Hubungan Difusi Inovasi Dengan Pemanfaatan Ovitrap Oleh Ibu Rumah Tangga di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2010
HUBUNGAN DIFUSI INOVASI DENGAN PEMANFAATAN OVITRAP OLEH IBU RUMAH TANGGA DI KELURAHAN SEI KERA HILIR I
KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN TAHUN 2010
SKRIPSI
Oleh :
NADYA ULFA TANJUNG NIM. 061000103
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(2)
HUBUNGAN DIFUSI INOVASI DENGAN PEMANFAATAN OVITRAP OLEH IBU RUMAH TANGGA DI KELURAHAN SEI KERA HILIR I
KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NADYA ULFA TANJUNG NIM. 061000103
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(3)
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :
HUBUNGAN DIFUSI INOVASI DENGAN PEMANFAATAN OVITRAP OLEH IBU RUMAH TANGGA DI KELURAHAN SEI KERA HILIR I
KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : NADYA ULFA TANJUNG
NIM. 061000103
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 11 Desember 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Drs. Alam Bakti Keloko, MKes
NIP. 196206041992031001 NIP. 196803201993032001
Ir. Evi Naria, MKes
Penguji II Penguji III
Dra. Syarifah, MS
NIP. 196112191987032002 NIP. 195907131987031001
Drs. Eddy Syahrial, MS
Medan, 18 Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
NIP. 196108311989011001 Dr. Drs. Surya Utama, MS
(4)
ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia terutama negara berkembang. Upaya pengendalian nyamuk Ae. aegypti dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan pada stadium larva/jentik. Tetap tingginya kasus DBD di kota Medan setiap tahun merupakan indikasi belum berhasilnya kegiatan pemberantasan demam berdarah karena bila PSN dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah – rendahnya, sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi. Pemasangan ovitrap yang dimodifikasi dengan pemberian abate (temephos) dapat menurunkan angka Container Index (CI) sebesar 5,33% dan angka House Index (HI) sebesar 7,74%. Angka ini menunjukkan bahwa pemakaian ovitrap bermanfaat dalam pengendalian vektor DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh difusi inovasi terhadap pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan tahun 2010.
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat deskriptif analitik. Populasi adalah ibu rumah tangga yang telah mengikuti kegiatan survei jentik, sampel diambil berdasarkan rumus Lemeshow dengan jumlah 42 orang. Teknik analisa data menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat keyakinan 90% atau dengan menggunakan taraf nyata (α) = 0,10.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa frekuensi variabel inovasi responden umumnya berada pada kategori tidak menerima yaitu sebanyak 29 orang (69%), variabel saluran komunikasi responden berada pada kategori tidak mendukung yaitu sebanyak 29 orang (69%), variabel waktu berada pada kategori tidak mendukung yaitu sebanyak 40 orang (95,2%) dan variabel sistem sosial umumnya berada pada kategori tidak mendukung yaitu sebanyak 30 orang (71,4%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh dua variabel yang memiliki pengaruh terhadap pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga yaitu inovasi dan sistem sosial yang memiliki nilai p<0,1.
Dari hasil penelitian disarankan kepada petugas kesehatan yang berwenang untuk meningkatkan intensitas sosialisasi pemanfaatan ovitrap dan lebih serius dalam pelaksanaan kegiatan PSN serta turut memeriksa ovitrap dirumah agar ibu-ibu rumah tangga lebih menerima dan sadar akan kelebihan ovitrap dalam upaya mereka mencegah DBD. Lebih memperjelas fungsi kader dan pemerintahan setempat dalam membantu upaya Puskesmas dalam penyebaran dan pelaksanaan kegiatan kesehatan.
Kata Kunci : Difusi Inovasi (inovasi, saluran komunikasi, waktu, sistem sosial), ovitrap, ibu rumah tangga.
(5)
ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of several infectious diseases in the world, especially in developing countries. Efforts to control the mosquito Ae. aegypti can be made against adult mosquitoes and larvae. Fixed height of DHF cases in Medan each year is an indication of the unsuccess of eradication activities because if PSN carried by the whole community, the Ae. aegypti populations can be reduced, so that the transmission of dengue does not happen again. Installation ovitrap modified with giving abate (temephos) to reduce the number of Container Index (CI) of 5.33% and the number of House Index (HI) of 7.74%. This figure shows that the use of ovitrap is useful in dengue vector control. This study aims to determine the effect of diffusion of innovation to the use of ovitrap by housewives in Sei Kera Hilir I Downstream Medan Perjuangan Subdistrict Medan City in 2010.
This research is a survey with descriptive analytic. Population is a housewife who has followed the larvae survey activities, samples were taken based on Lemeshow’s formula and gained 42 peoples. Technique of data analysis is using Chi-Square with 90% confidence level or by using a significance level (α) = 0.10.
From the results of this study can be concluded that the innovation frequency generally in the unaccepted category that is 29 peoples (69%), communication channels variable is in the unsupported category that is 29 peoples (69%), time variable is in the unsupported category as 40 peoples (95,2%) and social systems variable is also generally located in the unsupported category as 30 peoples (71,4%). Based on Chi-Square test results obtained by two variables that effected the utilization of ovitrap by housewives that are innovations and social system with value of p <0.1.
These results are suggested to the health workers to increase the intensity of ovitrap utilization’s socialization and more serious on PSN implementation and also check the ovitrap at home to increase the houswives acceptance and awareness about the advantages of utilizing ovitrap to prevent DHF. Further clarify the functions of cadres and local government in assisting in dissemination and implementation efforts of health activities.
Keywords: Diffusion of Innovation (innovation, communication channels, time, social system), ovitrap, housewives.
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nadya Ulfa Tanjung
Tempat/tanggal lahir : Tanjung Morawa, 13 September 1988
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah Anggota Keluarga : 5 (lima) orang
Alamat Rumah : Jln. Kebun Sayur-Bandar Labuhan Bawah no.5, Tanjung Morawa
RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL : 1. SDN 101896 Kiri Hulu 1994-2000
2. MTsN Lubuk Pakam 2000-2003
3. SMAN 1 Tanjung Morawa 2003-2006
4. FKM USU 2006-2010
RIWAYAT ORGANISASI : 1. HMI Komisariat FKM USU 2. PEMA FKM USU
(7)
KATA PENGANTAR Alhamdulillah..Alhamdulillah..Alhamdulillah...
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Difusi Inovasi Dengan Pemanfaatan Ovitrap Oleh Ibu Rumah Tangga di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2010”.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, MKes dan Ibu Ir. Evi Naria, MKes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dengan keikhlasan untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Ir. Kalsum, MKes selaku Dosen Pembimbing Akademik.
3. Bapak Drs. Tukiman MKM selaku Kepala Departemen Pendidikan dan Ilmu Perilaku.
4. Ibu Dra. Syarifah, MS dan Bapak Drs. Edy Sharial, MS selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan tulisan ini.
5. Bapak Lurah dan seluruh staf pegawai kelurahan yang telah banyak membantu penulis.
6. Teristimewa kepada Ayahanda H. Asmara Dhana Tanjung dan Ibunda Hj. Yohanimar Syamsu serta adik-adikku tersayang dek Icha dan dek Fadhil
(8)
untuk cinta, doa, kasih sayang dan dukungannya yang tak tergantikan yang diberikan kepada penulis.
7. Sahabat terbaikku Karlina Wati yang selalu menerima kekeraskepalaan penulis selama kuliah sebagai pengikat persahabatan paling indah.
8. Teman-teman peminatan PKIP 06 (Kak Imel, Bang Mukhlis, Uni Santi, Kak Dwi, Wina, Icha, Asri, Tia, Neni, Vian, Andre, Kak Afni, Dila, Liza, Kak Umi) dan sahabat-sahabatku sejak dikampus (Dila, Eka, Ayu, Ammhie, Yori, Pendi, dll) terima kasih banyak untuk persahabatan yang kalian berikan selama ini.
9. Untuk kakak-kakakku (Bu Andak, Kak Tania, Kak Welly, Kak Um, Kak Nisa, Kak Irna, Kak Gita) dan adik-adik kecilku (Linda, Titan, Nina, Izul, Winda, Yuni, Budi, Lista), makasi untuk tetap bersinar untuk kakak walau dalam kondisi tergelap sekalipun.
10. Kepada Bang Andi dan Bang Iden, makasi buat perhatian dan kasih sayangnya ke adek bungsu. Dan terkhusus abangdaku Alm. Zulhiddin Matondang, S.Pd, skripsi ini hadiah untuk kegigihan dan kesabaran abang. 11. Kepada teman-teman 2006 seperjuangan, terima kasih banyak untuk
kerjasama dan kebaikannya selama proses perkuliahan.
12. Rekan-rekan serta senior-senior di HMI, kawan-kawan kepengurusan di HMI sejak awal penulis bergabung, terima kasih untuk semua hal yang telah kalian izinkan untuk penulis rasakan, pahit maupun manis.
13. Untuk semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja sama dan doanya.
Akhir kata semoga ALLAH SWT senantiasa melimpahkan karunianya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Desember 2010
Penulis
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan... i
Abstrak ... ii
Abstract ... iii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.3.1. Tujuan Umum ... 9
1.3.2. Tujuan Khusus ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Konsep Perilaku. ... 11
2.2. Difusi Inovasi ... 12
2.3. Demam Berdarah Dengue ... 17
2.3.1. Siklus Hidup Nyamuk Ae.aegypti ... 18
2.3.2. Bionomik Ae.aegypti ... 19
2.3.3. Ekologi Vektor ... 19
2.3.4. Tanda dan Gejala Klinis ... 20
2.3.5. Mekanisme Penularan Demam Berdarah Dengue .. 21
2.4. Pengendalian Demam Berdarah Dengue ... 22
2.5. Ovitrap ... 24
2.5.1. Kelebihan Ovitrap ... 27
2.6. Kerangka Konsep ... 28
2.7. Hipotesis Penelitian ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
3.1. Jenis Penelitian ... 30
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 30
3.2.2. Waktu Penelitian ... 31
3.3. Populasi dan Sampel ... 31
(10)
3.3.2. Sampel ... 31
3.4. Metode Pungumpulan Data ... 32
3.4.1. Data Primer ... 32
3.4.2. Data Sekunder ... 32
3.5. Instrumen Penelitian ... 32
3.6. Definisi Operasional ... 32
3.7. Aspek Pengukuran ... 33
3.7.1. Inovasi ... 33
3.7.2. Saluran Komunikasi ... 34
3.7.3. Waktu ... 35
3.7.4. Sistem Sosial ... 36
3.7.5. Pemanfaatan Ovitrap ... 37
3.8. Teknik Analisis Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 39
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39
4.1.1.Letak Geografis ... 39
4.1.2. Data Demografi ... 39
4.1.3. Fasilitas Kesehatan ... 40
4.2. Gambaran Karakteristik Responden ... 40
4.2.1. Umur ... 41
4.3. Inovasi ... 41
4.3.1. Pengertian Ovitrap ... 41
4.3.2. Fungsi Ovitrap ... 42
4.3.3. Kelebihan Ovitrap Menurut Responden ... 42
4.3.4. Frekuensi Menemukan Jentik di Dalam Ovitrap ... 42
4.3.5. Tempat Meletakkan Ovitrap ... 43
4.3.6. Manfaat Menggunakan Ovitrap ... 43
4.3.7. Keuntungan Menggunakan Ovitrap ... 44
4.3.8. Kendala Selama Menggunakan Ovitrap ... 44
4.3.9. Keinovasian Ovitrap ... 44
4.3.10. Kategori Inovasi ... 45
4.4. Saluran komunikasi ... 45
4.4.1. Sumber Informasi Pertama Mengenai Ovitrap ... 45
4.4.2. Keberlangsungan Informasi Ovitrap ... 46
4.4.3. Frekuensi Mendapat Informasi Mengenai Ovitrap .. 46
4.4.4. Kecukupan Informasi ... 47
4.4.5. Meneruskan Informasi Kepada Orang Lain ... 47
4.4.6. Kategori Saluran Komunikasi ... 47
4.5. Waktu ... 48
4.5.1. Pertama Kali Mendapat Informasi Ovitrap ... 48
4.5.2. Lama Menggunakan Ovitrap ... 48
(11)
4.5.4. Terakhir Kali Mendapat Informasi Tentang Ovitrap 49
4.5.5. Terakhir Kali Memeriksa Ovitrap ... 50
4.5.6. Kategori Waktu ... 50
4.6. Sistem Sosial ... 51
4.6.1. Pengguna Ovitrap disekitar Lingkungan Responden 51
4.6.2. Sumber Informasi Mengenai Ovitrap ... 51
4.6.3. Keharusan Menggunakan Ovitrap ... 51
4.6.4. Pemeriksa Ovitrap ... 52
4.6.5. Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk ... 52
4.6.6. Kategori Sistem Sosial ... 53
4.7. Pemanfaatan Ovitrap ... 53
4.7.1. Masih Menggunakan Ovitrap ... 53
4.7.2. Frekuensi Membersihkan Ovitrap dalam Seminggu 54
4.7.3. Berhenti Menggunakan Ovitrap ... 54
4.7.4. Ketertarikan Menggunakan Ovitrap ... 54
4.7.5. Membuat Ovitrap Sendiri ... 55
4.7.6. Biaya ... 55
4.7.7. Kategori Pemanfaatan Ovitrap ... 56
4.8. Hasil Uji Statistik ... 57
BAB V PEMBAHASAN ... 57
5.1. Inovasi ... 57
5.1.1. Frekuensi Menemukan Jentik di Dalam Ovitrap ... 58
5.1.2. Tempat Meletakkan Ovitrap ... 59
5.1.3. Manfaat Ovitrap ... 60
5.1.4. Keinovasian Ovitrap ... 61
5.1.5. Kategori Inovasi ... 62
5.2. Saluran Komunikasi ... 63
5.2.1. Sumber Informasi Ovitrap ... 63
5.2.2. Kecukupan Informasi ... 64
5.2.3. Kategori Saluran Komunikasi ... 65
5.3. Waktu ... 66
5.3.1. Mendapat Informasi Mengenai Ovitrap ... 66
5.3.2. Keputusan Menggunakan Ovitrap ... 66
5.3.3. Kategori Waktu ... 67
5.4. Sistem Sosial ... 68
5.4.1. Pengguna Ovitrap ... 68
5.4.2. Pemeriksa Ovitrap ... 69
5.4.3. Kategori Sistem Sosial ... 70
5.5. Pemanfaatan Ovitrap ... 71
5.5.1 Kategori Pemanfaatan Ovitrap ... 72
5.6. Hasil Uji Statistik ... 72
(12)
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 74 6.1. Kesimpulan ... 74 6.2. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN :
Lampiran 1 : Surat Keterangan Telah Selesai Pengumpulan Data Lampiran 2 : Kuesioner
Lampiran 3 : Peta Wilayah Lampiran 4 : Master Data
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Umur Penduduk di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2008 ... 40 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Di
Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan
Perjuangan Tahun 2009 ... 41 Tabel 4.3. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian
Ovitrap ... 41 Tabel 4.4. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Fungsi
Ovitrap ... 41 Tabel 4.5. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Kelebihan
Ovitrap ... 42 Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Pernah atau Tidak
Menemukan Jentik Didalam ovitrap ... 42 Tabel 4.7. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tempat
Meletakkan Ovitrap ... 43 Tabel 4.8. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Manfaat
Ovitrap ... 43 Tabel 4.9. Distribusi Responden Tentang Keuntungan Selama
Menggunakan Ovitrap ... 43 Tabel 4.10. Distribusi Responden Tentang Kendala Selama
Menggunakan Ovitrap ... 44 Tabel 4.11. Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai Ovitrap
Sebagai Alat Baru ... 44 Tabel 4.12. Distribusi Kategori Inovasi Responden Terhadap
Pemanfaatan Ovitrap Oleh Ibu Rumah Tangga di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kec. Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2010 ... 44 Tabel 4.13. Distribusi Responden Mengenai Sumber Informasi Pertama
Tentang Ovitrap ... . 45 Tabel 4.14. Distribusi Responden Mengenai Orang Yang Memberi
Kelanjutan Informasi Tentang Ovitrap . ... 45 Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Responden Mendapat Informasi
Mengenai Ovitrap . ... 46 Tabel 4.16. Distribusi Responden Mengenai Kecukupan Informasi
Tentang Ovitrap Yang Diperoleh . ... 46 Tabel 4.17. Distribusi Responden Menurut Pernah atau Tidak
Menyampaikan Informasi Tentang Ovitrap Kepada
Orang Lain . ... 46 Tabel 4.18. Distribusi Kategori Saluran Komunikasi Responden
Terhadap Pemanfaatan Ovitrap Oleh Ibu Rumah Tangga di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kec. Medan Perjuangan
(14)
Kota Medan Tahun 2010 . ... 47 Tabel 4.19. Distribusi Responden Mengenai Waktu Pertama Kali
Memperoleh Informasi Tentang Ovitrap . ... 47 Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Responden Mengenai Lamanya
Menggunakan Ovitrap Dirumah . ... 48 Tabel 4.21. Distribusi Responden Mengenai Pertama Kali
Memutuskan Untuk Menggunakan Ovitrap ... 48 Tabel 4.22. Distribusi Responden Mengenai Waktu Terakhir Kali
Memperoleh Informasi Tentang Ovitrap ... 48 Tabel 4.23. Distribusi Responden Mengenai Waktu Terakhir Kali
Memeriksa Ovitrap Dirumahnya ... 49 Tabel 4.24. Distribusi Kategori Waktu Responden Terhadap
Pemanfaatan Ovitrap Oleh Ibu Rumah Tangga di
Kelurahan Sei Kera Hilir I Kec. Medan Perjuangan Kota
Medan Tahun 2010 . ... 49 Tabel 4.25. Distribusi Responden Tentang Pengguna Ovitrap di
Lingkungan Tempat Tinggalnya . ... 50 Tabel 4.26. Distribusi Responden Mengenai Tempat Bertanya Tentang
Ovitrap . ... 50 Tabel 4.27. Distribusi Responden Mengenai Keharusan Semua Orang
Menggunakan Ovitrap di Rumahnya . ... 50 Tabel 4.28. Distribusi Responden Mengenai Orang Yang Pernah
Memeriksa Ovitrap di Rumahnya Pasca Survey Jentik ... 51 Tabel 4.29. Distribusi Frekuensi Responden Mengenai Pelaksanaan
Pemberantasan Sarang Nyamuk di Rumahnya . ... 51 Tabel 4.30. Distribusi Kategori Sistem Sosial Responden Terhadap
Pemanfaatan Ovitrap Oleh Ibu Rumah Tangga di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kec. Medan Perjuangan Kota Medan
Tahun 2010 . ... 52 Tabel 4.31. Distribusi Apakah Responden Masih Menggunakan Ovitrap
di Rumahnya . ... 52 Tabel 4.32. Distribusi Frekuensi Responden Membersihkan Ovitrap
Dalam Seminggu . ... 53 Tabel 4.33. Distribusi Apakah Responden Pernah Berhenti Menggunakan
Ovitrap . ... 53 Tabel 4.34. Distribusi Responden Mengenai Ketertarikan Menggunakan
Ovitrap Setelah Mengikut i Sosialisasi . ... 53 Tabel 4.35. Distribusi Responden Mengenai Pernah Tidaknya Membuat
Ovitrap Sendiri . ... 54 Tabel 4.36. Distribusi Responden Mengenai Biaya Yang Dikeluarkan
Selama Menggunakan Ovitrap . ... 54 Tabel 4.37. Distribusi Kategori Pemanfaatan Ovitrap Responden
(15)
Kelurahan Sei Kera Hilir I Kec. Medan Perjuangan
Kota Medan Tahun 2010 . ... 54 Tabel 4.38. Uji Chi-Square Variabel Dengan Pemanfaatan Ovitrap . .... 55
(16)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Ae.aAegypti . ... 19 Gambar 2.2. Ovitrap ... 25 Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian ……….. 28
(17)
ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia terutama negara berkembang. Upaya pengendalian nyamuk Ae. aegypti dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan pada stadium larva/jentik. Tetap tingginya kasus DBD di kota Medan setiap tahun merupakan indikasi belum berhasilnya kegiatan pemberantasan demam berdarah karena bila PSN dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah – rendahnya, sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi. Pemasangan ovitrap yang dimodifikasi dengan pemberian abate (temephos) dapat menurunkan angka Container Index (CI) sebesar 5,33% dan angka House Index (HI) sebesar 7,74%. Angka ini menunjukkan bahwa pemakaian ovitrap bermanfaat dalam pengendalian vektor DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh difusi inovasi terhadap pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan tahun 2010.
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat deskriptif analitik. Populasi adalah ibu rumah tangga yang telah mengikuti kegiatan survei jentik, sampel diambil berdasarkan rumus Lemeshow dengan jumlah 42 orang. Teknik analisa data menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat keyakinan 90% atau dengan menggunakan taraf nyata (α) = 0,10.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa frekuensi variabel inovasi responden umumnya berada pada kategori tidak menerima yaitu sebanyak 29 orang (69%), variabel saluran komunikasi responden berada pada kategori tidak mendukung yaitu sebanyak 29 orang (69%), variabel waktu berada pada kategori tidak mendukung yaitu sebanyak 40 orang (95,2%) dan variabel sistem sosial umumnya berada pada kategori tidak mendukung yaitu sebanyak 30 orang (71,4%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh dua variabel yang memiliki pengaruh terhadap pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga yaitu inovasi dan sistem sosial yang memiliki nilai p<0,1.
Dari hasil penelitian disarankan kepada petugas kesehatan yang berwenang untuk meningkatkan intensitas sosialisasi pemanfaatan ovitrap dan lebih serius dalam pelaksanaan kegiatan PSN serta turut memeriksa ovitrap dirumah agar ibu-ibu rumah tangga lebih menerima dan sadar akan kelebihan ovitrap dalam upaya mereka mencegah DBD. Lebih memperjelas fungsi kader dan pemerintahan setempat dalam membantu upaya Puskesmas dalam penyebaran dan pelaksanaan kegiatan kesehatan.
Kata Kunci : Difusi Inovasi (inovasi, saluran komunikasi, waktu, sistem sosial), ovitrap, ibu rumah tangga.
(18)
ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of several infectious diseases in the world, especially in developing countries. Efforts to control the mosquito Ae. aegypti can be made against adult mosquitoes and larvae. Fixed height of DHF cases in Medan each year is an indication of the unsuccess of eradication activities because if PSN carried by the whole community, the Ae. aegypti populations can be reduced, so that the transmission of dengue does not happen again. Installation ovitrap modified with giving abate (temephos) to reduce the number of Container Index (CI) of 5.33% and the number of House Index (HI) of 7.74%. This figure shows that the use of ovitrap is useful in dengue vector control. This study aims to determine the effect of diffusion of innovation to the use of ovitrap by housewives in Sei Kera Hilir I Downstream Medan Perjuangan Subdistrict Medan City in 2010.
This research is a survey with descriptive analytic. Population is a housewife who has followed the larvae survey activities, samples were taken based on Lemeshow’s formula and gained 42 peoples. Technique of data analysis is using Chi-Square with 90% confidence level or by using a significance level (α) = 0.10.
From the results of this study can be concluded that the innovation frequency generally in the unaccepted category that is 29 peoples (69%), communication channels variable is in the unsupported category that is 29 peoples (69%), time variable is in the unsupported category as 40 peoples (95,2%) and social systems variable is also generally located in the unsupported category as 30 peoples (71,4%). Based on Chi-Square test results obtained by two variables that effected the utilization of ovitrap by housewives that are innovations and social system with value of p <0.1.
These results are suggested to the health workers to increase the intensity of ovitrap utilization’s socialization and more serious on PSN implementation and also check the ovitrap at home to increase the houswives acceptance and awareness about the advantages of utilizing ovitrap to prevent DHF. Further clarify the functions of cadres and local government in assisting in dissemination and implementation efforts of health activities.
Keywords: Diffusion of Innovation (innovation, communication channels, time, social system), ovitrap, housewives.
(19)
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Pembangunan nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya menuju masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan upaya pembangunan yang berkesinambungan di segala bidang. Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan bangsa. Untuk mencapainya, maka diselenggarakan pembangunan kesehatan (SKN, 2006).
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang memadukan berbagai upaya Bangsa Indonesia dalam satu langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan yang diarahkan untuk terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduk nya hidup dalam lingkungan sehat dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia (SKN, 2006).
Usaha peningkatan derajat kesehatan diupayakan melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), serta upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Usaha-usaha tersebut dilakukan secara
(20)
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan serta diperlukannya peningkatan sistem pengamatan penyakit, pengkajian cara penanggulangan secara terpadu dan penyelidikan terhadap penularan penyakit. Dalam mewujudkan pelaksanaan upaya-upaya di atas, maka perlu dilakukan dengan pendekatan, pengikutsertaan serta penggalian setiap potensi sosial dan fisik yang ada dalam masyarakat (SKN, 2006).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia terutama negara berkembang. Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus ini penyebarannya cepat dan memiliki potensi menyebabkan kematian (Depkes RI, 2008).
Nyamuk Aedes aegypti adalah nyamuk yang mempunyai sifat yang khas, menggigit pada waktu siang yaitu pada pagi dan sore hari, hinggap antara lain di gantungan baju, dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung dan barang-barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan terisi air (Depkes RI, 2008).
Di Indonesia, masalah penyakit tersebut pertama kali muncul pada tahun 1968 di Surabaya. Kemudian jumlah penderita dengue semakin meningkat dari tahun ke tahun (Depkes RI, 2008). Pada tahun 1985 ada 13.588 kasus dengan 460 orang yang meninggal, sementara pada saat wabah tahun 1998 ada 72.133 kasus dengan jumlah yang meninggal 1.414 orang dimana ini merupakan kasus tertinggi. Angka kejadian masih terus meningkat, 45.904 pada tahun 2001 hingga menjadi 79.462 kasus pada wabah tahun 2004. Bahkan pada tahun 2006, Indonesia menjadi negara dengan
(21)
jumlah kasus dengue terbanyak di Asia Tenggara yaitu sebanyak 106.425 pasien (57%) dengan 1132 kematian, atau 70% dari jumlah seluruh yang meninggal di Asia Tenggara (Mauriza, 2007).
Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD terbesar pertama kali terjadi di Indonesia pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) sebesar 35,19/100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2%. Kemudian di tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17/100.000 penduduk. Namun pada tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat, yaitu 15,99/100.000 penduduk (tahun 2000); 21,66/100.000 penduduk (tahun 2001); 19,24/100.000 penduduk (tahun 2002); 23,87/100.000 penduduk (tahun 2003) (Depkes RI, 2004).
Kemudian pada 2007, di Indonesia dilaporkan terjadi 158.115 kasus DBD dengan IR sebesar 71,78/100.000 penduduk dan CFR sebesar 1,01 %. Propinsi DKI Jakarta merupakan wilayah dengan IR tertinggi sebesar 392,64 per 100.000 penduduk. Propinsi lain dengan IR yaitu Bali sebesar 193,18 dan Kalimantan Timur sebesar 193,25 per 100.000 penduduk. Propinsi dengan angka kematian tertinggi sepanjang tahun 2007 adalah Papua sebesar 3,88% diikuti oleh propinsi Maluku Utara dan Bengkulu masing – masing sebesar 2,55% (Depkes RI, 2008).
Angka kesakitan DBD di Sumatera Utara dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tahun 2002 jumlah IR adalah 3,6/100.000 penduduk (353 penderita), tahun 2003 sampai 2004 naik menjadi 8,79/100.000 penduduk (1093 penderita). Pada tahun 2005 terjadi ledakan kasus yang sangat tajam yaitu 3.657 penderita (30,75/100.000). Tahun 2006 terjadi penurunan yaitu 17,58/100.000 penduduk (2.091
(22)
penderita). Pada tahun 2007 dan 2008 terjadi peningkatan yang bermakna, yaitu tahun 2007 dengan jumlah kasus 4.195 dan tahun 2008 sebanyak 4.454 kasus. Sedangkan untuk tahun 2010 (Januari-April), jumlah kasus DBD di Sumut telah mencapai angka 4.596 penderita dengan jumlah korban yang meninggal sebanyak 58 orang. (Dinkes Sumut, 2010).
Data lima tahun terakhir (2004 – 2008) menunjukkan bahwa angka kesakitan rata-rata (IR = Incidence Rate) berada pada kisaran 8,79 – 33,28 per 100.000 penduduk, sedangkan angka kematian rata-rata (CFR = Case Fatality Rate) ada pada kisaran 0,91 – 2,20 %. IR tertinggi terjadi pada Tahun 2007 sebesar 4.454 kasus dengan jumlah kematian 50 orang (Dinkes Sumut, 2008).
Trend DBD di Sumatera Utara selama 10 tahun terakhir adalah sebagai berikut: Tahun 1999 - awal 2005 jumlah kasus DBD meningkat, pertengahan tahun 2005 - pertengahan tahun 2006 kasus DBD menurun, kemudian kembali meningkat sampai pertengahan tahun 2008 dan menurun lagi sampai akhir tahun 2009 (Satriadi Tanjung, 2010).
Kota Medan merupakan daerah endemis yang meliputi seluruh kecamatan. Kecamatan yang paling endemis di kota Medan adalah Helvetia, Medan Johor, Medan Kota, Sunggal, Medan Baru, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Selayang, Medan Perjuangan, dan Medan Petisah. Pada tahun 2007 terdapat 1.917 kasus DBD dengan 18 kematian, tahun 2008 terjadi 1.541 kasus DBD dengan angka kematian 14 orang dan untuk tahun 2009 jumlah penderita DBD di kota Medan mencapai 1.275
(23)
penderita, sedangkan yang meninggal dunia akibat DBD mencapai 10 orang (Dinkes Kota Medan, 2009).
Sementara untuk tahun 2010 hingga bulan April terdata enam kecamatan di kota Medan yang dilaporkan memiliki kasus DBD tertinggi. Keenam kecamatan dengan jumlah kasus DBD tertinggi yakni Medan Amplas 64 kasus, Medan Helvetia 55 kasus, Medan Tembung 53 kasus, Medan Johor 51 kasus, Medan Denai 50 kasus dan Medan Timur 49 kasus.Kendati demikian, Dinas Kesehatan Kota Medan berhasil menekan angka kejadian DBD. Berdasarkan data distribusi kasus DBD per bulan tahun 2010, tercatat pada Januari ditemukan 264 kasus, Februari 119 kasus, Maret 152 kasus dan April 123 kasus. Selama periode tersebut dilaporkan 4 penderita DBD meninggal dunia (Dinkes Kota Medan, 2010).
Kecamatan Medan Perjuangan merupakan salah satu daerah endemis di kota Medan, dimana pada tahun 2008 terdapat 74 kasus dan 1 orang meninggal, pada tahun 2009 sampai bulan Agustus terdapat 40 kasus. Beberapa kelurahan yang memiliki angka kejadian DBD tinggi adalah Sei Kera Hilir I, Sei Kera Hilir II, Pahlawan dan Tegal Rejo (Puskesmas Sentosa Baru, 2009).
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Depkes RI, 2004).
(24)
Jumlah penderita DBD biasanya meningkat menjelang pergantian musim, dari musim penghujan ke musim panas dan sebaliknya dari musim panas ke musim penghujan. Hal ini diakibatkan, sisa genangan air yang ada di mana-mana menjadi hangat oleh sinar matahari sehingga menjadi tempat yang cocok (habitat) bagi berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Depkes RI, 2008).
Upaya pemberantasan demam berdarah terdiri dari 3 hal, yakni : 1) Peningkatan kegiatan surveilans penyakit dan surveilans vektor, 2) Diagnosis dini dan pengobatan dini, 3) Peningkatan upaya pemberantasan vektor penular penyakit DBD. (Depkes RI, 2005). Secara garis besar ada empat cara pengendalian vektor yaitu dengan cara kimiawi, biologis, radiasi, dan mekanik/pengelolaan lingkungan. Salah satu cara yang digunakan dalam pengelolaan lingkungan adalah melalui kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) (Soegijanto, 2006).
Upaya pengendalian nyamuk Ae. aegypti dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan pada stadium larva/jentik. Pemberantasan nyamuk dewasa yang umum dilakukan adalah melalui pengasapan/fogging sementara untuk pengendalian terhadap jentik dapat dilakukan antara lain dengan menghilangkan tempat perkembangbiakan jentik (Pemberantasan Sarang Nyamuk). Kegiatan ini dapat dilakukan secara berkala oleh masyarakat yang dikenal sebagai gerakan 3M (Menguras, Menutup, Menimbun) (Depkes RI, 2005).
Tindakan masyarakat memelihara kesehatan sering dilakukan setelah suatu penyakit mewabah dan bukan melakukan pencegahan. Disini seharusnya diperlukan
(25)
kesadaran perilaku dalam menjaga kesehatan lingkungan agar penyakit menular tidak menjadi endemis, dan kalaupun mewabah cepat teratasi (Notoatmodjo.S, 2005).
Tetap tingginya kasus DBD di kota Medan setiap tahun merupakan indikasi belum berhasilnya kegiatan pemberantasan demam berdarah karena bila PSN dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah – rendahnya, sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi. Itulah sebabnya diperlukan bentuk kegiatan lain disamping penyuluhan dan memotivasi masyarakat secara terus – menerus dan berkesinambungan. Karena pada dasarnya keberadaaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 2005).
Untuk menunjang pengendalian Ae.aegypti melalui upaya pemberantasan sarang nyamuk dengan peran serta masyarakat, telah dilakukan penelitian dengan menggunakan ovitrap. Ovitrap telah umum digunakan dan diproduksi secara massal di Singapura dan Malaysia. Di sana, ovitrap dikenal dengan nama Mosquito Larvae Trapping Device (MLTD). Ovitrap berarti perangkap telur (ovum= telur, trap= perangkap) terbukti menekan pertumbuhan nyamuk hingga 50%. Ovitrap mudah dibuat, murah, dan efektif (Deni Yudiawan, 2008).
Ovitrap terdiri atas beberapa bagian, yaitu ram kawat dan bagian penampung air. Ovitrap dicat hitam dan disimpan di tempat lembap agar disukai nyamuk dan air yang digunakan dapat ditambah rendaman jerami dan ragi untuk pertumbuhan bakteri sebagai pakan jentik nyamuk. Alat sederhana ini dirancang untuk dapat memancing nyamuk agar bertelur didalamnya. Nyamuk dewasa akan bertelur di permukaan atas
(26)
ovitrap. Kemudian, telur akan masuk ke dalam air di penampung. Larva dan pupa masih dapat hidup di ovitrap itu, namun saat berkembang menjadi dewasa, nyamuk tak akan dapat keluar dari ovitrap karena terhalang ram kawat hingga akhirnya mati (Deni Yudiawan, 2008).
Sementara, modifikasi ovitrap dengan membubuhkan temephos pada ovitrap dimaksudkan untuk membunuh larva Ae.aeyipti yang baru menetas dari telur-telur yang terperangkap. Pemasangan ovitrap yang dimodifikasi dengan pemberian abate (temephos) dapat menurunkan angka Container Index (CI) sebesar 5,33% dan angka House Index (HI) sebesar 7,74%. Angka ini menunjukkan bahwa pemakaian ovitrap bermanfaat dalam pengendalian vektor DBD. Hal ini dikarenakan larva yang menetas didalam ovitrap akan mati setelah keluar dari telurnya (Hasyimi, 2004).
Ovitrap yang sebelumnya hanya dimanfaatkan ditempat-tempat yang tidak memiliki container seperti hotel, taman kota dan bandara, kini mulai dipergunakan dirumah. Hal ini dikarenakan penggunaan ovitrap akan sangat efektif jika nyamuk tak memiliki alternatif lain untuk bertelur. Pembersihan ovitrap pun sangat mudah. Cukup dilakukan sekitar dua minggu hingga sebulan sekali (Deni Yudiawan, 2008).
Pada bulan Desember 2009 pernah dilaksanakan kegiatan sosialisasi dan pelatihan penggunaan ovitrap yang disertai dengan kegiatan sirvei jentik nyamuk A.aegypty. Kegiatan ini dilaksanakan di Kelurahan Sei Kera Hilir I karena angka kesakitan DBD yang tertinggi ada di kelurahan ini (Puskesmas Sentosa Baru, 2009). Selain itu, kegiatan seperti ini belum pernah dilakukan di kota Medan, bahkan di Sumatera Utara.
(27)
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah “ Bagaimana hubungan difusi inovasi dengan pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan tahun 2010.”
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan difusi inovasi dengan pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan tahun 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran difusi inovasi (inovasi, saluran komunikasi, waktu, sistem sosial) dalam pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga. 2. Untuk mengetahui hubungan inovasi dengan pemanfaatan ovitrap oleh ibu
rumah tangga.
3. Untuk mengetahui hubungan saluran komunikasi dengan pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga.
4. Untuk mengetahui hubungan waktu dengan pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga.
5. Untuk mengetahui hubungan sistem sosial dengan pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga.
(28)
1.4.Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan kepada pihak terkait, seperti Dinas Kesehatan Propinsi dan Dinas Kesehatan Kota Medan untuk menentukan dan merencanakan program baru dalam penanggulangan penyakit DBD.
2. Sebagai masukan bagi Puskesmas dan Pemerintahan Kecamatan Medan Perjuangan untuk menindaklanjuti sosialisasi pemanfaatan ovitrap di daerahnya.
3. Sebagai motivasi bagi masyarakat di Sei Kera Hilir I untuk tetap memanfaatkan ovitrap sebagai alternatif penanggulangan DBD.
4. Bagi peneliti lain berguna sebagai bahan masukan atau tambahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan menyelesaikan penelitian selanjutnya.
(29)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono, 1993).
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpikir, persepsi dan emosi. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktifitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).
Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Berdasarkan rumus teori Skiner tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam
(30)
bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior.
Dari penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu :
1. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang merupakan faktor dari luar diri seseorang. Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi maupun politik.
2. Faktor internal, yaitu respon yang merupakan faktor dari dalam diri seseorang. Faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari luar dapat berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya.
Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal merupakan faktor yang memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya dimana seseorang itu berada (Notoatmodjo, 2007).
2.2. Difusi Inovasi
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1983), yaitu “as the process by which an innovation is
(31)
communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru.
Dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
1. Inovasi (gagasan, tindakan atau barang) yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya.
2. Saluran komunikasi, adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
3. Waktu, yakni proses keputusan inovasi dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya. Pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang (relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi), dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
(32)
4. Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama (Rogers,1983).
Adapun tahapan peristiwa yang menciptakan proses difusi antara lain:
1. Mempelajari Inovasi. Merupakan tahap awal ketika dan mengamati inovasi baru dari berbagai sumber. Jika sebuah inovasi dianggap
2. Pengadopsian. Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa terhada dimilik
3. Pengembanga
akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat. Difusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu individu ke individu lain melalui
Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup :
1. Tahap
mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalu
(33)
Tahapan ini juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik dalam pengambilan keputusan, yakni :
a. Karakteristik sosial-ekonomi b. Nilai-nilai pribadi
c. Pola komunikasi
2. Tah
informasi / detail mengenai inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat karakteristik inovasi itu sendiri, seperti:
a. Kelebihan inovasi b. Tingkat kesesuaian c. Kompleksitas d. Dapat dicoba e. Dapat dilihat
3. Tahap pengambila
inovasi dan menimbang keuntungan / kerugian dari menggunakan inovasi dan memutuskan apakah akan mengadopsi atau menolak inovasi.
4. Tah
berbeda-beda tergantung pada situasi. Selama tahap ini individu menentukan kegunaan dari inovasi dan dapat mencari informasi lebih lanjut tentang hal itu.
(34)
5. Tahap mencari pembenaran atas keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat kecepatan dalam menerima inovasi. Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut :
1.
di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.
2. Pengguna
3.
berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.
4. Mayoritas akhir (late majority). Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengamb
(35)
5. Lamban adopsi inovasi. Mereka bersifat lebi hal baru. Saat kelompok ini mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan
2.3. Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. Virus ini adalah anggota dari Group B arbovirus dengan diameter 30 nm yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Sejauh ini dikenal empat jenis/serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Semua serotipe dengue ini dapat menyebabkan demam dengue dan demam berdarah dengue, tergantung pada status imun dan mungkin usia host (Djunaedi, 2006).
Virus dengue dapat menginfeksi manusia tanpa menimbulkan gejala apapun (asymptomatic), yang umumnya dijumpai pada penduduk asli di daerah endemik dengue. Selain itu, dengue juga dapat menimbulkan gejala (symptomatic) dengan rentangan variasi yang luas. Dalam bentuk yang paling ringan infeksi virus dengue menyebabkan timbulnya gejala demam yang tidak khas (undifferentiated fever) sebagaimana halnya infeksi virus pada umumnya seperti infeksi virus influenza. Gejala demam tidak khas tersebut biasanya disertai dengan rasa nyeri pada otot, persendian, kepala, kadang – kadang disertai rasa mual dan muntah. Gejala semacam itu disebut viral syndrome (Djunaedi, 2006).
(36)
2.3.1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga pada nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur – jentik (larva) – kepompong (pupa) – nyamuk dewasa. Stadium telur, jentik, dan kepompong berlangsung di dalam air. Telur Aedes berbentuk bulat lonjong berwarna hitam dan tidak berpelampung. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6 – 8 hari. Sementara stadium kepompong (pupa) berlangsung antara 2 – 4 hari dengan bentuk seperti terompet panjang dan ramping, dan sebagian kecil tubuhnya kontak dengan permukaan air untuk bernapas, tetapi tidak membutuhkan makanan.
Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama 9 – 10 hari. Nyamuk jantan keluar dari pupa lebih dahulu dan akan melakukan kopulasi dengan nyamuk betina yang keluar belakangan. Nyamuk betina yang telah dibuahi akan mencari makan atau mengisap darah untuk pematangan telur. Umur nyamuk betina dewasa dapat mencapai 2 – 3 bulan (Depkes RI, 2005). Untuk lebih jelas mengenai metamorfosis nyamuk dapat dilihat pada gambar 2.1. dibawah ini:
(37)
Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegypti 2.3.2. Bionomik Aedes aegypty
Bionomik atau pola perilaku dari nyamuk Ae. aegypti sangat penting diketahui agar dapat dilakukan tindakan-tindakan pencegahan dan pemberantasan yang tepat. Bionomik dari nyamuk tersebut adalah kebiasaan menggigit (feeding
habit), kesenangan istirahat atau hinggap (resting habit), kesenangan
berkembangbiak (breeding habit), dan jarak terbang (Depkes RI, 2004). 2.3.3. Ekologi Vektor
Ekologi vektor adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor dengan lingkungannya. Keberadaan nyamuk Ae. Aegypti dipengaruhi oleh :
(38)
1. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik yang mempengaruhi keberadaan nyamuk antara lain ketinggian tempat, curah hujan, dan temperatur (Suroso, 2000). Pada ketinggian diatas 1000 meter dpl tidak ditemukan nyamuk Ae. aegypti karena suhunya terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan dan perkembangbiakan nyamuk.
Curah hujan mempengaruhi ada atau tidaknya genangan air untuk tempat perindukan nyamuk serta menambah kelembaban udara. Udara yang lembab merupakan kondisi yang baik bagi siklus hidup nyamuk. Sedangkan untuk pertumbuhan nyamuk, suhu optimum adalah 25⁰C - 27⁰C dan pertumbuhan akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10⁰C atau lebih dari 40⁰C.
2. Lingkungan Biologik
Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan yang mempengaruhi pencahayaan dan kelembaban di dalam rumah. Kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang disenangi oleh nyamuk untuk istirahat.
2.3.3 Tanda dan Gejala Klinis
Gejala klinis utama pada DBD adalah demam dan manifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji tourniquet (Depkes RI, 2004). Gejala klinis, antara lain :
(39)
a. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2 – 7 hari (38o – 40 oC) b. Manifestasi pendarahan, dengan bentuk : uji torniquet positif puspura
pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, dan sebagainya. c. Hepatomegali (pembesaran hati)
d. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah
e. Trombositopeni, pada hari ke 3–7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000/mm3
f. Hemokonsentrasi (meningkatnya nilai hematokrit)
g. Gejala – gejala klinik lainnya yang dapat menyertai :anoreksia, lemah,mual, muntah, sakit perut, diare, kejang dan sakit kepala
h. Pendarahan pada hidung dan gusi
i. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik – bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah
2.3.4. Mekanisme Penularan Demam Berdarah Dengue
Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan DBD. Bila penderita DBD digigit oleh nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut masuk dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar air liurnya. Kira–kira satu minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap menularkan kepada orang lain yang disebut masa inkubasi ekstrinsik (Depkes RI, 2005).
(40)
Virus dengue ini akan tetap berada di dalam tubuh nyamuk dan menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (prosboscis) agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan nyamuk ke manusia (Depkes RI, 2005).
2.4. Pengendalian Demam Berdarah Dengue
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti menjadi cara utama yang dilakukan untuk memberantas DBD, karena vaksin untuk mencegah ataupun obat untuk membasmi virusnya belum tersedia (Depkes RI, 2005). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyebaran demam berdarah dengue, antara lain:
1. Pemberantasan nyamuk dewasa
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara penyemprotan (fogging) dengan insektisida. Insektisida yang dapat digunakan adalah golongan organophospat (malathion, pyretroid, dll) dan golongan carbamat.
Penyemprotan dilakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan pertama, semua nyamuk yang mengandung virus dengue (nyamuk infentif) dan nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan kedua bertujuan agar nyamuk baru yang infektif akan terbasmi sebelum sempat menularkan kepada orang lain.
Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan dapat membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar
(41)
populasi nyamuk penular dapat tetap ditekan serendah – rendahnya (Depkes RI, 2005).
2. Pemberantasan jentik
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara :
a. Fisik
Cara ini dikenal dengan “3M (Menguras Menutup Mengubur)”, yaitu : menguras dan menyikat bak mandi, WC, dan lain – lain; menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, dan lain-lain); serta mengubur, menyingkirkan, atau memusnahkan barang – barang bekas yang dapat menampung air ( kaleng, ban, dan lain – lain). Pengurasan tempat – tempat penampungan air (TPA) perlu dilakukan secara teratur sekurang – kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembangbiak di tempat tersebut. Saat ini telah dikenal pula istilah “3M Plus”, yaitu kegiatan 3M yang diperluas (Depkes RI, 2005).
b. Kimia
Dikenal sebagai Larvasidasi atau Larvasiding yakni cara memberantas jentik nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida). Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah temephos yang berupa butiran – butiran (sand granules). Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida
(42)
dengan temephos ini mempunyai efek residu selama 3 bulan (Depkes RI, 2005).
c. Biologi
Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup, baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Organisme tersebut dapat berperan sebagai patogen, parasit atau pemangsa. Beberapa jenis ikan seperti ikan kepala timah, ikan gabus, ikan gupi adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk (Soegijanto, 2006).
2.5. Ovitrap
Ovitrap secara bahasa dapat diartikan sebagai perangkap telur (ovi=telur,trap=perangkap). Jadi dapat didefinisikan sebagai perangkap telur nyamuk sederhana. Dikatakan sederhana karena alat ini dapat dibuat sendiri dengan menggunakan barang bekas yang mudah ditemukan disetiap rumah. Ovitrap adalah alat pemancing nyamuk untuk bertelur di dalamnya. Ketika telur berkembang menjadi nyamuk dewasa, nyamuk akan terperangkap di dalam ovitrap, dan akhirnya mati.
Awalnya ovitrap hanya digunakan sebagai alat bantu dalam kegiatan survei jentik Ae.aegypti, namun pada perkembangannya ditambahkan zat kimia yang berfungsi untuk membunuh larva Ae.aegypti saat menetas dari telur. Sekarang ovitrap bahkan digunakan untuk mengontrol populasi nyamuk karena alat ini dapat memonitor, mengontrol dan mendeteksi populasi nyamuk Ae.aegypti . Teknik ini dikembangkan oleh Jakob dan Bevier pada 1969 (Wikipedia, 2009).
(43)
Ovitrap yang berupa bejana, misalnya kaleng (seperti bekas kaleng susu atau gelas plastik) yang dinding sebelah dalamnya di cat hitam, kemudian diberi air secukupnya. Kedalam bejana tersebut dimasukkan paddle berupa potongan bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap sebagai tempat meletakkan telur bagi nyamuk. Dapat dilihat pada gambar 2.2. berikut ini :
Gambar 2.2. Ovitrap
Ovitrap diletakkan didalam dan di luar rumah di tempat yang gelap dan lembab. Ovitrap yang dibuat berwarna hitam menarik nyamuk betina bertelur didalam ovitrap. Ketika telur menetas dan memasuki stadium larva, maka larva nyamuk tersebut akan mati di dalam perangkap karena didalam ovitrap telah dibubuhi abate dengan dosis 0,05 gram pada 0,5 liter air.
Sebelumnya pernah dilakukan penelitian dengan menggunakan ovitrap yang dibubuhi temephos untuk pengendalian vektor DBD pada bulan Agustus 1997 sampai
(44)
dengan Januari 1998 di Kelurahan Rawajati dan Kelurahan Cipinang Muara Jakarta. Ovitrap yang dibubuhi temephos dipasang pada 25 (dua puluh lima) rumah penduduk sebagai daerah perlakuan, yang dikelilingi oleh 75 (tujuh puluh lima) rumah dipasangi ovitrap yang sama sebagai daerah penyangga. Pada masing-masing rumah dipasang dua buah ovitrap yang diletakkan di dalam dan di luar rumah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan cara yang tepat dalam pengendalian vektor DBD dengan cara memasang ovitrap tersebut dan dikerjakan bersama-sama dengan program PSN-3M (M.Hasyimi, 2000).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ovitrap ini dapat menurunkan angka larva Ae. Aegypty yang terdiri angka kontainer (CI), angka rumah (HI) dan angka breteau (BI). Diperoleh data penurunan angka larva sesudah pemasangan ovitrap sebagai berikut :
1. Daerah penelitian Rawajati Jakarta Selatan CI=23,4%; HI=29,7%. 2. Daerah penelitian Cipinang Muara Jakarta Timur CI=6,7%; HI=41,1%.
Di dua daerah penelitian tersebut, angka-angka larva pada bulan-bulan pengamatan berikutnya senantiasa lebih rendah dibandingkan tanpa ovitrap (M.Hasyimi, 2000).
Namun ada beberapa kendala yang ditemui pada saat penelitian itu berlangsung. Kendala yang ditemui antara lain ovitrap sering hilang jika diletakkan di luar rumah, sementara jika didalam rumah kasa ovitrap sering digerogoti tikus dan menyebabkan kasa pada ovitrap berlubang. Penggunaan ovitrap memang membutuhkan peran aktif setiap warga, dengan rutin memeriksa ovitrap dan
(45)
membuang jentik atau telur yang terperangkap di dalamnya, atau mengganti kasa jika sudah rusak (M.Hasyimi, 2000).
Menurut juru pemantau jentik (jumantik) di Kelurahan Klender, ovitrap sangat membantu memberantas larva nyamuk. Saat berkeliling ke rumah warga, ia dapat dengan mudah mendapati telur atau jentik nyamuk di dalam ovitrap yang dipasang warga. Dengan begitu, ia dapat langsung membuang telur atau jentik itu sehingga mempermudah pekerjaannya. Ampuhnya ovitrap memberantas nyamuk pembawa DBD dapat dilihat dari jumlah jentik yang terperangkap. Setiap pemeriksaan ovitrap, pasti ada sekitar 10 sampai 15 jentik yang terperangkap di dalamnya (M.Hasyimi, 2000).
2.5.1 Kelebihan Ovitrap
Seperti benda-benda yang lain, ovitrap memiliki kelebihan sehingga dapat sangat membantu dalam upaya pengendalian vektor demam berdarah. Adapun beberapa kelebihan dari penggunaan ovitrap antara lain:
a. Murah dan sederhana, karena komponennya dapat dibuat sendiri dengan menggunakan barang bekas yang mudah ditemukan disetiap rumah, seperti kaleng bekas, kepingan bambu atau kayu dan air.
b. Mudah, baik dalam pembersihan maupun perawatan. Ovitrap sangat mudah dirawat dan dibersihkan karena hanya perlu mengganti airnya setiap minggu dan menyikat bagian dalam bejananya. Perlakuan ini sama dengan prinsip menguras bak mandi (3M), hanya dilakukan pada wadah yang lebih kecil.
(46)
c. Efektif dalam mengurangi jumlah vektor DBD karena setiap larva yang menetas akan langsung mati karena didalam ovitrap telah dibubuhi abate. Bahkan jika didalamnya tidak dimasukkan abate, larva dapat sangat mudah ditemukan dan dibuang.
2.6.Kerangka Konsep
Dari teori yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti merancang suatu kerangka konsep yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan gambar 2.3 diatas, Kerangka konsep penelitian menggunakan teori Everret M. Rogers (1983) yang menggambarkan bahwa elemen difusi inovasi meliputi : inovasi, saluran komunikasi, waktu dan sistem sosial memiliki hubungan dengan pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2010.
Pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga
Inovasi Saluran Komunikasi
Waktu Sistem Sosial
(47)
2.7.Hipotesis Penelitian
Peneliti memiliki dugaan bahwa ada hubungan antara elemen difusi inovasi dengan pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan.
Hipotesis dalam penelitian adalah :
1. Ada hubungan inovasi dengan pemanfaatan ovitrap.
2. Ada hubungan saluran komunikasi dengan pemanfaatan ovitrap. 3. Ada hubungan waktu dengan pemanfaatan ovitrap.
(48)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan survei untuk mengetahui hubungan elemen difusi inovasi dengan pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2010.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan dengan alasan :
1. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2009 bahwa Kecamatan Medan Perjuangan merupakan salah satu daerah endemis DBD.
2. Kelurahan Sei Kera Hilir I adalah salah satu kelurahan yang paling banyak penduduknya di Kecamatan Medan Perjuangan.
3. Kelurahan Sei Kera Hilir I merupakan salah satu kelurahan dengan angka kejadian DBD yang paling tinggi di Kecamatan Medan Perjuangan.
4. Pernah diadakan sosialisasi pemanfaatan ovitrap dalam upaya menurunkan angka Demam Berdarah Dengue di Kelurahan tersebut.
(49)
5. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai penerimaan ibu rumah tangga terhadap pemanfaatan ovitrap di kelurahan Sei Kera Hilir I.
3.2.2. Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Maret-September 2010. 3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di Kelurahan Sei Kera Hilir I dan sudah mengikuti kegiatan survei jentik yang berjumlah 108 orang ibu rumah tangga.
3.3.2 Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini dihasilkan dari perhitungan sampel dengan menggunakan formula (Hari Basuki, 2004) :
dimana: n = besar sampel minimum
Z2-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu P = harga proporsi di populasi
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
Dari perhitungan dengan menggunakan rumus Lemeshow diatas, maka jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 42 orang ibu rumah tangga. Sampel diperoleh dari empat lingkungan di Kelurahan Sei Kera Hilir I,
(50)
yakni lingkungan 2, lingkungan 3, lingkungan 4, dan lingkungan 5 dengan teknik Simple Random Sampling.
3.4.Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada ibu rumah tangga yang telah memasang ovitrap dirumahnya. Untuk itu peneliti menggunakan alat bantu berupa alat tulis dan kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh peneliti. 3.4.2. Data Sekunder
Data diperoleh dari lembaga-lembaga terkait dengan Demam Berdarah Dengue, seperti Puskesmas setempat dan Dinas Kesehatan Kota Medan.
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner digunakan untuk mengetahui hubungan elemen difusi inovasi terhadap pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumha tangga.
3.6. Definisi Operasional
1. Inovasi adalah ide atau benda yang dianggap baru oleh individu ataupun unit adopsi yang lain, yakni ovitrap.
2. Saluran komunikasi adalah sumber ataupun cara yang digunakan untuk menyampaikan inovasi kepada responden, melalui sosialisasi ovitrap dan komunikasi personal yang sudah dilakukan sebelumnya.
3. Waktu adalah seluruh rangkaian proses, perbuatan ataupun kegiatan yang dilakukan sejak memperkenalkan sampai inovasi diterima.
(51)
4. Sistem sosial adalah kelompok masyarakat yang terintegrasi dan mempunyai pengaruh terhadap proses penerimaan inovasi, seperti kader kesehatan.
5. Ibu Rumah Tangga adalah status yang diberikan kepada perempuan yang masih atau sudah menikah dan memegang fungsi sebagai penyelenggara berbagai aktivitas rumah tangga.
6. Pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga adalah aktivitas menggunakan atau tidak menggunakan ovitrap dirumahnya.
3.7. Aspek Pengukuran
Skala pengukuran yang digunakan untuk mengetahui pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga adalah dengan menggunakan skala Godman (Sugiyono, 2007). Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu:
1. Memanfaatkan adalah apabila responden mendapat nilai > 75% dari seluruh skor yang ada.
2. Tidak memanfaatkan adalah apabila responden mendapat nilai < 45% dari seluruh skor yang ada.
3.7.1. Inovasi
Keinovasian ovitrap memiliki hubungan terhadap pemanfaatan ovitrap dan dilihat berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Pertanyaan berjumlah 10 dengan total skor 30. Adapun kriteria jawaban yang digunakan adalah sebagai berikut:
(52)
1. Pada pertanyaan nomor 6,7,9, dan 10, jika responden menjawab “Ya, Ada atau Pernah” maka diberi nilai 3, apabila menjawab “Tidak atau Tidak Pernah” maka diberi nilai 2 dan bila menjawab “Tidak Tahu atau Tidak Ada” maka diberi nilai 1. 2. Pada pertanyaan nomor 1,2,3, dan 5 bila responden menjawab pilihan yang paling benar maka diberi nilai 3, jawaban yang mendekati benar diberi nilai 2 dan jawaban yang salah diberi nilai 1.
3. Pada pertanyaan nomor 4 dan 8, jika responden menjawab “Ada atau Pernah” maka diberi nilai 1, apabila menjawab “Tidak ada atau Tidak Pernah” maka diberi nilai 3.
Berdasarkan jumlah skor, responden dikategorikan sebagai berikut :
1. Menerima, apabila skor yang diperoleh > 75% dari total skor atau memperoleh skor lebih dari 17
2. Tidak menerima, apabila skor yang diperoleh < 75% dari total skor atau memperoleh skor kurang dari 17
3.7.2. Saluran Komunikasi
Komunikasi ini dimaksudkan untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal. Hal ini dilihat berdasarkan jawaban dari responden mengenai saluran komunikasi yang berjumlah 5 pertanyaan. Adapun kriteria jawaban yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Pada pertanyaan nomor 5, jika responden menjawab “Cukup atau Pernah” maka diberi nilai 3, apabila menjawab “Tidak cukup atau Tidak Pernah” maka diberi
(53)
nilai 2 dan bila menjawab “Tidak Tahu atau Tidak mau ” mendapat nilai 1. Sebaliknya untuk pertanyaa no 4, jika responden menjawab “Tidak Cukup” maka nilainya 3 dan jika menjawab “Cukup” maka nilainya adalah 1.
2. Pada pertanyaan nomor 1 dan 2, bila responden menjawab pilihan yang paling benar maka diberi nilai 3, jawaban yang mendekati benar diberi nilai 2 dan jawaban yang salah diberi nilai 1.
3. Untuk pertanyaan nomor 3, jika responden hanya “1 kali” mendapat informasi tentang ovitrap maka diberi nilai 1, nilai 2 jika responden pernah mendapat informasi tentang ovitrap “2 kali”, dan jika “lebih dari 2 kali” maka nilai yang diberikan adalah 3.
Berdasarkan jumlah skor, responden dikategorikan sebagai berikut :
1. Mendukung, apabila skor yang diperoleh > 75% dari total skor atau memperoleh skor lebih dari 11
2. Tidak mendukung, apabila skor yang diperoleh < 75% dari total skor atau memperoleh skor kurang dari11
3.7.3. Waktu
Waktu yang dimaksudkan dalam hal ini adalah proses keputusan inovasi dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi tersebut. Pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang (relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi), dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial. Hal
(54)
ini dilihat berdasarkan jawaban dari responden mengenai waktu yang berjumlah 5 pertanyaan. Adapun kriteria jawaban yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Untuk pertanyaan nomor 1,2 dan 3, jika informan menjawab “6 bulan yang lalu atau Lebih dari 6 bulan yang lalu” maka nilainya 3, jika “2-6 bulan atau 4 bulan yang lalu” maka mendapat nilai 2 dan jika menjawab “kurang dari 2 bulan atau 2 bulan yang lalu” maka responden mendapat nilai 1.
2. Sementara pada pertanyaan nomor 4 dan 5, jika jawaban yang diberikan “2 bulan atau 2 minggu yang lalu” maka nilai 3 diberikan pada responden, jika jawaban 2-4 bulan atau 6 bulan yang lalu” maka nilai yang diperoleh 2 sedangkan jika menjawab “tidak pernah atau 6 bulan yang lalu” maka nilai yang diberikan adalah 1.
Berdasarkan jumlah skor, responden dikategorikan sebagai berikut :
1. Mendukung, apabila skor yang diperoleh > 75% dari total skor atau memperoleh skor lebih dari 11
2. Tidak mendukung, apabila skor yang diperoleh < 75% dari total skor atau memperoleh skor kurang dari 11
3.7.4. Sistem Sosial
Merupakan kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Hal ini dilihat berdasarkan jawaban dari responden mengenai sistem sosial yang berjumlah 5 pertanyaan. Adapun kriteria jawaban yang digunakan adalah sebagai berikut:
(55)
1. Untuk pertanyaan nomor 1, jika responden menjawab “Ya” maka diberi nilai 3 dan jika menjawab “Tidak” maka diberi nilai 1.
2. Untuk pertanyaan nomor 3 dan 5, jika responden menjawab “Ya” maka diberi nilai 3 dan jika menjawab “Tidak atau kadang-kadang” maka nilainya adalah 2 dan jika menjawab “Tidak atau Tidak tahu” maka nilainya adalah 1.
3. Untuk pertanyaan nomor 2 dan 4, semua pilihan jawaban memiliki nilai 1. Berdasarkan jumlah skor, responden dikategorikan sebagai berikut :
1. Mendukung, apabila skor yang diperoleh > 75% dari total skor atau memperoleh skor lebih dari 9
2. Tidak mendukung, apabila skor yang diperoleh < 75% dari total skor atau memperoleh skor kurang dari 9
2.6.5. Pemanfaatan Ovitrap
Ovitrap secara bahasa dapat diartikan sebagai perangkap telur nyamuk sederhana. Dikatakan sederhana karena alat ini dapat dibuat sendiri dengan menggunakan barang bekas yang mudah ditemukan disetiap rumah. Ovitrap memancing nyamuk untuk bertelur di dalamnya dan ketika telur berkembang menjadi nyamuk dewasa, nyamuk akan terperangkap dan akhirnya mati. Aspek pemanfaatan ovitrap ini apat dilihat dari jawaban-jawaban responden mengenai pemanfaatan ovitrap yang berjumlah 7 pertanyaan. Adapun kriteria jawaban yang digunakan adalah sebagai berikut:
(56)
Berdasarkan jumlah skor, responden dikategorikan sebagai berikut :
1. Memanfaatkan, apabila skor yang diperoleh > 75% dari total skor atau memperoleh skor lebih dari 11.
2. Tidak memanfaatkan, apabila skor yang diperoleh < 75% dari total skor atau memperoleh skor kurang dari 11.
3.8. Analisis Data
Data dikumpul, diedit, dan diberi kode secara manual, analisis data dilakukan komputer menggunakan uji statistik menggunakan distribusi frekuensi dari masing-masing variable. Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan difusi inovasi dengan pemanfaatan ovitrap oleh ibu rumah tangga menggunakan uji Chi-Square. Jika dalam melakukan uji Chi-Square (X²) ada salah satu nilai sel frekuensi harapan/expected value (Eij) < 5, maka disarankan untuk menggunakan uji Exact Fisher.
(57)
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Letak Geografis
Kelurahan Sei Kera Hilir I berada di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan. Luas Kelurahan Sei Kera Hilir I adalah ± 0,45 km2, yang terdiri dari 13 lingkungan dengan batas wilayah sebagai berikut :
- Utara : Berbatasan dengan Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung - Selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Sei Kera Hilir II
- Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Sidorame Timur
- Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung dan Desa Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang
4.1.2. Data Demografi
Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kelurahan Sei Kera Hilir I pada tahun 2009, jumlah keseluruhan penduduk di Kelurahan Sei Kera Hilir I adalah sebanyak 15.413 orang yang terdiri dari 7.679 orang laki – laki dan 7.732 orang perempuan serta 3.032 kepala keluarga.
(58)
Tabel 4.1. Distribusi Umur Penduduk di Kelurahan Sei Kera Hilir I Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2008
Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
0-2 472 3,06
3-5 446 2,89
6-15 2700 17,52
16-21 1619 10,51
22-59 9968 64,67
>59 208 1,35
Jumlah 15.413 100,00
Sumber : Profil Kelurahan Sei Kera Hilir I tahun 2009
Dari Tabel 4.1. di atas menunjukkan bahwa penduduk di Kelurahan Sei Kera Hilir I terbanyak terdapat pada kelompok umur 22-59 tahun sebanyak 9968 orang (64,67%) dan terkecil terdapat pada kelompok umur > 59 tahun sebanyak 208 orang (1,35%), jumlah bayi dan balita sebanyak 918 orang (6,95%), usia 6-15 tahun sebanyak 2700 orang (17,52%) dan usia 16-21 tahun sebanyak 1619 orang (10,51%). 4.1.3. Fasilitas Kesehatan
Kelurahan Sei Kera Hilir I terdapat 1 puskesmas, 6 posyandu, 2 toko obat, 1 balai pengobatan, 2 apotik dan 4 dokter praktek.
4.2. Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian kaakteristik responden menurut umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
(59)
4.2.1. Umur
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2009
No Umur Responden Jumlah %
1 25-35 11 26,19
2 36-45 19 45,24
3 46-55 8 19,05
4 >55 4 9,52
Jumlah 42 100,00
Berdasarkan tabel 4.2. diatas diketahui bahwa sebagian besar umur responden yaitu berusia 36-45 tahun sebanyak 19 orang (45,24%), sedangkan sebagian kecil responden berumur >55 tahun yakni sebanyak 4 orang (9,52%).
4.3. Inovasi
4.3.1. Pengertian Ovitrap
Tabel 4.3. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Ovitrap
No. Pengertian Ovitrap Jumlah %
1. Perangkap telur nyamuk sederhana 5 11,9
2. Ember yang berisi air, bambu dan abate 37 88,1
Jumlah 42 100,0
Berdasarkan tabel 4.3. diatas diketahui bahwa menurut mayoritas responden sebanyak 37 orang (88,1%) ovitrap adalah ember yang berisi air, bambu dan abate, sedangkan yang lain mengatakan bahwa ovitrap adalah perangkap nyamuk sederhana ada 5 orang (11,9%).
4.3.2. Fungsi Ovitrap
Tabel 4.4. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Fungsi Ovitrap
No. Fungsi Ovitrap Jumlah %
1. Mencegah DBD 11 26,2
2. Membunuh nyamuk DBD 24 57,1
3. Mencegah larva nyamuk tumbuh menjadi dewasa 7 16,7
(60)
Berdasarkan tabel 4.4. diketahui bahwa menurut sebanyak 24 orang responden (57,1%), fungsi ovitrap adalah untuk membunuh nyamuk DBD, 11 orang (26,2%) berpendapat bahwa ovitrap berfungsi mencegah DBD dan 7 orang (16,7%) menjawab ovitrap berfungsi untuk mencegah larva nyamuk tumbuh menjadi dewasa. 4.3.3. Kelebihan Ovitrap Menurut Responden
Tabel 4.5. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Kelebihan Ovitrap
No. Kelebihan Ovitrap Jumlah %
1. Menurunkan DBD 4 9,5
2. Bisa bunuh nyamuk DBD 32 76,2
3. Efektif membunuh jentik 6 14,3
Jumlah 42 100,0
Berdasarkan tabel 4.5. diperoleh data bahwa menurut 32 orang responden (76,2%) ovitrap dapat membunuh nyamuk DBD, 6 orang (14,3%) mengatakan ovitrap merupakan alat yang efektif untuk membunuh jentik dan 4 orang (9,5%) lainnya mengatakan ovitrap dapat menurunkan DBD.
4.3.4. Frekuensi Menemukan Jentik di Dalam Ovitrap
Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Pernah atau Tidak Menemukan Jentik Didalam ovitrap
No. Menemukan Jentik Didalam Ovitrap Jumlah %
1. Pernah 22 52,4
2. Tidak pernah 20 47,6
Jumlah 42 100,0
Berdasarkan tabel 4.6. diketahui bahwa 22 orang responden (52,4%) pernah menemukan jentik didalam ovitrap, 20 orang (47,6%) tidak pernah menemukan jentik dalam ovitrapnya.
(61)
4.3.5. Tempat Meletakkan Ovitrap
Tabel 4.7. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tempat Meletakkan Ovitrap
No. Tempat Meletakkan Ovitrap Jumlah %
1. Dekat bak mandi 30 71,4
2. Dimana saja 12 28,6
Jumlah 42 100,0
Berdasarkan tabel 4.7, responden mengatakan bahwa ovitrap sebaiknya diletakkan didekat bak mandi sebanyak 30 orang (71,4%) dan 12 orang (28,6%) mengatakan ovitrap bisa diletakkan dimana saja.
4.3.6. Manfaat Menggunakan Ovitrap
Tabel 4.8. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Manfaat Ovitrap
No. Manfaat Ovitrap Jumlah %
1. Bermanfaat 18 42,9
2. Tidak bermanfaat 14 33,3
3. Tidak tahu 10 23,8
Jumlah 42 100,0
Berdasarkan tabel 4.8 diatas, 18 orang responden (42,9%) menyatakan bahwa ovitrap memiliki manfaat, 14 orang (33,3%) menjawab tidak bermanfaat dan 10 orang (23,8%) menjawab tidak tahu.
4.3.7. Keuntungan Menggunakan Ovitrap
Tabel 4.9. Distribusi Responden Tentang Keuntungan Selama Menggunakan Ovitrap
No. Keuntungan Menggunakan Ovitrap Jumlah %
1. Tidak ada 24
2. Ada 18
Jumlah 42 100,0
Berdasarkan tabel 4.9, diketahui bahwa menurut 24 orang (%) tidak ada keuntungan yang mereka rasakan selama menggunakan ovitrap, 18 orang (%)
(1)
5.
Apakah ibu masih rutin melaksanakan kegiatan PSN?
a.
Ya
(3)
b.
Kadang-kadang
(2)
c.
Tidak
(1)
e)
Pemanfaatan Ovitrap
1.
Apakah ibu masih menggunakan ovitrap?
a.
Ya
(2)
b.
Tidak
(1)
2.
Apa alasan ibu menggunakan ovitrap?
a.
Mudah digunakan
(1)
b.
Efektif membunuh jentik nyamuk
(1)
c.
Perintah Kepling/Puskesmas
(1)
d.
Gratis
(1)
3.
Berapa kali membersihkan ovitrap dalam seminggu?
a.
Setiap hari
(2)
b.
1 kali
(3)
c.
Tidak pernah
(1)
4.
Apakah ibu pernah berhenti menggunakan ovitrap?
a.
Pernah
(1)
b.
Tidak pernah
(2)
5.
Apakah dengan sosialisasi yang telah dilakukan membuat ibu tertarik
untuk menggunakan ovitrap?
a.
Sangat tertarik
(3)
b.
Biasa saja
(2)
c.
Tidak tertarik
(1)
6.
Apakah pernah membuat ovitrap sendiri?
a.
Pernah
(3)
b.
Tidak pernah
(2)
c.
Tidak mau
(1)
7.
Pernahkah ibu mengeluarkan biaya selama menggunakan ovitrap?
a.
Pernah
(1)
(2)
Jl. P e r j u a n g a n
Gg. S uka M aj uJl.
W i
l
l
e m
I
s
k
a n
d
a r
Jl. Pimpinan
Jl.
S
e
n
t
o
s a
B
a
r
u
Jl. G u r i l l a
Gg. Murni G g . S u k a D a m e I Gg. M aa f Gg. Tb h
Jl.
I
br
ahi
m U
ma
r
G g. D e li ma G g. S uk a D am e I G g. Se tiaJl. M. Yakub
Jl. Panglima
Kel. Sei Kera Hilir II
LK 1
LK 1
LK 2
LK 3
LK 5
LK 5
LK 4
LK 6
LK 7
LK
LK 9
LK 10
LK 11
LK12
LK13
Denah Lokasi Penelitian
(3)
(4)
Case Processing Summary
42 100.0% 0 .0% 42 100.0%
inovasi *
pemanfaatan ovitrap
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
inovasi * pemanfaatan ovitrap Crosstabulation
Count
12 17 29
1 12 13
13 29 42
tidak mendukung mendukung inovasi
Total
tidak memanfa
atkan 2
pemanfaatan ovitrap
Total
Chi-Square Tests
4.766b 1 .029
3.320 1 .068
5.585 1 .018
.036 .029
4.653 1 .031
42 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only for a 2x2 table a.
1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.02.
b.
Crosstabs
Case Processing Summary
42 100.0% 0 .0% 42 100.0%
saluran komunikasi * pemanfaatan ovitrap
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
(5)
saluran komunikasi * pemanfaatan ovitrap Crosstabulation
Count
11 24 35
2 5 7
13 29 42
tidak mendukung mendukung saluran komunikasi
Total
tidak memanfa
atkan 2
pemanfaatan ovitrap
Total
Chi-Square Tests
.022b 1 .881
.000 1 1.000
.023 1 .881
1.000 .630
.022 1 .883
42 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only for a 2x2 table a.
2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.17.
b.
Crosstabs
Case Processing Summary
42 100.0% 0 .0% 42 100.0%
waktu * pemanfaatan ovitrap
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
waktu * pemanfaatan ovitrap Crosstabulation
Count
13 27 40
0 2 2
13 29 42
tidak mendukung mendukung waktu
Total
tidak memanfa
atkan 2
pemanfaatan ovitrap
(6)
Chi-Square Tests
.941b 1 .332
.035 1 .852
1.526 1 .217
1.000 .472
.919 1 .338
42 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only for a 2x2 table a.
2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .62.
b.
Crosstabs
Case Processing Summary
42 100.0% 0 .0% 42 100.0%
sistem sosial * pemanfaatan ovitrap
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
sistem sosial * pemanfaatan ovitrap Crosstabulation
Count
13 17 30
0 12 12
13 29 42
tidak mendukung mendukung sistem
sosial Total
tidak memanfa
atkan 2
pemanfaatan ovitrap
Total
Chi-Square Tests
7.531b 1 .006
5.640 1 .018
10.919 1 .001
.008 .005
7.352 1 .007
42 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)