Penerapan Line Balancing dalam Penentuan Jumlah Manpower (Studi Kasus PT. Indonesia Asahan Aluminium)

(1)

(2)

Tabel 1. Nilai Allowance Breaking

No Allowance % Allowance

1 Tenaga yang dikeluarkan 6

2 Sikap kerja 1

3 Gerakan kerja 0

4 Kelelahan mata 6

5 Keadaan temperature tempat kerja 2

6 Keadaan atmosfer 0

7 Keadaan lingkungan 1

8 Kebutuhan pribadi 1

Total 17

Tabel 2. Nilai Allowance Mencekram Anoda yang Akan Diganti

No Allowance % Allowance

1 Tenaga yang dikeluarkan 1

2 Sikap kerja 0,5

3 Gerakan kerja 0

4 Kelelahan mata 6

5 Keadaan temperature tempat kerja 2

6 Keadaan atmosfer 0

7 Keadaan lingkungan 0

8 Kebutuhan pribadi 1

Total 10,5

Tabel 3. Nilai Allowance Membawa Anoda Lama Keluar Pot

No Allowance % Allowance

1 Tenaga yang dikeluarkan 1

2 Sikap kerja 0,5

3 Gerakan kerja 0

4 Kelelahan mata 6

5 Keadaan temperature tempat kerja 2

6 Keadaan atmosfer 0

7 Keadaan lingkungan 0

8 Kebutuhan pribadi 1


(3)

Tabel 4. Nilai Allowance Mengambil Sendok Karbon

No Allowance % Allowance

1 Tenaga yang dikeluarkan 5

2 Sikap kerja 1

3 Gerakan kerja 0

4 Kelelahan mata 5

5 Keadaan temperature tempat kerja 5

6 Keadaan atmosfer 0

7 Keadaan lingkungan 0

8 Kebutuhan pribadi 1

Total 17

Tabel 5. Nilai Allowance Mengeluarkan Kerak

No Allowance % Allowance

1 Tenaga yang dikeluarkan 6

2 Sikap kerja 1

3 Gerakan kerja 0

4 Kelelahan mata 6

5 Keadaan temperature tempat kerja 5

6 Keadaan atmosfer 0

7 Keadaan lingkungan 0

8 Kebutuhan pribadi 1

Total 19

Tabel 6. Nilai Allowance Meletakkan Anoda Baru

No Allowance % Allowance

1 Tenaga yang dikeluarkan 6

2 Sikap kerja 1

3 Gerakan kerja 0

4 Kelelahan mata 6

5 Keadaan temperature tempat kerja 5

6 Keadaan atmosfer 0

7 Keadaan lingkungan 0

8 Kebutuhan pribadi 1


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Asri, Mayang . dkk. 2012. Analisis Beban Kerja untuk Menentukan Jumlah Optimal Karyawan dan Pemetaan Kompetensi Karyawan Berdasar Pada

Job Description (Studi Kasus: Jurusan Teknik Industri, ITS, Surabaya).

Institut Teknologi Sepuluh November.

Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan pengendalian Produksi. Ghalia Indonesia. Baroto, Teguh. 2004. Simulasi Perbandingan Algoritma Region Approach,

Positional Weight dan Moodie Young dalam Efisiensi dan Keseimbangan Lini Produksi. Malang: Universitas Muhammadiyah

Benjamin, Niebel. Method Standars and Work Design. (New York: MC Graw Hill)

Gozali, Lina. dkk. 2015. Penentuan Jumlah Tenaga Kerja dengan Metode

Keseimbangan Lini Divisi Plastic Painting PT.XYZ. Teknik Industri

Universitas Tarumanegara.

Sutalaksana, Ifktikar. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung

Nasution, Arman Hakim dkk. . 2008. Perencanaan dan Pengendalian Produksi.. Yogyakarta : Graha Ilmu


(14)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Line Balancing4

Pengelompokkan tugas-tugas yang akan menghasilkan keseimbangan produksi memberikan informasi tentang kinerja waktu dari tugas-tugas tersebut, kebutuhan-kebutuhan pendahuluan yang menentukan urutan-urutan yang fleksibel, dan tingkatan output yang diinginkan atau siklus waktu per unit.

Permasalahan keseimbangan lintasan paling banyak terjadi pada proses perakitan dibandingkan proses pabrikasi. Pabrikasi dari sub komponen biasanya Keseimbangan lintasan perakitan berhubungan erat dengan produksi missal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan ke dalam beberapa pusat-pusat kerja, yang untuk selanjutnya disebut sebagai stasiun kerja. Waktu yang diizinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan itu ditentukan oleh kecepatan lintasan perakitan. Semua stasiun kerja harus memiliki waktu siklus yang sama. Bila satu stasiun kerja memiliki waktu siklus dibawah idealnya, maka stasiun tersebut akan memiliki waktu menganggur. Tujuan akhir dari keseimbangan lintasan adalah meminimasi waktu menganggur ditiap stasiun kerja, sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi pada setiap stasiun kerja.

3.1.1. Permasalahan Keseimbangan Lintasan (Line Balancing)

4 Nasution, Arman Hakim dkk. . 2008. Perencanaan dan Pengendalian Produksi.. Yogyakarta :


(15)

memerlukan mesin-mesin berat dengan siklus panjang. Ketika beberapa operasi dengan peralatan yang berbeda dibutuhkan secara proses seri, maka terjadilah kesulitan dalam menyeimbangkan panjangnya siklus-siklus mesin, sehingga utilisasi kapasitas menjadi rendah. Penggerakan yang terus menerus kemungkinan besar akan dicapai dengan operasi-operasi perakitan yang dibentuk secara manual ketika beberapa operasi dapat dibagi menjadi tugas-tugas kecil dengan durasi waktu yang pendek. Semakin besar fleksibilitas dalam mengkombinasikan beberapa tugas, maka semakin tinggi pula tingkat keseimbangan yang dapat dicapai. Hal ini akan membuat aliran yang mulus dengan utilitas tenaga kerja dan perakitan yang tinggi.

Proses pabrikasi biasanya dioperasikan sebagai sistem aliran proses yang terputus (intermitten flow) ataupun jenis batch. Bila volume produksi sangat besar dan spesifikasi-spesifikasi produk tetap, suatu susuran berupa aliran yang kontinyu menjadi memungkinkan dengan operasi-operasi otomatis yang dibituhkan sehingga keseluruhan lintasan produksi berfungsi sebagai satu mesin raksasa.

Masalah utama yang dihadapi dalam lintasan produksi adalah: 1. Kendala sistem, yang erat kaitannya dengan maintenance.

2. Menyeimbangkan beban kerja pada beberapa stasiun kerja, untuk: a. Mencapai suatu efisiensi yang tinggi.


(16)

Sedangkan hal-hal yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan pada lintasan produksi antara lain:

1. Rancangan lintasan yang salah

2. Peralatan atau mesin sudah tua sehingga seringkali breakdown dan perlu di

set-up ulang

3. Metode kerja yang kurang baik

Rancangan lintasan produksi yang seimbang bertujuan:

1. Untuk menyeimbangkan beban kerja yang dialokasi pada setiap stasiun kerja sehingga pekerjaan dapat selesai dalam waktu yang seimbang dan mencegah terjadinya bottleneck

2. Menjaga lini perakitan agar tetap lancar dan berlangsung secara kontinu. Pada umumnya, merencanakan suatu keseimbangan di dalam sebuah lintas perakitan meliputi usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu kapasitas optimal, dimana tidak terjadi penghamburan fasilitas. Tujuan tersebut dapat tercapai bila: 1. Lintas perakitan bersifat seimbang, setiap stasiun kerja mendapat tugas yang

sama nilainya bila diukur dengan waktu. 2. Stasiun-stasiun kerja berjumlah minimum.

3. Jumlah waktu menganggur di setiap stasiun kerja sepanjang lintas perakitan minimum.

Dengan demikian, kriteria yang umum digunakan dalam keseimbangan kintas perakitan adalah:

1. Minimum waktu menganggur


(17)

Selain itu ada pula yang menggunakan maksimum efisiensi, tetapi pada prinsipnya ketiga hal tersebut sama. Waktu menganggur biasanya digunakan untuk menyatakan ukuran ketidakseimbangan suatu lintas produksi. Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa keseimbangan lintas perakitan didasarkan pada hubungan antara:

1. Kecepatan produksi (production rate)

2. Operasi-operasi yang diperlukan dan urutan-urutan ketergantungan (sequence) 3. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seriap operasi (work element

time)

4. Jumlah operator atau pekerja yang melakukan operasi tersebut.

3.1.2. Terminologi Lintasan5

Terminologi atau istilah-istilah yang ditemukan dalam line balancing dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Elemen Kerja

Adalah pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan perakitan. 2. Stasiun Kerja

Adalah lokasi-lokasi tempat elemen kerja dikerjakan. 3. Waktu Siklus / Cycle Time

Adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada satu stasiun kerja.


(18)

4. Waktu Stasiun Kerja (WSK)

Adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah stasiun kerja untuk mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada staiun kerja tersebut.

5. Waktu Operasi

Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi. 6. Balance Delay

Adalah rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang tersedia.

7. Precedence Diagram

Adalah diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antar elemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian elemen kerja yang dilakukan untuk setiap stasiun kerja harus memperhatikan precedence diagram.

8. Efisiensi Lini

Adalah rasio anatara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai keseimbangan apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang sama. Efisiensi dihitung dengan rumus:

Efisiensi = x 100% Dimana : C = Waktu Siklus

Si = Waktu masing-masing stasiun (I=1,2,3,…,n) 9. Indeks Penghalusan (Smoothness Index / SI)

Adalah suatu indeks yang mempunyai kelancaran relatif dari penyeimbang lini perakitan tertentu. Apabila nilai Smoothness Index mendekati nol pada suatu


(19)

lini, maka semakin seimbang suatu lini, artinya pembagian tugas-tugas cukup merata. Lini dikatakan mempunyai keseimbangan sempurna jika nilai

Smoothness Index nol. Formula yang digunakan untuk menentukan besarnya SI

adalah sebagai berikut : SI =

Dimana: WSKmax = Waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk WSKi = Waktu stasiun kerja ke-I yang terbentuk N = Jumlah stasiun kerja yang terbentuk 3.1.3. Beberapa Teknik Line Balancing

Untuk penyeimbangan lintasan perakitan ada beberapa teori yang dikemukakan para ahli yang meneliti bidang ini. Metode ini secara garis besar dibagi dalam dua bagian, yaitu :

1. Pendekatan analitis 2. Pendekatan heuristik

Pada awalnya teori-teori line balancing dikembangkan dengan pendekatan matematis/ analitis yang akan memberikan solusi optimal, tapi lambat laun akhirnya para peneliti menyadari bahwa pendekatan secara matematis tidak ekonomis. Memang semua problem dapat dipecahkan secara matematis, tetapi usaha yang dilakukan untuk perhitungan terlalu besar. Sudah banyak alternatif baru, tetapi tidak ada yang dapat mengurangi jumlah perhitungan pada tingkat yang dapat diterima.


(20)

Hal tersebut membuat para ahli mengembangkan metode heuristik. Metode ini didasarkan atas pendekatan matematis dan akal sehat. Batasan heuristik menyatakan pendekatan trial dan eror dan teknik ini memberikan hasil yang secara matematis belum optimal tetapi cukup mudah memakainya. Usaha yang dikeluarkan untuk perhitungan agar mendapatkan solusi yang optimal seringkali sangat besar dan sangat riskan apabila data yang dimasukkan tidak akurat.

Pendekatan heuristik merupakan suatu cara yang praktis, mudah dimengerti dan mudah diterapkan. Yang termasuk dalam metode analitis adalah :

a. Metode 0-1 (zero one) b. Metode Helgeson dan Birnie

Sedangkan yang termasuk dalam metode heuristik adalah : a. Metode Kilbridge dan Wester (Region Approach)

b. Metode Integer

c. Metode Moodie Young

3.1.4. Metode Moodie Young6

Metode ini terdiri dari 2 fase. Fase pertama adalah membuat pengelompokkan stasiun kerja. Elemen kerja ditempatkan pada stasiun kerja dengan aturan, bila terdapat dua elemen kerja yang bisa dipilih maka elemen kerja yang mempunyai waktu yang lebih besar ditempatkan yang pertama. Pada fase ini pula, precedence diagram dibuat matriks P dan F, yang menggambarkan elemen kerja pendahulu (P)


(21)

dan elemen kerja yang mengikuti (F) untuk semua elemen kerja yang ada. Pada fase kedua dilakukan redistribusi elemen kerja ke setiap stasiun kerja hasil dari fase 1. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada fase 2 ini adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi waktu stasiun kerja terbesar dan wakatu stasiun kerja terkecil. 2. Tentukan GOAL, dengan rumus:

Goal =

3. Identiikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam stasiun kerja dengan waktu paling maksimum, yang mempunyai waktu yang lebih kecil dari pada GOAL, yang elemen kerja tersebut bila dipindah ke stasiun kerja yang paling minimum tidak melanggar precedence idiagram.

4. Pindahkan elemen kerja tersebut.

5. Ulangi evaluasi sampai tidak ada lagi elemen kerja yang dapat dipindah.

3.2. Menghitung Waktu Siklus7

Metode lain ialah apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi. Dalam mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produksi tertentu, waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi

Metode untuk menghitung waktu siklus ialah dengan mengambil faktorisasi prima dari waktu total elemen kerja perusahaan dan mengkombinasi bilangan tersebut hingga memenuhi syarat :


(22)

terbesar yang menyebabkan terjadinya bottle neck (kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi jumlah produksi per hari, yang secara matematis dinyatakan sebagai berikut :

timax≤ CT ≤

Dimana:

timax = Waktu operasi terbesar pada lintasan

CT = Waktu siklus

P = Jam kerja efektif perhari Q = Jumlah produksi per jari

3.2.1 Pengukuran Waktu Jam Henti8

8 Sutalaksana, Ifktikar. 1979. Teknik Tata Cara Kerja:Bandung

Sesuai dengan namanya, maka pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stop watch) sebagai alat utamanya. Cara ini merupakan cara yang paling banyak dikenal, dan karenanya banyak dipakai.

Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggungjawabkan maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan jam henti. Banyak factor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan. Seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran, dan lain-lain.


(23)

3.2.2. Penetapan Tujuan Pengukuran

Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, beberapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.

Misalnya jika waktu baku yang akan diperoleh dimaksudkan untuk dipakai sebagai dasar upah perangsang, maka ketelitian dan keyakinan tentang hasil pengukuran harus tinggi karena menyangkut potensi dan pendapatan buruh disamping keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. Tetapi jika pengukuran dimaksudkan untuk memperkirakan secara kasar bilamana pemesan barang dapat kembali untuk mengambil pesanannya, maka tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan tidak perlu sebesar tadi.

Waktu yang akhirnya diperoleh setelah pengukuran selesai adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk sistem kerja yang dijalankan ketika pengukuran berlangsung. Jadi waktu penyesuaiannya berlaku hanya untuk sistem tersebut. Waktu yang akhirnya diperoleh setelah pengukuran selesai adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk sistem kerja yang dijalankan ketika pengukuran berlangsung. Jadi waktu penyesuaiannya berlaku hanya untuk sistem tersebut.


(24)

3.3. Pengujian Data9

1 )

( 2

−− ∑

n x xi

3.3.1. Keseragaman Data

Untuk memastikan bahwa data yang berkumpul berasal dari sistem yang sama, maka dilakukan pengujian terhadap keseragaman data. Sebagai contoh, pada suatu hari seorang operator malam harinya tidak tidur semalaman. Dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya, data yang terkumpul pada hari itu akan jelas berbeda. Untuk itu diperlukan pengujian keseragaman data untuk memisahkan data yang memiliki karakteristik yang berbeda. Adapun rumus yang digunakan dalam pengujian keseragaman data untuk stop watch adalah sebagai berikut :

σ =

BKA = X + k.σ BKB = X + k

Dimana:

X = Nilai rata-rata BKA = Batas Kontrol Atas

σ = Standar Deviasi BKB = Batas Kontrol Bawah k = Tingkat keyakinan

= 99% ≈ 3 = 95% ≈ 2


(25)

3.3.2. Kecukupan Data

Dalam proses pengukuran waktu kerja, diperlukan kegiatan pengujian terhadap data yang dikumpulkan. Kegiatan pengujian tersebut dimulai dari analisis atas jumlah data yang seharusnya dikumpulkan sampai dengan analisis atas konsistensi kerja operator. Pengujian data yang pertama adalah uji kecukupan data. Uji kecukupan data diperlukan untuk memastikan bahwa data yang telah dikumpulkan adalah cukup secara objektif. Idealnya pengukuran harus dilakukan dalam jumlah yang banyak, bahkan sampai jumlah yang tak terhingga agar data hasil pengukuran layak untuk digunakan. Namun pengukuran dalam jumlah yang tak terhingga sulit dilakukan mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada, baik dari segi tenaga, biaya, waktu, dan sebagainya. Test kecukupan data dapat digunakan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

N’ =

Dimana: X = Data ke-I dari N sampel

k = 2 (untuk tingkat keyakinan sebesar 95%) s = Tingkat ketelitian yang digunakan sebesar 5% N = Jumlah data yang aktual untuk sampel tersebut N’ = jumlah data yang seharusnya untuk sampel tersebut


(26)

Tabel 3.1. Tingkat Kepercayaan Tingkat Kepercayaan Nilai K

≤ 68% 1

68% < (1-α) ≤ 95% 2

95% < (1-α) ≤ 99% 3

Nilai S untuk tingkat ketelitian tertentu dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Tingkat Ketelitian

Tingkat Kepercayaan Nilai K

5% 0,05

10% 0,1

Diasumsikan tingkat keyakinan adalah 95 % dan tingkat ketelitian 5 %, maka rumus uji kecukupan data menjadi :

N’ =

3.4. Rating Factor dan Allowance10

Penilaian perlu dilakukan karena berdasarkan itu dapat dilakukan penyesuaian, dan pengukur harus menormalkannya dengan melakukan penyesuaian. Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya harga p sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu


(27)

yang sewajarnya atau normal. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di atas normal maka harga p akan lebih besar dari 1 (p>1) dan sebaliknya jika operator bekerja di bawah normal maka harga p akan lebih kecil dari 1 (p<1), dan andaikan pengukur berpendapat bahwa operator bekerja secara wajar maka harga p akan sama dengan 1 (p=1).

Beberapa sistem untuk memberikan rating yang umumnya diaplikasikan dalam aktivitas pengukuran kerja, antara lain:

1. Skill dan Effort Rating

Skill didefenisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan.

Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat yang merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Keterampilan juga dapat menurun, yaitu bila terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut atau karena sebab lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pengaruh lingkungan social dan sebagainya.

2. Westinghouse System’s Rating

Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja. Adapun 4 faktor tersebut antara lain:

a. Keterampilan atau skill, didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke tingkat tertentu saja.


(28)

b. Usaha, adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau yang diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Usaha atau effort ini dibagi atas 6 kelas usaha dengan ciri-cirinya, yaitu:

c. Kondisi kerja atau condition, adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, suhu, dan kebisingan ruangan. Kondisi kerja merupakan sesuatu di luar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan mengubahnya.

d. Konsistensi, adalah keseragaman hasil pengukuran yang diperoleh selama operator bekerja. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan.

Kelonggaran (Allowance) diberikan berkenaan dengan adanya sejumlah kebutuhan di luar kerja, yang terjadi selama pekerjaan berlangsung. Dalam menghitung besarnya allowance, bagi keadaan yang dianggap wajar diambil harga

allowance =100 %. Sedangkan bila terjadi penyimpangan dari keadaan ini, harga

p harus ditambah dengan faktor-faktor yang sesuai dengan waktu siklus yang diperoleh dan waktu ini dicapai berdasarkan setiap departemen. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu:

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi (personal)

Yang termasuk didalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal sepeti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekedarnya untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam sewaktu bekerja


(29)

2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique.

Fatique merupakan hal yang akan terjadi pada diri seseorang sebagai akibat

dari melakukan suatu pekerjaan.

3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tidak terhindarkan (delay).

Hambatan-hambatan tidak terhindarkan terjadi karena berada diluar kekuasaan/kendali pekerja.

3.5. Perhitungan Jumlah Kebutuhan Tenaga Kerja Standar Berdasarkan Waktu Standar

Waktu standar sangat diperlukan terutama sekali untuk man power planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja). Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Disini sudah meliputi kelonggaran waktu yang diberikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan. Setelah waktu baku/ waktu standar telah diketahui serta data sudah seragam dan sudah mencukupi maka dilanjutkan dengan perhitungan jam kerja produktif dan waktu total pengerjaan produk, untuk menentukan jumlah kebutuhan tenaga kerja standar. Jumlah tenaga kerja optimal dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


(30)

3.6. Perbandingan Algoritma Kilbridge Wester, Helgeson Birnie, dan

Moodie Young11

11

Teguh Baroto. Simulasi Perbandingan Algoritma Region Approach, Positional Weight dan Moodie Young dalam Efisiensi dan Keseimbangan Lini Produksi. (Malang: Universitas Muhammadiyah, 2004)h. 9-10.

Sebuah penelitian dilakukan oleh Teguh Baroto di Laboratorium Simulasidan Optimasi Sistem Produksi Universitas Muhammadiyah Malang tentang ketiga metode di atas. Peningkatan efisiensi merupakan alternatif penting untuk peningkatan daya saing. Meminimalkan idle adalah salah satu cara peningkatan efisiensi. Penyusunan atau pengaturan operasi-operasi produsi (yang semula banyak) menjadi beberapa stasiun kerja (yang lebih sedikit) akan dapat menurunkan total menganggur (idle). Pengaturan operasi dapat dilakukan dengan aplikasi konsep line balancing. Dalam konsep line balancing, terdapat banyak alternatif prosedur/algoritma.

Sebagai hipotesa, tiap algoritma semestinya akan memberikan model pengaturan stasiun kerja (pengelompokan operasi) yang berbeda-beda. Perbedaan model pengaturan ini akan menyebabkan perbedaan jumlah idle. Perbedaan jumlah idle akan mempengaruhi tingkat efisiensi.

Pertanyaannya adalah, pada kasus-kasus seperti apakah suatu algoritma

line balancing akan memberikan efisiensi tertinggi?

Penelitian ini diharapkan akan menemukan karakteristik kasus-kasus produksi yang memiliki efisiensi tinggi bila digunakan algoritma secara eksklusif. Bila eksklusifitas ini didapatkan, akan dapat dirumuskan suatu rekomendasi dalam pemilihan algoritma line balancing.


(31)

Sebagai batasan, yang dimaksud kasus adalah bagan proses operasi atau

Operation Process Chart (OPC). Dalam prosedur line balancing, OPC ini akan

disederhanakan menjadi suatu precedence diagram. Precedencece diagram adalah simbolisasi proses produksi menjadi tanda panah dan lingkaran.

Pada penelitian ini dibandingkan kinerja antara tiga algoritma keseimbangan lintasan yaitu Algoritma Helgeson Birnie, Algoritma Moodie

Young, dan Algoritma Kilbridge Wester dalam kaitannya dengan peningkatan

produktifitas. Penelitian dilakukan secara simulatif numerik dengan memunculkan berbagai kasus lini produksi yang berbeda-beda. Berdasar kriteria tingkat efisiensi (line efficiency) dan tingkat keseimbangan (smoothing index), dihasilkan empat kesimpulan. Pertama, algoritma Moodie Young cocok digunakan untuk

precedence diagram yang berawal dari satu atau banyak operasi terpisah namun

menyatu dalam suatu elemen operasi dan diakhiri pada satu elemen operasi. Kedua, algoritma Helgeson Birnie cocok digunakan untuk precedence diagram yang dimulai dari satu operasi dan selanjutnya bercabang menjadi dua atau lebih dan selanjutnya diakhiri pada lebih dari satu operasi. Ketiga, tidak ada suatu

precedence diagram spesifik yang cocok untuk algoritma Kilbridge Wester.

Keempat, tidak ada algoritma terbaik untuk precedence diagram berbentuk: satu jalur lurus; atau berawal dari satu atau banyak operasi mandiri, bertemu lalu bercabang dan berakhir pada banyak elemen operasi; precedence yang berawal dari satu operasi bercabang, bertemu lagi disatu elemen operasi, bercabang lagi, dan bersatu lagi serta berakhir pada satu elemen.


(32)

Untuk membuat generalisasi, gambar precedence diagram harus disusun dan diringkas terlebih dahulu. Setelah itu, precedence diagram dalam tiap kelompok dinyatakan dalam suatu teori berdasar kemiripan karakteristiknya. Berikut ini generalisasi yang dapat dilakukan.

Algoritma Moodie Young memberikan hasil yang lebih baik dibanding algoritma Helgeson Birnie dan Kilbridge Wester. Metode yang sesuai pada penelitian ini adalah metode moodie young tipe c. Pada precedence diagram seperti pada Gambar 3.1.

Algoritma Helgeson Birnie memberikan hasil yang lebih baik dibanding algoritma Moodie Young dan Kilbridge Wester pada precedence diagram seperti seperti Gambar 3.2.

1 6 4 4 2 5 5 3 5 6 2 7 2 8 3 5 9 4 10 4 1 3 2 5 3 6 4 2 7 4 5 5 6 2 8 4 9 5 10

(a) (b)

1 3 2 6 3 4 5 5 5 6 2 8 7 4 9 10 5 4 2 1 3 2 6 5 3 4 4 10 6 7 5 2 5 5 8 2 9 2 4


(33)

1 5 3 6 5 5 2 7 4 9 2 4 4 3 5 6 2 8 10 1 5 3 6 2 7 2 8 4 5 5 4 5 6 2 10 5 3 4 9

(e) (f)

Gambar 3.1. Precedence Diagram yang Sesuai untuk Metode Moodie Young

5 5

6 3

2 4 4

4 2 5 6 4 3 5 2 2

5 5 4 4

(a) (b)


(34)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Indonesia Asahan Aluminium yang bergerak dalam bidang peleburan aluminium yang berlokasi di Jl. Kuala Tanjung Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batubara. Waktu penelitian dilakukan pada April 2016.

Gambar 4.1. Lokasi Pabrik PT. Indonesia Asahan Aluminium 4.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah pendekatan deskriptif dan metode yang digunakan adalah metode Moodie Young untuk melihat keseimbangan lintasan kerja.

4.3 Objek Penelitian


(35)

4.4 Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau menjadi penyebab berubahnya variabel dependen. Variabel independen yang berpengaruh terhadap penelitian ialah waktu proses, uraian tugas operator dan jumlah operator.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen (terikat) adalah tipe variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Disebut variabel terikat karena variabel dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keseimbangan lintasan.

4.5 Kerangka Berpikir

Penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedia sebuah perancangan kerangka berpikir yang baik sehingga langkah-langkah penelitian lebih sistematis. Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.


(36)

Waktu siklus

Uraian tugas operator

Keseimbangan Lintasan

Produktivitas operator menurun

Perbaikan lintasan kerja dengan metode Moodie Young Jumlah operator

Gambar 4.2. Kerangka Berpikir

Definisi operasional dari variabel diatas adalah sebagai berikut:

1. Waktu siklus yaitu waktu yang dibutuhkan operator untuk menyelesaikan pekerjaannya (diperoleh dari pengukuran langsung)

2. Uraian tugas operator, untuk melihat pembagian kerja operator sehingga dapat dibagi menjadi per elemen kegiatan.

Waktu siklus, uraian tugas operator dan jumlah operator merupakan hal yang mempengaruhi keseimbangan lintasan dan menyebabkan produktivitas operator menurun sehingga perlu dilakukan perbaikan lintasan dengan menggunakan moodie young.


(37)

4.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah alat pengukur waktu yaitu stopwatch. Alat ini digunakan untuk mengukur waktu pengerjaan setiap elemen kerja. Dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Sumber: Google

Gambar 4.3. Stopwatch

4.7 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.

1. Data Primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran langsung terhadap objek penelitian di lapangan.

a. Data waktu proses pekerjaan b. Uraian tugas operator


(38)

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari tempat objek penelitian dan bukan pengukuran langsung terhadap objek penelitian di lapangan. Data sekunder yang diperoleh adalah sebagai berikut:

a. Sejarah Perusahaan b. Struktur Organisasi c. Proses Produksi d. Jumlah pekerja

4.8. Rancangan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tahap awal penelitian yaitu studi pendahuluan untuk mendapatkan data-data prosedur kerja pada bagian anoda changing, waktu proses pengerjaan, jumlah tenaga kerja, dan uraian tugas operator.

2. Studi kepustakaan meliputi line balancing dengan menggunakan metode

Moodie Young dan penentuan jumlah tenaga kerja.

3. Tahapan selanjutnya adalah pengumpulan data.

4. Pengolahan data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan dengan menggunakan metode Moodie Young.

5. Analisis terhadap hasil pengolahan data

Analisis faktor dan solusi permasalahan tersebut akan diselesaikan dengan menggunakan metode Moodie Young untuk penyeimbangan lintasan.


(39)

4.9. Pelaksanaan Penelitian

Pada penelitian ini pelaksanaan penelitian yang dilakukan adalah:

1. Teknik observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung di setiap elemen kerja untuk mengetahui data waktu elemen kerja dan urutan kerja di PT. Indonesia Asahan Aluminium.

2. Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan guna pencapaian tujuan penelitian.

3. Teknik kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan metode keseimbangan lintasan.


(40)

Langkah-langkah proses penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 4.3.

MULAI

Studi Pendahuluan

1. Kondisi Perusahaan 2. Informasi pendukung 3. Masalah-masalah

Studi Literatur

1. Teori Buku

2. Referensi Jurnal Penelitian 3. Langkah-langkah penyelesaian

Identifikasi Masalah Awal

Tidak tercapainya target produksi maka dilakukan penyeimbangan lintasan kerja untuk menentukan jumlah manpower

Pengumpulan Data

1. Data primer

a. Data waktu proses pengerjaan b. Job item per man power 2. Data sekunder

a. Sejarah Perusahaan b. Struktur Organisasi c. Proses Produksi d. Jumlah Tenaga Kerja

Pengolahan Data

1. keseimbangan lintasan - Moodie Young

- Balance Delay, Lini Efficiency, Smoothness Index 2. Penentuan Operator

Analisis Pemecahan Masalah

Analisis dan evaluasi penyeimbangan lintasan

Kesimpulan dan Saran SELESAI

Sumber: Pengolahan Data


(41)

4.10. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis yang dilakukan adalah analisis untuk menyeimbangkan lintasan menggunakan metode Moodie Young dan menentukan jumlah operator.

4.11. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan merupakan langkah terakhir dalam merangkum informasi ataupun data yang didapatkan dari penelitian yang ada dan pemberian saran untuk penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk pengembangan penelitian yang lebih mendalam.


(42)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan untuk digunakan dalam pengolahan data adalah data urutan elemen kerja dan pengukuran waktu elemen kerja proses annode changing. Data pengukuran waktu elemen kerja diperoleh dari pengukuran secara langsung dengan metode jam henti menggunakan stopwatch digital di lantai pabrik.

5.1.1. Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan di dapat melalui pengamatan langsung dan dengan wawancara pekerja pada bagian peleburan. Masing-masing kegiatan pada setiap stasiun adalah sebagai berikut:

A. Breaking

1. Membawa crain kedaerah breaking

2. Breaking sisi panjang dan pendek

B. Mengangkat Anoda

3. Mencekram anoda yang akan diganti 4. Mengeluarkan anoda lama

C. Membawa Anoda

5. Membawa anoda lama keluar pot 6. Meletakkan anoda diatas pembanding 7. Meletakkan di pallet


(43)

D. Mengambil Sendok

8. Mengambil sendok karbon E. Mengambil Kerak Anoda

9. Mengeluarkan kerak yang tertinggal 10. Menarik lumpur memakai penarik lumpur F. Meletakkan anoda baru

11. Meletakkan anoda baru diatas pembanding 12. Membawa anoda ketempat yang diganti 13. Mensetting anoda baru

14. meletakkan anoda baru ke pot

Data elemen kerja proses anode changing dimulai dari breaking sampai meletakkan anoda baru dapat dilihat pada Tabel 5.1. dan data pengukuran waktu dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.1. Elemen Kerja Proses Annode Changing

WC No Elemen Kerja Jumlah

Operator

Breaking 1 Membawa crain ke daerah breaking

1

2 Breaking sisi panjang dan pendek

Mengangkat Anoda

3 Mencekram anoda yang akan diganti 4 Mengeluarkan anoda lama Membawa

Anoda

5 Membawa anoda lama keluar pot 6 Meletakkan anoda diatas pembanding 7 Meletakkan di pallet

Mengambil

Sendok 8 Mengambil sendok karbon

2 Mengambil

Kerak Anoda

9 Mengeluarkan kerak yang tertinggal 10 Menarik lumpur memakai penarik lumpur Meletakkan

Anoda Baru

11 Meletakkan anoda baru diatas pembanding

1 12 Membawa anoda ketempat yang diganti


(44)

Tabel 5.2. Rekapitulasi Waktu Proses Anode Changing Elemen

Kerja

No Pot (Detik)

Rata-Rata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

1 57 60 62 60 59 60 57 59 60 62 58 61 63 62 60 62 57 60 59,94

2 156 150 152 151 153 152 153 150 150 152 154 151 152 151 150 154 153 570 152,27

3 44 43 46 45 48 43 47 49 44 49 46 50 43 47 48 50 47 50 46,61

4 20 26 28 29 22 24 27 28 20 27 21 20 27 22 28 22 25 24 24,44

5 21 24 22 26 30 28 22 26 28 31 27 24 27 29 25 22 26 30 26

6 14 16 13 15 14 13 15 13 15 16 14 14 15 15 13 13 13 16 14,27

7 42 37 40 39 43 39 42 40 39 38 40 37 43 44 43 42 44 40 40,66

8 16 13 15 13 14 14 16 12 16 15 14 12 16 13 12 13 15 12 13,94

9 85 80 80 83 80 84 82 82 82 84 86 86 82 84 80 85 80 81 82,33

10 14 16 15 16 15 14 16 15 15 16 14 15 14 16 16 15 15 14 15,05

11 14 14 15 14 14 16 15 15 13 14 15 14 15 13 16 16 15 16 14,66

12 64 58 50 51 51 53 55 53 64 57 59 57 49 52 56 59 58 52 55,44

13 18 17 16 19 15 18 17 16 18 16 18 16 16 19 18 16 17 17 17,05

14 29 36 31 33 35 30 30 29 36 34 32 35 29 32 30 30 30 31 31,77


(45)

5.2. Pengolahan Data 5.2.1. Uji Keseragaman Data

Pengujian ini berguna untuk melihat apakah data pengukuran waktu yang dikumpulkan telah seragam atau tidak. Pengujian keseragaman data dilakukan dengan menggunakan batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah (BKB).

BKA = Ẋ + z.σ BKA =X - z.σ

Dimana: X = nilai rata-rata dari data yang diperoleh z = 95% ( k = 2 )

σ = nilai standar deviasi dari data yang diperoleh

Sebagai contoh perhitungan uji keseragaman data untuk elemen kerja membawa crain kedaerah breaking dapatt dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Waktu Elemen Kerja 1 untuk Uji Keseragaman Data

Nomor Pot Waktu Kerja Nomor Pot Waktu Kerja

1 57 10 62

2 60 11 58

3 62 12 61

4 60 13 63

5 59 14 62

6 60 15 60

7 57 16 62

8 59 17 57

9 60 18 60

Sumber : Pengolahan Data

a. Menghitung nilai rata-rata waktu elemen kerja 1 (membawa crain kedaerah breaking)


(46)

=

=

= 59,94

b. Menghitung nilai standart deviasi waktu elemen kerja 1 σ = 1 ) ( 2 −− ∑ n x xi = 1 18 ) 1079 60 ( ... ) 1079 57

( 2 2

− + −

+ −

∑ = 1,86

Sehingga diperoleh:

BKA = X + 2.σ BKB = X - 2.σ

= 1053 + ( 2 x 2.95) = 1053 - ( 2 x 2.95)

= 63.67 = 56,22

Peta kontrol elemen kerja 1 dapat dilihat pada Gambar 5.1.


(47)

Berdasarkan perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa data pekerjaan membawa crain kedaerah breaking berada diantara BKA dan BKB maka data dikatakan seragam. Rekapitulasi uji keseragaman data masing-masing aktivitas dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Rekapitulasi Uji Keseragaman Data Elemen Kerja Proses Aluminium Cair

Elemen

Kerja X S BKA BKB Keterangan

1 59,94 1,86 63,67 56,22 Seragam

2 152,2 2,02 156,3 148,2 Seragam

3 46,61 2,50 51,61 41,61 Seragam

4 22,5 3,16 30,78 18,11 Seragam

5 21,5 3,04 32,10 19,90 Seragam

6 14,27 1,12 16,53 12,02 Seragam

7 40,66 2,27 45,22 36,11 Seragam

8 12,44 1,51 16,97 10,91 Seragam

9 82,33 1,97 86,27 78,39 Seragam

10 15,05 0,80 16,66 13,45 Seragam

11 14,66 0,97 16,61 12,72 Seragam

12 55,44 4,44 64,34 46,54 Seragam

13 17,05 1,16 19,38 14,73 Seragam

14 31,77 2,46 36,70 26,85 Seragam

Sumber : Pengolahan Data

5.2.2. Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data digunakan untuk untuk menguji apakah data yang diperoleh sudah cukup atau tidak. Apabila data tidak cukup, maka diperlukan penambahan data lagi. Uji kecukupan data dilakukan dengan menggunakan rumus:


(48)

Dimana: X = Data ke-I dari N sampel

k = 2 (untuk tingkat keyakinan sebesar 95%) s = Tingkat ketelitian yang digunakan sebesar 5% N = Jumlah data yang aktual untuk sampel tersebut N’ = jumlah data yang seharusnya untuk sampel tersebut

Apabila nilai dari N > N’ maka data sudah mencukupi, dan sebaliknya apabila N < N’ maka data tidak mencukupi. Sebagai contoh perhitungan uji kecukupan data untuk elemen pertama yaitu membawa crain ke daerah breaking dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Waktu Siklus Elemen Kerja 1 untuk Uji Kecukupan Data Nomor

Pot

Waktu

Kerja X

2

1 57 3025

2 60 3249

3 62 3844

4 60 3600

5 59 3481

6 60 3600

7 57 3025

8 59 3025

9 60 3249

10 62 3600

11 58 3364

12 61 3364

13 63 3721

14 62 3969


(49)

Tabel 5.5. Waktu Siklus Elemen Kerja 1 untuk Uji Kecukupan Data (Lanjutan)

Nomor Pot

Waktu

Kerja X

2

16 62 3481

17 57 3844

18 60 3136

Total 1079 64739

Diperoleh nilai N = 18, Σ x2 = 64739 dan Σ x = 1079, maka nilai N’

adalah: N’ =

= = 1,45 ≈ 1

Dari hasil perhitungan diperoleh N’ sebesar 1 yang berarti bahwa N’< N maka dapat disimpulkan data pengukuran untuk elemen kerja pertama sudah cukup sehingga tidak perlu dilakukan pengukuran tambahan.

Uji kecukupan data ini juga dihitung untuk elemen kerja yang lain. Hasil rekapitulasi uji kecukupan data untuk elemen kerja 1-14 dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6. Rekapitulasi Uji Kecukupan Data Elemen Kerja Proses Aluminium Cair

Elemen

Kerja N’ N Keterangan

1 1,45 18 Cukup

2 0,266 18 Cukup


(50)

Tabel 5.6. Rekapitulasi Uji Kecukupan Data Elemen Kerja Proses Aluminium Cair (Lanjutan)

Elemen

Kerja N’ N Keterangan

5 8,94 18 Cukup

6 9,42 18 Cukup

7 4,72 18 Cukup

8 11,73 18 Cukup

9 0,86 18 Cukup

10 4,29 18 Cukup

11 6,61 18 Cukup

12 9,72 18 Cukup

13 7,01 18 Cukup

14 9,07 18 Cukup

5.2.3. Menghitung Waktu Proses Terpilih

Waktu proses terpilih dapat dicari dari rata-rata data setiap proses setelah melewati uji keseragaman dan kecukupan data. Perhitungan waktu proses terpilih dilakukan dengan rumus:

X =

Dimana: Xi = Data ke-I dari pengukuran waktu

n = Jumlah pengukuran waktu

X

= Waktu proses terpilih (Waktu rata-rata)

Sebagai contoh diambil perhitungan waktu proses terpilih untuk elemen kerja I (membawa crane kedaerah breaking). Data pengukuran waktu untuk elemen pertama dapat dilihat pada Tabel 5.7.


(51)

Tabel 5.7. Pengukuran Waktu Elemen Kerja I Proses Annode Changing

Nomor Pot Waktu Kerja Nomor Pot Waktu Kerja

1 57 10 62

2 60 11 58

3 62 12 61

4 60 13 63

5 59 14 62

6 60 15 60

7 57 16 62

8 59 17 57

9 60 18 60

X =

=

=

= 59,94

Waktu proses terpilih untuk proses 1 adalah 59,94 detik. Waktu proses terpilih untuk proses 2 dan seterusnya dilakukan dengan cara yang sama dan rekapitulasi nya dapat dilihat pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8. Waktu Proses Terpilih Elemen

Kerja

Waktu Proses Terpilih

Elemen Kerja

Waktu Proses Terpilih

1 59,94 8 12,44

2 152,27 9 82,33

3 46,61 10 15,05

4 22,5 11 14,66

5 21,5 12 55,44

6 14,27 13 17,05


(52)

5.2.4 Menghitung Rating Factor dan Allowance

Rating factor untuk setiap pekerja diasumsikan bernilai 1 karena pekerja

dianggap bekerja secara normal serta setiap harinya melakukan pekerjaan yang sama dan merupakan pekerjaan yang repetitif atau berulang-ulang.

Kelonggaran (Allowance) diberikan untuk tiga hal (Sutalaksana, 1979) yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindari. Rekapitulasi nilai allowance dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Rekapitulasi Nilai Allowance Elemen

Kerja Waktu Siklus

Rating Factor

Allowance

%

1 59,94

1 20

2 152,2

3 46,61

1 10,5

4 22,27

5 21,5

1 10,5

6 14,27

7 40,66

8 12,44 1 17

9 82,33

1 19

10 15,05

11 14,66

1 19

12 55,44

13 17,05

Total 682

5.2.5. Perhitungan Waktu Baku

Waktu baku setiap elemen kerja diperoleh dari waktu rata-rata dari data waktu proses setelah dikalikan dengan rating factor dan allowance.


(53)

Contoh:

Elemen kerja 1

Waktu siklus : 59,94

Rating factor : 1

Allowance : 17%

Maka, waktu normal : Waktu siklus x Rating Factor : 59,94 x 1

: 59,94 detik

Waktu baku : Waktu Normal (1 + allowance )

: 59,94 x 1,17 = 70,13

.Perhitungan waktu normal dan waktu baku untuk elemen kerja dua dan seterusnya dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10. Perhitungan Waktu Baku Elemen Kerja Waktu Siklus Rating Factor Allowance % Waktu Normal (detik) Waktu Baku (detik) Waktu Baku Digenapkan (Detik) 1 59,94

1

20 59,94 70,13 70

2 152,2 152,2 178,1 178

3 46,61

1 10,5 46,61 51,50 52

4 22,27 22,27 24,61 25

5 21,5

1 10,5 21,5 23,75 24

6 14,27 14,27 15,77 16

7 40,66 40,66 44,93 45

8 12,44 1 17 12,44 14,56 15

9 82,33

1 19 82,33 97,97 98

10 15,05 15,05 17,91 18

11 14,66

1

19 14,66 17,45 17

12 55,44 55,44 65,97 66

13 17,05 17,05 20,29 20


(54)

5.2.6. Menghitung Waktu Siklus Work Center (Lini Pabrikasi)

Dalam mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produksi tertentu, waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi elemen kerja terbesar dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil dari waktu total seluruh elemen kerja.

Syarat waktu siklus adalah:

Waktu elemen kerja terbesar ≤ Waktu siklus ≤ Waktu total 178 detik ≤ waktu siklus ≤ 682 detik

Maka, pada penelitian ini diambil waktu siklus work center terbesar 178 detik. Hal ini disebabkan karena 178 detik merupakan waktu terbesar dari elemen kerja.

5.2.7. Elemen Kerja Pembentukan Precedence Diagram dan Pembentukan

Precedence Diagram

Elemen kerja pembentuk precedence diagram dimulai dari membawa

crain ke daerah breaking sampai meletakkan anoda baru ke pot dapat dilihat pada

Tabel 5.11.

Tabel 5.11. Elemen Kerja Pembentuk Precedence

No Elemen Kerja Waktu Operasi

(detik) 1 Membawa crain ke daerah breaking 70

2 Breaking sisi panjang dan pendek 178

3 Mencekram anoda yang akan diganti 52


(55)

Tabel 5.11. Elemen Kerja Pembentuk Precedence (Lanjutan)

Precedence diagram untuk proses anode changing dibuat berdasarkan

urutan elemen kerja yang ada. Berdasarkan pengamatan di lapangan setiap elemen kerja saling ketergantungan artinya proses berikutnya bisa dilakukan bila proses sebelumnya telah selesai dikerjakan. Precedence diagram yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 5.2.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

70 178 52 25 24 16 45 15 98 18 17 66 20

Gambar 5.2. Precedence Diagram

No Elemen Kerja Waktu Operasi

(detik)

5 Membawa anoda lama keluar pot 24

6 Meletakkan anoda diatas pembanding 16

7 Meletakkan di pallet 45

8 Mengambil sendok karbon 15

9 Mengeluarkan kerak yang tertinggal 98 10 Menarik lumpur memakai penarik lumpur 18 11 Meletakkan anoda baru diatas pembanding 17 12 Membawa anoda ketempat yang diganti 66

13 Mensetting anoda baru 20

14 Meletakkan anoda baru ke pot 38


(56)

5.2.7.1. Pengelompokan Elemen Kerja Aktual

Elemen kerja pada work center aktual dapat dilihat pada Tabel 5.12. Tabel 5.12. Work Center awal pada proses Anode Changing

No Elemen Kerja Waktu Elemen

(detik)

Jumlah Waktu WC (detik)

I Membawa crain ke daerah breaking 70 248

Breaking sisi panjang dan pendek 178

II Mencekram anoda yang akan diganti 52 77

Mengeluarkan anoda lama 25

III

Membawa anoda lama keluar pot 24

85 Meletakkan anoda diatas pembanding 16

Meletakkan di pallet 45

IV Mengambil sendok karbon 15 15

V

Mengeluarkan kerak yang tertinggal 98

116 Menarik lumpur memakai penarik

lumpur

18

VI

Meletakkan anoda baru diatas pembanding

17

141 Membawa anoda ketempat yang

diganti

66

Mensetting anoda baru 20

Meletakkan anoda baru ke pot 38

Total 682

5.2.7.2. Perhitungan Balance Delay, Line Efficiency, dan Smoothness Indes

Aktual

a. Perhitungan balance delay dan efisiensi

Dari data di atas, maka dapat dihitung balance delay, dengan rumus: D =

D = Balance delay

C = Waktu yang paling maksimum dalam stasiun kerja n = Jumlah stasiun kerja


(57)

Maka diperoleh nilai balance delay sebagai berikut: D =

= = 36,14%

Efisiensi dihitung dengan rumus : Efisiensi = x 100%

Dimana:

N = Jumlah stasiun kerja

STi = Waktu masing-masing stasiun (I = 1, 2, 3, …, n)

CT = Waktu siklus

Maka, Efisiensi = = 63,85% b. Indeks penghalusan (Smoothness Index / SI)

Adalah suatu indeks yang mempunyai kelancaran relative dari penyeimbangan lini.

SI = Dimana:

STi max = Waktu maksimum dari stasiun kerja yang terbentuk STi = Waktu stasiun di stasiun kerja ke-i

n = Jumlah stasiun kerja yang terbentuk SI =


(58)

5.2.9 Usulan Perbaikan dengan Menggunakan Metode Moodie Young 5.2.9.1. Pengelompokkan Elemen Kerja ke dalam Stasiun Kerja

Metode ini terdiri dari 2 fase. Fase pertama adalah membuat pengelompokkan stasiun kerja. Elemen kerja ditempatkan pada stasiun kerja dengan aturan, bila terdapat dua elemen kerja yang bisa dipilih maka elemen kerja yang mempunyai waktu yang lebih besar ditempatkan yang pertama. Pada fase ini pula, dari precedence diagram dibuat elemen P dan F, yang menggambarkan elemen kerja pendahulu (P) dan elemen kerja yang mengikuti (F) untuk semua elemen kerja yang ada.

1. Fase Pertama

Fase pertama merupakan pengelompokan elemen kerja ke dalam stasiun kerja sesuai dengan yang ada di elemen P dan F. Sebagai contoh untuk Elemen P dan F dari elemen kerja 1.

a. Elemen P untuk elemen kerja 1 adalah 0 sehingga dibuat pada Tabel 5.13 adalah 0 artinya tidak ada elemen kerja pendahulu sebelum elemen kerja 1. b. Elemen F untuk elemen kerja 1 adalah elemen kerja 2 sehingga dibuat pada

Tabel 5.13 adalah 2 artinya elemen kerja 2 merupakan elemen yang mengikuti elemen kerja 1.

Hasil pengelompokan elemen kerja pada fase pertama dapat dilihat pada Tabel 5.14.


(59)

Tabel 5.13. Elemen P dan F Work Center Elemen Kerja P Elemen (Elemen Kerja Pendahulu) Elemen Kerja F Elemen (Elemen Kerja yang Mengikuti)

I 1 0 1 2

II 2 1 2 3

III

3 2 3 4

4 3 4 5

5 4 5 6

6 5 6 7

7 6 7 8

IV

8 7 8 9

9 8 9 10

10 9 10 11

11 10 11 12

V

12 11 12 13

13 12 13 14

14 13 14 0

Hasil pengelompokan elemen kerja ke dalam stasiun kerja berdasarkan Fase Pertama dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Tabel 5.14. Pembentukan Stasiun Kerja dengan Menggunakan Metode Moodie Young

Work

Center Elemen Kerja

Waktu (detik)

Total Waktu (detik)

I Membawa crain ke daerah breaking 70 70

II Breaking sisi panjang dan pendek 178 178

III

Mencekram anoda yang akan diganti 52

162 Mengeluarkan anoda lama 25

Membawa anoda lama keluar pot 24 Meletakkan anoda diatas pembanding 16 Meletakkan di pallet 45

IV Mengambil sendok karbon 15 148


(60)

Tabel 5.14. Pembentukan Stasiun Kerja dengan Menggunakan Metode Moodie Young (Lanjutan)

Work

Center Elemen Kerja

Waktu (detik)

Total Waktu (detik) Menarik lumpur memakai penarik

lumpur

18 Meletakkan anoda baru diatas

pembanding

17

V

Membawa anoda ketempat yang diganti

66

124 Mensetting anoda baru 20

Meletakkan anoda baru ke pot 38

Total 682

1. Fase II

Fase kedua merupakan perbaikan hasil dari fase pertama. Pada fase ini dilakukan redistribusi elemen kerja ke setiap stasiun kerja hasil dari fase 1. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada fase 2 ini yaitu:

a. Identifikasi waktu stasiun kerja terbesar dan waktu stasiun kerja terkecil. Urutan stasiun kerja terbesar sampai terkecil yaitu stasiun kerja II (178 detik), stasiun kerja III (162 detik), stasiun kerja IV (148 detik), stasiun kerja V (124 detik), dan Stasiun kerja I (70).

b. Tentukan GOAL, dengan rumus :

Goal

Goal

Goal = 54

c. Identifikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam stasiun kerja dengan waktu paling maksimum, yang mempunyai waktu yang lebih kecil daripada


(61)

GOAL, yang elemen kerja tersebut bila dipindah ke stasiun kerja yang paling minimum tidak melanggar precedence diagram. Elemen kerja dari stasiun kerja I tidak dapat dipindah lagi karena bila dipindah akan terjadi penambahan pekerja di stasiun kerja tersebut. Sedangkan elemen yang lain tidak dapat dipindah lagi karena melanggar precedence diagram.

Hasil pengelompokan elemen kerja ke dalam stasiun kerja berdasarkan Fase Kedua dapat dilihat pada Tabel 5.15.

Tabel 5.15. Penyusunan Stasiun Kerja Metode Moodie Young (Fase II)

Work

Center Elemen Kerja

Waktu (detik)

Total Waktu (detik)

I Membawa crain ke daerah breaking 70 70

II Breaking sisi panjang dan pendek 178 178

III

Mencekram anoda yang akan diganti 52

162 Mengeluarkan anoda lama 25

Membawa anoda lama keluar pot 24 Meletakkan anoda diatas pembanding 16 Meletakkan di pallet 45 IV

Mengambil sendok karbon 15

131 Mengeluarkan kerak yang tertinggal 98

Menarik lumpur memakai penarik lumpur

18

V

Meletakkan anoda baru diatas pembanding

17

141 Membawa anoda ketempat yang

diganti

66 Mensetting anoda baru 20 Meletakkan anoda baru ke pot 38

Total 682

Dapat dilihat pada Tabel 5.16 hasil pengelompokan elemen kerja pada Fase II diperoleh V stasiun kerja yang masing-masing stasiun kerja sudah memiliki waktu yang mendekati waktu siklus 178 detik. Untuk melihat


(62)

perbandingan nilai efisiensi dan balance delay yang diperoleh dapat dilihat pada subbab selanjutnya.

5.2.9.2. Perhitungan Balance Delay, Efisiensi, dan Smoothness Index

Dari hasil pengelompokan elemen kerja ke dalam stasiun kerja pada Fase Kedua, maka nilai balance delay, efisiensi, dan smoothness index dapat dihitung. a. Perhitungan balance delay

Balance Delay untuk pengelompokan elemen kerja di atas dapat dihitung

dengan rumus:

D = D = Balance delay

C = Waktu yang paling maksimum dalam stasiun kerja n = Jumlah stasiun kerja

ΣSti = Waktu masing-masing stasiun (I = 1, 2, 3, .., n) Maka diperoleh nilai balance delay sebagai berikut: D =

= = 23,37 % Efisiensi dihitung dengan rumus : Efisiensi = x 100%

Dimana:

N = Jumlah stasiun kerja


(63)

CT = Waktu siklus

Maka, Efisiensi = = 76,62 % b. Indeks penghalusan (Smoothness Index / SI)

Adalah suatu indeks yang mempunyai kelancaran relative dari penyeimbangan lini.

SI = Dimana:

STi max = Waktu maksimum dari stasiun kerja yang terbentuk STi = Waktu stasiun di stasiun kerja ke-i

n = Jumlah stasiun kerja yang terbentuk SI =

SI = 124,49

Dari hasil pembentukan stasiun kerja dengan metode Moodie Young dengan waktu siklus 178 detik diperoleh balance delay 23,37 %, efisiensi 76,62 % dan smoothness index 124,49.

5.3. Penentuan Jumlah Operator

Proses anode changing dan pengambilan bath dilakukan dalam waktu bersamaan. Terdapat dua operator pada pengambilan bath dan tiga operator pada proses anode changing. Ketika proses pengambilan bath dilakukan maka terjadi perpindahan operator dari proses anode changing ke proses pengambilan bath. Dapat dilihat pada Tabel 5.16.


(64)

Tabel 5.16. Perpindahan Operator pada Pot Line 2 Stasiun 2 Kegiatan

Blok 2-1 Nomor Pot

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Anode

changing - - -

Kegiatan

Blok 2-2 Nomor Pot

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Pengambilan bath

Keterangan:

: Operator anode changing : Proses Anode Changing yang tidak terselesaikan

: Operator pengambilan bath : Tidak ada kegiatan pengambilan bath


(65)

Dari Tabel 5.17 dapat dilihat perpindahan operator dari anode changing ke proses pengambilan bath sejumlah dua operator, menyebabkan tidak selesainya proses pada anode changing. Maka perlu dilakukan penambahan jumlah operator pada proses anode changing. Dapat dihitung sebagai berikut:

Jumlah tenaga kerja optimal =

Waktu standar

Jumlah tenaga kerja optimal =

16 menit/batang

Jumlah tenaga kerja optimal = 4,2 x 0,0625

Jumlah tenaga kerja optimal = 1

Jadi penambahan operator pada proses AC distasiun pengambilan kerak anoda (helper) berjumlah satu orang operator.


(66)

BAB VI

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Waktu Elemen Kerja dan Waktu Siklus

Waktu elemen kerja yang digunakan adalah waktu dalam penyelesaian proses anode changing. Hasil pengukuran waktu dan penyesuaian dengan menggunakan rating factor dan allowance diperoleh waktu baku elemen kerja terbesar 178 detik pada elemen kerja kedua yaitu proses breaking.

Waktu siklus yang digunakan sebagai patokan pengalokasian elemen kerja pada work center sebesar 178 detik, yang merupakan waktu elemen kerja terbesar dan di letakkan pada satu work center agar tidak menambah pekerjaan operator pada elemen tersebut.

6.2. Analisis Keseimbangan Lintasan

Analisis perbandingan susunan stasiun kerja berdasarkan aktual dan usulan dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel.6.1. Perbandingan Stasiun Kerja Aktual dan Usulan

Nilai Aktual (%) Usulan (%)

Balance Delay 36,14 23,37

Efisiensi Lintasan

63,85 76,62

Smoothness Index

372,78 124,49

Susunan stasiun kerja aktual diperoleh 6 stasiun kerja yaitu stasiun


(67)

meletakkan anoda baru. Pengelompokan elemen kerja ke dalam stasiun kerja berdasarkan aktual dengan waktu siklus 178 detik. Maka diperoleh balance

delay 36,14%, efisiensi lintasan 63,85%, dan smoothness index 372,78%.

Sedangkan susunan stasiun kerja usulan diperoleh 5 stasiun kerja yaitu stasiun crane man, breaking, membawa anoda, menarik kerak karbon dan meletakkan anoda baru. Maka diperoleh balance delay 23,37%, efisiensi lintasan 76,62%, dan smoothness index 124,49%.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, susunan stasiun kerja usulan lebih baik dibandingkan aktual karena memiliki nilai balance delay yang lebih rendah dan memiliki efisiensi lintasan yang tinggi. Sedangkan pada smoothness index memiliki nilai yang tinggi. Smoothness index adalah cara mengukur waktu tunggu realtif dari suatu lini. Apabila nilai smoothness index mendekati nol maka semakin seimbang suatu lini, artinya pembagian tugas-tugas semakin merata.

6.3. Analisis Precedence Diagram

Precedence Diagram yang menunjukkan aliran proses anode changing

tidak dapat diubah dikarenakan aliran bersifat kontinu. Tetapi dapat dilakukan penggabungan elemen kerja sehingga terdapat perbedaan pada stasiun kerja awal dan stasiun kerja usulan. Dari data aktual terdapat enam stasiun kerja, setelah dilakukan pengolahan data maka didapat lima stasiun kerja.


(68)

Dari precedence diagram terdapat waktu terbesar yaitu 178 detik pada stasiun kerja dua yaitu proses breaking dan terdapat waktu terendah yaitu 70 detik pada stasiun kerja satu yaitu proses pengambilan crane.

6.4. Analisis Pengalokasian Tenaga Kerja

Berdasarkan pengamatan didapat tiga pot anode changing yang tidak terselesaikan disebabkan adanya proses pengambilan bath. Semakin banyak jumlah bath pada pot maka akan semakin lama pengerjaan pengambilan bath dan semakin banyak proses anode changing tidak terselesaikan.

Setelah dilakukan penentuan jumlah operator maka didapat penambahan operator berjumlah satu orang pada proses anode changing distasiun kerja pengambilan kerak anoda (helper). Penambahan operator dilakukan agar proses

anode changing dapat terselesaikan secara keseluruhan dan pengambilan bath


(69)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di PT Indonesia Asahan Aluminium diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Penambahan operator pada proses anode changing distasiun kerja pengambilan kerak anoda (helper) berjumlah satu orang.

2. Susunan stasiun kerja berdasarkan aktual yang terdiri dari 6 stasiun kerja dan waktu siklus 178 detik memiliki balance delay 36,14%, efisiensi lintasan 63,85% dan smoothness index 372,78%

3. Susunan stasiun kerja berdasarkan usulan yang terdiri dari 5 stasiun kerja dan waktu siklus 178 detik memiliki balance delay 23,37% efisiensi lintasan 76,62% dan smoothness index 124,49%.

7.2. Saran

Saran yang dapat disampaikan oleh peneliti adalah:

1. Sebaiknya perusahaan menentukan jenis-jenis kegiatan di setiap stasiun kerja sesuai dengan jumlah operator dan kondisi pekerja.

2. Sebaiknya operator dilatih lebih baik sehingga tidak hanya menguasai satu pekerjaan saja tetapi mampu mengerjakan elemen kerja yang lain dengan demikian efisiensi pemakaian tenaga kerja dapat ditingkatkan.


(70)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

Kegagalan upaya pemanfaatkan potensi sungai Asahan yang mengalir dari Danau Toba di provinsi Sumatera Utara untuk menghasilkan tenaga listrik, pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, membuat pemerintah Republik Indonesia bertekad mewujudkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di sungai tersebut.

Tekad ini semakin kuat ketika tahun 1972 pemerintah menerima dari Nippon Koei, sebuah perusahaan konsultan Jepang laporan tentang studi kelayakan Proyek PLTA dan Aluminium Asahan. Laporan tersebut menyatakan bahwa PLTA layak untuk dibangun dengan sebuah peleburan aluminium sebagai pemakai utama dari listrik yang dihasilkannya.

Pada tanggal 7 Juli 1975 di Tokyo, setelah melalui perundingan-perundingan yang panjang dan dengan bantuan ekonomi dari pemerintah Jepang untuk proyek ini, pemerintah Republik Indonesia dan 12 perusahaan penanam modal Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk PLTA dan Pabrik Peleburan Aluminium Asahan yang kemudian dikenal dengan sebutan Proyek Asahan. Dua belas Perusahaan Penanam Modal Jepang tersebut adalah : Sumitomo Chemical Company Ltd, Sumitomo Shoji Khaisa Ltd, Nippon Light Metal Company Ltd, C Itoh & Co, Ltd, Nissho Iwai Co, Nichimen Co., Ltd,


(71)

Showa Denko K.K, Marubeni Corporation, Mitsubishi Chemical Industries Ltd, Mitsubishi Corporation, Mitsui Aluminium Co, Ltd, Mitsui & Co, Ltd

Penyertaan modal pada perusahaan yang akan didirikan di Jakarta kedua belas perusahaan penanam modal tersebut bersama pemerintah Jepang membentuk sebuah perusahaan dengan nama Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd (NAA) yang berkedudukan di Tokyo pada tanggal 25 November 1975.

Pada tanggal 6 Januari 1976, PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), sebuah perusahaan patungan antara pemerintahan Indonesia dan Nippon Asahan Aluminium Co.,Ltd, didirikan di Jakarta. INALUM adalah perusahaan yang membangun dan mengoperasikan Proyek Asahan sesuai dengan Perjanjian Induk. Perbandingan saham antara pemerintah Indonesia dan Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd pada saat perusahaan didirikan adalah 10% dengan 90%. Pada bulan Oktober 1978 perbandingan tersebut menjadi 25% dengan 75% dan sejak Juni 1987 menjadi 41,13% dengan 58,87%. Dan sejak 10 Februari 1998 menjadi 41,12% dengan 58,88%.

Untuk melaksanakan ketentuan dalam Perjanjian Induk, pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan SK Presiden No. 5/1976 yang melandasi terbentuknya Otorita Pengembangan Proyek Asahan sebagai wakil pemerintah yang bertanggung jawab atas lancarnya pembangunan dan pengembangan Proyek Asahan. INALUM dapat dicatat sebagai pelopor dan perusahaan yang bergerak. dalam industri peleburan aluminium dengan investasi sebesar 411 milyar Yen.


(72)

diambil setelah pemerintah Indonesia memutuskan utuk melakukan

termination agreement (pengakhiran kerjasama) 30 tahun pengelolaan PT

INALUM yang berdasarkan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Jepang dalam Master Agreement for the Asahan Hydroelectric and Aluminium Project (MA) pada 7 Juli 1975, kontrak kerjasama berakhir pada 31 Oktober 2013.

Ada beberapa alasan yang mendorong pemerintah untuk melakukan akuisisi PT Inalum :

1. Industri aluminium mempunyai prospek yang baik.

2. Estimasi pertumbuhan permintaan atas aluminium di pasar domestik akan meningkat secara signifikan selama periode 2010-2030 hingga lebih dari tiga kali lipat.

3. PT INALUM merupakan satu-satunya industri penghasil aluminium ingot di dalam negeri.

4. Kebutuhan aluminium untuk industri di Indonesia rata-rata per tahun sekitar 700 ribu ton, sementara hasil produksi PT INALUM yang didistribusikan untuk kebutuhan lokal hanya sekitar 100 ribu ton, sehingga Indonesia masih harus impor sekitar 600 ribu ton. Sementara itu, kemampuan produksi Inalum rata-rata per tahun sebesar 240 ribu ton, sehingga Indonesia masih harus melakukan impor alumunium, diantaranya dari Jepang.

5. Saat ini perusahaan berada di industri aluminium smelting dengan profitabilitas cukup tinggi untuk industri aluminium secara keseluruhan. Peleburan alumina menjadi aluminium ingot dinilai mempunyai


(73)

peningkatan nilai tambah yang signifikan, yaitu dari US$ 350 per ton alumina menjadi US$ 2.500 per ton aluminium ingot.

6. PT INALUM merupakan satu-satunya perusahaan peleburan aluminium di Asia Tenggara yang memiliki fasilitas lengkap seperti pabrik carbon

plant, reduction plant dan casting plant dan siap dikembangkan lebih

lanjut. Selain itu, PLTA Siguragura adalah pemasok tenaga listrik untuk kebutuhan kurang lebih 14 ribu kilowatt per hour (kWh) per ton aluminium cair.

7. Pengambilalihan PT INALUM merupakan inisiasi dari pertumbuhan industri aluminium nasional secara terintegrasi yang meliputi pengembangan industri untuk bahan baku, smelter, power plant dan pemprosesan menjadi produk bernilai tambah.

Sehingga, disepakati proses termination agreement dilakukan pada 9 Desember 2013. Proses pengambilalihan saham sendiri butuh waktu 10 hari dan selesai pada 19 Desember 2013. Setelah diakuisisi oleh pemerintah Indonesia, pengelolaan PT INALUM (Persero) berada dibawah Kementerian BUMN sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu, DPR juga menerima keinginan pemerintah Provinsi Sumatera Utara beserta 10 Kabupaten dan Kotamadya di daerah strategis Proyek Asahan untuk berpartisipasi memiliki saham di PT INALUM (Persero), dengan catatan kepemilikam Pemerintah RI dipertahankan minimal 70 persen.


(74)

2.2. Ruang Lingkup Usaha

Secara garis besar, lingkup PT. INALUM meliputi :

1. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sungai Asahan di Paritohan, kecamatan Porsea, kabupaten Toba Samosir.

2. Pabrik Peleburan Aluminium di Kuala Tanjung, kecamatan Sei Suka, kabupaten Asahan.

3. Seluruh sarana dan prasarana yang diperlukan untuk kedua proyek tersebut, seperti : pelabuhan, jalan, perumahan karyawan, sekolah, dan lain-lain.

Semuanya itu telah menghabiskan dana investasi berjumlah ¥ 411 milyar.

2.2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan

Sungai Asahan yang panjangnya 150 km memiliki potensi debit air pada musim kemarau 60 m3/detik dan pada musim hujan melebihi 180 m3/detik dengan luas permukaan airnya 1.100 km2 dan kapasitas kandungan airnya 2.800 juta ton, serta curah hujan rata-rata 2.000 mm/tahun. Dan secara fisik, sungai Asahan memiliki tebing-tebing yang curam dan terjal di sepanjang alirannya. Dengan kondisi seperti ini, diperkirakan bahwa di sepanjang aliran sungai Asahan dapat dibangun lima buah pembangkit listrik, yang secara keseluruhan dapat menghasilkan listrik dengan kapasitas mencapai 1.000 juta Kilo Watt.

Namun, karena pembangunannya membutuhkan investasi dana yang sangat besar, maka hingga saat ini, hanya dua PLTA yang berhasil dibangun, yaitu


(75)

PLTA Asahan di Siguragura dan Tangga, yang masing-masing digerakkan oleh potensi air sungai Asahan. Kapasitas total dari kedua PLTA tersebut, adalah : Kapasitas terpasang : 603 MW

Output tetap : 426 MW

Output puncak : 513 MW

Fasilitas penunjang yang dimiliki oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan, antara lain :

1. Bendungan Pengatur

Bendungan ini terletak di Siruar, ± 14,5 km dari Porsea. Bendungan ini berfungsi mengatur kestabilan air yang keluar dari danau Toba ke sungai Asahan untuk mensuplai air ke stasiun pembangkit listrik Siguragura sebesar 107 m3/detik.

2. Bendungan Penadah Air Siguragura

Bendungan ini berfungsi sebagai sumber air yang stabil untuk stasiun pembangkit listrik Siguragura, terletak di Simorea, 1 km di sebelah hulu air terjun Sigura-gura atau 9 km di sebelah hilir Bendungan Pengatur. Bendungan ini tingginya 47 m dan punggungnya 154 m3.

3. Stasiun Pembangkit Listrik Siguragura

Stasiun pembangkit listrik ini berada 220 m di dalam perut bumi, memiliki unit generator, yang masing-masing berkapasitas 71,5 MW sehingga seluruh kapasitas terpasang 286 MW. Stasiun ini merupakan PLTA bawah tanah pertama di Indonesia. Air dari Bendungan Penadah Sigura-gura


(76)

memutar turbin di ruang tenaga yang terletak 220 m di bawah permukaan tanah. Setelah melewati turbin, air dibuang ke terowongan pelepas air yang selanjutnya tergabung dalam saluran terowongan akhir untuk kembali masuk ke sungai Asahan.

4. Bendungan Penadah Air Tangga

Bendungan ini berfungsi membendung air yang telah dipakai PLTA Siguragura untuk dimanfaatkan kembali pada PLTA Tangga. Bendungan ini merupakan bendungan berbentuk busur pertama di Indonesia, yang berukuran panjang 122 m, tinggi 73 m, dan tebal 4 m di punggung dan 8 m di dasar. 5. Stasiun Pembangkit Listrik Tangga

Pada stasiun ini, air disalurkan melalui sebuah terowongan bawah tanah yang panjangnya 2.150 m dan terpasang 4 unit generator yang masing-masing berkapasitas 79,2 MW. Berbeda dengan stasiun pembangkit listrik Siguragura, stasiun pembangkit listrik Tangga ini terletak di atas permukaan tanah.

6. Jaringan Transmisi

Tenaga listrik yang dihasilkan stasiun pembangkit listrik Siguragura dan Tangga disalurkan melalui jaringan transmisi sepanjang 120 km dengan jumlah menara 271 buah dan pada tegangan tinggi 275 kV ke Kuala Tanjung. Jaringan Transmisi ini melintasi perbukitan sepanjang 30 km, kebun kelapa sawit dan karet sepanjang 80 km, dan melalui rawa pantai sepanjang 10 km.


(77)

2.2.2. Peleburan Aluminium

Pabrik Peleburan Aluminium merupakan bagian utama dari PT. INALUM, dibangun di atas areal seluas 200 HA menghadap selat Malaka di Kuala Tanjung, kecamatan Sei Suka, kabupaten Asahan, propinsi Sumatera Utara. Sarana-sarana penunjang bagi Pabrik Peleburan Aluminium ini, antara lain : 1. Bagian Reduksi

Unit reduksi terdiri dari 3 gedung yang masing-masing dipasangi 170 tungku

type anoda prapanggang (Prebaked Anode Furnace) 170.000 amp

dengan lisensi dari Sumitomo Aluminium Smelting Co.,Ltd. Total kapasitas produksi dari unit reduksi ini adalah 225.000 ton Aluminium per tahun dari 510 tungku terpasang. Pada tungku reduksi ini, bahan baku alumina (Al2O3)

dilebur oleh balok-balok anoda karbon dengan proses elektrolisa menjadi cairan Aluminium.

2. Bagian Karbon

Bagian karbon memproduksi balok-balok anoda karbon yang akan digunakan pada tungku-tungku reduksi. Bagian ini terdiri dari 3 bagian, yaitu Bagian Karbon Mentah, Bagian Pemanggang Anoda, dan Bagian Penangkaian. Pada bagian karbon mentah, bahan baku kokas dan pitch keras diaduk dan dibentuk menjadi balok-balok anoda mentah dan kemudian dibawa ke bagian pemanggang Anoda dimana 106 tungku panggang type Riedhammer tertutup berada. Balok-balok anoda panggang kemudian dipindahkan ke bagian penangkaian untuk diberi tangkai yang berfungsi


(78)

tungku reduksi kemudian diolah dan digunakan kembali untuk memproduksi balok karbon mentah.

3. Bagian Penuangan

Aluminium cair dari tungku reduksi diangkut ke bagian penuangan dan setelah dimurnikan lebih lanjut dalam dapur-dapur penampung, dibentuk menjadi Aluminium batangan (Ingot) yang beratnya masing-masing 50 lb (22,7 kg) dan merupakan produk akhir PT. INALUM, dan dipasarkan ke dalam dan ke luar negeri. Di Bagian Penuangan ini terdapat 10 buah dapur penampung yang masing-masing berkapasitas 30 ton, dan 7 unit mesin pencetak Ingot.

4. Bagian Pembersih Gas

Untuk menghindari polusi, gas yang dilepas dari tungku reduksi termasuk fluorida dan debu di hisap ke dalam sistem pembersih gas kering dengan ventilator penghisap melalui pipa gas. Gas fluorida bersenyawa secara kimia dengan alumina segar dari silo alumina. Senyawa berukuran debu ditangkap dengan kantong saringan untuk dipergunakan kembali di tungku-tungku reduksi, sedangkan gas yang bersih di lepas ke udara bebas melalui cerobong yang tinggi.

5. Instalasi Pembersih Limbah Pemukiman

Untuk menghindari pencemaran air di daerah perkotaan Tanjung Gading, air limbah yang berasal dari perumahan karyawan disalurkan ke dalam instalasi ini. Air diproses dan dibersihkan dari kotoran-kotoran lalu dialirkan kembali ke hilir sungai.


(79)

6. Fasilitas Lainnya

Di daerah peleburan, dibangun juga bengkel-bengkel untuk perbaikan dan perawatan peralatan permesinan, kelistrikan, kendaraan angkutan dan fasilitas penyimpanan bahan baku, antara lain :

a. Silo alumina (3 unit @ 20.000 ton) b. Silo kokas (20 unit @ 1.400 ton) c. Silo pitch keras (5.400 ton)

d. Tangki minyak IDO (2 unit @ 2.400 kl)

e. Fasilitas kantor utama luasnya 3.300 m2, cafetaria, tempat ibadah, kamar tukar pakaian, tempat parkir, dan lain-lain.

2.3 Lokasi Perusahaan

PT INALUM berlokasi di Kuala Tanjung, kecamatan Sei Suka, kabupaten Asahan, propinsi Sumatera Utara. Peta lokasi pabrik peleburan aluminium dapat dilihat pada Gambar 2.1


(80)

2.4. Daerah Pemasaran

Produk yang dihasilkan oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) adalah Aluminium Batangan (Ingot). Berat per batangnya adalah 22,7 kg.PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) menghasilkan 2 (dua) jenis kualitas produk, yaitu 99,90% dan 99,70%. Aluminium Batangan PT Inalum terdaftar pada London Metal Exchange (LME) tanggal 23 September 1987. Standar Mutu Aluminium Batangan PT INALUM mengacu pada JIS H2-102, 1968 ( Reaffirmed 1974) dan Western, Aluminium Assosiation Designation and Chemical

composition Limits for Unalloyed Aluminium of Aluminium Assosiation Inc.,

USA. Produk ingot dipasarkan ke seluruh Indonesia dan ke luar negeri seperti Jepang, China, dan Korea.

2.5. Organisasi dan Manajemen

Hubungan dan kerja sama dalam organisasi dituangkan dalam suatu struktur organisasi. Struktur organisasi menunjukkan satuan-satuan organisasi dan garis wewenang, sehingga batasan-batasan tugas dan tanggung jawab dari setiap personil dalam organisasi dapat dilihat dengan jelas. Dengan demikian, masing-masing personil mengetahui dari mana ia mendapat perintah dan kepada siapa ia harus mempertanggung jawabkan hasil pekerjaannya.

2.5.1 Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan perwujudan dari hubungan-hubungan di antara fungsi-fungsi, wewenang, dan tanggung jawab yang saling berhubungan.


(1)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.7.1 Pengelompokan Elemen Kerja Aktual ... V-15 5.2.7.2 Perhitungan Balance Delay, Line Efficiency, dan

Smoothness Index ... V-15 5.2.9 Usulan Perbaikan Dengan Menggunakan Metode Moodie

Young ... V-17 5.2.9.1 Pengelompokkan Elemen Kerja ke dalam

Stasiun Kerja ... V-17 5.2.9.2 Perhitungan Balance Delay, Line Efficiency, dan

Smoothness Index ... V-21 5.3 Penentuan Jumlah Operator ... V-22

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1 6.1 Waktu Elemen Kerja dan Waktu Siklus ... VI-1 6.2 Analisis Keseimbangan Lintasan ... VI-1 6.3 Analisis Precedence Diagram ... VI-2 6.4 Analisis Pengalokasian Tenaga Kerja ... VI-3


(2)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VI-1 7.1. Kesimpulan ... VI-1 7.2 Saran ... VI-1

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1 Elemen Kerja Penggantian Anoda (Anoode Changing) ... I-4 1.2 Penugasan Kerja Operator ... I-5 1.3 Proses Annode Changing Pot Line 2 Stasiun 2 dalam Satu Hari... I-6 2.1 Distribusi Karyawan PT. Inalum pada Setiap Lokasi Perusahaan... II-13 2.2 Jam Kerja di PT. Inalum ... II-15 2.3 Mesin dan Peralatan ... II-30 3.1 Tingkat Kepercayaan ... III-12 3.2 Tingkat ketelitian ... III-13 5.1 Elemen Kerja Proses Annode Changing ... V-2 5.2 Rekapitulasi Waktu Proses Anode Changing ... V-3 5.3 Waktu Elemen Kerja 1 untuk Uji Keseragaman Data ... V-4 5.4 Rekapitulasi Uji Keseragaman Data Elemen Kerja Proses

Aluminium Cair ... V-6 5.5 Waktu Siklus Elemen Kerja 1 untuk Uji Kecukupan Data ... V-7 5.6 Rekapitulasi Uji Kecukupan Data Elemen Kerja Proses

Aluminium Cair ... V-8 5.7 Pengukuran Waktu Elemen Kerja I Proses Anode Changing ... V-10 5.8 Waktu Proses Terpilih ... V-10 5.9 Rekapitulasi Nilai Allowance... V-11 5.10 Perhitungan Waktu Baku ... V-12


(4)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

5.11 Elemen Kerja Pembentuk Precedence ... V-13 5.12 Work Center awal pada proses Anode Changing... V-14 5.13 Elemen P dan F ... V-18 5.14 Pembentukan Stasiun Kerja dengan Menggunakan Metode

Moodie Young ... V-19 5.15 Penyusunan Stasiun Kerja Metode Moodie Young (Fase II) ... V-20 5.16. Perpindahan Operator pada Pot Line 2 Stasiun 2 ... V-24 6.1. Analisis Keseimbangan Lintasan ... VI-1


(5)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1 Peta Lokasi Pabrik Peleburan ... II-10 2.2. Struktur Organisasi PT INALUM ... II-12 2.3 Block Diagram Proses Pengolahan Aluminium ... II-29 3.1 Precedence Diagram yang Sesuai untuk Metode Moodie Young .... III-19 3.3 Precedence Diagram yang Sesuai untuk Metode Helgeson Birni ... III-19 4.1 Lokasi Pabrik PT. Indonesia Asahan Aluminium ... IV-1 4.2 Kerangka Konseptual ... IV-3 4.3 Stopwatch ... IV-4 4.4 Langkah-Langkah Proses Penelitian ... III-7 5.1 Peta Kontrol Elemen Kerja 1 ... V-5 5.2 Precedence Diagram ... V-14


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1 . Nilai allowance ... L-I 2. Data Waktu Pengamatan ... L-2 3 . Form Tugas Akhir ... L-3 4. Surat Penjajakan ... L-4 5. Surat Balasan ... L-5 6. Surat Keputusan Tugas Akhir ... L-6 7. Lembar Asistensi ... L-7