1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan
menerapkan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan Indonesia KTSP, 2006: 38. Oleh karena itu dalam pembelajaran bahasa sangat
penting untuk diajarkan kepada siswa dari tingkat dasar sampai jenjang yang lebih tinggi dimana bahasa merupakan alat komunikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Begitu pentingnya bahasa Indonesia sehingga kita perlu untuk mendalami dan mempelajari tentang aspek keterampilan
berbahasa, terutama untuk anak usia SD. Ruang lingkup dalam pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup
komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek yaitu mendengarkan menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis KTSP, 2006: 39. Keempat aspek keterampilan
berbahasa sudah terkonsep secara urut. Keterampilan mendengaran menyimak dan berbicara merupakan aspek keterampilan berbahasa
ragam lisan dimana kegiatan berbahasa dilakukan secara langsung, sedangkan membaca dan menulis merupakan keterampilan berbahasa
ragam tulis dan pada umumnya kegiatan berbahasa dilakukan secara tidak langsung.
Keterampilan membaca adalah keterampilan reseptif bahasa tulis Mulyati, 2007: 1.12. Keterampilan membaca adalah kesatuan utuh
dalam keterampilan berbahasa sehingga, keterampilan membaca dapat dikembangkan dengan keterampilan berbicara maupun keterampilan
menulis. Keterampilan membaca permulaan di kelas rendah merupakan jenis membaca bersuara. Kegiatan membaca bersuara yang paling
sederhana yang pernah kita lakukan adalah ketika mulai belajar membaca di kelas I sekolah dasar, kita belajar melafalkan kalimat-kalimat
sederhana dari suatu wacana sederhana pula Mulyati, 2007: 4.12-4.13. Oleh karena itu kita sebagai guru juga mengajarkan siswa kita membaca
mulai dari jenis membaca bersuara. Dalam belajar bahasa, kegiatan membaca bersuara sangat besar kontribusinya terhadap belajar berbicara,
melalui membaca bersuara siswa belajar mengucapkan bunyi-bunyi bahasa yang dipelajari dengan benar. Bahkan murid bukan hanya belajar
mengucapkan bunyi-bunyi bahasa yang dipelajarinya, tetapi juga belajar mengucapkan suatu wacana utuh dengan benar melalui membaca
bersuara Mulyati, 2007: 4.13. Membaca mempunyai peran penting
sehingga dengan membaca siswa dapat melatih untuk memperoleh kosa kata baru memahami pelajaran-pelajaran lain sehingga siswa akan pandai
dalam berbicara maupun dalam merangkai kata untuk bahasa tulis. Berdasarkan temuan Balitbang Depdiknas 2005 dan 2006 berkaitan
dengan kemampuan membaca kelas I SD berikut ini berbagai permasalahan atau kondisi yang dialami guru dan siswa adalah sebagai
berikut: 1 Kondisi guru: a kurangnya kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran terutama metode mengajar guru yang masih
konvensional, monoton, dan belum sesuai dengan kebutuhan dan konteks siswa, kurangnya kemampuan guru dalam mengembangkan materi ajar
yang menarik, dan kurangnya kemampuan guru dalam mengevaluasi belajar siswa, b sebagian besar guru belum memahami tujuan
pembelajaran membaca misalnya: ketika ditanya mengenai tujuan pembelajaran yang sedang diajarkannya itu, guru menjawab agar siswa
dapat mengenal diri sendiri dan hidup mandiri setelah tamat belajar. Jawaban itu belum menyentuh inti pertanyaan, yang seharusnya dapat
dikatakan antara lain: tujuan pembelajaran pada pokok bahasan ini adalah agar siswa mampu membaca kata, misalnya kata buku, atau mengeja kata
ayah atau menulis kata ibu c sebagian besar guru belum memahami kompetensi dasar tentang pokok bahasan yang diajarkannya, dan d guru
belum mampu meningkatkan motivasi siswa. Hal ini disebabkan oleh kurangnya alat peraga dan sarana belajar lainnya. Akibatnya, antusiasme
dan motivasi belajar siswa rendah dan kemampuan siswa menangkap
atau merespon pembelajaranpun rendah. 2 Kondisi siswa kelas1: a belum dapat membedakan huruf ng dan ny, b kurang perhatian dari
orangtua, c tidak memiliki buku penunjang, d malas mengeja, dan e sulit memahami isi bacaan. Sebaliknya, bagi siswa kelas satu yang tidak
berasal dari TK meliputi: a rata-rata belum mengenal huruf sehingga sulit untuk melatih membaca dengan lancar, b merasa bingung karena
ada teman-temannya yang sudah pandai membaca dan menulis, dan c kurang perhatian orangtua dalam membimbing anak belajar. Sedangkan
bagi siswa yang berasal dari TK mengalami kesulitan: a suka membaca seperti ketika mereka di TK sehingga agak sulit diatur, b sudah terbiasa
dengan pembelajaran yang lebih banyak bermain, sehingga sulit untuk menanamkan proses pembelajaran yang berorientasi pada bidang
ilmuakademik, dan c kurang cermat dan kurang teliti, dan d merasa jenuh karena pelajaran sudah diajarkan di TK http:www.depdiknas.
go.idpublikasibalitbang071j7106.pdf. Berdasarkan uraian di atas hampir sama dengan permasalahan
pembelajaran yang terjadi di kelas IC SDN Petompon 02 Semarang dimana pada saat pembelajaran yang dilakukan guru kurang inovatif
yaitu guru belum menggunakan model pembelajaran inovatif seperti pembelajaran kooperatif pada umumnya, menggunakan metode
konvensional seperti lebih banyak ceramah yang kurang memberikan kesempatan untuk berpikir kreatif dibanding melibatkan langsung peran
serta peserta didik secara aktif, belum mampu meningkatkan motivasi
siswa, dan kurang memanfaatkan media pembelajaran yang ada di sekolah sehingga siswa kurang antusias mengikuti pembelajaran.
Berdasarkan observasi pada waktu PPL bahwa pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek keterampilan membaca lancar masih belum optimal
dimana permasalahan yang muncul pada siswa antara lain: malas mengeja, sulit memahami isi bacaan, tidak mau belajar membaca dengan
sungguh-sungguh, dan merasa bosan bila harus membaca terus menerus setelah pulang sekolah.
Hal ini didukung data dari pencapaian hasil evaluasi keterampilan membaca lancar pada siswa kelas IC semester I tahun 2010 2011 masih
dibawah kriteria ketuntasan minimal KKM yang ditetapkan sekolah yaitu
lancar, aktivitas siswa, dan keterampilan guru. Maka peneliti menggunakan salah satu permainan yaitu permainan scrabble dengan
menyusun huruf di papan scrabble siswa dapat mengacak huruf-huruf sehingga dapat mengeja dan membaca dengan lancar, permainan ini juga
diharapkan dapat mengasah otak siswa untuk membuat sebuah kata dan bisa membaca secara cepat dan tepat.
Dari ulasan latar belakang di atas maka peneliti akan memecahkan masalah melalui penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan
Keterampilan Membaca Lancar melalui Permainan Scrabble pada Siswa Kelas I Sekolah Dasar.
B. Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah