Perumusan Masalah Kerangka Pikir Penelitian Hipotesis Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sterilisasi

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas perumusan masalah penelitian yaitu : 1. Golongan kandungan senyawa kimia apa saja yang terdapat dalam air rebusan, serbuk simplisia dan ekstrak etanol cacing tanah 2. Apakah air rebusan dan ekstrak cacing tanah mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Salmonella typhosa, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae

1.3 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter Cacing tanah Serbuk Simplisia Maserasi Aktivitas antibakteri terhadap bakteri Salmonella typhosa, Escherichia coli,dan Shigella dysenteriae Diameter hambat masing-masing bakteri Alkaloida Saponin Glikosida Flavonoida Glikosida Antrakinon TriterpenoidaSteroida Tanin Ekstrak etanol Skrining Fitokimia Rebus Air rebusan Universitas Sumatera Utara

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka diperoleh hipotesis sebagai berikut: 1. Kandungan golongan senyawa kimia yang terdapat dalam cacing tanah Megascolex sp. adalah alkaloida, flavonoida, glikosida, saponin, glikosida antrakinon, triterpenoidasteroida dan tanin. 2. Air rebusan dan ekstrak etanol cacing tanah Megascolex sp. mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Salmonella typhosa, Escherichia coli dan Shigella dysenteriae.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kandungan golongan senyawa kimia yang terdapat dalam cacing tanah yang berkhasiat sebagai antibakteri 2. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri air rebusan dan ekstrak etanol cacing tanah terhadap Salmonella typhosa, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dilakukan adalah: Menambah daftar hewan yang dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit tifus. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cacing Tanah

Disebut cacing tanah earthworm karena hewan ini menghabiskan sebagian besar hidupnya di tanah. Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang belakang avertebrata dan bertubuh lunak. Cacing tanah digolongkan ke dalam filum Annelida karena seluruh tubuhnya tersusun atas beberapa segmen ruas yang berbentuk seperti cincin Khairuman SP.,2010. Suin 1982 menyatakan bahwa keanekaragaman jenis cacing tanah yang terdapat di Indonesia cukup tinggi, yaitu tercatat dan telah diketahui sebanyak 55 jenis cacing tanah. Jenis cacing tanah yang telah ditemukan di Pulau Sumatera adalah Friedericia bulbosa Rosa, Pontoscolex corethrurus Fr. Mull., Pheretima darliensis Sims dan Easton, Planapheretima moultoni Michaelsen, Megascolex sp.. Sedangkan dari hasil penelitian Arlen, dkk. 1994 di tempat pembuangan akhir TPA sampah dan timbunan sampah rumah tangga pada beberapa Kecamatan Kotamadya Medan-Sumatra Utara didapatkan 6 jenis cacing yaitu Megascolex sp., Perionyx sp,. Drawida sp., Pontoscolex corethrurus dan Pheretima sp.

2.1.1 Klasifikasi cacing tanah

Cacing tanah Megascolex sp. diklasifikasikan sebagai berikut Hanafiah,2005 Phylum : Annelida Kelas : Chaetopoda Universitas Sumatera Utara Ordo : Oligochaeta Famili : Megascolecidae Genus : Megascolex Spesies : Megascolex sp

2.1.2 Habitat Cacing tanah Megascolex sp.

Cacing tanah Megascolex sp . hidup di tempat atau tanah yang terlindungi dari sinar matahari, lembab, gembur dan yang mengandung banyak serasah. Habitat ini sangat spesifik bagi cacing tanah untuk tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Cacing tanah Megascolex sp. menempati bagian permukaan tanah hingga jauh ke dalam tanah. Tempat ini disukai karena terlindung dari teriknya sinar matahari.

2.1.3 Nama daerah

Di Indonesia cacing tanah Megascolex sp. dikenal dengan nama cacing merah. Dalam bahasa Inggris cacing sering disebut dengan istilah worm, vermes, dan helminth. 2.1.4 Ciri-ciri Fisik Cacing Tanah Ciri-ciri fisik cacing tanah Megascolex sp anatara lain pada tubuhnya terdapat segmen luar dan dalam, yang berjumlah antara 160-180, tidak mempunyai kerangka luar. Tubuhnya dilindungi oleh kutikula, warna tubuh bagian dorsal merah keunguan, bagian ventral kekuningan pucat, tidak memiliki alat gerak seperti kebanyakan binatang. Untuk bergerak cacing tanah harus menggunakan otot-otot tubuhnya yang panjang dan tebal yang melingkari tubuhnya. Universitas Sumatera Utara Panjang tubuh cacing tanah Megascolex sp. 50-105 mm, diameter 1,5-3,5 mm. Pada tubuh cacing tanah terdapat lendir yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis yang dapat mempermudah pergerakannya di tempat-tempat yang padat dan kasar, juga terdapat seta berupa rambut yang relatif keras dan berukuran pendek. Daya lekat seta ini kuat sehingga cacing dapat melekat erat pada permukaan benda. Cacing tanah tidak memiliki mata, tetapi pada tubuhnya terdapat prostomium yang merupakan organ saraf perasa berbentuk seperti bibir. Adanya prostomium ini membuat cacing tanah peka terhadap benda-benda di sekelilingnya. Itulah sebabnya cacing tanah dapat menemukan bahan organik yang menjadi makanannya walaupun tidak mempunyai mata. Cacing tanah dewasa yakni yang berumur sekitar 2-3 bulan memiliki klitelium yang merupakan alat untuk membantu perkembangbiakan. Organ ini merupakan bagian tubuh yang menebal dan warnanya lebih terang dari warna tubuhnya. Di akhir bagian tubuhnya terdapat anus. Anus digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan dan tanah yang dimakannya. Kotoran cacing tanah atau yang sering disebut kascing sangat berguna bagi tanaman karena sangat kaya dengan unsur hara. Untuk bernafas, cacing tanah hanya mengandalkan kulitnya karena tidak memiliki alat pernapasan. Cacing tanah bereaksi negatif terhadap sinar matahari. Karena sinar matahari tersebut dapat mematikan cacing tanah hanya dalam waktu satu menit. Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Perkembangbiakan

Binatang ini bersifat hermaprodit atau biseksual. Namun untuk pembuahan cacing tanah tidak dapat melakukannya sendiri. Pembuahan harus dilakukan berpasangan. Dari perkawinan sepasang cacing tanah

2.1.6 Kandungan Kimia Senyawa Unsur

Bahan Kering Protein Lemak Kalsium Fosfor Serat kasar 64-76 7-10 0,55 1 1,08 Komposisi Kandungan Asam Amino Asam Amino Komposisi Asam Amino Esensial - Arginin - Histidin - Isoleusin - Leusin - Lisin - Metionin - Fenilalanin 4,13 1,56 2,58 4,84 4,33 2,18 2,25 2,95 Universitas Sumatera Utara - Treonin - Valin Asam Amino Non-esensial - Sistin - Glisin - Serin - Tirosin 3,01 2,29 2,92 2,88 1,38 Palungkung, 2010.

2.1.7 Manfaat Cacing Tanah

Cacing tanah memiliki manfaat yang sangat besar anatara lain:

A. Penghasil pupuk organik

Pupuk organik dihasilkan dari proses pengomposan atau perombakan bahan organik pada kondisi lingkungan yang lembab oleh sejumlah mikroba ataupun organisme pengurai. Salah satunya adalah cacing tanah. Penguraian oleh cacing tanah lebih cepat 3 - 5 kali dibanding mikroba. Itulah sebabnya, cacing tanah sangat potensial sebagai penghasil pupuk organik. Bahan organik merupakan sumber makanan utama bagi cacing tanah. Setelah bahan organik dimakan maka dihasilkan pupuk organik. Pupuk organik tersebut lebih dikenal sebagai kascing bekas cacing. Kascing merupakan partikel-partikel tanah berwarna kehitaman yang ukurannya lebih kecil dari partikel tanah. Komponen biologis yang terdapat dalam kascing diantaranya hormon pengatur tumbuh seperti giberelin, sitokinin, dan auxin Palungkung,2010.

B. Mengolah sampah organik

Universitas Sumatera Utara Dengan kemampuannya, cacing tanah sanggup melumat dan mencerna sampah organik menjadi suatu yang bermanfaat untuk menghindari polusi yang diakibatkan oleh bau sampah. Seperti di Italia bagian utara cacing tanah sudah dibudidayakan untuk pelumat sampah yang paling efektif. Sampah organik yang tertumpuk di suatu tempat dimana di tempat tersebut dipelihara cacing tanah sebanyak 20.000 ekor5 meter persegi, dalam waktu yang singkat tumpukan sampah dapat dimusnahkan. Sedangkan di Jepang peternakan cacing tanah ditujukan untuk mengolah limbah industri kayu menjadi pupuk organik Arlen, 1997.

C. Bahan baku pakan ternak dan ikan

Selama ini sumber protein dalam penyusunan ransum unggas dan ikan masih berasal dari tepung ikan. Seiring dengan meningkatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat maka harga tepung ikan pun semakin tidak terjangkau. Tentu saja hal ini akan berdampak pada pemasaran produk. Telah dilakukan penelitian dan diperoleh bahwa tepung ikan dapat digantikan dengan tepung cacing tanah. Ditinjau dari kandungan proteinnya ternyata tepung cacing tanah masih lebih baik dibanding tepung ikan. Selain itu tepung cacing tanah mengandung asam amino paling lengkap, berlemak rendah, mudah dicerna dan tidak mengandung racun. Para peneliti di Indonesia juga melakukan penelitian terhadap cacing tanah, khususnya tepung cacing tanah. Hasil penelitiannya menunjukkan pemberian tepung cacing tanah dapat menurunkan jumlah ayam yang terinfeksi Salmonella pulorum penyebab penyakit berak kapur melalui mekanisme peningkatan kekebalan tubuh ayam, selain untuk pakan ayam, tepung cacing tanah juga dijadikan pakan ikan Palungkung, 2010.

D. Menyembuhkan penyakit tifus

Universitas Sumatera Utara Tifus adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhosa, masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa. Pencemaran bisa terjadi melalui orang yang mempersiapkan makanan karena tangannya kotor, akibat makanan masih kurang matang, atau makanan dihinggapi lalat pembawa. Salmonella typhi juga bisa ditularkan para carrier pembawa kuman melalui tinjanya Mypotik, 2011. Dengan gejala apati, mulut dan bibir kering, perut tegang dan konstipasi, suhu badan tinggi terus menerus selama satu minggu, lidah kotor, badan gemetar dan lemas, adanya bintik merah pada dada dan perut Andaiyani, 2010. Dalam catatan klasik Tiongkok, cacing tanah disebut tilung atau naga tanah. Cacing tanah sejak dahulu kala mereka gunakan dalam berbagai ramuan untuk menyembuhkan bermacam-macam penyakit. Masyarakat telah menggunakan cacing tanah ini sebagai obat penyakit tifus dengan pengolahan yang sederhana. Ekstrak cacing tanah mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang menyebabkan penyakit tifus dan diare. Menurut Leslei 2000, ekstrak cacing tanah mengandung enzim lisosim yang mempunyai kemampuan sebagai antimikroba yang efektif untuk merusak dinding sel bakteri. Penelitian di Laboratorium Farmasi Unpad menyatakan terdapat enzim lain dalam cacing tanah yang mampu memperbaiki proses fisiologis tubuh. Adapun enzim tersebut adalah peroksidase, katalase dan selulase Palungkung, 2010.

E. Menurunkan demam

Demam dapat terjadi karena peningkatan suhu di hipotalamus, jika sel tubuh terluka oleh rangsangan pirogen seperti bakteri, virus, parasit, maka membrane sel yang tersusun oleh fosfolipid akan rusak. Salah satu komponen Universitas Sumatera Utara asam lemak fosfolipid yaitu asam arakidonat akan terputus dari ikatan molekul fosfolipid dibantu oleh enzim fosfolipase. Asam arikidonat akan membentuk prostaglandin dengan bantuan enzim siklooksigenase. Prostaglandin merangsang hipotalamus untuk meingkatkan suhu tubuh. Pengujian ekstrak cacing tanah untuk melihat aktivitasnya sebagai penurun panas dilakukan menggunakan hewan coba tikus putih yang didemamkan dengan vaksin campak. Kelompok tikus putih yang diberi ekstrak cacing tanah suhunya meningkat 0,8 C, sedangkan kelompok tikus putih yang tidak diberi ekstrak cacing tanah suhunya meningkat 1,8 C dari suhu normal. Dari serangkaian pengujian kimia diketahui bahwa senyawa aktif sebagai antipiretik dari ekstrak cacing tanah adalah golongan senyawa alkaloida. Pengujian memang belum dapat menentukan nama senyawanya secara tepat Prof. Dr Dondin Sajuthi, 2008.

F. Bahan baku kosmetik

Cacing tanah mengandung berbagai macam enzim dan asam amino esensial yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kosmetika. Enzim dan asam amino esensial berguna dalam proses penggantian sel tubuh yang rusak, terutama dalam menghaluskan dan melembutkan kulit. Hal ini telah dilakukan di Jepang, Prancis, Italia dan Australia Palungkung, 2010. Beberapa enzim yang dimaksud sebagai berikut. • Enzim peroksidase katalase, berfungsi memperlambat penuaan • Selulosa lignase, berfungsi mengembalikan dan menstabilkan fungsi pencernaan • Asam arakidonat, berfungsi mempercepat pembentukan sel-sel baru Universitas Sumatera Utara • Alfa-tokoferol, berfungsi mempertahankan elastisitas dan keremajaan kulit Khairuman SP, 2010.

G. Bahan baku makanan dan minuman

Harga makanan yang mangandung cacing tanah ini tergolong mahal sehingga dari kalangan masyarakat menengah keatas saja yang dapat memperolehnya. Di beberapa negara cacing tanah dikonsumsi karena diyakini mempunyai kashiat, di Australia ada masyarakat yang melahap cacing mentah untuk menyegarkan badan, di Filipina cacing tanah digunakan sebagai bahan untuk membuat perkedel, di Jepang dibuat sebagai bahan minuman segar Vermijuice yang berkhasiat menyembuhkan sakit kepala, di Eropa cacing tanah dibuat menjadi wormburger, crispy earthworm, dan verre de terre, dan di Indonesia daerah Cipanas, Jawa Barat ada sebuah keluarga yang mengolah cacing tanah menjadi omelet Palungkung, 2010. H. Menghancurkan gumpalan darah Mihara Hisahi, peneliti dari Jepang, berhasil mengisolasi enzim pelarut fibrin dalam cacing yang bekerja sebagai enzim proteolitik. Karena berasal dari Lumbricus cacing tanah, maka enzim tersebut kemudian dinamakan lumbrokinase . Canada RNA Biochemical, Inc. kemudian mengembangkan penelitian tersebut dan berhasil menstandarkan enzim lumbrokinase menjadi obat stroke. Obat berasal dari cacing tanah ini populer dengan nama dagang Boluoke. Lazim diresepkan untuk mencegah dan mengobati penyumbatan Universitas Sumatera Utara pembuluh darah jantung ischemic yang berisiko mengundang penyakit jantung koroner PJK, tekanan darah tinggi hipertensi, dan stroke Hasanudin, 2010. 2.2 Ekstraksi

2.2.1 Pengertian

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal dengan menggunakan pelarut. Tujuan utama ekstraksi ini adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat - zat yang memiliki khasiat pengobatan Syamsuni, 2006. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan Ditjen POM, 1995.

2.2.2 Metode Ekstraksi

Menurut Ditjen POM 2000, beberapa metode ekstraksi: 1. Cara dingin i. Maserasi, adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan kamar. ii. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna exhaustive extraction yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Universitas Sumatera Utara 2. Cara panas i. Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. ii. Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. iii. Digesti, adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 o C. iv. Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 o C selama waktu tertentu 15-20 menit. v. Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air Ditjen POM, 2000.

2.3 Sterilisasi

Sterilisasi merupakan proses penghilangan semua jenis organisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus yang terdapat pada suatu benda Pratiwi, 2008. Cara-cara sterilisasi yaitu: a. Sterilisasi dengan bahan kimia, contoh: senyawa fenol. Desinfektan ini digunakan misalnya untuk membersihkan area tempat bekerja. Universitas Sumatera Utara b. Sterilisasi kering, digunakan untuk alat-alat gelas misalnya cawan petri, tabung reaksi. Cara ini cocok untuk alat-alat gelas karena tidak ada pengembunan dan tetes air. c. Sterilisasi basah, biasanya menggunakan uap panas bertekanan dalam autoklaf. Media biakan, larutan dan kapas dapat disterilkan dengan cara ini. Autoklaf merupakan suatu alat pemanas bertekanan tinggi, dengan meningkatnya suhu air maka tekanan udara akan bertambah dalam autoklaf yang tertutup rapat. Sejalan dengan meningkatnya tekanan di atas tekanan udara normal, titik didih air meningkat. Biasanya pemanasan autoklaf berada pada suhu 121 C selama 15 menit. d. Filtrasi bakteri, digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang terurai atau tidak tahan panas. Metode ini didasarkan pada proses mekanik yaitu menyaring semua bakteri dari bahan dengan melewatkan larutan tersebut melalui lubang saringan yang sangat kecil. 2.4 Bakteri 2.4.1 Uraian Umum

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas AntiBakteri Ekstrak n-Heksan Dan Etilasetat Serta Etanol Dari Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

4 78 71

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Bakteri Salmonella Typhi, Escherichia Coli dan Shigella Dysenteriae

3 46 92

Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-Heksana, Etilasetat Dan Etanol Rumput Laut Coklat (Sargassum Polycystum C.Agardh) Terhadap Bakteri Escherichia Coli Dan Staphylococcus Aureus

5 45 83

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ceplukan (Physalis minima L.) Terhadap Bakteri Shigella dysenteriae, Escherichia coli Dan Salmonella typhimurium

21 148 72

Karakterisasi Simplisia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Kulit Buah Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Terhadap Bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae dan Salmonella typhimurium

9 55 82

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

8 82 96

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol dan Air Rimpang Pacing (Costus spiralis) terhadap Bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Salmonella typhimurium, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus serta Fungi Candida albicans

3 17 79

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Cacing Tanah (Megascolex sp.) terhadap Bakteri Salmonella typhosa, Escherichia coli, Shigella dysenteriae

0 0 9

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Bakteri Salmonella Typhi, Escherichia Coli dan Shigella Dysenteriae

0 0 25

Karakterisasi Simplisia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Bakteri Salmonella Typhi, Escherichia Coli dan Shigella Dysenteriae

0 0 17