Latar Belakang Dr. Ir Evawany Aritonang, M.Si 3. Ir. Evi Naria, M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 dinyatakan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal Depkes, 1999. Dasar dari pembangunan kesehatan salah satunya penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat serta dilaksanakan terutama melalui upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilakukan secara terpadu. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka salah satu program pemerintah adalah melaksanakan pembangunan di bidang pemberantasan penyakit menular, peningkatan hygiene sanitasi makanan dan minuman serta peningkatan gizi Saksono, 1986. Mendapatkan makanan yang aman adalah hak azasi setiap orang. Pada kenyataannya, belum semua orang bisa mendapatkan akses terhadap makanan yang aman. Hal ini ditandai dengan tingginya angka kematian dan kesakitan yang diakibatkan oleh Penyakit Bawaan Makanan PBM. Secara umum PBM dapat diakibatkan oleh bahaya biologi dan kimia. Menurut WHO 2004 dalam Dadi 2011, laporannya menyebutkan bahwa angka kematian global akibat diare selama tahun 2002 adalah sebesar 1,8 juta orang. Angka kesakitan global karena PBM sulit Universitas Sumatera Utara sekali untuk diperkirakan. Selain diare, terdapat lebih dari 250 jenis penyakit karena mengkonsumsi makanan yang tidak aman. Salah satu upaya peningkatan, pencegahan, maupun pemulihan yang dilakukan pemerintah di dalam meningkatkan derajat kesehatan adalah usaha sanitasi makanan yang meliputi pengamanan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, pengangkutan makanan, penyimpanan makanan dan penyajiannya. Untuk melindungi konsumen agar tidak dirugikan, pemerintah harus memberikan pengawasan yang serius khususnya dalam usaha sanitasi pengelolaan makanan dan minuman yang dilakukan oleh industri rumah tangga yaitu dengan menurunkan angka kesakitan yang disebabkan oleh makanan dan minuman yang tidak bersih Suparian, 1980. Salah satu tempat penyelenggaraanpengelolaan makanan adalah industri rumah tangga yang terdapat di desa-desa. Industri rumah tangga secara harfiah, rumah berarti tempat tinggal, ataupun kampung halaman. Sedang industri, dapat diartikan sebagai kerajinan, usaha produk barang ataupun perusahaan. Singkatnya industri rumah tangga adalah rumah usaha produk barang atau juga perusahaan kecil Organisasi, 2006. Menurut Badan POM 2005 dalam Dadi 2011, angka kejadian keracunan makanan, sebagai salah satu manifestasi PBM dapat menjadi indikator situasi keamanan pangan di Indonesia. Badan POM melaporkan bahwa selama tahun 2004, terdapat 152 KLB keracunan pangan, sebanyak 7295 orang mengalami keracunan makanan, 45 orang diantaranya meninggal dunia. Badan kesehatan dunia Universitas Sumatera Utara memperkirakan bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang terjadi sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1: 25 untuk negara berkembang. Jika merujuk pada asumsi WHO di atas, kemungkinan yang terjadi sesungguhnya di Indonesia pada tahun 2004 adalah sekitar 180 ribu orang mengalami keracunan makanan dan seribu orang diantaranya meninggal dunia. Sebagian besar kasus keracunan makanan berasal dari jasa boga katering. Data nasional yang dirangkum Badan POM selama 4 tahun terakhir juga menjelaskan bahwa industri jasa boga dan produk makanan rumah tangga memberikan kontribusi yang paling besar 31 dibandingkan dengan pangan olahan 20, jajanan 13, dan lain-lain 5 Lestari, 2009. Data dari Badan POM tentang kejadian luar biasa KLB keracunan makanan dari tahun 2001 – 2006 menunjukkan peningkatan baik dari jumlah kejadian maupun jumlah korban yang sakit dan meninggal. Walaupun demikian, korban meninggal diperkirakan mungkin hanya 1 saja sesuai dengan perkiraan WHO. Sepanjang tahun 2006 pertanggal 23 Agustus 2006 dilaporkan jumlah KLB mencapai 62 kasus dengan 11.745 orang yang mengkonsumsi makanan dan 4.235 orang jatuh sakit serta 10 orang meninggal. Tahun 2005 terjadi 184 KLB, 23.864 orang yang mengkonsumsi makanan, 8.949 orang jatuh sakit serta 49 orang meninggal. Berdasarkan penyebab terjadi KLB per 23 Agustus 2006, 37 kasus tidak jelas asalnya, 11 kasus disebabkan mikroba dan 8 kasus tidak ada sampel. Pada tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya Universitas Sumatera Utara berasal dari umum sebanyak 95 kasus, tidak ada sampel 45 kasus dan akibat mikroba 30 kasus Lestari, 2009. Pengelolaan industri rumah tangga yang membuat produk khusus, unik dan spesial terutama yang berasal dari tanaman kelapa dapat terlihat salah satunya di Provinsi Aceh. Di Provinsi Aceh tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman rakyat yang penting, serta merupakan tanaman penduduk, maka oleh masyarakat Aceh buah kelapa diolah menjadi beberapa produk yang salah satunya berupa pliek u. Sehingga banyak bermunculan usaha rumah tangga pliek u Ali, 1979. Dari segi makanan pliek u dapat dimakan sebagai rujak, dapat dibuat sambal yang cukup diulek dengan cabe rawit, bawang merah dan garam, lalu dimakan dengan nasi putih. Pliek u sendiri populer dengan istilah kuah pliek u yang juga merupakan makanan dengan campuran dengan berbagai rasa dan kaya akan vitamin serta zat-zat yang bisa meningkatkan gairah dan kekebalan tubuh. Selain itu juga kuah pliek u merupakan makanan yang melambangkan kekerabatan dan keaneka ragaman dalam masyarakat Aceh yang dapat disatukan dalam satu kuali, sehingga menghasilkan rasa yang unik dan digemari oleh seluruh masyarakat di dunia. Kuah pliek u juga merupakan media memperkenalkan hasil alam Aceh yang begitu kaya akan jenis sayurnya sehingga dengan menyantap kuah pliek u berarti kita telah menyantap seluruh sayuran yang ada di Aceh Maymun, 2011. Pliek u ini merupakan hasil sampingan dari pembuatan minyak kelapa berupa ampas yang telah kering. Proses pembuatan pliek u mengalami proses pembusukan yaitu pada saat buah kelapa yang telah dibelah kemudian langsung dimasukkan ke Universitas Sumatera Utara dalam karung goni selama 3 hari atau diletakkan begitu saja di lantai. Setelah itu dikukur dan dibusukkan lagi. Pada saat belahan buah kelapa disimpan selama 3 hari didapati permukaan daging buah kelapa telah berlendir, lembek, dan terlihat adanya bintk-bintik kuning pada permukaan daging buah kelapa. Pada umumnya waktu penyimpanan yang lama saat pengolahan akan menyebabkan kerusakan bahan yang lebih besar. Tanda-tanda umum makanan yang tidak aman bagi kesehatan antara lain berlendir, aroma dan rasa atau warna makanan berubah. Tanda lain dari makanan yang tidak memenuhi syarat aman adalah bila dalam pengolahannya ditambahkan bahan tambahan berbahaya seperti asam borax, formalin dan zat pewarna rhodamin B. Cara mengolah atau meracik makanan yang tidak benar juga dapat mengancam kesehatan dan keselamatan konsumen Lestari, 2009. Tanpa memperhatikan perubahan yang terjadi pada daging buah kelapa yang kemungkinan telah ditumbuhi mikroorganisme, maka oleh pelaku industri rumah tangga daging buah kelapa ini terus dilanjutkan ke proses pembuatan selanjutnya hingga menjadi pliek u. Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan pliek u juga masih sangat sederhana. Dalam pengelolaan makanan hal-hal yang harus diperhatikan adalah sumber bahan makanan apakah tidak tercemar oleh insektisida dan pencemaran lainnya serta tidak dalam keadaan rusak, dalam pengangkutan pada dasarnya mempunyai dua tujuan yaitu bahan makan tidak sampai rusak dan tercemar, penyimpanan bahan makanan tidak terjadi kontaminasi, pengolahan makanan biasanya di dapur maka Universitas Sumatera Utara perlu diperhatikan sanitasi dapur dan penjamahnya begitu juga dengan penyimpanan dan penyajian makanan harus diperhatikan agar terjaga sanitasinya Retno, 2002. Akibat dari pengelolaan tidak memenuhi syarat akan menimbulkan penyakit, ini bisa terjadi karena pemilihan bahan makanan yang keliru, pembuatan ramuan yang kurang tepat, penanganan yang salah, pembungkusan yang kurang layak, penyimpanan yang tidak benar, penggunaan suhu dan kelembaban yang kurang pengawasan secara cermat, pengangkutan yang tidak mengikuti petunjuk, penyajian yang ceroboh serta perlakuan yang bertentangan dengan sifat-sifat makanan itu sendiri Anwar dkk, 1987. Kejadian penyakit karena makanan yang salah diolah akan menimbulkan kerugian, dan dapat menjadi masalah besar yang menyangkut orang banyak dan bagi konsumen maupun pihak pengelola dan masyarakat kurang dapat memilih makanan yang dikelola dengan baik dalam memenuhi kebutuhannya. Terutama dengan dibukanya macam-macam tempat pengelolaan makanan, seperti industri rumah tangga pliek u. Rapiasih Prawiningdyah 2010, mengatakan f aktor yang paling penting menentukan penyakit bawaan makanan adalah kurangnya pengetahuan penjamah makanan dan ketidak pedulian terhadap pengelolaan makanan yang aman. Pendekatan terpadu dalam pencegahan penyakit bawaan makanan adalah melalui pendidikan dan pelatihan bagi para penjamah makanan dalam hal keamanan makanan Universitas Sumatera Utara Penelitian Samosir 1991, yang meneliti jenis mikroorganisme yang terdapat pada pliek u menunjukan adanya pengaruh pengelolaan pembuatan pliek u terhadap tumbuhnya jamur. Beberapa penelitian yang menunjukan adanya hubungan perilaku penjamah makanan dengan terdapatnya jamur, seperti penelitian Djarismawati dkk,tahun 2004 yang meneliti pengetahuan dan perilaku penjamah tentang sanitasi pengolahan makanan pada instalasi gizi rumah sakit di Jakarta. Massudi, 2003 yang meneliti perilaku penjamah makanan dalam mengelola makanan di warung sekitar kampus Sehubungan dengan apa yang telah dituliskan di atas dan melihat betapa pentingnya sistem pengelolaan dalam industri rumah tangga, maka untuk itu penulis tertarik meneliti tentang pengaruh perilaku penjamah pembuatan pliek u pada industri rumah tangga dengan terdapatnya jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2011, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan upaya pengelolaan yang lebih baik. Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

1.2. Permasalahan