pinggir bergerigi atau seperti gergaji, ujung melengkung atau runcing, urat daun tidak begitu jelas. Vesikel atau gelembung udara bladder bulat telur Sze 1993;
Atmadja 1996a.
Turbinaria conoides J. Agardh Kützing
Thallus berwarna coklat muda atau coklat tua. Batang silindris, tegak, kasar, terdapat bekas-bekas percabangan Gambar 61d. Holdfast berupa cakram
kecil. Percabangan berputar sekeliling batang utama. Daun merupakan kesatuan yang terdiri dari tangkai dan lembaran daun yang umumnya berukuran kecil,
membentuk setengah bulatan melengkung seperti ginjal reniformis, pinggir daun bergerigi. Gelembung udara agak menonjol di pertengahan daun Atmadja
1996a.
Turbinaria ornata Turner J. Agardh
Alga ini termasuk umum dijumpai di perairan Indonesia Atmadja 1996a. Tumbuhan ini berwarna coklat tua, tingginya mencapai 50 cm, rimbung ,
percabangan berasal dari holdfast yang bercabang dichotomous, cabang utama keras dan silindris dan bercabang tidak beraturan, daun tersusun rapat berbentuk
turbinate Gambar 61e Jha et al. 2009.
Gambar 61 Makroalgae coklat Phaeophyta dari genera Sargassum dan Turbinaria
yang dijumpai di daerah padang lamun. a Sargassum binderi
, b S. crassifolium, c S. polycistum, d Turbinaria conoidess
, e T. ornata
Acanthophora spicifera Vahl Børgesen
Thallus silindris, percabangan bebas, tegak, terdapat duri-duri pendek sekitar thallus yang merupakan karakteristik jenis ini. Warna coklat tua atau
coklat kekuningan Gambar 62a. Rumpun lebat dan melekat ke substrat menggunakan cakram lobus tidak beraturan Atmadja 1996b; Jha et al. 2009.
Percabangan tidak beraturan, jarang, terete, dengan proyeksi berduri Prud’homme van Reine Trono 2001.
Acanthophora muscoides Linnaeus Bory
Thallus berwarna kemerahan sampai ungu, kaku, cartilaginous Gambar 62b. Melekat dengan holdfast discoid yang rata. Percabangan alternate, terete,
ditutupi oleh tonjolan yang berduri Prud’homme van Reine Trono 2001.
Actinoritchia fragilis Forsskål Børgesen
Thallus bulat mengeras, permukaan kasar, membentuk rumpun rimbun dengan percabangan dichotomous Gambar 62c. Melekat pada substrat dengan
holdfast yang kecil berbentuk cakram. Warna merah muda, orange atau kadang-
kadang pirang Atmadja 1996b.
Amphiroa fragilissima Linnaeus Lamouroux
Tumbuhan berwarna merah ungu, pirang atau krem. Substansi calcareous, mudah patah getas, kaku Gambar 62d, percabangan beraturan baik
dichotomous maupun trichotomous, kadang dengan percabangan adventitif
Atmadja 1996b; Jha et al. 2009
Gambar 62 Makroalgae merah Rhodophyta yang dijumpai di daerah padang lamun. a Acanthophora spicifera b Acanthophora muscoides, c
Actinoritchia fragilis , d Amphiroa fragilissima
Eucheuma denticulatum N.L. Burman Collins
Algae ini berwarna coklat tua, hijau kecoklatan atau bahkan merah keunguan. Thallusnya berbentuk silindris, bersifat kartilaginous dengan
permukaan yang licin Gambar 63a. Sepanjang thallus terdapat duri-duri yang
tumbuh berderet melingkari thallus dengan interval yang bervariasi Sze 1993. Merupakan tumbuhan perennial dengan thallus yang membentuk rumpun
caespitose yang keras. Cabang primer terete
atau silindris Prud’homme van Reine Trono 2001.
Pada tahun 1920-an, rumput laut E. denticulatum yang berasal dari pantai Sulawesi Selatan dan pulau-pulau sekitarnya telah diekspor ke China
Prud’homme van Reine Trono 2001.
Eucheuma serra J. Agardh
Thallus gepeng, prostrate, berwarna merah atau merah pucat, pinggir bergerigi, permukaan licin, cartilaginous Gambar 63b. Aksis utama terete pada
bagian basal. Percabangan berselang-seling tidak beraturan dan membentuk rumpun yang rimbun Atmadja 1996b; Prud’homme Trono 2001.
Kappaphycus alvarezii Doty Doty ex P. Silva
Thallus silindris, berwarna hijau, hijau kekuningan, abu-abu atau merah. Permukaan licin, cartilaginous Gambar 63c. Penampakan thalli bervariasi mulai
dari bentuk sederhana sampai kompleks. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan di daerah basal pangkal. Cabang-
cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun Atmadja 1996b; Jha et al. 2009.
Gelidiella acerosa Forsskål J. Feldmann G. Hamel
Thallus silindris, cartilaginous dengan percabangan tidak teratur yang keluar dari stolon. Thallus mempunyai ranting-ranting pendek ramuli yang
tumbuh berderet sebelah menyebelah pada percabangan Gambar 63d. Thallus berwarna hijau kecoklatan, kuning kehijauan atau kuning keemasan Atmadja
1996b; Jha et al. 2009.
Gambar 63 Makroalgae merah Rhodophyta yang dijumpai di daerah padang lamun. a Eucheuma denticulatum b Eucheuma serra, c
Kappaphycus alvarezii , d Gelidiella acerosa
Gracilaria coronopifolia J Agardh
Thallus silindris, licin, berwarna coklat kehijauan atau coklat kekuningan pirang, menempel pada substrat dengan cakram kecil Gambar 64a.
Percabangan dichotomous berulang-ulang. Umumnya rimbun pada porsi bagian atas rumpun Atmadja 1996b.
Gracilaria salicornia C. Agardh Dawson
Thallus berwarna merah kecoklatan atau merah kekuningan, melekat dengan cakram kecil, thallus rimbun dengan percabangan tidak beraturan, aksis
silindris, cabang bagian bawah juga silindris, tidak berkurang pada bagian basal, cabang bagian atas berkurang di bagian bawah, clavate memanjang, membengkak
pada bagian apeks Gambar 64b yang menunjukkan depresi apikal, satu atau dua sub-cabang berasal dari depresi ini Jha et al. 2009
Hypnea esperi Bory
Thallus berwarna merah kehijauan, melekat menggunakan holdfast discoid
, aksis bercabang 2 – 3 kali, cabang dan sub-cabang tersusun rapat pada
aksis, ditutupi oleh duri kecil Gambar 64c Jha et al. 2009.
Hypnea cervicornis J. Agardh
Thallus silindris, berwarna kuning pucat atau kuning hijau, panjang merumbai, berduri-duri halus Gambar 64d. Percabangan tidak teratur,
membentuk rumpun yang rimbun sehingga tampak menggumpal Atmadja 1996b. Alga ini melekat dengan holdfast discoid pada cangkang, potongan
karang atau batu kerikil, atau kadang juga bersifat epifit. Percabangannya padat dan terete, secara tidak beraturan dichotomous-divaricate. Percabangan lateral
yang terakhir banyak, pendek, filiform, lonjong sampai titik yang tajam, kadang- kadang bercabang dua Trono Ganzon-Fortes 1988.
Laurencia papillosa C. Agardh Greville
Thallus berwarna merah gelap atau merah kecoklatan, kaku, melekat dengan holdfast discoid Gambar 64e; banyak aksis yang kaku berasal dari
holdfast , aksis bercabang tidak beraturan, cartilaginous Jha et al. 2009. Secara
radial tersusun atas baris longitudinal yang teratur pada percabangan sekunder dan tersier, tidak beraturan pada bagian bawah thallus, menurun panjangnya dari
dasar ke ujung percabangan Trono Ganzon-Fortes 1988.
Gambar 64 Makroalgae merah Rhodophyta yang dijumpai di daerah padang lamun. a Gracilaria coronopifolia b Gracilaria salicornia, c
Hypnea esperi , d Hypnea cervicornis, e Laurencia papillosa
Kategori Lifeform Makroalgae
Pada habitat padang lamun, baik dasar pasir, lumpur, batuan maupun pecahan karang serta lamun sendiri merupakan substrat untuk makroalgae
Verheij Erftemeijer 1993; Sidik et al. 2001. Tabel 26 Kategori lifeform setiap jenis makroalgae yang ditemukan di Pulau
Barranglompo
Spesies Makroalgae Lifeform
Boodlea composita epilithik
Chlorodesmis fastigiata epilithik
Halimeda macroloba epipelik
Halimeda opuntia epipelik
Dictyota bartayresiana epipelikefifit
Rosenvingea intricata epipelikefifit
Hormophysa triquetra epilithik
Padina australis epipelikepilithik
Sargassum crassifolium epilithikdrift
Sargassum polycistum epilithikdrift
Turbinaria ornata epilithik
Acanthophora muscoides epipelikepilithik
Acanthophora spicifera epipelikepilithik
Actinoritchia fragilis epipelikepilithik
Euchema denticulatum epipelikepilithik
Euchema serra epipelikepilithik
Gelidiella acerosa epilithik
Gracilaria coronopifolia epipelikepilithik
Gracilaria salicornia epipelikepilithik
Hypnea esperi epilithikefifit
Hypnea cervicornis Epipelikepilithikefifit
Laurencia papillosa Epipelikepilithik
Tabel 27 Kategori lifeform setiap jenis makroalgae yang ditemukan di Pulau Bonebatang
Spesies Makroalgae Lifeform
Chlorodermis fastigiata epilithik
Halimeda macroloba epipelik
Halimeda opuntia epipelik
Neomeris annulata epilithik
Dictyota bartayresiana epipelik + efifit
Hormophysa triquetra epilithik
Hydroclathrus clathratus epipelikepilithikefifit
Padina australis epipelik
Rosenvingea intricata epilithikefifit
Sargassum binderi epilithik
Sargassum crassifolium epilithik
Sargassum polycistum epilithik
Turbinaria conoides epilithik
Turbinaria ornata epilithik
Acanthophora spicifera epipelikepilithikefifit
Actinoritchia fragilis epipelikepilithik
Amphiroa fragilissima epipelikepilithik
Gracilaria coronopifolia epipelikepilithik
Hypnea esperi epilithikefifit
Kappaphycus alvarezii epipelikepilithik
Berdasarkan kategori lifeformnya Tabel 26 dan 27, makroalgae yang ditemukan baik di Pulau Barranglompo maupun Pulau Bonebatang menunjukkan
kesamaan yaitu didominasi oleh kategori epilithik litofitik yang ditemukan melekat pada batu atau karang mati dan juga epipelik rhizofitik yang melekat
pada pasir atau lumpur di daerah padang lamun. Komunitas makroalgae yang didominasi oleh kelompok epilithik juga dijumpai di Taman Nasional Similajau
di Sarawak, Malaysia Harah et al. 2006.
Kelimpahan Makroalgae di Daerah Padang Lamun
Frekuensi Braun Blanquet
Frekuensi jenis-jenis makroalgae di kedua pulau cukup rendah. Hal itu menunjukkan bahwa makroalgae tersebar mengelompok patchy. Dari 22 spesies
yang ditemukan di daerah padang lamun Pulau Barranglompo, hanya 6 spesies yaitu B. composita, D. bartayresiana, R. intricata, A. spicifera, G. acerosa dan L.
papillosa yang terdapat di semua stasiun yang diamati, sedangkan di Pulau
Bonebatang hanya 3 spesies yang terdapat di semua stasiun yaitu S. crassifolium, A. fragilis
dan H. esperi Tabel 28. Tabel 28 Frekuensi Braun Blanquet makroalgae di Pulau Barranglompo dan
Pulau Bonebatang
Spesies Barranglompo
Bonebatang A
B C
A B
C
Boodlea composita 0.11
0.11 0.22
- -
- Chlorodesmis fastigiata
0.11 0.11
- 0.11
- 0.11
Halimeda macroloba -
0.11 -
- 0.11
0.11 Halimeda opuntia
0.11 0.11
- -
0.33 -
Neomeris annulata -
- -
- 0.22
- Dictyota bartayresiana
0.22 0.33
0.11 -
0.22 -
Hormophysa triquetra 0.11
- -
- 0.11
- Hydroclathrus clathratus
- -
- -
- 0.11
Padina australis 0.11
0.11 -
0.22 0.11
- Rosenvingea intricata
0.11 0.11
0.11 -
- 0.11
Sargassum binderi -
- -
- 0.11
0.11 Sargassum crassifolium
- 0.22
0.11 0.11
0.22 0.44
Sargassum polycistum 0.11
- 0.11
- 0.22
0.22 Turbinaria conoides
- -
- -
0.11 0.11
Turbinaria ornata -
- 0.11
0.11 0.11
- Acanthophora spicifera
0.11 0.44
0.22 0.11
0.22 -
Acanthophora muscoides -
0.11 -
- -
- Actinoritchia fragilis
- 0.11
0.11 0.11
0.11 0.33
Amphiroa fragilissima -
- -
0.11 -
0.11 Euchema denticulatum
- -
0.11 -
- -
Euchema serra -
0.11 0.11
- -
- Gelidiella acerosa
0.11 0.22
0.11 -
- -
Gracilaria coronopifolia -
0.22 0.22
- 0.11
0.22 Gracilaria salicornia
- -
0.11 -
- -
Hypnea esperi -
0.11 -
0.11 0.11
0.11 Hypnea cervicornis
- 0.11
0.11 -
- -
Kappaphycus alvarezii -
- -
- 0.11
- Laurencia papillosa
0.22 0.22
0.11 -
- -
Kelimpahan Abundance
Spesies dengan kelimpahan tertinggi di Pulau Barranglompo adalah L. papillosa
, sedangkan di Pulau Bonebatang, A. spicifera memiliki kelimpahan tertinggi meskipun tidak dijumpai di stasiun C Tabel 29. Secara umum,
kelimpahan makroalgae di Pulau Barranglompo lebih tinggi dibandingkan dengan Pulau Bonebatang. Genus Laurencia sering dijumpai dalam kelimpahan yang
tinggi seperti didapatkan di Teluk Awerange Kabupaten Barru Ilyas Amri 2006.
Tabel 29 Kelimpahan Braun Blanquet makroalgae di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang
Spesies Barranglompo
Bonebatang A
B C
A B
C
Boodlea composita 1
1 2
- -
- Chlorodesmis fastigiata
2 2
- 2
- 2
Halimeda macroloba -
2 -
- 2
2 Halimeda opuntia
2 2
- -
2 -
Neomeris annulata -
- -
- 1
- Dictyota bartayresiana
2.5 2.7
3 -
2 -
Hormophysa triquetra 2
- -
- 2
- Hydroclathrus clathratus
- -
- -
- 3
Padina australis 2
2 -
2 2
- Rosenvingea intricata
2 3
3 -
- 3
Sargassum binderi -
- -
- 2
2 Sargassum crassifolium
- 2
2 2
2 2
Sargassum polycistum 2
- 2
- 2
2 Turbinaria conoides
- -
- -
2 2
Turbinaria ornata -
- 2
2 2
- Acanthophora spicifera
3 3.25
2 4
3 -
Acanthophora muscoides -
2 -
- -
- Actinoritchia fragilis
- 2
2 2
2 2
Amphiroa fragilissima -
- -
2 -
2 Euchema denticulatum
- -
2 -
- -
Euchema serra -
1 2
- -
- Gelidiella acerosa
3 2
3 -
- -
Gracilaria coronopifolia -
2 2
- 3
2.5 Gracilaria salicornia
- -
2 -
- -
Hypnea esperi -
2 -
2 2
2 Hypnea cervicornis
- 2
2 -
- -
Kappaphycus alvarezii -
- -
- 2
- Laurencia papillosa
3 5
5 -
- -
Kerapatan density
Jenis-jenis makroalgae yang ditemukan di kedua pulau memperlihatkan variasi antar stasiun. Di Pulau Barranglompo, L. papillosa, A. spicifera dan D.
bartayresiana merupakan spesies dengan kerapatan tertinggi. Ketiganya sama-
sama memiliki kerapatan tertinggi di stasiun B. Sementara itu, spesies makroalgae dengan kerapatan tertinggi di Pulau Bonebatang adalah S.
crassifolium, A. fragilis dan A. spicifera.
Tabel 30 Kerapatan Braun Blanquet makroalgae di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang
Spesies Barranglompo
Bonebatang A
B C
A B
C
Boodlea composita 0.11
0.11 0.44
- -
- Chlorodesmis fastigiata
0.22 0.22
- 0.22
- 0.22
Halimeda macroloba -
0.22 -
- 0.22
0.22 Halimeda opuntia
0.22 0.22
- -
0.67 -
Neomeris annulata -
- -
- 0.22
- Dictyota bartayresiana
0.56 0.89
0.33 -
0.44 -
Hormophysa triquetra 0.22
- -
- 0.22
- Hydroclathrus clathratus
- -
- -
- 0.33
Padina australis 0.22
0.22 -
0.44 0.22
- Rosenvingea intricata
0.22 0.33
0.33 -
- 0.33
Sargassum binderi -
- -
- 0.22
0.22 Sargassum crassifolium
- 0.44
0.22 0.22
0.44 0.89
Sargassum polycistum 0.22
- 0.22
- 0.44
0.44 Turbinaria conoides
- -
- -
0.22 0.22
Turbinaria ornata -
- 0.22
0.22 0.22
- Acanthophora spicifera
0.33 1.44
0.22 0.44
0.67 -
Acanthophora muscoides -
0.22 -
- -
- Actinoritchia fragilis
- 0.22
0.22 0.22
0.22 0.67
Amphiroa fragilissima -
- -
0.22 -
0.22 Euchema denticulatum
- -
0.22 -
- -
Euchema serra -
0.11 0.22
- -
- Gelidiella acerosa
0.33 0.44
0.33 -
- -
Gracilaria coronopifolia -
0.44 0.44
- 0.32
0.56 Gracilaria salicornia
- -
0.22 -
- -
Hypnea esperi -
0.22 -
0.22 0.22
0.22 Hypnea cervicornis
- 0.22
0.22 -
- -
Kappaphycus alvarezii -
- -
- 0.22
- Laurencia papillosa
0.67 1.11
0.56 -
- -
Biomassa Makroalgae pada Habitat Padang Lamun di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang
Nilai biomassa gram bobot keringm
2
dari 22 spesies makroalgae yang ditemukan di Pulau Barranglompo ditampilkan pada Gambar 65. Lima spesies
makroalgae yang memiliki biomassa terbesar adalah Laurencia papillosa 17.37 g bkm
2
, Acanthophora spicifera 10.47 g bkm
2
, Eucheuma serra 5.25 g bkm
2
, Rosenvingea intricata
4.31 g bkm
2
, dan Dictyota bartayresiana 4.16 g bkm
2
. Sedangkan makroalgae dengan biomassa terendah dijumpai pada Hypnea asperi
0.4 g bkm
2
.
Gambar 65 Biomassa g bobot keringm
2
spesies makroalgae yang dijumpai di daerah padang lamun Pulau Barranglompo
Spesies makroalgae yang memiliki biomassa terbesar di Pulau Bonebatang Gambar 66 adalah Actinoritchia fragilis 14.57 g bkm
2
, disusul oleh jenis Halimeda macroloba 6.71 g bkm
2
, Turbinaria ornata 5.67 g bkm
2
, Amphiroa fragilissima
5.19 g bkm
2
, dan Sargassum crassifolium 4.57 g
1.68 2.11
1.8 2.43
4.16 0.69
0.85 4.31
2.27 2.12
1.6 10.47
1.17 2.68
1.97 5.25
2.33 2.85
1.45 0.4
1.92 17.37
5 10
15 20
Boodlea composita Chlorodesmis fastigiata
Halimeda macroloba Halimeda opuntia
Dictyota bartayresiana Hormophysa triquetra
Padina australis Rosenvingea intricata
Sargassum crassifolium Sargassum polycistum
Turbinaria ornata Acanthophora specifera
Acanthophora muscoides Actinoritchia fragilis
Euchema denticulatum Euchema serra
Gelidiella acerosa Gracilaria coronopifolia
Gracilaria salicornia Hypnea asperi
Hypnea cervicornis Laurencia papillosa
Biomassa g BKm2
bkm
2
. Sedangkan spesies dengan biomassa terendah adalah Neomeris annulata 0.07 g bkm
2
. Rendahnya biomassa jenis ini karena memiliki lifeform yang menempel pada batuan atau karang mati Jha et al. 2009, sehingga tidak begitu
banyak dijumpai di daerah padang lamun. Variasi spasio-temporal biomassa makroalgae berkaitan dengan banyak
faktor, misalnya di Teluk Cienfuegos, Kuba berkaitan dengan sifat substrat, variasi iklim atau pengaruh musim, karakteristik hidrodinamika dan pengaruh
pencemaran perairan Moreira et al. 2006.
Gambar 66 Biomassa g bobot keringm
2
spesies makroalgae yang dijumpai di daerah padang lamun Pulau Bonebatang
Beberapa kajian ekologi makrofita menggunakan biomassa sebagai indikator dampak disturbansi lingkungan seperti eutrofikasi terhadap komunitas
makrofita. Eutrofikasi menyebabkan munculnya spesies yang bersifat oportunistik dan nitrophilous Orfanidis et al. 2003; Moreira et al. 2006. Hal ini
tampak dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yang memperlihatkan perbedaan komposisi makroalgae antara Pulau Barranglompo dan Bonebatang.
0.43 6.71
1.71 0.07
0.41 1.29
1.87 0.8
0.86 3.72
4.57 3.04
4.51 5.67
2.56 14.57
5.19 2.68
2.18 1.55
2 4
6 8
10 12
14 16
Chlorodesmis fastigiata Halimeda macroloba
Halimeda opuntia Neomeris annulata
Dictyota bartayresiana Hormophysa triquetra
Hydroclathrus clathratus Padina australis
Rosenvingea intricata Sargassum binderi
Sargassum crassifolium Sargassum polycistum
Turbinaria conoides Turbinaria ornata
Acanthophora specifera Actinoritchia fragilis
Amphiroa fragilissima Gracilaria coronopifolia
Hypnea asperi Kappaphycus alvarezii
Biomassa g BKm2
Spesies yang memiliki biomassa terbesar di Pulau Barranglompo adalah spesies oportunistik yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang agak tercemar atau
mengalami pengayaan nutrien Bab 6. Sebagai akibat dari pengayaan nutrien, makroalgae berbentuk filamen dan lembaran yang tumbuh cepat mempunyai
biomassa yang besar Flindt et al. 1999. Lima jenis makroalgae yang memiliki biomassa terbesar di Pulau Barranglompo termasuk dalam kategori bentuk
makroalgae ini.
Asosiasi Lamun-Makroalgae
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hubungan antara dua spesies adalah dengan metode presence-absence Ludwig Reynolds
1988. Berdasarkan hasil perhitungan struktur komunitas padang lamun dan hasil pengamatan kelimpahan makroalgae di Pulau Barranglompo, empat jenis lamun
C. rotundata, E. acoroides, H. uninervis dan T. hemprichii dan empat jenis makroalgae A. spicifera, D. bartayresiana, G. coronopifolia, dan L. papillosa
dipasangkan untuk melihat asosiasinya Tabel 31. Terdapat asosiasi positif antara pasangan lamun C. rotundata dan T. hemprichii dan dua pasangan
makroalgae yaitu A. spicifera-L. papillosa dan D. bartayresiana-L. papillosa, sedangkan asosiasi negatif dijumpai pada pasangan lamun E. acoroides dengan
H. uninervis dan antara H. uninervis dengan T. hemprichii Gambar 67.
Tabel 31 Asosiasi lamun dan makroalgae di Pulau Barranglompo.
Kombinasi a
Ea
2
hit Jenis asosiasi
CR-EA 15
14.44 0.01 NA
CR-HU 3
3.33 0.10 NA
CR-TH 15
12.78 5.87 Positif
EA-TH 23
22.15 1.02 NA
EA-HU 5
5.78 9.81 Negatif
HU-TH 4
5.11 4.41 Negatif
CR-As 5
3.89 0.96 NA
CR-Lp 3
2.78 0.05 NA
CR-Db 2
3.33 1.54 NA
CR-Gc 2
2.22 0.02 NA
EA-As 7
6.74 0.31 NA
EA-Lp 5
4.81 0.68 NA
EA-Db 6
5.78 0.46 NA
EA-Gc 4
3.85 1.02 NA
HU-As 2
1.78 0.05 NA
HU-Lp 2
1.11 1.12 NA
HU-Db 2
1.33 0.11 NA
HU-Gc 2
0.89 0.63 NA
TH-As 7
5.96 1.64 NA
TH-Lp 5
4.26 0.11 NA
TH-Db 4
4.26 1.12 NA
TH-Gc 3
3.41 1.91 NA
As-Lp 4
1.48 7.47 Positif
As-Db 3
1.78 1.54 NA
As-Gc 1
1.04 0.00 NA
Lp-Db 3
1.11 5.07 Positif
Lp-Gc 1
0.74 0.11 NA
Db-Gc 1
0.89 0.26 NA
Keterangan: Nilai
2
yang diberi tanda kurung menunjukkan nilai yang telah dikoreksi dengan Formula Yate. NA = jenis asosianya tidak dihitung karena memiliki nilai
2
yang tidak signifikan. = berbeda nyata pada taraf uji 5 , = berbeda nyata pada taraf uji 1 . CR = Cymodocea
rotundata EA = Enhalus acoroides HU = Halodule uninervis TH = Thalassia hemprichii As =
Acanthophora spicifera Db = Dictyota bartayresiana Gc = Gracilaria coronopifolia Lp =
Laurencia papillosa
C. rotundata E. acoroides
H. uninervis
+
T. hemprichii A.
spicifera D. bartayresiana
G. coronopifolia
+ +
L. papillosa
Gambar 67 Matriks asosiasi lamun dan makroalgae di Pulau Barranglompo
Analisis lamun dan makroalgae di Pulau Bonebatang Tabel 32 memasangkan empat spesies lamun yang sama jenisnya seperti di Pulau
Barranglompo dan empat jenis makroalgae A. spicifera, A. fragilis, G. coronopifolia
, dan S. crassifolium. Asosiasi positif makrofita di Pulau Bonebatang hanya dijumpai pada pasangan lamun C. rotundata-H. uninervis,
sedangkan asosiasi negatif dijumpai pada empat pasangan silang lamun- makroalgae yaitu C. rotundata-A. spicifera, C. rotundata-A. fragilis, T.
hemprichii-G. coronopifolia, dan T. hemprichi-S. crassifolium Gambar 68.
Tabel 32 Asosiasi lamun dan makroalgae di Pulau Bonebatang.
Kombinasi a
Ea
2
hit Jenis asosiasi
CR-EA 13
14.78 3.25
NA CR-HU
15 12.59
4.79 Positif
CR-TH 17
16.89 0.27
NA EA-HU
12 14.00
3.86 Negatif
EA-TH 18
18.67 2.95
NA HU-TH
17 16.00
1.69 NA
CR-As 1
2.11 4.67
Negatif CR-Af
1 3.52
7.47 Negatif
CR-Gc 2
1.41 0.02
NA CR-Sc
6 4.93
1.07 NA
EA-As 2
2.33 1.51
NA EA-Af
5 3.89
1.75 NA
EA-Gc 2
2.33 1.51
NA EA-Sc
5 5.44
0.22 NA
HU-As 2
2.00 0.00
NA HU-Af
2 3.33
1.96 NA
HU-Gc 1
2.00 1.69
NA HU-Sc
3 4.67
2.41 NA
TH-As 3
2.67 0.01
NA TH-Af
5 4.44
0.01 NA
TH-Gc 2
2.67 5.17
Negatif TH-Sc
5 5.96
5.83 Negatif
As-Af 0.56
2.77 NA
As-Gc 0.33
2.64 NA
As-Sc 0.59
3.09 NA
Af-Gc 0.44
2.65 NA
Af-Sc 2
1.56 0.22
NA Gc-Sc
2 0.78
1.02 NA
Keterangan: Nilai
2
yang diberi tanda kurung menunjukkan nilai yang telah dikoreksi dengan Formula Yate
.
NA = jenis asosianya tidak dihitung karena memiliki nilai
2
yang tidak signifikan. = berbeda nyata pada taraf uji 5 , = berbeda nyata pada taraf uji 1 . CR =
Cymodocea rotundata EA = Enhalus acoroides HU = Halodule uninervis TH = Thalassia
hemprichii As = Acanthophora spicifera Af = Actinorithchia fragilis Gc = Gracilaria
coronopifolia Sc = Sargassum crassifolium
C.rotundata E. acoroides
+
H. uninervis T. hemprichii
A. spicifera
A. fragilis
G. coronopifolia
S. crassifolium
Gambar 68 Matriks asosiasi lamun dan makroalgae di Pulau Bonebatang Asosiasi atau hubungan antara dua spesies dapat berupa asosiasi positif,
negatif atau tidak ada hubungan. Asosiasi positif terjadi apabila antara kedua spesies memerlukan suatu kondisi yang sama atau adanya predator terhadap
keduanya. Sebaliknya, asosiasi negatif terjadi jika keduanya memerlukan kondisi yang berbeda atau bersaing satu sama lainnya Ludwig Reynolds 1988.
Indeks Ochiai
Hasil perhitungan asosiasi pasangan spesies makrofita menggunakan Indeks Ochiai mendapatkan nilai berkisar 0.19-0.94 di Pulau Barranglompo,
sedangkan di Pulau Bonebatang, didapatkan nilai berkisar 0.0-0.82. Kebanyakan pasangan makrofita menunjukkan asosiasi yang rendah dan sangat rendah di
kedua pulau Tabel 33 dan 34 serta Lampiran 8.
Tabel 33 Persentase kategori nilai indeks asosiasi delapan spesies lamun dan makroalgae dominan di Pulau Barranglompo
No. Indeks
Asosiasi Kategori
Jumlah Kombinasi
Persentase
1. 0.75
– 1.00 Sangat tinggi
3 10.71
2. 0.49
– 0.74 Tinggi
5 17.86
3. 0.23
– 0.48 Rendah
16 57.14
4. ≤ 0.22
Sangat rendah 4
14.29 Indeks Ochiai merupakan salah satu indeks yang banyak dipakai untuk
mengukur derajat asosiasi Ludwig Reynolds 1988. Satuan sampling dan frekuensi kejadian pada penggunaan Indeks Ochiai tidak memberikan pengaruh
yg mencolok terhadap hasil perhitungan Jackson et al. 1989. Tabel 34 Persentase kategori nilai indeks asosiasi delapan spesies lamun dan
makroalgae dominan di Pulau Bonebatang
No. Indeks
Asosiasi Kategori
Jumlah Kombinasi
Persentase
1. 0.75
– 1.00 Sangat tinggi
4 14.29
2. 0.49
– 0.74 Tinggi
4 14.29
3. 0.23
– 0.48 Rendah
12 42.86
4. ≤ 0.22
Sangat rendah 8
28.57 Indeks Evaluasi Ekologi Makrofita di Pulau Barranglompo dan Pulau
Bonebatang
Berdasarkan status ekologisnya, dari 22 spesies yang ditemukan di daerah padang lamun Pulau Barranglompo, sebanyak 8 spesies termasuk dalam
kelompok ESG I dan 14 spesies yang termasuk ESG II Tabel 35.
Tabel 35 Pembagian spesies makroalgae di Pulau Barranglompo ke dalam kelompok status ekologi Ecological Status Group-ESG I dan II
Spesies Kelompok Status Ekologi ESG
Chlorophyta
Boodlea composita II
Chlorodermis fastigiata II
Halimeda macroloba I
Halimeda opuntia I
Phaeophyta
Dictyota bartayresiana II
Hormophysa triquetra I
Padina australis I
Rosenvingea intricata II
Sargassum crassifolium I
Sargassum polycistum I
Turbinaria ornata I
Rhodophyta
Acanthophora muscoides II
Acanthophora spicifera II
Actinoritchia fragilis I
Euchema denticulatum II
Euchema serra II
Gelidiella acerosa II
Gracilaria coronopifolia II
Gracilaria salicornia II
Hypnea esperi II
Hypnea cervicornis II
Laurencia papillosa II
Berbeda dengan Pulau Barranglompo, spesies yang termasuk dalam kategori ESG I di Pulau Bonebatang lebih banyak dibandingkan dengan kategori
II Tabel 36. Terdapat 12 spesies ESG I dan 8 spesies ESG II.
Tabel 36 Pembagian spesies makroalgae di Pulau Bonebatang ke dalam kelompok status ekologi Ecological Status Group-ESG I dan II
Spesies Kelompok Status Ekologi ESG
Chlorophyta
Chlorodermis fastigiata II
Halimeda macroloba I
Halimeda opuntia I
Neomeris annulata I
Phaeophyta
Dictyota bartayresiana II
Hormophysa triquetra I
Hydroclathrus clathratus II
Padina australis I
Rosenvingea intricata II
Sargassum binderi I
Sargassum crassifolium I
Sargassum polycistum I
Turbinaria conoides I
Turbinaria ornata I
Rhodophyta
Acanthophora spicifera II
Actinoritchia fragilis I
Amphiroa fragilissima I
Gracilaria coronopifolia II
Hypnea esperi II
Kappaphycus alvarezii II
Komposisi jenis makroalgae di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang, secara jelas menunjukkan bahwa di Pulau Barranglompo, proporsi
makroalgae yang bersifat oportunistik ESG II jauh lebih besar dibandingkan dengan yang ada di Pulau Bonebatang Tabel 37. Hal itu merupakan indikasi
adanya perubahan komposisi jenis makroalgae akibat tekanan antropogenik Orfanidis et al. 2001; 2003. Penyebab utama perubahan dan suksesi makrofita
ini adalah meningkatnya pasokan nutrien terutama nitrogen Viaroli et al. 2008. Peningkatan nutrien dapat memicu pertumbuhan spesies makroalgae oportunistik
yang memiliki pertumbuhan cepat Flindt et al. 1999; Samper-Villarreal et al. 2008.
Tabel 37 Nilai tutupan makrofita laut lamun dan makroalgae setiap kelompok status ekologi pada setiap stasiun di Pulau Barranglompo dan
Bonebatang
Lokasi Kelompok
Status Ekologi
Stasiun Rata-
Rata A
B C
Barranglompo
I 59.53
57.55 56.41
57.83 II
22.20 54.40
34.80 37.13
Bonebatang
I 73.67
76.23 70.17
73.36 II
8.40 17.70
17.20 14.43
Berdasarkan nilai kelompok status ekologi di atas, didapatkan nilai IEE di Pulau Barranglompo sebesar 6.67 kategori sedang, sedangkan di Pulau
Bonebatang sebesar 10 sangat bagus. Nilai IEE ini mengindikasikan bahwa perairan Pulau Barranglompo sudah mengalami pencemaran meskipun masih
ringan. Hal ini diperkuat oleh hasil pengukuran nutrien Bab 5 dan nilai kekeruhan dan padatan tersuspensi total Bab 6. Parameter-parameter ini dapat
memicu pertumbuhan makroalgae oportunistik yang bisa menjadi kompetitor lamun.
Pada padang lamun alami, penutupan lamun yang tinggi sering diiringi oleh kepadatan makroalgae yang rendah dengan jumlah spesies yang lebih
sedikit, sebaliknya pada habitat yang tercemar atau mengalami stres, keanekaragaman mungkin berkurang, tetapi kemungkinan muncul spesies tertentu
yang memiliki kelimpahan dan biomassa yang tinggi Verheij Erftemeijer 1993; Sidik et al. 2001.
Invasi makroalgae ke daerah padang lamun dapat mengurangi tutupan lamun. Di daerah Mediterrania, pergantian lamun oleh alga hijau oportunis dari
marga Caulerpa menyebabkan penurunan lamun yang luas Hendriks et al. 2009.
Indeks Similaritas IS
Nilai Indeks Similaritas antar stasiun penelitian berkisar 47-77. Similaritas tertinggi sebesar 77 dijumpai antara stasiun BLB-BLC, sedangkan
nilai similaritas terendah sebesar 47 adalah antara stasiun BLA-BBC. Nilai indeks similaritas ini mengindikasikan bahwa nilai kesamaan antar stasiun di
pulau yang sama lebih tinggi bila dibandingkan dengan stasiun pada pulau yang berbeda.
Berdasarkan tingkat kemiripan vegetasi Tabel 24, sebanyak 6.7 pasangan stasiun yang memiliki kemiripan sangat tinggi, 80 dikategorikan
tinggi dan 13.3 yang tergolong rendah. Tabel 38 Indeks similaritas dan disimilaritas makrofita antar stasiun di Pulau
Barranglompo dan Pulau Bonebatang. BL = Pulau Barranglompo, BB = Pulau Bonebatang, A,B,C = stasiun.
Sta I N D E K S S I M I L A R I T A S IS
BLA BLB
BLC BBA
BBB BBC
BLA
0.70 0.62
0.48 0.59
0.47
BLB
0.30 0.77
0.59 0.65
0.62
BLC
0.38 0.23
0.56 0.58
0.59
BBA
0.52 0.41
0.44 0.69
0.58
BBB
0.41 0.35
0.42 0.31
0.70
BBC
0.53 0.38
0.41 0.42
0.30
I N D E K S D I S I M I L A R I T A S ID
Indeks similaritas Indeks Sorensen merupakan salah satu indeks yang secara konsisten memiliki ranking yang tinggi dan korelasi linear Boyce
Ellison 2001, namun indeks ini hanya menggunakan data biner kehadiran dan ketidakhadiran spesies dan tidak menghitung kelimpahan spesies. Oleh karena
itu, indeks ini tidak menginformasikan pola ekologi yang sebenarnya dalam data Balmer 2002.
Simpulan
1. Terdapat 22 spesies makroalgae di Pulau Barranglompo, sedangkan di Pulau
Bonebatang terdapat 20 spesies yang dijumpai selama penelitian. 2.
Kebanyakan makroalgae yang ditemukan hidup sebagai epilithik litofitik dan epipelik rhizofitik.
3. Di Pulau Barranglompo dijumpai asosiasi positif antara pasangan
Cymodocea rotundata -Thalassia hemprichii, Acanthophora spicifera-
Laurencia papillosa , dan Dictyota bartayresiana-Laurencia papillosa,
sedangkan asosiasi negatif didapatkan pada dua pasangan yaitu Enhalus acoroides-Halodule uninervis
dan Thalassia hemprichii-Halodule uninervis.
4. Di Pulau Bonebatang, asosiasi positif dijumpai pada pasangan C. rotundata-
H. uninervis saja, sedangkan asosiasi negatif dijumpai pada beberapa
pasangan yaitu. C. rotundata-A.spicifera, C. rotundata-Actinoritchia fragilis, E. acoroides-H. uninervis, T. hemprichii-Gracilaria coronopifoli
a, dan T. hemprichii-Sargassum crassifolium
. 5.
Sementara itu, untuk menguji fungsi makrofita sebagai bioindikator perubahan ekosistem akibat tekanan antropogenik, didapatkan bahwa Pulau
Barranglompo memiliki status ekologi sedang, yang berarti sudah mulai tercemar oleh aktivitas antropogenik dan Pulau Bonebatang memiliki status
ekologi sangat bagus yang mengindikasikan bahwa perairan di pulau ini relatif belum tercemar.
6. Indeks similaritas tertinggi dijumpai antar stasiun pada pulau yang sama,
sehingga disimpulkan bahwa pulau yang berbeda memiliki konfigurasi makroalgae yang berbeda dan sangat dipengaruhi oleh aktivitas antropogenik
yang berlangsung di pulau-pulau tersebut.
9. POTENSI GRAZING BULU BABI PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PULAU BARRANGLOMPO DAN
BONEBATANG
Abstrak
Bulu babi merupakan salah satu pemakan lamun yang menonjol. Untuk mengkaji potensi bulu babi sebagai pemakan lamun, sebuah penelitian telah
diadakan pada dua pulau di Kepulauan Spermonde yaitu Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang. Kombinasi pengamatan di lapangan dan analisis laboratorium
dilaksanakan untuk meneliti beberapa aspek yang meliputi komposisi jenis, kepadatan, diameter cangkang dan analisis isi perut. Terdapat 6 jenis bulu babi
yang sama pada masing-masing pulau yaitu Diadema setosum, Echinothrix calamaris, Echinothrix diadema, Echinometra mathaei, Mespilia globulus
dan Tripneustes gratilla. T. gratilla
dan D. setosum merupakan dua jenis bulu babi yang dominan dan memiliki kepadatan tertinggi di kedua pulau. Lamun Thalassia
hemprichii dan Enhalus acoroides memiliki komposisi terbesar dalam isi
lambung bulu babi yang diamati. Indeks pilihan masing-masing jenis bulu babi mengindikasikan bahwa bulu babi menyukai berbagai jenis lamun, terutama T.
hemprichii .
Kata kunci: bulu babi, lamun, Barranglompo, Bonebatang
Abstract
Sea urchins are among outstanding grazer to seagrass leaves. In order to analyze the potency of sea urchins as seagrass grazer, a study has been done in
two small islands within Spermonde Archipelago i.e. Barranglompo and Bonebatang Islands. Combined field sampling and laboratory analysis were
applied to measure several aspects including species composition, urchin density, test diameter and gut content analysis. There were six similar species found in
both islands i.e. Diadema setosum, Echinothrix calamaris, Echinothrix diadema, Echinometra mathaei, Mespilia globulus
and Tripneustes gratilla. T. gratilla and D. setosum
were two dominant species having the highest density in both islands. Index of Preponderance revealed that Thalassia hemprichii and Enhalus
acoroides were the largest seagrass diet within almost all sea urchin guts.
Electivity index indicated that sea urchins prefer several seagrass species especially T. hemprichii.
Keywords: sea urchins, seagrass, Barranglompo, Bonebatang
Pendahuluan
Hewan herbivora sering memberikan pengaruh yang besar terhadap produktivitas dan kelimpahan tumbuhan pada lingkungan perairan Valentine
Heck 1999. Secara teoritis, peningkatan diversitas herbivora akan mengurangi
biomassa komunitas tumbuhan karena banyak biota pemangsa yang akan mendominasi sistem sehingga mengarah ke pemangsaan berlebih atau
overgrazing Duffy et al. 2003. Di antara semua fauna invertebrata, bulu babi Echinoidea merupakan
pemangsa grazer lamun yang paling menonjol. Kadang-kadang populasinya cukup besar untuk mengkonsumsi proporsi lamun yang besar Klumpp et al.
1989. Perhatian besar telah diberikan terhadap bulu babi yang memakan lamun Christie et al. 2009.
Bulu babi dapat dijumpai sangat melimpah pada padang lamun, dimana mereka memakan daun-daun epifit segar, detritus atau kombinasi dari keduanya.
Bulu babi ungu Lythecinus variegatus di Teluk Mexico memotong-motong daun lamun sehingga meninggalkan banyak daerah-daerah gundul Hogarth 2007.
Dampak grazing bulu babi terhadap pertumbuhan dan kelimpahan lamun Thalassia testudinum
di Florida Keys, Amerika Serikat sangat bervariasi tergantung musim dan kondisi faktor lingkungan Valentine et al. 2000.
Grazing oleh bulu babi Tripneustes gratilla terhadap lamun Thalassodendron ciliatum
telah diteliti oleh Alcoverro dan Mariani 2002 di Kenya. Mereka menggunakan penelitian eksperimental dan penelitian lapangan
deskriptif untuk menguji pengaruh aggregasi bulu babi yang padat terhadap padang lamun di Lagoon Mombasa. Mereka menemukan bahwa 39 lamun
Thalassodendron ciliatum mengalami grazing berat 75 tegakan mati, 23.4
mengalami grazing sedang 50 tegakan mati, dan 38.5 mengalami grazing ringan 19.8 tegakan yang mati. Dari model sederhana yang dibuatnya,
mereka mendapatkan waktu pulih lamun ini adalah 44 bulan. Penelitian mengenai grazing bulu babi Tripneustes gratilla pada tiga jenis
lamun yaitu Thalassia hemprichii, Halodule uninervis dan Cymodocea rotundata di Pulau Bonebatang, kepulauan Spermonde telah dilakukan oleh Vonk et al.
2008. Mereka menemukan bahwa total konsumsi Tripneustes gratilla pada kepadatan 1.55 ± 0.07 bulu babim
2
sekitar 1,28 berat keringm
2
hari setara dengan 26 produksi bersih lamun di atas permukaan substrat. Mereka
menyimpulkan bahwa peningkatan grazing Tripneustes gratilla hanya mempengaruhi kerapatan tegakan di atas permukaan substrat untuk Halodule
uninervis dan Cymodocea rotundata saja dan tidak mempengaruhi Thalassia
hemprichii .
Grazing langsung makrofita lamun dan makroalgae oleh fauna herbivora dapat mengindikasikan transfer karbon dan energi yang signifikan dalam rantai
makanan Alongi 1998. Grazing oleh bulu babi juga memiliki peran ekologis dalam mengontrol ketebalan algae. Hal ini terbukti setelah terjadinya penurunan
populasi bulu babi Diadema antillarum di Karibia akibat kematian massal tahun 1983. Pada daerah-daerah yang telah habis bulu babinya, ketebalan pada algae
meningkat dari 1-2 mm ke 20-30 mm Karleskint et al. 2010. Pada daerah yang lamunnya berkurang akibat grazing yang intensif oleh bulu babi, algae epifit yang
bersifat oportunistik akan berkembang. Hal ini akan memberi lamun kesempatan untuk pulih Tewfik et al. 2005.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi grazing oleh bulu babi pada daerah padang lamun yang ada di pulau dengan tekanan antropogenik yang
berbeda. Dua pulau dalam kawasan Kepulauan Spermonde dipilih yaitu Pulau Barranglompo yang memiliki penduduk yang sangat padat dan Pulau Bonebatang
yang tidak berpenghuni.
Bahan dan Metode
Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei 2010 – Mei 2011 di Pulau
Barranglompo 5
o
02’ 44.28‖- 5
o
03’ 05.65‖ S, 119
o
19’ 38.56‖- 119
o
19’ 52.27‖ E dan Pulau Bonebatang 5
o
00’ 47.46‖- 5
o
00’ 51.82 S, 119
o
19’ 35.55‖- 119
o
19’ 36.71‖ E yang termasuk dalam Kepulauan Spermonde Provinsi Sulawesi Selatan. Peta kedua pulau ini dapat dilihat pada Gambar 6 Bab 4.
Sebaran dan Kepadatan Bulu Babi Echinoidea
Pengamatan terhadap populasi bulu babi Echinoidea dilakukan bersamaan dengan pengambilan data bioekologi lamun. Untuk menghitung kepadatan bulu
babi ini, digunakan plot kuadrat 3m x 3m yang dipasang secara acak pada daerah lamun mulai dari pinggir pantai sampai kedalaman dimana lamun masih
tumbuh. Jenis bulu babi yang didapatkan dalam plot kuadrat, didentifikasi jenisnya berdasarkan
Clark 1971 dan Grzimek et al. 1974.
Diameter cangkang
test jenis-jenis bulu babi yang dijumpai di dalam kuadrat juga diukur menggunakan mistar geser Gambar 69.
Gambar 69 Pengukuran diameter cangkang bulu babi menggunakan mistar geser. Foto diambil saat penelitian
Analisis Isi perut Gut Content Analysis
Sampel bulu babi dipecahkan cangkangnya untuk melihat jenis-jenis makanan yang dikonsumsinya. Isi lambung dan usus dimasukkan ke dalam botol
sampel dan difiksasi dengan alkohol 70 Zupo et al. 2001. Untuk mempermudah identifikasi jenis-jenis makanan bulu babi tersebut digunakan
mikroskop stereo Leica Wild Heerbrugg M-8.
Analisis Data Grazing Bulu Babi
Untuk menganalisis jenis-jenis makanan utama bulu babi, digunakan indeks bagian terbesar atau Index of Preponderance Natarajan Jhingran 1961
diacu Kumar et al. 2007.
IP = x 100
IP = Indeks bagian terbesar Vi = Persentase volume satu macam makanan
Oi = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan ∑Vi.Oi = Jumlah Vi.Oi dari semua macam makanan
Untuk menganalisis preferensi jenis-jenis bulu babi terhadap makanan berupa lamun dan makroalgae, digunakan indeks pilihan atau Electivity Index
Straus 1979; Lechowicz 1982. E
=
E = Indeks Pilihan ri = Kelimpahan relatif jenis makanan i dalam lambung
pi = Kelimpahan relatif makanan i di lingkungan Nilai indeks ini berkisar antara -1 sampai +1, dimana nilai mendekati +1
menunjukkan bahwa lamun lebih melimpah dalam kandungan diet lebih disukai, sedangkan nilai mendekati -1 berarti lamun lebih melimpah di alam tapi
tidak dalam diet dihindari. Nilai E = 0 menunjukkan bahwa makanan yang dikonsumsi bersifat proporsional dengan ketersediaannya di alam Straus 1979;
Vanderploeg Scavis 1979; Lyimo et al. 2011. Uji t-test digunakan untuk membandingkan kepadatan dan diameter test
populasi bulu babi antar lokasi penelitian Pulau Barranglompo dan Bonebatang. Sedangkan korelasi linier antara kerapatan lamun Bab 5 dengan kepadatan bulu
babi dianalisis menggunakan Korelasi Pearson Product-Moment. Kedua analisis ini menggunakan perangkat lunak Statistica 6.0.
Hasil dan Pembahasan Komposisi Jenis Bulu Babi
Terdapat 6 jenis bulu babi yang ditemukan pada daerah padang lamun baik di Pulau Barranglompo maupun Bonebatang Tabel 39 dan Gambar 70.
Tabel 39 Komposisi jenis Bulu Babi di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang
Ordo Famili
Marga dan Spesies
Diadematoida Diadematidae
Diadema setosum Leske, 1778
Echinothrix calamaris Pallas, 1774
Echinothrix diadema Linnaeus, 1758 Echinoida
Echinometridae Echinometra mathaei De Blainville,
1825
Temnopleuroida Temnopleuroidae Mespilia globulus Linnaeus 1758
Toxopneustidae Tripneustes gratilla Linnaeus, 1758
Gambar 70 Jenis-jenis bulu babi yang terdapat di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang. a Diadema setosum; b Tripneustes gratilla;
c Echinothrix calamaris; d Echinothrix diadema; e Echinometra mathaei
; f Mespilia globulus
Bulu babi yang ditemukan merupakan kelompok reguler regular urchins
, selain itu, bulu babi juga ditemukan dalam bentuk irreguler yang terdiri atas heart urchin Spatangoida dan sand dollar Clypeasteroida. Bulu babi
hidup pada kisaran yang luas mulai dari daerah pasang surut hingga kedalaman 5000 m Miskelly 2002.
Di daerah padang lamun, bulu babi dapat hidup soliter atau hidup mengelompok tergantung jenis dan habitatnya Aziz 1994. Dari semua jenis
bulu babi yang ditemukan di kedua pulau, Tripneusies gratilla dan Diadema setosum
hidup mengelompok, sedangkan keempat jenis lain hidup menyendiri. Jenis T. gratilla memiliki duri pendek dengan warna yang bervariasi, umumnya
merah keunguan atau putih, sedangkan D. setosum berwarna hitam dengan duri yang panjang. Selain T. gratilla, jenis bulu babi yang mempunyai duri pendek
adalah Mespilia globulus.
Kepadatan Bulu Babi
Tripneustes gratilla merupakan jenis bulu babi yang mempunyai
kepadatan tertinggi dibandingkan dengan jenis lain yang ditemukan baik di Pulau Barranglompo ataupun Pulau Bonebatang Tabel 40 dan Gambar . Di Pulau
Barranglompo spesies ini memiliki kepadatan 1.37 ± 0.96 individum
2
, sedangkan di Pulau Bonebatang sebesar 1.57 ± 0.15 individum
2
. Di Pulau Bonebatang ini, Vonk et al. 2008 menemukan kepadatan yang hampir sama dengan yang
didapatkan pada penelitian ini yaitu 1.55 ± 0.07 individum
2
. Kepadatan yang hampir sama 1.6 individum
2
ditemukan oleh Alcoverro Mariani 2002 di daerah padang lamun di Kenya pada komunitas bulu babi yang didominasi oleh T.
gratilla . Komunitas bulu babi yang didominasi oleh T. gratilla juga ditemukan
oleh Dobo 2009 di Pulau Hatta, Kepulauan Banda, Maluku. Bulu babi jenis T. gratilla di Pulau Barranglompo memiliki variabilitas
sebaran yang tinggi dibandingkan dengan Pulau Bonebatang. Hal itu disebabkan karena melimpahnya jenis ini di stasiun yang berada di sisi utara pulau. Namun,
uji statistik menunjukkan bahwa kepadatan semua jenis bulu babi tidak berbeda nyata antara kedua pulau Tabel 40.
Tabel 40 Kepadatan Bulu babi rata-rata setiap stasiun Individum
2
di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang
Spesies Barranglompo
Bonebatang p
A B
C A
B C
D. setosum 1.67
1.27 0.89
1.42 1.33
1.09 0.9897
ns
E. calamaris 0.11
0.25 0.14
0.10 0.32
0.31 0.2300
ns
E. diadema 0.09
0.07 0.05
0.06 0.12
0.14 0.2643
ns
E. mathaei 0.02
0.02 0.19
0.04 0.11
0.07 0.9145
ns
M. globulus 0.05
0.26 0.07
0.10 0.75
0.51 0.05417
ns
T. gratilla 0.43
2.35 1.33
1.44 1.73
1.53 0.6671
ns
Keterangan: ns = tidak berbeda nyata
Kepadatan dua jenis bulu babi dominan di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang yaitu T. gratilla dan D. setosum Gambar 71 lebih tinggi
dibandingkan dengan yang ditemukan di Bali dan Pulau Padaido Tabel 41 Dobo 2009. Begitupula dengan E. matthaei yang meskipun populasinya di
kedua pulau lokasi penelitian ini cukup rendah, namun memiliki kepadatan yang masih lebih tinggi dibanding di Pulau Padaido Dobo 2009. Jenis ini memang
lebih banyak ditemukan pada cangkang ataupun pecahan karang di daerah terumbu karang sehingga populasinya di daerah padang lamun rendah.
Gambar 71 Kepadatan Bulu Babi rata-rata individum
2
± sd di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang Individum
2
-0.50 0.00
0.50 1.00
1.50 2.00
2.50
K epa
da ta
n B
ulu B
a bi
I nd
iv idu
m
2
Spesies Bulu Babi
Barranglompo Bonebatang
Tabel 41 Kepadatan beberapa jenis bulu babi di berbagai lokasi di Indonesia Dobo 2009
Jenis Lokasi
Kepadatan Individum
2
Sumber
Tripneustes gratilla Bali
0.02-1.2 Darsono Sukarno 1993
Tripneustes gratilla Padaido
0.003-0.021 Radjab 2004
Diadema setosum Padaido
0.001-0.002 Radjab 2004
Brissus latecarinatus Padaido
0.010 Radjab 2004
Heterocentrotus mammilatus
Padaido 0.001
Radjab 2004 Echinometra mathaei
Padaido 0.008
Radjab 2004 Protoreaster gratiosa
Padaido 0.001
Radjab 2004 Echinoidea
Spermonde 0.17-0.61
De Beer 1990 Echinoidea
Bunaken 0.17-0.61
Rondo 1992
Diameter Cangkang Bulu Babi
Hasil pengukuran diameter cangkang test jenis-jenis bulu babi Tabel 42 dan Gambar 72 menunjukkan bahwa diameter cangkang semua jenis bulu babi
tidak berbeda nyata antara kedua pulau. T. gratilla merupakan jenis yang
memiliki diameter cangkang rata-rata terbesar dibandingkan jenis-jenis lainnya.
Tabel 42 Diameter cangkang cm ± sd setiap jenis bulu babi di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang
Spesies Barranglompo
Bonebatang p
A B
C A
B C
D. setosum 4.70 ±
1.24 4.73 ±
1.35 4.30 ±
1.63 4.64 ±
0.91 4.78 ±
1.18 4.38 ±
1.32 0.4001
ns
E. calamaris 5.49 ±
0.35 5.68 ±
0.52 5.59 ±
0.38 5.54 ±
0.29 5.63 ±
0.51 5.58 ±
0.50 0.9203
ns
E. diadema 4.97 ±
0.66 4.94 ±
0.58 4.91 ±
0.56 4.92 ±
0.73 5.02 ±
0.75 5.08 ±
0.52 0.8918
ns
E. mathaei 3.19 ±
0.04 3.28 ±
0.06 3.34 ±
0.30 3.03 ±
0.06 3.10 ±
0.27 3.13 ±
0.26 0.0567
ns
M. globulus 2.79 ±
0.28 3.45 ±
0.34 2.92 ±
0.28 3.08 ±
0.33 3.38 ±
0.32 3.24 ±
0.29 0.4909
ns
T. gratilla 5.96 ±
0.48 6.28 ±
0.49 5.65 ±
0.66 6.12 ±
0.40 6.45 ±
0.59 5.69 ±
0.69 0.0662
ns
Keterangan: ns = tidak berbeda nyata
Studi sebelumnya oleh Tuwo 1995 di Pulau Kapoposan yang juga termasuk dalam gugus Kepulauan Spermonde mendapatkan bahwa dari 230
individu T. gratilla yang diukur diameter cangkangnya pada 4 kohor, 85 diantaranya memiliki diameter rata-rata sebesar 6.12 ± 0.34. Nilai ini hampir
sama dengan nilai yang diperoleh dari kedua lokasi penelitian Tabel 42.
Gambar 72 Diameter cangkang rata-rata cm ± sd setiap jenis bulu babi di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang
Komposisi Makanan Bulu Babi
Nilai indeks bagian terbesar preponderance index menunjukkan bahwa lamun jenis T. hemprichii dan E. acoroides merupakan bagian terbesar dalam
komposisi makanan keempat jenis bulu babi yang diamati Gambar 73 dan 74. Kasim 2009 juga mendapatkan bahwa kedua jenis lamun ini memiliki proporsi
terbesar dalam isi lambung bulu babi T. gratilla di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara masing-masing dengan persentase sebesar 55 dan 32.
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
8.00
Dia m
et er
T est
cm
Spesies Bulu Babi
Barranglompo Bonebatang
Gambar 73 Persentase makanan rata-rata dalam lambung bulu babi berdasarkan nilai indeks bagian terbesar preponderance index di Pulau
Barranglompo
Gambar 74 Persentase makanan rata-rata dalam lambung bulu babi berdasarkan indeks bagian terbesar preponderance index di Pulau Bonebatang
Preferensi Makanan Bulu Babi
Nilai Indeks Pilihan Tabel 43 digunakan untuk mengetahui preferensi jenis-jenis bulu babi terhadap jenis makanan yang terdiri atas lamun dan
makroalgae. Tabel 43 Nilai Indeks Pilihan Electivity Index empat jenis bulu babi terhadap
makanan lamun dan makroalgae di Pulau Barranglompo BL dan Pulau Bonebatang BB
Jenis makanan
D. setosum E. calamaris
M. globulus T. gratilla
BL BB
BL BB
BL BB
BL BB
C. rotundata 0.43 -0.04
0.30 -0.02 0.53 -0.07 0.30 -0.08
E. acoroides 0.15 0.49 -0.02
0.43 -0.33 0.22 -0.12
0.20 H. uninervis
-0.01 -0.22 0.13 -0.18
0.39 0.15 0.02
0.00 H. ovalis
0.14 -0.04 -0.66 0.04 -0.54
0.11 0.18 0.04
S. isoetifolium 0.03 0.24
0.12 0.10
0.05 0.24 0.50
0.37 T. hemprichii
0.34 0.12 0.49
0.14 0.49
0.25 0.52 0.28
Makroalgae -0.55 -0.48 -0.59 -0.40 -0.69 -0.61 -0.60 -0.55
Kebiasaan makan bulu babi tergantung pada kombinasi dua faktor yaitu ketersediaan makanan dan preferensi, dimana preferensi atau selektivitas
makanan mungkin disebabkan oleh nilai nutrisi suatu jenis makanan atau kehadiran substansi kimia tertentu yang tidak disukai bulu babi Beddingfield
McClintock 1998; Lyimo et al. 2011. Bulu babi lebih menyukai lamun dibandingkan dengan algae Klumpp et
al . 1993; Aziz 1999. Lamun yang paling disukai oleh jenis T. gratilla di daerah
Bolinao, Filipina adalah jenis T. hemprichii Klumpp et al. 1993. Analisis usus bulu babi Tripneustes gratilla dan Salmacis sphaeroides menunjukkan bahwa
spesies-spesies ini secara efisien mencerna dan menyerap 60 lamun T.
hemprichii Klump et al. 1993; Alongi 1998. Makroalgae dapat menghasilkan
senyawa kimia senyawa sekunder yang bersifat protektif Lobban et al. 1997. Sebagai contoh, jenis Sargassum dan Turbinaria umumnya memiliki zat kimia
yang disebut tannin yang mengakibatkan algae ini jadi keras dan sukar dicerna Aziz 1999. Penimbunan zat kapur pada Halimeda dan Coralline Algae juga
menyebabkan hewan herbivor sulit untuk mencerna jenis makroalgae ini Hatta
1991. Selain secara kimia, secara morfologis makroalgae juga memiliki cara adaptasi untuk tidak didekati oleh herbivor, misalnya dengan membentuk bagian-
bagian luar tubuhnya sedemikian rupa sehingga sulit didekati. Pembentukan cabang-cabang kecil yang menyerupai duri pada Gelidiella acerosa dan
Acanthophora sp, bagian pinggir yang bergerigi pada Sargassum sp dan Caulerpa
serrulata , serta thalli yang bersudut tajam pada Turbinaria sp Hatta 1991.
Laju pemangsaan bulu babi berlangsung cepat dan dalam proses makan ini dibantu oleh bagian mulut yang telah terspesialisasi Klumpp et al. 1989. Pada
bagian mulut bulu babi kelompok reguler terdapat membran peristome yang di dalamnya terdapat organ yang disebut lentera aristoteles. Lentera aristoteles
merupakan organ yang terdiri atas gigirahang, tulang serta otot Gambar 75. Alat pemotong ini sangat rumit dibangun oleh 40 keping kerangka kapur yang
terdiri atas 5 pasang gigi, 10 keping demipyramid, 10 keping ephyphysis, 5 keping rotulae dan 5 keping compass dan digerakkan oleh sekitar 60 otot motoris
dengan fungsi yang berbeda-beda Aziz 1987.
Gambar 75 Bagian dalam cangkang bulu babi Tripneustes gratilla yang dikoleksi dari perairan Pulau Barranglompo. A. Lentera Aristoteles, b.
Potongan makanan. Inset adalah Lentera Aristoteles yang diperbesar
Gambar 76 dan 77 memperlihatkan hasil uji korelasi Pearson Product Moment
untuk melihat korelasi antara kerapatan lamun dan kepadatan bulu babi di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang. Secara teoritis, peningkatan
jumlah hewan herbivora akan mengurangi biomassa komunitas tumbuhan karena banyaknya grazer yang akan datang mendominasi sistem sehingga akan mengarah
ke overgrazing Duffy et al. 2003. Namun, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan korelasi yang lemah Gambar 76 77. Di Pulau
Barranglompo terdapat korelasi negatif yang lemah r = -0.2215, sedangkan di Pulau Bonebatang terdapat korelasi positif yang lemah r = 0.4957 Reimann et
al
. 2008.
Dengan demikian, meningkatnya jumlah tegakan lamun tidak selalu diikuti dengan meningkatnya populasi bulu babi di Pulau Barranglompo dan
Pulau Bonebatang, begitu pula sebaliknya. Namun, korelasi negatif yang signifikan antara kepadatan bulu babi dengan biomassa lamun, tinggi kanopi,
kerapatan tegakan dan persentase penutupan diamati oleh Mamboya et al. 2009 di perairan Dar es Salaam, Tanzania yang mengindikasikan bahwa grazing bulu
babi berperan terhadap pengurangan biomassa di atas substrat pada lokasi dengan kepadatan bulu babi yang tinggi.
Gambar 76 Korelasi antara kerapatan lamun dengan kepadatan bulu babi di Pulau Barranglompo
Selang kepercayaan 95 Korelasi negatif antara kerapatan lamun dengan kepadatan bulu babi di
Pulau Barranglompo meskipun lemah, namun hal itu mengindikasikan bahwa grazing di Pulau Barranglompo lebih intensif dibandingkan dengan Pulau
Bonebatang. Meningkatnya kadar nutrien dan tutupan epifit yang tinggi pada lamun membuatnya lebih disukai oleh herbivora yang secara eksperimental
didapatkan memangsa lebih intensif pada kondisi seperti itu McGlathery 1995. Penelitian menunjukkan bahwa bulu babi berukuran kecil diametet test
30 mm dimangsa oleh predatornya seperti ikan predator dan gastropoda dengan
laju yang lebih cepat dibandingkan dengan bulu babi yang lebih besar dengan diameter test antara 31-60 mm Heck Valentine 1995. Jadi pada ekosistem
padang lamun dapat terjadi keseimbangan antara populasi bulu babi dengan kerapatan lamun karena bulu babi yang lebih muda new recruits dimangsa lebih
banyak oleh predatornya sehingga populasi bulu babi berkurang. Hal ini menyebabkan lamun yang telah mengalami grazing dapat pulih kembali.
Peningkatan kerapatan lamun yang meningkat akan memberi bulu babi perlindungan struktural dari pemangsanya. Hal ini pada akhirnya akan
meningkatkan lagi grazing lamun yang akan kembali mengurangi kerapatan lamun.
Populasi bulu babi yang ada baik di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang masih belum merupakan ancaman serius bagi vegetasi lamun yang
ada di pulau-tersebut. Penelitian eksperimental sebelumnya oleh Vonk et al. 2008 menunjukkan bahwa bulu babi T. gratilla dapat mengurangi 74
biomassa di atas substrat, namun tidak mempunyai pengaruh terhadap biomassa di bawah substrat. Grazing yang tidak intensif hanya mengakibatkan
pengurangan biomassa di atas substrat, sehingga dapat pulih dengan cepat. Namun, grazing yang sangat intensif dapat mengakibatkan lamun hilang secara
permanen Heck Valentine 1999. Pada berbagai wilayah telah dilaporkan terjadinya ledakan populasi bulu babi yang cepat dengan kepadatan mencapai
500-600 individum
2
, mengakibatkan hilangnya daerah lamun yang luas bahkan menghabiskan padang lamun yang
ada Heck Valentine 1995; Mamboya et al.
2009. Oleh karena itu, pemantauan populasi bulu babi pada daerah padang lamun perlu dilakukan secara periodik mengingat ledakan populasi bulu babi
dapat terjadi bila predatornya berkurang.
Gambar 77 Korelasi antara kerapatan lamun dengan kepadatan bulu babi di Pulau Bonebatang
Simpulan
1. Terdapat 6 jenis bulu babi yang dijumpai di daerah padang lamun Pulau
Barranglompo dan Pulau Bonebatang yaitu Diadema setosum, Echinometra mathaei, Echinothrix calamaris, Echinothrix diadema, Mespilia globulus
, dan Tripneustes gratilla.
2. T. gratilla dan D. setosum merupakan jenis bulu babi yang memiliki
kepadatan tertinggi di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang. 3.
Thalassia hemprichii merupakan jenis lamun yang memiliki komposisi terbesar dalam isi lambung bulu babi.
4. Nilai indeks pilihan mengindikasikan bahwa bulu babi menyukai beberapa
jenis lamun terutama T. hemprichii.