk maksud dan di tempat akta tersebut dibuat. Berwenang bevoegd, artinya menyangkut jabatan dan jenis akta yang dibuatnya, hari dan tanggal pembuatan akta, dan tempat akta dibuat 145 . Sebelum menjalankan jabatannya, notaris wajib mengucapkan sumpahjanji menurut agamanya dan dihadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat 1 Undang-undang Jabatan 144 Ibid, hlm. 51 – 52. 145 Tan Thong Kie, Buku I Studi Notariat, Serba-Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Vanhaeve, Jakarta, 2000, hlm.155. Universitas Sumatera Utara Notaris. Makna dari kalimat yang menjadi sumpah notaris tersebut adalah bahwa dalam menjalankan jabatannya, notaris harus profesional dalam melaksanakan jabatannya tersebut dan menjaga integritas moralnya. Jabatan yang dipangku notaris adalah jabatan kepercayaan vertrouwensambt dan justru oleh karena itu seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya. Sebagai seorang kepercayaan vertrouwenpersoon, notaris berkewajiban untuk merahasiakan semua apa yang diberitahukan kepadanya selaku notaris 146 . Kewajiban merahasiakan tersebut dapat dilakukan dengan upaya penuntutan hak ingkar verschoningsrecht, yang merupakan pengecualian terhadap ketentuan dalam Pasal 1909 KUHPerdata, Pasal 146 dan Pasal 277 HIR bahwa setiap orang yang dipanggil sebagai saksi wajib memberikan kesaksian di muka pengadilan. Notaris yang memberikan keterangan atau penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya, maka notaris tersebut telah melanggar undang-undang yaitu sumpah jabatan dalam Pasal 4 Undang-undang Jabatan Notaris dan Pasal 322 KUHPidana tentang Membuka Rahasia 147 . Kewajiban notaris dalam menjalankan jabatannya termuat dalam Pasal 16 ayat 1 Undang-undang Jabatan Notaris yang berbunyi sebagai berikut : a. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan Menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; 146 G.H.S Lumban Tobing, op.cit. hlm.117-118. 147 Ibid. hlm.120. Universitas Sumatera Utara b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris; c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta; d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpahjanji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain; f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 satu bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 lima puluh akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan Tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan; i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 lima hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; k. Mempunyai capstempel yang memuat lambang negaraRepublik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, Jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; l. Membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris; m. Menerima magang calon notaris”. Kewenangan dan kewajiban tersebut disertai dengan larangan bagi notaris dalam menjalankan jabatannya sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 17 UUJN sebagai berikut : a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 tujuh hari kerja berturut turut tanpa alasan yang sah; c. Merangkap sebagai pegawai negeri; d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara; e. Merangkap jabatan sebagai Advokat; Universitas Sumatera Utara f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau badan usaha swasta; g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah diluar wilayah jabatan notaris; h. Menjadi notaris pengganti; atau i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris”. Larangan-larangan tersebut dimaksudkan untuk menjamin kepentingan masyarakat yang memerlukan jasa notaris. Selanjutnya, larangan dalam ketentuan Pasal 17 huruf a Undang-undang Jabatan Notaris dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan sekaligus mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar notaris dalam menjalankan jabatannya. Salah satu upaya dalam mencegah persaingan tersebut, notaris hendaknya memperhatikan ketentuan mengenai honorarium yang merupakan hak notaris atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya pasal 36 Undang- undang Jabatan Notaris dengan tidak memungut biaya yang terlampau murah dibanding rekan-rekan notaris lainnya, namun dengan tetap melaksanakan kewajiban dalam memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma- cuma kepada orang yang tidak mampu, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 37 Undang-undang Jabatan Notaris. Notaris dalam melaksanakan jabatannya dituntut untuk dapat memenuhi dan mentaati ketentuan-ketentuan sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris. Akta otentik yang dibuat olehdihadapan notaris diharapkan mampu menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Guna Universitas Sumatera Utara mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan notaris, agar notaris tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran yang ditentukan dalam UUJN. Pengaturan terhadap pengawasan pelaksanaan jabatan notaris termuat dalam Pasal 67 sampai dengan 81 Undang-undang Jabatan Notaris. Pengawasan atas notaris berdasarkan Pasal 67 ayat 1 Undang-undang Jabatan Notaris dilakukan oleh Menteri, untuk selanjutnya dibentuk suatu Majelis Pengawas. Majelis Pengawas Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap notaris, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris. Pengertian pengawasan dalam Pasal tersebut adalah kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif termasuk kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap notaris. Pengawasan meliputi perilaku dan pelaksanaan jabatan notaris, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 67 ayat 5 Undang-undang Jabatan Notaris. Pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan notaris dilakukan dengan mengikutsertakan pihak pemerintah, organisasi notaris, dan ahli atau akademisi di bidang hukum masing-masing diwakili oleh 3 tiga orang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 67 ayat 3 Undang-undang Jabatan Notaris, dengan Universitas Sumatera Utara maksud untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum yang lebih baik bagi masyarakat.

C. Perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan di Indonesia .

Istilah “perundang-undangan” menurut sejarahnya adalah terjemahan dari istilah Belanda “wetgeving” yang bermakna pembuat peraturan misalnya”wet” yakni Undang-Undang. Istilah ini adalah paduan antara kata “wet” dan “geven” yang berarti memberi atau membuat. Wetgever ialah pihak pembuatnya sendiri yakni Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah yang biasa disebut sebagai legisltif dan eksekutif. Wetgeving law making berarti pembuatan Undang-Undang. 148 Dalam pengertian konsep hukum, pemerintah dalam arti luas harus berdasarkan atas asas sistem konstitusi constitusionalisme, dan terwujudnya asas persamaan kedudukan di dalam hukum. Hal ini lebih lanjut ditegaskan oleh Dahlan Thaib bahwa fungsi konstitusi sebagai aturan main untuk membatasi kekuasaan dalam negara yang di dalamnya mengandung prinsip-prinsip negara hukum, demokrasi, pembagian kekuasaan, dan pengakuan hak-hak manusia 149 . Tujuan pokok dari hukum adalah ketertiban. Kepatuhan akan ketertiban ini, syarat pokok untuk masyarakat teratur. Tujuan hukum lainnya adalah tercapainya 148 Solly Lubis, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, Mandar Maju, Bandung,2009, hlm 11. 149 Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, Op.Cit, hlm. 17. Universitas Sumatera Utara keadilan. Untuk mencapai ketertiban dibutuhkan kepastian hukum dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. 150 Tertib hukum rechtstorde dimaksudkan suatu kekuasaan negara yang didasarkan pada hukum yang dikehendaki oleh hukum; dan keadaan masyarakat yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Attamimi memberikan pengertian tertib hukum rechtstordnung adalah suatu kesatuan hukum objektif, yang keluar tidak tergantung pada hukum yang lain, dan ke dalam semua pembentukan hukum dalam kesatuan tertib hukum tersebut. Rumusan ini sangat penting untuk menentukan ada atau tidaknya kesatuan hukum yuridis dalam suatu tertib hukum. 151 J.H.A Logmann mengatakan bahwa sama seperti tertib masyarakat, yang merupakan suatu keseluruhan yang saling berkaitan, juga hukum positif, yang ditemukan dengan jalan mengabstrakkan dari suatu keseluruhan, suatu pertalian norma-norma, ialah suatu tertib hukum. Dengan demikian dalam suatu hukum positif tidak boleh terdapat norma-norma yang saling bertentangan. 152 Bentham menegaskan bahwa tujuan pemerintah dan tujuan hukum haruslah ”kebahagiaan terbesar komunitas” atau ” kebahagiaan masyarakat” 153 Atas dasar uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tertib hukum tercipta jika : a. Suatu produk perundang-undangan tidak saling bertentangan, baik secara vertikal maupun horizontal; 150 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional , Bandung, Bina Cipta, hlm. 2. 151 A. Hamid S. Attamimi, Pancasila Cita Hukum Dalam Kehidupan Bangsa Indonesia, dalam Oetoyo Oersman dan Alfian ed., Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, Jakarta, BP-7 Pusat, 1992, hlm. 71. 152 J.H.A. Logmann, op cit, hlm. 31. 153 Jeremy Bentham,Teori Perundang-Undangan: Prinsip-prinsip, Hukum Perdata dan Hukum Pidana, Nuansa dan Nusamedia, Bandung, 2010, hlm 2. Universitas Sumatera Utara b. Perilaku pelaksana kekuasaan negara dan anggota masyarakat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, disamping hal tersebut tertib hukum juga akan tercipta jika kita patuh dan taat pada azaz berlakunya suatu Undang- Undang antara lain : 1. Azas Lex posterior derogat lege priori yaitu Undang- Undang yang berlaku kemudian membatalkan Undang- Undang terdahulu sejauh mana mengatur objek yang sama. 2. Azas Lex Superior de rogat legi inferior yaitu Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai derajat lebih tinggi sehingga terhadap peraturan yang lebih rendah dan mengatur objek yang sama maka hakim menetapkan peraturan yang lebih tinggi. 3. Azas Lex Specialis de rogat legi generalis yaitu Undang-Undang khusus mengenyampingkan Undang- Undang yang bersifat umum. Para wakil rakyat yang mempertimbangkan, membahas dan menetapkan keputusan untuk menetapkan sesuatu Undang-Undang berpikir dan bertindak paradigmatik paradigmatic thinking and paradigmatic action, maksudnya tiada lain, supaya mereka selalu merujuk secara akomodatif kepada aspirasi keadilan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, sehingga produk UU ataupun Perda, yang benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat itu. 154 Upaya harmonisasi peraturan perundang-undangan terus menerus dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dengan tujuan untuk 154 Solly Lubis, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, Op.Cit, hlm 18. Universitas Sumatera Utara menciptakan keserasian, harmoni, dan tidak tumpang tindih antara peraturan yang satu dan peraturan yang lain yang juga harus diikuti dengan peningkatan kualitas tenaga perancang peraturan perundang-undangan legal drafter. Diharapkan dengan adanya kebijaksanaan satu pintu dari amanat undang- undang tersebut, produk perundang-undangan yang akan dihasilkan tersebut benar- benar dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat, menjamin kepastian hukum, mampu memberi dukungan terhadap proses pemulihan ekonomi, sosial, politik, dan keamanan, memberi perlindungan dan penghormatan terhadap HAM, tidak diskriminatif, dan memberikan perlindungan terhadap hak perempuan dan anak. 155 Agar dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dilaksanakan secara berencana, maka Pembentukan Peraturan Perundang-undangan perlu dilakukan berdasarkan Program Legislasi Nasional. Dalam Program Legislasi Nasional tersebut ditetapkan skala prioritas sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat. Untuk maksud tersebut, maka dalam Program Legislasi Nasional memuat program legislasi jangka panjang, menengah, atau tahunan. Program Legislasi Nasional hanya memuat program penyusunan Peraturan Perundang- undangan tingkat pusat. Dalam penyusunan program tersebut perlu ditetapkan pokok materi yang hendak diatur serta kaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Oleh karena itu, penyusunan Program Legislasi Nasional disusun secara 155 Ibid. Universitas Sumatera Utara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah 156 . Berdasarkan pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan ditentukan bahwa : Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang- undang, ayat 2 pasal 20 tersebut menentukan bahwa rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Peraturan Perundang-undangan. Menteri meminta kepada Menteri lain dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen perencanaan pembentukan Rancangan Undang- Undang di lingkungan instansinya masing-masing sesuai dengan lingkup bidang tugas dan tanggung jawabnya. Menteri melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang- Undang yang diterima dengan Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen penyusun perencanaan pembentukan Rancangan Undang- Undang dan Pimpinan instansi Pemerintah terkait lainnya. Upaya pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang dilaksanakan melalui forum konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri. Upaya pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang- Undang, diarahkan pada perwujudan keselarasan konsepsi 156 Rahimullah, loc cit, hal 78. Universitas Sumatera Utara tersebut dengan falsafah negara, tujuan nasional berikut aspirasi yang melingkupinya, Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang lain yang telah ada berikut segala peraturan pelaksanaannya dan kebijakan lainnya yang terkait dengan bidang yang diatur dalam Rancangan Undang- Undang tersebut. Setidak-tidaknya ada 2 aspek yang perlu diharmonisasikan pada waktu menyusun peraturan perundang-undangan, yaitu yang berkaitan dengan aspek konsepsi materi muatan dan aspek teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. a. yang berkenaan dengan konsepsi materi muatan peraturan perundang- undangan mencakup: 1 Pengharmonisasian konsepsi materi muatan rancangan peraturan perundang-undangan dengan Pancasila. Nilai-nilai Pancasila harus menjadi sumber dalam setiap peraturan perundang-undangan sehingga nilai-nilai tersebut menjadi aktual dan memberikan batas kepada peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Setiap peraturan perundang-undangan secara substansial mesti menjabarkan nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial. Pancasila merupakan cita hukum rechtsidee. Cita hukum tidak hanya berfungsi sebagai tolok ukur yang bersifat regulatif, yaitu yang menguji apakah suatu hukum positif adil atau tidak, melainkan juga sekaligus sebagai dasar yang bersifat konstitutif, yaitu yang menentukan bahwa tanpa cita hukum, hukum akan kehilangan maknanya sebagai hukum. Universitas Sumatera Utara 2 Pengharmonisan konsepsi materi muatan rancangan peraturan perundang- undangan dengan Undang-Undang Dasar. Materi muatan peraturan perundang-undangan harus diselaraskan dengan ketentuan Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar negara. Pengharmonisasian peraturan perundang-undangan dengan Undang- Undang Dasar selain berkaitan dengan pasal-pasal tertentu yang dijadikan dasar pembentukannya dan pasal-pasal yang terkait juga dengan prinsip- prinsip negara hukum dan negara demokrasi baik di bidang sosial politik maupun ekonomi. Dalam pengharmonisasian peraturan perundang-undangan dengan Undang-Undang Dasar, yurisprudensi yang diciptakan oleh Mahkamah Konstitusi yang dijadikan acuan, sebab putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat sangat penting untuk dipahami dalam menafsirkan secara juridis aturan-aturan dasar bernegara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar. Undang- undang yang bertentangan dengan pasal-pasal dan semangat Undang- Undang Dasar sebagaimana termaktub dalam pembukaan dapat diuji keabsahannya oleh Mahkamah Konstitusi karena Undang-undang yang demikian kehilangan dasar konstitusionalnya. 3 Pengharmonisasian rancangan peraturan perundang- undangan dengan asas pembentukan dan asas materi muatan peraturan perundang- undangan. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Universitas Sumatera Utara menggolongkan asas peraturan perundang- undangan menjadi 3 tiga golongan yaitu : asas pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik Pasal 5 asas materi muatan Pasal 6 ayat 1 dan asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang- undangan yang bersangkutan Pasal 6 ayat 2. Pasal 5 menentukan bahwa asas pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik adalah sebagai berikut: kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentukan yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan . Pasal 6 ayat 1 menentukan bahwa asas materi muatan peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut: kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban kepastian hukum danatau keseimbangan keserasian dan kesejahteraan. Di samping itu masih ada asas lain sesuai dengan bidang hukum yang diatur, misalnya asas legalitas dalam hukum pidana, asas kebebasan berkontrak dalam hukum perdata. Asas hukum adalah penting untuk dapat melihat jalur “benang merah” dari sistem hukum positif yang ditelusuri dan diteliti. Melalui asas-asas tersebut dapat dicari apa yang menjadi tujuan umum aturan tersebut. Asas peraturan perundang-undangan sangat bermanfaat bagi penyiapan, penyusunan dan pembentukan peraturan Universitas Sumatera Utara perundang-undangan yang baik. Asas tersebut berfungsi untuk memberi pedoman dan bimbingan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. 4 Pengharmonisasian materi muatan rancangan peraturan perundang- undangan secara horizontal agar tidak tumpang tindih dan saling bertentangan, karena hal tersebut akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan ambiguitas dalam penerapannya. Dalam pelaksanaan pengharmonisasian secara horizontal sudah tentu berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait perlu dipelajari secara cermat agar konsepsi materi muatan peraturan perundang-undangan yang erat berhubungan satu sama lain selaras. Pembentuk peraturan perundang- undangan tentu perlu melakukan koordinasi dengan instansi yang terkait, yang secara substansial menguasai materi muatan suatu peraturan perundang-undangan dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lain. 5 Pengharmonisasian materi muatan rancangan peraturan perundang- undangan dengan konvensi perjanjian internasional. Konvensiperjanjian internasional juga harus diperhatikan agar peraturan perundang-undangan nasional tidak bertentangan dengan konvensiperjanjian internasional, terutama yang telah diratifikasi oleh negara Indonesia. Universitas Sumatera Utara 6 Pengharmonisasian rancangan peraturan perundang-undangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi dan putusan Mahkamah Agung atas pengujian terhadap peraturan perundang-undangan. Putusan Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung atas pengujian terhadap peraturan perundang-undangan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap harus dipertimbangkan oleh perancang peraturan perundang-undangan dalam menyusun rancangan peraturan perundang-undangan. 7 Hal yang tidak kalah pentingnya adalah pengharmonisasian rancangan peraturan perundang-undangan dengan teori hukum, pendapat para ahli dogma, yurisprudensi, hukum adat, norma-norma tidak tertulis, rancangan peraturan perundang-undangan, dan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang akan disusun. b. Teknik penyusunan peraturan perundang- undangan baik menyangkut kerangka peraturan perundang- undangan, hal-hal khusus, ragam bahasa dan bentuk peraturan perundang- undangan. Teknik penyusunan peraturan perundang- undangan tertuang dalam lampiran Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Pengabaian terhadap teknik penyusunan peraturan perundang- undangan akibatnya memang tidak sefatal pengabaian keharusan harmonisasi atas substansi peraturan perundang-undangan. Pengabaian terhadap teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, Universitas Sumatera Utara tidak dapat menjadi alasan batalnya peraturan perundang-undangan atau alasan untuk melakukan yudicial review. Apabila kita mengabaikan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, paling-paling kita hanya dapat mengatakan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut jelek. Materi muatan peraturan perundang- undangan harus diselaraskan dengan ketentuan Undang- Undang Dasar sebagai hukum dasar negara. Pengharmonisasian peraturan perundang- undangan dengan Undang- Undang Dasar selain berkaitan dengan pasal-pasal tertentu yang dijadikan dasar pembentukannya dan pasal-pasal yang terkait juga dengan prinsip- prinsip negara hukum dan negara demokrasi baik di bidang sosial politik maupun ekonomi. Dalam pengharmonisasian peraturan perundang- undangan dengan Undang-Undang Dasar, yurisprudensi yang diciptakan oleh Mahkamah Konstitusi yang dijadikan acuan, sebab putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat sangat penting untuk dipahami dalam menafsirkan secara juridis aturan-aturan dasar bernegara yang tercantum dalam Undang- Undang Dasar. Konsepsi Rancangan Undang- Undang yang telah memperoleh keharmonisan, kebulatan, dan kemantapan konsepsi, oleh Menteri wajib dimintakan persetujuan terlebih dahulu kepada Presiden sebagai Prolegnas yang disusun di lingkungan Pemerintah sebelum dikoordinasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Hasil penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah oleh Menteri dikoordinasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat melalui Badan Legislasi dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi Prolegnas. Universitas Sumatera Utara Bahwa berdasarkan pasal 20 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang mempunyai kekuasaan membentuk Undang-undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat, namun demikian proses pembentukannya Rancangan Undang- Undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mencapai persetujuan bersama, selanjutnya pasal 20 ayat 5 menentukan bahwa dalam hal rancangan Undang-undang yang telah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden maka dalam waktu 30 hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui ,rancangan Undang- undang sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan .Ini berarti bahwa Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai kedudukan yang sangat kuat sebagai badan pembentuk Undang-Undang. Istilah Undang- undang dapat dipergunakan dalam arti materiil dan formal,dalam arti materiil pengertian Undang-undang adalah meliputi semua bentuk peraturan perundang-undang yang dibuat oleh penguasa yang berwenang dan mempunyai kekuatan mengikat dalam kehidupan masyarakat .Undang-undang dalam pengertian materiil dapat disebut dengan istilah Peraturan perundangan, meliputi peraturan yang mempunyai tingkat paling tinggi, yaitu Undang Undang Dasar sampai dengan peraturan yang tingkatnya paling rendah sedangkan dalam arti formal pengertian Undang-undang hanya menunjuk pada satu bentuk peraturan tertentu yaitu bentuk peraturan yang dibentuk oleh Badan Pembentuk Undang-undang, menurut tata cara yang telah ditentukan, dituangkan dalam bentuk yang telah ditentukan serta diundangkan sebagaimana mestinya 157 . Perubahan konstitusi menggambarkan terjadinya peralihan kekuasaan legislatif dari presiden ke DPR. Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Pergeseran ini menegaskan secara 157 Rahimullah, loc cit, hal.42. Universitas Sumatera Utara fundamental kedudukan presiden sebagai pembentuk undang-undang beralih ke DPR. Ini berarti bahwa kewenangan untuk mengatur kepentingan publik atau hukum yang mengikat masyarakat telah beralih dari lembaga pemerintah ke lembaga parlemen. Menindaklanjuti perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang salah satunya mengatur mengenai kewenangan pembentukan undang- undang, maka guna mendukung peran Dewan Perwakilan Rakyat di bidang legislasi, Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat sebagai unsur pelayanan teknis administrasi dan keahlian mempunyai peranan yang sangat penting untuk mendukung keberhasilan DPR-RI sebagai lembaga pembentuk undang-undang. Sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004, tugas pokok perancang adalah menyiapkan, mengolah dan merumuskan rancangan peraturan perundang-undangan. Dalam melakukan tugas pokok tersebut, para perancang melakukan proses kegiatan yang meliputi beberapa hal. Pertama, melakukan persiapan, yaitu dengan mengumpulkan databahan, baik dengan melakukan penelitian lapangan maupun kajian kepustakaan. Databahan yang didapatkan merupakan data awal untuk menyusun naskah akademis dan atau draf Rancangan Undang-Undang. Kedua, menyusun rancangan, menganalisis databahan yang didapatkan guna menyusun kerangka dasar peraturan perundang-undangan. Ketiga, membahas RUU, yaitu menyiapkan bahan-bahan dan mengikuti setiap persidangan, baik di tingkat Komisi, Baleg, Pansus, Panja, Tim PerumusTim Kecil, dan Sinkronisasi. Keempat, memberikan tanggapan terhadap RUU, yaitu menyusun Universitas Sumatera Utara dan menelaah konsep tanggapan terhadap RUU yang masuk ke DPR untuk dapat dipertimbangkan dijadikan RUU usul inisiatif atau RUU dari pemerintah. Seorang perancang dituntut tidak hanya menguasai teknik merancang suatu RUU tetapi juga bagaimana agar undang-undang yang dihasilkan menjadi lebih efektif dan aplikatif, memahami masalah perundang-undangan dari sudut filosofis, yuridis maupun sosiologis. Jadi, tugas perancang tidak hanya membangun struktur undang-undang melainkan mengetahui setiap bahan materi hukum yang digunakan untuk membangunnya. Tugas dan fungsi perancang dalam hal ini adalah menjabarkan serta menuangkan kehendak para legislator anggota DPR ke dalam peraturan perundang- undangan sejak dari judul, konsideran menimbang, mengingat, dan batang tubuh dalam bentuk norma-norma atau pasal-pasal sampai dengan penjelasan peraturan perundang-undangan tersebut. Dengan demikian para perancang membantu secara fisik dan intelektual para pembentuk peraturan perundang-undangan di lingkungan instansi pemerintah. Perancang hanya menuangkan keinginan para legislator ke dalam peraturan perundang-undangan dan memberikan saran serta mengingatkan menegur secara profesional apabila keinginan tersebut: tidak sesuai dengan asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik algemene beginselen van behoorlijke regelgeving dan tidak sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang- undangan yang baik dan benar. Universitas Sumatera Utara Bagi seorang perancang undang-undang, penguasaan teknis, materi, bahkan nuansa dan semangat perdebatan dalam pembahasan suatu RUU merupakan suatu keharusan. Dari hal ini, juga akan menciptakan perancang yang dapat memahami suatu RUU dengan seutuhnya, tidak hanya kulit dan isinya saja, bahkan memahami nuansa batin lahirnya sebuah RUU tersebut 158 . Pihak-pihak yang memiliki hak inisiatif untuk mengajukan RUU adalah: a. Presiden Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Amandemen pertama UUD 1945 jo Pasal 17 ayat 1 UU nomor 10 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Presiden berhak untuk mengajukan RUU kepada DPR. Menteri maupun Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen dapat mengajukan prakarsa kepada presiden yang memuat urgensi, argumentasi, dan pokok-pokok materi suatu masalah yang akan dituangkan ke dalam RUU 159 . b. DPD Dewan Perwakilan Daerah DPD berdasarkan Pasal 22D ayat 1 Amandemen Ketiga UUD 1945 memiliki kewenangan untuk mengajukan RUU, meskipun masih terbatas pada RUU- RUU yang berkaitan dengan: 160 1 Otonomi daerah; 2 Hubungan pusat dan daerah; 3 Pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah; 4 Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; atau 5 Hal-hal yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. 158 www.hukumonline.com. Diakses pada tanggal 05 Desember 2010 pukul 07.00 WIB. 159 Ibid.. 160 Pasal 17 ayat 2 UU nomor 10 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Universitas Sumatera Utara c. DPR Dewan Perwakilan Rakyat Berdasarkan Pasal 21 ayat 1 Amandemen Pertama UUD 1945, DPR berhak mengajukan usul RUU. Pengusulan RUU oleh DPR dapat dilakukan melalui beberapa pintu, yakni: 1 Badan Legislasi Baleg 2 Komisi 3 Gabungan komisi 4 Minimal tiga belas anggota DPR secara kolektif. 161 Dalam hal terdapat pihak-pihak lain yang tidak memiliki hak inisiatif ingin mengajukan usul RUU, maka usul RUU tersebut dapat diajukan melalui salah satu dari ketiga lembaga tersebut di atas. Apabila diajukan melalui lembaga presiden, usul RUU tersebut dapat disampaikan kepada menteri yang wewenangnya melingkupi materi muatan RUU dimaksud. Apabila diajukan melalui DPR, dapat disampaikan kepada Baleg atau komisi. Sedangkan pengajuan RUU melalui DPD hanya terbatas pada bidang-bidang tertentu saja seperti yang telah diterangkan di atas. Contohnya adalah Bank Indonesia, di dalam UUD 1945 Bank Indonesia tidak diberikan hak inisiatif untuk mengajukan usul RUU, sehingga apabila Bank Indonesia ingin mengajukan usul RUU, usul tersebut dapat disampaikan baik melalui Presiden Pemerintah maupun melalui DPR. 161 Erni Setyowati et.al., Panduan Praktis Pemantauan Proses Legislasi , Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 38. Universitas Sumatera Utara Naskah Akademik dalam proses penyusunan RUU merupakan potret ataupun peta tentang berbagai hal terkait dengan peraturan perundang-undangan yang hendak diterbitkan 162 . Dengan adanya potret tersebut dapat ditentukan apakah suatu peraturan perundangan akan melembagakan atau memformalkan apa yang telah ada dan berjalan di masyarakat atau mengubah masyarakat. Dalam praktiknya, terjadi suatu kesalahan persepsi bahwa Naskah Akademik dianggap bahkan dibuat untuk melegitimasikan suatu RUU tertentu. Dalam hal ini, Naskah Akademik dibuat setelah RUU disiapkan 163 . Selain itu, Naskah Akademik dianggap dibuat hanya untuk memenuhi syarat formal saja, karena telah ada anggaran yang dialokasikan untuk itu. Hal ini sangat bertentangan dengan fungsi dari Naskah Akademik itu sendiri. Naskah Akademik memuat mengenai hal-hal yang menjadi landasan filosofis mengenai apa yang akan diatur dalam suatu RUU. Naskah Akademik juga diperlukan bagi pemangku kepentingan dan perancang drafter untuk mengambil keputusan apakah suatu substansi perlu atau tidak diatur dalam suatu RUU. Keberadaan Naskah Akademik akan membuat proses penyusunan suatu RUU menjadi lebih efisien dan efektif, mengingat pokok pemikiran tentang RUU yang akan dibuat telah dituangkan dan dikaji dalam Naskah Akademik tersebut. 162 Hikmahanto Juwana, Penyusunan Naskah Akademik Sebagai Prasyarat dalam Perencanaan Pembentukan RUU, Makalah disampaikan pada Rapat Pembahasan Tahunan Prolegnas Pemerintah Tahun 2006, Cisarua, 4-6 Juli 2006, hal. 2. 163 Ibid., hal. 4. Universitas Sumatera Utara Substansi-substansi yang harus ada dalam Naskah Akademik antara lain: 164 a Tujuan dibuatnya RUU ; Naskah akademik harus memuat mengenai tujuan dibuatnya suatu UU politik hukum suatu UU. Politik hukum dapat dibedakan dalam dua dimensi 165 . Pertama, politik hukum yang menjadi alasan dasar dari diadakannya suatu peraturan perundang-undangan kebijakan dasar atau basic policy. Contohnya adalah UU Hak Cipta yang memiliki kebijakan dasar untuk memberikan perlindungan bagi pencipta dan ciptaannya. Kedua, tujuan atau alasan yang muncul di balik pemberlakuan suatu peraturan perundangundangan kebijakan pemberlakuan atau enactment policy . Contohnya yaitu UU Hak Cipta dibentuk tidak sekedar untuk melindungi pencipta atas hasil ciptaannya, tetapi juga untuk memberi iklim investasi yang kondusif bagi investor asing. b Pembahasan tentang apa yang akan diatur; Pembahasan ini sebaiknya diuraikan secara tepat dan tajam karena menentukan muatan materi yang akan diatur dalam RUU. c Faktor berjalannya RUU; Dalam bagian ini diuraikan keberadaan infrastruktur pendukung untuk terlaksananya RUU bila menjadi UU nantinya. Hal ini dibutuhkan agar 164 Ibid., hal. 5-13. 165 Ibid., hal. 6. Universitas Sumatera Utara UU tersebut berjalan secara efektif dan tidak hanya memiliki makna simbolik. Misalnya jika disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan wajib hingga tingkat Sekolah Menengah Umum SMU, harus dilihat apakah setiap daerah di Indonesia telah memiliki infrastruktur sekolah yang memadai. d Penelusuran peraturan perundang-undangan yang berlaku dan perjanjian Internasional; Penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan dilakukan untuk memastikan agar tidak ada ketentuan yang saling bertentangan bila UU tersebut telah berlaku. Hal ini diperlukan karena apabila ada UU yang saling bertentangan, akan sulit untuk dicari penyelesaiannya. Penggunaan asas Lex Spesialis derogat Lex Generali ataupun asas peraturan perundangundangan yang lebih tinggi akan mengenyampingkan peraturan yang lebih rendah tidak akan menyelesaikan peraturan perundang- undangan yang saling bertentangan 166 . e Rujukan; Dalam naskah akademik perlu diuraikan tentang rujukan terkait dengan RUU yang akan dibuat. Ada tiga rujukan yang dapat digunakan. Pertama, mengambil peraturan dari luar negeri yang mirip dengan RUU yang akan dibuat. Kedua, merujuk model law 166 Ibid., hal. 12-13. Universitas Sumatera Utara yang dibuat oleh organisasi internasional. Ketiga, merujuk kepada perjanjian- perjanjian internasional yang belum diratifikasi oleh Indonesia. Pengharmonisasian 167 rancangan peraturan perundang-undangan didasarkan pada Pasal 18 ayat 2 Undang- Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. Pasal ini menentukan Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU yang berasal dari Presiden, dikoordinasikan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundangundangan. Ketentuan ini menjelaskan hal-hal sebagai berikut: 168 a. Rancangan peraturan perundang-undangan yang dapat diharmonisasikan hanyalah RUU yang berasal dari presiden. b. RUU yang datang dari DPR tidak melalui proses pengharmonisasian. c. Kewenangan untuk melakukan koordinasi pengharmonisasian RUU yang datang dari presiden adalah menteri yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang peraturan perundangundangan yaitu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia HAM. Terkait prosedur pengharmonisasian terhadap rancangan peraturan perundang- undangan di bawah Undang-Undang, dalam Undang- Undang No. 10 Tahun 2004 167 Pengharmonisasian adalah upaya untuk menyelaraskan, menyesuaikan, memantapkan, dan membulatkan konsepsi suatu rancangan peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundangundangan lain, baik yang lebih tinggi, sederajat, maupun yang lebih rendah, dan hal-hal lain selain peraturan perundang-undangan, sehingga tersusun secara sistematis, tidak saling bertentangan atau tumpang tindih. Wicipto Setiadi, Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi RUU dalam Rangka Penyusunan Program Legislasi Nasional, makalah disampaikan dalam Rapat Pembahasan Tahunan Program Legislasi Nasional Tahun 2006 yang diselenggarakan pada 4-6 Juli 2006, hal. 2. 168 Ibid. Universitas Sumatera Utara tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan tidak diatur mengenai adanya keharusankewajiban untuk melakukan pengharmonisasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 2 Undang- Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun demikian, dalam praktiknya terhadap peraturan perundang- undangan di bawah Undang-Undang tersebut tetap dilakukan pengharmonisasian, walaupun pengharmonisasian tersebut hanya terbatas di tingkat pusat saja, yaitu terhadap Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden 169 . Terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Perpu diberlakukan prosedur pengharmonisasian karena materi muatan Perpu sama dengan materi muatan UU. Sedangkan untuk Perda tidak mungkin dilakukan pengharmonisasian karena terdapat sangat banyak daerah dan peraturan daerah. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang- undangan hanya dapat memberikan bimbingan dan konsultasi sebelum disahkannya Perda. Sifat dari pemberian bimbingan ini tidak wajib untuk dilakukan. Terdapat dua aspek dalam menyusun rancangan peraturan perundang- undangan yang perlu diharmonisasikan, yaitu: 170 1. Aspek yang berkaitan dengan konsepsi materi muatan peraturan perundang-undangan. Dalam aspek ini, konsepsi materi muatan rancangan peraturan perundang-undangan diharmoniskan dengan: a Pancasila 169 Ibid. 170 Ibid., hal. 6. Universitas Sumatera Utara b Undang-Undang Dasar 1945 c Asas pembentukan dan asas materi muatan peraturan perundang- undangan yang terdapat dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang- Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan d Peraturan perundang- undangan lain yang setingkat secara horizontal agar tidak tumpang tindih dan saling bertentangan e Konvensi atau perjanjian internasional f Putusan Mahkamah Konstitusi dan putusan Mahkamah Agung atas pengujian terhadap peraturan perundang- undangan g Teori hukum, pendapat para ahli hukum, yurisprudensi, hukum adat, norma tidak tertulis, rancangan peraturan perundang-undangan, dan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan peraturan perundang- undangan yang akan dibuat 2. Aspek yang terkait dengan teknik penyusunan peraturan perundang- undangan baik menyangkut kerangka peraturan perundang-undangan, hal- hal khusus, ragam bahasa, dan bentuk peraturan perundang-undangan. Teknik penyusunan peraturan perundang- undangan ini terdapat dalam Lampiran Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Proses pengharmonisasian rancangan peraturan perundang- undangan dilakukan dalam tahap-tahap sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara a. Pengharmonisasian dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM, dalam hal ini oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan atas permintaan tertulis dari Menteri atau Pimpinan LPND lembaga pemerintahan nondepartemen yang memprakarsai penyusunan rancangan peraturan perundang- undangan yang bersangkutan. b. Direktorat Jenderal Peraturan Perundangan- undangan kemudian mengundang wakil-wakil dari instansi terkait untuk melakukan pengharmonisasian rancangan peraturan perundang-undangan dalam rangka melakukan pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan perundang- undangan. c. Wakil dari Menteri atau Pimpinan LPND pemrakarsa diberikan kesempatan untuk memaparkan pokok-pokok pikiran yang melatarbelakangi pembentukan rancangan peraturan perundang- undangan dan garis besar materi muatannya. d. Selanjutnya, wakil-wakil dari instansi yang terkait diberi kesempatan untuk menyampaikan tanggapan, pendapat, atau usul perubahan. e. Kemudian dilakukan pembahasan secara mendalam terhadap tanggapan, pendapat, atau usul perubahan yang telah diajukan. f. Apabila isu yang menjadi pokok masalah tidak dapat dicarikan solusinya atau tidak dapat disepakati, maka diberikan kesempatan untuk melakukan konsultasi dengan pimpinan instansinya atau untuk meminta pendapat tertulis dari instansi yang dipandang lebih berkompeten. Universitas Sumatera Utara g. Pengambilan keputusan dilakukan apabila telah tercapai kesepakatan tentang materi muatan rancangan peraturan perundang-undangan yang diharmoniskan. h. Setelah kesepakatan dituangkan dalam rumusan akhir, Menteri Hukum dan HAM atau MenteriPimpinan LPND pemrakarsa setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Hukum dan HAM mengajukan rancangan peraturan perundangundangan tersebut kepada presiden untuk mendapatkan persetujuan. Adanya berbagai jenis peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia dalam suatu tata susunan yang hierarkis mengakibatkan pula adanya perbedaan dalam hal fungsi maupun materi muatan berbagai jenis peraturan perundang-undangan tersebut 171 . Dalam Kamus lengkap bahasa Indonesia kita jumpai pengertian dari asas sebagai berikut: - Dasar, alas, pedoman; - Hukum Dasar; dan - Cita-cita yang menjadi dasar 172 . Asas Pembentukan Peraturan Perundang– undangan ialah asas hukum yang memberikan arahan bagi penuangan isi peraturan kedalam bentuk dan 171 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya , Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 1998, hlm.113. 172 Drs. Sulchan Yasyin Editor, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Penerbit Amanah, Surabaya, 1997, hlm.41. Universitas Sumatera Utara susunan yang sesuai dengan kata lain asas hukum ialah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. 173 Pasal 1 ayat 3 Bab I, Amandemen Ketiga Undang- Undang Dasar 1945, menegaskan kembali bahwa, Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Artinya bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum rechtsstaat, government of law tempat keadilan yang tertulis berlaku, bukanlah negara polisi atau negara militer, tempat polisi dan prajurit memegang pemerintah dan keadilan, bukanlah pula negara kekuasaan macthtsstaat tempat tenaga senjata dan kekuatan badan melakukan sewenang-wenang. 174 Sebagai konsekuensi dari Pasal 1 ayat 3 Amandemen ketiga Undang- Undang Dasar 1945, 3 tiga prinsip dasar wajib dijunjung oleh setiap warga negara yaitu supremasi hukum; kesetaraan di hadapan hukum; dan penegakkan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum 175 . Konsep hukum dari negara hukum adalah adanya jaminan penegakan hukum dan tercapainya tujuan hukum. Dalam penegakkan hukum ada 3 unsur yang selalu harus mendapat perhatian yaitu: Keadilan, kemanfaatan atau hasil guna dan kepastian hukum 176 . 173 Chainur Arrasjid, Pengantar Ilmu Hukum, Medan, Penerbit Yani Corporation, 1988, hlm.43. 174 Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1982, hlm.72. 175 A. Hamid S Attamimi, Hukum Tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kebijakan Hukum Tata Pengaturan , Pidato Purna Bakti Guru Besar Tetap Universitas Indonesia, Jakarta, 1993, hlm.1. 176 Sudikono Mertokusumo dan A.Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1993, hlm.1. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu, prioritas pembentukan hukum seyogianya berawal dari tuntutan substansial yang rasional. Menurut pendapat I.C. Van Der Vlies yang dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi, membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan- peraturan perundang-undangan kedalam asas formal dan asas material. Asas – asas yang formal meliputi : 1. Asas tujuan yang jelas; 2. Asas organ lembaga yang tepat; 3. Asas perlunya pengaturan; 4. Asas dapat dilaksanakan; 5. Asas konsensus. Asas – asas yang material meliputi : 1. Asas terminologi dan sistematika yang benar; 2. Asas dapat dikenali; 3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum; 4. Asas kepastian hukum; 5. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual 177 . Memperhatikan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam BAB II tentang Asas 177 I.C. Van Der Vlies, Het wetsbegrip en beginselen van behoorlijke regelgeving,’s- Gravenhage, Vuga, 1984, hlm.186 seperti dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam penyelenggaraan Pemerintah Negara Suatu studi analisis mengenai Keputusan Presiden yang berfungsi pengaturan dalam kurun waktu PELITA I – PELITA IV. Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta, 1990,hlm.330. Universitas Sumatera Utara Peraturan Perundang-Undangan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 disebutkan dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan harus berdasarkan pada Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik meliputi: 178 1. Asas Kejelasan Umum; 2. Asas Kelembagaan atau organ pembentukan yang tepat; 3. Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan; 4. Asas dapat dilaksanakan; 5. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan; 6. Asas kejelasan rumusan; 7. Asas keterbukaan. Disamping itu dalam ayat 6 disebutkan, bahwa materi muatan Peraturan Perundang-Undangan mengandung Asas antara lain: 1. Pengayoman 2. Kemanusiaan 3. Kebangsaan 4. Kekeluargaan 5. Kenusantaraan 6. Bhinneka tunggal ika 7. Keadilan 8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan 178 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan, Penerbit CV Eko Jaya, Jakarta, 2004. Universitas Sumatera Utara 9. Ketertiban dan kepastian hukum 10. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Mengacu pada asas – asas pembentukan peraturan perundang– undangan tersebut dapat diharapkan terciptanya peraturan perundang– undangan yang baik yang dapat mencapai tujuan secara optimal dalam pembangunan hukum di Negara Republik Indonesia 179 . Pada tahun 1966, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara menetapkan TAP MPRS Nomor XXMPRS1966 tentang Sumber Tertib Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan. Berdasarkan ketentuan ini, bentuk aturan hukum ditentukan sebagai berikut : a. UUD 1945 b. Ketetapan MPR S c. UU-Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang d. Peraturan Pemerintah e. Keputusan Presiden f. Peraturan pelaksanaan lainnya seperti Peraturan Menteri dan lain-lain. Dalam praktek, tata urut dan penamaan bentuk-bentuk peraturan sebagai mana diatur dalam ketetapan tersebut tidak sepenuhnya diikuti 180 . Terlepas dari berbagai kritik yang ditujukan terhadap substansi TAP MPRS tersebut, TAP ini 179 Maria Farida Indrati,loc cit, hlm.196. 180 Jimly Asshiddique, Tata urutan Perundang-undangan dan Problema Peraturan Daerah, disampaikan dalam lokakarya anggota DPRD se Indonesia, diselenggarakan di Jakarta, oleh LP3 HET, Jum’at 22 Oktober 2000. Universitas Sumatera Utara sebenarnya telah mengeliminir kerancuan bentuk-bentuk aturan yang ada sebelumnya. Pada gilirannya TAP ini pun menjadi alat ukur bentuk produk hukum dari semua lembaga Negara hingga tahun 2000. Namun demikian, masih juga ada permasalahan atas bentuk Surat Edaran SE Mahkamah Agung dan Peraturan Mahkamah Agung PERMA yang substansinya seringkali setingkat dengan Undang- Undang. Masalah ini hingga sekarang pun belum terselesaikan 181 . Di era reformasi, MPR menetapkan Ketetapan MPR Nomor IIIMPR2000 tentang Tata Urutan Perundang- Undangan. Bentuk aturan hukumnya adalah : 1. Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan MPR RI; 3. Undang Undang; 4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; 5. Peraturan Pemerintah; 6. Keputusan Presiden; 7. Peraturan Daerah. Sistem hukum Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan hierarki peraturan perundang-undangan. Sebelumnya, hierarki peraturan perundang-undangan dituangkan dalam produk hukum Ketetapan MPRMPRS. Pertama, TAP MPRS No. 181 Bagir Manan, Politik Perundang-undangan, Makalah disajikan dalam Penataran Dosen FHSTH se Indonesia, FH Universitas Andalas, Padang, 26 September s.d. 16 Oktober 1993. Universitas Sumatera Utara XXMPRS1966 tentang Memorandum DPRGR Dewan Perwakilan Rakyat Gotong– Royong mengenai Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Peraturan Perundang- undangan RI. Kedua, TAP MPR No.IIIMPR2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Belum tuntas perdebatan mempersoalkan TAP MPR Nomor IIIMPR2000, pada tanggal 25 Mei Tahun 2004, Pemerintah dan DPR telah sepakat menandatangani nota persetujuan materi muatan RUU, yang kemudian lahirlah Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam Undang- Undang yang baru ini, tentang jenis dan hierarki Peraturan Perundang- undangan diatur pada Pasal 7 ayat 1, sebagai berikut : a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Undang- undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. c. Peraturan Pemerintah. d. Peraturan Presiden. e. Peraturan Daerah termasuk Peraturan Desa. Undang- undang sendiri merupakan produk dari Lembaga- lembaga Negara yang ada di dalam perundang- undangan, yaitu : Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Peran DPR adalah sebagai pembentuk rancangan undang-undang, sedangkan peran Presiden adalah untuk memberikan persetujuan bagi setiap Rancangan Undang- Undang oleh karena itu, setiap warga negara harus tunduk terhadap suatu Undang- Universitas Sumatera Utara undang, dikarenakan Undang-undang itu merupakan hasil dari lembaga legislatif DPR dengan persetujuan Presiden.

D. Proses pembentukan perundang-undangan di Indonesia. 1.

Proses pembentukan Undang-Undang Didalam praktek penyelenggaraan pemerintahan adanya peraturan perundang- undangan yang baik akan banyak menunjang penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan sehingga lebih memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan negara yang diinginkan, Sedangkan untuk membuat suatu peraturan perundang-undangan yang baik sangat diperlukan adanya persiapan-persiapan yang matang dan mendalam. 182 Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-Undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. 183 Proses pembentukan Undang-Undang terdiri atas tiga tahap 184 , yaitu : a. Proses penyiapan rancangan Undang-Undang, yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan Pemerintah, atau di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal RUU Usul Inisiatif; b. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat; 182 Maria Farida Indrati,loc cit, hlm.134. 183 BAB I, Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 184 Maria Farida Indrati,Op. cit, hlm.134 Universitas Sumatera Utara c. Proses pengesahan oleh presiden dan pengundangan oleh Menteri Negara Sekretaris Negara atas perintah Presiden. Tahapan persiapan pembentukan Undang-Undang adalah rancangan undang- undang baik yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden maupun Dewan Perwakilan Daerah disusun berdasarkan program legislasi Nasional 185 , Proses penyiapan rancangan undang-undang adalah : 1. Di lingkungan Pemerintah Dalam proses penyiapan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Pemerintah .Kita berpedoman pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa : a. Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lenbaga pemerintah nondepartemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabya. 186 b. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden, dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan. 187 c. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang- undang sebagaimana dimasud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Presiden. 188 185 Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 186 Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 187 Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Universitas Sumatera Utara Rancangan Undang-undang tersebut kemudian akan disampaikan diedarkan oleh Menteri Pimpinan pemrakarsa kepada : 1. Para Menteri Pimpinan Lembaga Pemerintah yang erat hubungannya dengan materi yang diatur dalam Rancangan yang bersangkutan, untuk mendapatkan tanggapan dan pertimbangan. 2. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk memperoleh tanggapan seperlunya dari segi hukum. 3. Sekretaris Kabinet untuk persiapan penyelesaian Rancangan tersebut selanjutnya. Apabila Rancangan Undang-Undang telah sempurna, selanjutnya akan disampaikan kepada Presiden untuk dikirimkan Rancangan tersebut kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dengan suatu Amanat Presiden. Setelah rancangan Undang-Undang tersebut diterima oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, proses selanjutnya adalah pembahasan Rancangan Undang- Undang di Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden atau menteri yang ditugasi. 189 2. Di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat 188 Pasal 18 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 189 Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Universitas Sumatera Utara Berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Dasar 1945, anggota- anggota Dewan Perwakian Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang- undang yang kita kenal dengan Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif. Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan dengan surat oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden. 190 Dan selanjutnya Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undang-undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dalam jangka waktu paling lambat 60 enam puluh hari sejak surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat diterima. 191 Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat selanjutnya menyebarluaskan rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat tersebut, dan apabila dalam satu masa sidang, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden menyampaikan rancangan undang-undang mengena materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan undang-undang yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan rancangan undang-undang yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. 192 Apabila pembicaraan suatu Rancangan Undang-Undang telah selesai, Rancangan Undang-Undang yang sudah telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan 190 Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 191 Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 192 Pasal 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Universitas Sumatera Utara Rakyat kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang .Penyampaian rancangan undang-undang tersebut paling lambat 7 tujuh hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. 193 Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden dan dalam hal rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud tersebut diatas tidak ditandatangani oleh Presiden dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama, maka rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib di undangkan. 194

2. Proses pembentukan peraturan pemerintah penganti Undang-Undang