pinggir bergerigi atau seperti gergaji, ujung melengkung atau runcing, urat daun tidak begitu jelas. Vesikel atau gelembung udara bladder bulat telur Sze 1993;
Atmadja 1996a.
Turbinaria conoides J. Agardh Kützing
Thallus  berwarna  coklat  muda  atau  coklat  tua.  Batang  silindris,  tegak, kasar, terdapat bekas-bekas percabangan Gambar 61d.  Holdfast berupa cakram
kecil.  Percabangan berputar sekeliling batang utama.  Daun merupakan kesatuan yang  terdiri  dari  tangkai  dan  lembaran  daun  yang  umumnya  berukuran  kecil,
membentuk  setengah  bulatan  melengkung  seperti  ginjal  reniformis,  pinggir daun bergerigi.  Gelembung udara agak menonjol di pertengahan daun Atmadja
1996a.
Turbinaria ornata Turner J. Agardh
Alga ini termasuk umum dijumpai di perairan Indonesia Atmadja 1996a. Tumbuhan  ini  berwarna  coklat  tua,  tingginya  mencapai  50  cm,  rimbung  ,
percabangan  berasal  dari  holdfast  yang  bercabang    dichotomous,  cabang  utama keras dan silindris dan bercabang tidak beraturan, daun tersusun rapat berbentuk
turbinate Gambar 61e Jha et al. 2009.
Gambar  61  Makroalgae  coklat  Phaeophyta  dari  genera  Sargassum  dan Turbinaria
yang dijumpai di daerah padang lamun. a Sargassum binderi
,  b  S.  crassifolium,  c  S.  polycistum,  d  Turbinaria conoidess
,   e T. ornata
Acanthophora spicifera Vahl Børgesen
Thallus  silindris,  percabangan  bebas,  tegak,  terdapat  duri-duri  pendek sekitar  thallus  yang  merupakan  karakteristik  jenis  ini.  Warna  coklat  tua  atau
coklat  kekuningan  Gambar  62a.    Rumpun  lebat  dan  melekat  ke  substrat menggunakan  cakram  lobus  tidak  beraturan  Atmadja  1996b;  Jha  et  al.  2009.
Percabangan  tidak  beraturan,  jarang,  terete,  dengan  proyeksi  berduri Prud’homme van Reine  Trono 2001.
Acanthophora muscoides Linnaeus Bory
Thallus  berwarna  kemerahan  sampai  ungu,  kaku,  cartilaginous  Gambar 62b. Melekat dengan holdfast discoid yang rata.  Percabangan alternate, terete,
ditutupi oleh tonjolan yang berduri Prud’homme van Reine  Trono 2001.
Actinoritchia fragilis Forsskål Børgesen
Thallus  bulat  mengeras,  permukaan  kasar,  membentuk  rumpun  rimbun dengan percabangan dichotomous Gambar 62c.  Melekat pada substrat  dengan
holdfast yang kecil berbentuk cakram.  Warna merah muda, orange atau kadang-
kadang pirang Atmadja 1996b.
Amphiroa fragilissima Linnaeus Lamouroux
Tumbuhan berwarna merah ungu, pirang atau krem.  Substansi calcareous, mudah  patah  getas,  kaku  Gambar  62d,  percabangan  beraturan  baik
dichotomous maupun  trichotomous,  kadang  dengan  percabangan  adventitif
Atmadja 1996b; Jha et al. 2009
Gambar  62  Makroalgae  merah  Rhodophyta  yang  dijumpai  di  daerah  padang lamun. a Acanthophora spicifera b Acanthophora muscoides, c
Actinoritchia fragilis , d Amphiroa fragilissima
Eucheuma denticulatum N.L. Burman Collins
Algae  ini  berwarna  coklat  tua,  hijau  kecoklatan  atau  bahkan  merah keunguan.  Thallusnya  berbentuk  silindris,  bersifat  kartilaginous  dengan
permukaan  yang licin Gambar 63a.  Sepanjang thallus terdapat  duri-duri  yang
tumbuh  berderet  melingkari  thallus  dengan  interval  yang  bervariasi  Sze  1993. Merupakan  tumbuhan  perennial  dengan  thallus  yang  membentuk  rumpun
caespitose yang  keras.    Cabang  primer  terete
atau  silindris  Prud’homme  van Reine  Trono 2001.
Pada tahun 1920-an, rumput laut E. denticulatum yang berasal dari pantai Sulawesi  Selatan  dan  pulau-pulau  sekitarnya  telah  diekspor  ke  China
Prud’homme van Reine  Trono 2001.
Eucheuma serra J. Agardh
Thallus  gepeng,  prostrate,  berwarna  merah  atau  merah  pucat,  pinggir bergerigi, permukaan licin, cartilaginous Gambar 63b. Aksis utama terete pada
bagian  basal.  Percabangan  berselang-seling  tidak  beraturan  dan  membentuk rumpun yang rimbun Atmadja 1996b; Prud’homme  Trono 2001.
Kappaphycus alvarezii Doty Doty ex P. Silva
Thallus  silindris,  berwarna  hijau,  hijau  kekuningan,  abu-abu  atau  merah. Permukaan licin, cartilaginous Gambar 63c. Penampakan thalli bervariasi mulai
dari bentuk  sederhana sampai kompleks.  Percabangan ke berbagai  arah  dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan di daerah basal pangkal.  Cabang-
cabang  pertama  dan  kedua  tumbuh  membentuk  rumpun  yang  rimbun  Atmadja 1996b; Jha et al. 2009.
Gelidiella acerosa Forsskål J. Feldmann  G. Hamel
Thallus  silindris,  cartilaginous  dengan  percabangan  tidak  teratur  yang keluar  dari  stolon.    Thallus  mempunyai  ranting-ranting  pendek  ramuli  yang
tumbuh berderet  sebelah menyebelah pada percabangan Gambar 63d.  Thallus berwarna  hijau  kecoklatan,  kuning  kehijauan  atau  kuning  keemasan    Atmadja
1996b; Jha et al. 2009.
Gambar  63  Makroalgae  merah  Rhodophyta  yang  dijumpai  di  daerah  padang lamun.  a  Eucheuma  denticulatum  b  Eucheuma  serra,  c
Kappaphycus alvarezii , d  Gelidiella acerosa
Gracilaria coronopifolia J Agardh
Thallus silindris, licin, berwarna coklat kehijauan atau coklat kekuningan pirang,  menempel  pada  substrat  dengan  cakram  kecil  Gambar  64a.
Percabangan dichotomous berulang-ulang.  Umumnya rimbun pada porsi bagian atas rumpun Atmadja 1996b.
Gracilaria salicornia C. Agardh Dawson
Thallus  berwarna  merah  kecoklatan  atau  merah  kekuningan,  melekat dengan  cakram  kecil,  thallus  rimbun  dengan  percabangan  tidak  beraturan,  aksis
silindris, cabang bagian bawah juga silindris, tidak berkurang pada bagian basal, cabang bagian atas berkurang di bagian bawah, clavate memanjang, membengkak
pada bagian apeks Gambar 64b yang menunjukkan depresi apikal, satu atau dua sub-cabang berasal dari depresi ini Jha et al. 2009
Hypnea esperi Bory
Thallus  berwarna  merah  kehijauan,  melekat  menggunakan  holdfast discoid
,  aksis  bercabang  2 – 3 kali, cabang dan sub-cabang tersusun rapat pada
aksis, ditutupi oleh duri kecil Gambar 64c Jha et al. 2009.
Hypnea cervicornis J. Agardh
Thallus  silindris,  berwarna  kuning  pucat  atau  kuning  hijau,  panjang merumbai,  berduri-duri  halus  Gambar  64d.  Percabangan  tidak  teratur,
membentuk  rumpun  yang  rimbun  sehingga  tampak  menggumpal  Atmadja 1996b.    Alga  ini  melekat  dengan  holdfast  discoid  pada  cangkang,  potongan
karang atau batu kerikil, atau kadang juga bersifat epifit.  Percabangannya padat dan  terete,  secara  tidak  beraturan  dichotomous-divaricate.    Percabangan  lateral
yang terakhir banyak, pendek, filiform, lonjong sampai titik yang tajam, kadang- kadang bercabang dua Trono  Ganzon-Fortes 1988.
Laurencia papillosa C. Agardh Greville
Thallus  berwarna  merah  gelap  atau  merah  kecoklatan,  kaku,  melekat dengan  holdfast  discoid  Gambar  64e;  banyak  aksis  yang  kaku  berasal  dari
holdfast , aksis bercabang tidak beraturan, cartilaginous Jha et al. 2009.  Secara
radial  tersusun  atas  baris  longitudinal  yang  teratur  pada  percabangan  sekunder dan tersier, tidak beraturan pada bagian bawah thallus, menurun panjangnya dari
dasar ke ujung percabangan Trono  Ganzon-Fortes 1988.
Gambar  64  Makroalgae  merah  Rhodophyta  yang  dijumpai  di  daerah  padang lamun.  a  Gracilaria  coronopifolia  b  Gracilaria  salicornia,  c
Hypnea esperi , d  Hypnea cervicornis, e Laurencia papillosa
Kategori Lifeform Makroalgae
Pada  habitat  padang  lamun,  baik  dasar  pasir,  lumpur,  batuan  maupun pecahan  karang  serta  lamun  sendiri  merupakan  substrat  untuk  makroalgae
Verheij  Erftemeijer 1993; Sidik et al. 2001. Tabel  26  Kategori  lifeform  setiap  jenis  makroalgae  yang  ditemukan  di  Pulau
Barranglompo
Spesies Makroalgae Lifeform
Boodlea composita epilithik
Chlorodesmis fastigiata epilithik
Halimeda macroloba epipelik
Halimeda opuntia epipelik
Dictyota bartayresiana epipelikefifit
Rosenvingea intricata epipelikefifit
Hormophysa triquetra epilithik
Padina australis epipelikepilithik
Sargassum crassifolium epilithikdrift
Sargassum polycistum epilithikdrift
Turbinaria ornata epilithik
Acanthophora muscoides epipelikepilithik
Acanthophora  spicifera epipelikepilithik
Actinoritchia fragilis epipelikepilithik
Euchema denticulatum epipelikepilithik
Euchema serra epipelikepilithik
Gelidiella acerosa epilithik
Gracilaria coronopifolia epipelikepilithik
Gracilaria salicornia epipelikepilithik
Hypnea esperi epilithikefifit
Hypnea cervicornis Epipelikepilithikefifit
Laurencia papillosa Epipelikepilithik
Tabel  27  Kategori  lifeform  setiap  jenis  makroalgae  yang  ditemukan  di  Pulau Bonebatang
Spesies Makroalgae Lifeform
Chlorodermis fastigiata epilithik
Halimeda macroloba epipelik
Halimeda opuntia epipelik
Neomeris annulata epilithik
Dictyota bartayresiana epipelik + efifit
Hormophysa triquetra epilithik
Hydroclathrus clathratus epipelikepilithikefifit
Padina australis epipelik
Rosenvingea intricata epilithikefifit
Sargassum binderi epilithik
Sargassum crassifolium epilithik
Sargassum polycistum epilithik
Turbinaria conoides epilithik
Turbinaria ornata epilithik
Acanthophora  spicifera epipelikepilithikefifit
Actinoritchia fragilis epipelikepilithik
Amphiroa fragilissima epipelikepilithik
Gracilaria coronopifolia epipelikepilithik
Hypnea esperi epilithikefifit
Kappaphycus alvarezii epipelikepilithik
Berdasarkan  kategori  lifeformnya  Tabel  26  dan  27,  makroalgae  yang ditemukan baik di Pulau Barranglompo maupun Pulau Bonebatang menunjukkan
kesamaan  yaitu  didominasi  oleh  kategori  epilithik  litofitik  yang  ditemukan melekat  pada  batu  atau  karang  mati  dan  juga  epipelik  rhizofitik  yang  melekat
pada  pasir  atau  lumpur  di  daerah  padang  lamun.    Komunitas  makroalgae  yang didominasi oleh kelompok epilithik  juga dijumpai  di  Taman Nasional Similajau
di Sarawak, Malaysia Harah et al. 2006.
Kelimpahan Makroalgae di Daerah Padang Lamun
Frekuensi Braun Blanquet
Frekuensi  jenis-jenis  makroalgae  di  kedua  pulau  cukup  rendah.    Hal  itu menunjukkan bahwa makroalgae tersebar mengelompok patchy. Dari 22 spesies
yang  ditemukan  di  daerah  padang  lamun  Pulau  Barranglompo,  hanya  6  spesies yaitu B. composita, D. bartayresiana, R. intricata, A. spicifera, G. acerosa dan L.
papillosa yang  terdapat  di  semua  stasiun  yang  diamati,  sedangkan  di  Pulau
Bonebatang hanya 3 spesies yang terdapat di semua stasiun yaitu S. crassifolium, A. fragilis
dan H. esperi Tabel 28. Tabel  28  Frekuensi  Braun  Blanquet  makroalgae  di  Pulau  Barranglompo  dan
Pulau  Bonebatang
Spesies Barranglompo
Bonebatang A
B C
A B
C
Boodlea composita 0.11
0.11 0.22
- -
- Chlorodesmis fastigiata
0.11 0.11
- 0.11
- 0.11
Halimeda macroloba -
0.11 -
- 0.11
0.11 Halimeda opuntia
0.11 0.11
- -
0.33 -
Neomeris annulata -
- -
- 0.22
- Dictyota bartayresiana
0.22 0.33
0.11 -
0.22 -
Hormophysa triquetra 0.11
- -
- 0.11
- Hydroclathrus clathratus
- -
- -
- 0.11
Padina australis 0.11
0.11 -
0.22 0.11
- Rosenvingea intricata
0.11 0.11
0.11 -
- 0.11
Sargassum binderi -
- -
- 0.11
0.11 Sargassum crassifolium
- 0.22
0.11 0.11
0.22 0.44
Sargassum polycistum 0.11
- 0.11
- 0.22
0.22 Turbinaria conoides
- -
- -
0.11 0.11
Turbinaria ornata -
- 0.11
0.11 0.11
- Acanthophora  spicifera
0.11 0.44
0.22 0.11
0.22 -
Acanthophora muscoides -
0.11 -
- -
- Actinoritchia fragilis
- 0.11
0.11 0.11
0.11 0.33
Amphiroa fragilissima -
- -
0.11 -
0.11 Euchema denticulatum
- -
0.11 -
- -
Euchema serra -
0.11 0.11
- -
- Gelidiella acerosa
0.11 0.22
0.11 -
- -
Gracilaria coronopifolia -
0.22 0.22
- 0.11
0.22 Gracilaria salicornia
- -
0.11 -
- -
Hypnea esperi -
0.11 -
0.11 0.11
0.11 Hypnea cervicornis
- 0.11
0.11 -
- -
Kappaphycus alvarezii -
- -
- 0.11
- Laurencia papillosa
0.22 0.22
0.11 -
- -
Kelimpahan Abundance
Spesies  dengan  kelimpahan  tertinggi  di  Pulau  Barranglompo  adalah  L. papillosa
,  sedangkan  di  Pulau  Bonebatang,  A.  spicifera  memiliki  kelimpahan tertinggi  meskipun  tidak  dijumpai  di  stasiun  C  Tabel  29.  Secara  umum,
kelimpahan makroalgae di Pulau Barranglompo lebih tinggi dibandingkan dengan Pulau  Bonebatang.    Genus  Laurencia  sering  dijumpai  dalam  kelimpahan  yang
tinggi  seperti  didapatkan  di  Teluk  Awerange  Kabupaten  Barru  Ilyas    Amri 2006.
Tabel  29  Kelimpahan  Braun  Blanquet  makroalgae  di  Pulau  Barranglompo  dan Pulau  Bonebatang
Spesies Barranglompo
Bonebatang A
B C
A B
C
Boodlea composita 1
1 2
- -
- Chlorodesmis fastigiata
2 2
- 2
- 2
Halimeda macroloba -
2 -
- 2
2 Halimeda opuntia
2 2
- -
2 -
Neomeris annulata -
- -
- 1
- Dictyota bartayresiana
2.5 2.7
3 -
2 -
Hormophysa triquetra 2
- -
- 2
- Hydroclathrus clathratus
- -
- -
- 3
Padina australis 2
2 -
2 2
- Rosenvingea intricata
2 3
3 -
- 3
Sargassum binderi -
- -
- 2
2 Sargassum crassifolium
- 2
2 2
2 2
Sargassum polycistum 2
- 2
- 2
2 Turbinaria conoides
- -
- -
2 2
Turbinaria ornata -
- 2
2 2
- Acanthophora  spicifera
3 3.25
2 4
3 -
Acanthophora muscoides -
2 -
- -
- Actinoritchia fragilis
- 2
2 2
2 2
Amphiroa fragilissima -
- -
2 -
2 Euchema denticulatum
- -
2 -
- -
Euchema serra -
1 2
- -
- Gelidiella acerosa
3 2
3 -
- -
Gracilaria coronopifolia -
2 2
- 3
2.5 Gracilaria salicornia
- -
2 -
- -
Hypnea esperi -
2 -
2 2
2 Hypnea cervicornis
- 2
2 -
- -
Kappaphycus alvarezii -
- -
- 2
- Laurencia papillosa
3 5
5 -
- -
Kerapatan density
Jenis-jenis  makroalgae  yang  ditemukan  di  kedua  pulau  memperlihatkan variasi  antar  stasiun.    Di  Pulau  Barranglompo,  L.  papillosa,  A.  spicifera dan  D.
bartayresiana merupakan  spesies  dengan  kerapatan  tertinggi.  Ketiganya  sama-
sama  memiliki  kerapatan  tertinggi  di  stasiun  B.  Sementara  itu,  spesies makroalgae  dengan  kerapatan  tertinggi  di  Pulau  Bonebatang  adalah  S.
crassifolium, A. fragilis dan A. spicifera.
Tabel  30  Kerapatan  Braun  Blanquet  makroalgae  di  Pulau  Barranglompo  dan Pulau  Bonebatang
Spesies Barranglompo
Bonebatang A
B C
A B
C
Boodlea composita 0.11
0.11 0.44
- -
- Chlorodesmis fastigiata
0.22 0.22
- 0.22
- 0.22
Halimeda macroloba -
0.22 -
- 0.22
0.22 Halimeda opuntia
0.22 0.22
- -
0.67 -
Neomeris annulata -
- -
- 0.22
- Dictyota bartayresiana
0.56 0.89
0.33 -
0.44 -
Hormophysa triquetra 0.22
- -
- 0.22
- Hydroclathrus clathratus
- -
- -
- 0.33
Padina australis 0.22
0.22 -
0.44 0.22
- Rosenvingea intricata
0.22 0.33
0.33 -
- 0.33
Sargassum binderi -
- -
- 0.22
0.22 Sargassum crassifolium
- 0.44
0.22 0.22
0.44 0.89
Sargassum polycistum 0.22
- 0.22
- 0.44
0.44 Turbinaria conoides
- -
- -
0.22 0.22
Turbinaria ornata -
- 0.22
0.22 0.22
- Acanthophora  spicifera
0.33 1.44
0.22 0.44
0.67 -
Acanthophora muscoides -
0.22 -
- -
- Actinoritchia fragilis
- 0.22
0.22 0.22
0.22 0.67
Amphiroa fragilissima -
- -
0.22 -
0.22 Euchema denticulatum
- -
0.22 -
- -
Euchema serra -
0.11 0.22
- -
- Gelidiella acerosa
0.33 0.44
0.33 -
- -
Gracilaria coronopifolia -
0.44 0.44
- 0.32
0.56 Gracilaria salicornia
- -
0.22 -
- -
Hypnea esperi -
0.22 -
0.22 0.22
0.22 Hypnea cervicornis
- 0.22
0.22 -
- -
Kappaphycus alvarezii -
- -
- 0.22
- Laurencia papillosa
0.67 1.11
0.56 -
- -
Biomassa Makroalgae pada Habitat Padang Lamun di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang
Nilai  biomassa gram  bobot  keringm
2
dari 22 spesies makroalgae  yang ditemukan  di  Pulau  Barranglompo  ditampilkan  pada  Gambar  65.    Lima  spesies
makroalgae yang memiliki biomassa terbesar adalah Laurencia papillosa 17.37 g bkm
2
, Acanthophora spicifera 10.47 g bkm
2
, Eucheuma serra 5.25 g bkm
2
, Rosenvingea intricata
4.31 g bkm
2
, dan Dictyota bartayresiana 4.16 g bkm
2
. Sedangkan makroalgae dengan biomassa terendah dijumpai pada  Hypnea asperi
0.4 g bkm
2
.
Gambar  65   Biomassa  g bobot keringm
2
spesies  makroalgae  yang  dijumpai di daerah padang lamun Pulau Barranglompo
Spesies  makroalgae  yang  memiliki  biomassa  terbesar  di  Pulau Bonebatang  Gambar  66  adalah  Actinoritchia  fragilis  14.57  g  bkm
2
,  disusul oleh jenis Halimeda macroloba 6.71 g bkm
2
, Turbinaria ornata 5.67 g bkm
2
, Amphiroa  fragilissima
5.19  g  bkm
2
,  dan  Sargassum  crassifolium  4.57  g
1.68 2.11
1.8 2.43
4.16 0.69
0.85 4.31
2.27 2.12
1.6 10.47
1.17 2.68
1.97 5.25
2.33 2.85
1.45 0.4
1.92 17.37
5 10
15 20
Boodlea composita Chlorodesmis fastigiata
Halimeda macroloba Halimeda opuntia
Dictyota bartayresiana Hormophysa triquetra
Padina australis Rosenvingea intricata
Sargassum crassifolium Sargassum polycistum
Turbinaria ornata Acanthophora  specifera
Acanthophora muscoides Actinoritchia fragilis
Euchema denticulatum Euchema serra
Gelidiella acerosa Gracilaria coronopifolia
Gracilaria salicornia Hypnea asperi
Hypnea cervicornis Laurencia papillosa
Biomassa g BKm2
bkm
2
.  Sedangkan spesies dengan biomassa terendah adalah Neomeris annulata 0.07  g  bkm
2
.    Rendahnya  biomassa  jenis  ini  karena  memiliki  lifeform  yang menempel pada batuan atau karang mati Jha et al. 2009, sehingga tidak begitu
banyak dijumpai di daerah padang lamun. Variasi  spasio-temporal  biomassa  makroalgae  berkaitan  dengan  banyak
faktor,  misalnya  di  Teluk  Cienfuegos,  Kuba  berkaitan  dengan  sifat  substrat, variasi  iklim  atau  pengaruh  musim,  karakteristik  hidrodinamika  dan  pengaruh
pencemaran perairan Moreira et al. 2006.
Gambar  66 Biomassa  g bobot keringm
2
spesies  makroalgae  yang  dijumpai di daerah padang lamun Pulau Bonebatang
Beberapa  kajian  ekologi  makrofita  menggunakan  biomassa  sebagai indikator  dampak  disturbansi  lingkungan  seperti  eutrofikasi  terhadap  komunitas
makrofita.  Eutrofikasi  menyebabkan  munculnya  spesies  yang  bersifat oportunistik dan nitrophilous Orfanidis et al. 2003; Moreira et al. 2006.  Hal ini
tampak  dari  hasil  yang  diperoleh  dalam  penelitian  ini  yang  memperlihatkan perbedaan  komposisi  makroalgae  antara  Pulau  Barranglompo  dan  Bonebatang.
0.43 6.71
1.71 0.07
0.41 1.29
1.87 0.8
0.86 3.72
4.57 3.04
4.51 5.67
2.56 14.57
5.19 2.68
2.18 1.55
2 4
6 8
10 12
14 16
Chlorodesmis fastigiata Halimeda macroloba
Halimeda opuntia Neomeris annulata
Dictyota bartayresiana Hormophysa triquetra
Hydroclathrus clathratus Padina australis
Rosenvingea intricata Sargassum binderi
Sargassum crassifolium Sargassum polycistum
Turbinaria conoides Turbinaria ornata
Acanthophora  specifera Actinoritchia fragilis
Amphiroa fragilissima Gracilaria coronopifolia
Hypnea asperi Kappaphycus alvarezii
Biomassa g BKm2
Spesies  yang memiliki biomassa terbesar di  Pulau Barranglompo adalah  spesies oportunistik  yang  tumbuh  pada  kondisi  lingkungan  yang  agak  tercemar  atau
mengalami  pengayaan  nutrien  Bab  6.    Sebagai  akibat  dari  pengayaan  nutrien, makroalgae  berbentuk  filamen  dan  lembaran  yang  tumbuh  cepat  mempunyai
biomassa yang besar Flindt et al. 1999.  Lima jenis makroalgae yang memiliki biomassa  terbesar  di  Pulau  Barranglompo  termasuk  dalam  kategori  bentuk
makroalgae ini.
Asosiasi Lamun-Makroalgae
Salah  satu  teknik  yang  dapat  digunakan  untuk  mendeteksi  hubungan antara dua spesies adalah dengan metode presence-absence Ludwig  Reynolds
1988.  Berdasarkan hasil perhitungan struktur komunitas padang lamun dan hasil pengamatan kelimpahan  makroalgae di Pulau Barranglompo, empat jenis lamun
C.  rotundata,  E.  acoroides,  H.  uninervis  dan  T.  hemprichii  dan  empat  jenis makroalgae  A.  spicifera,  D.  bartayresiana,  G.  coronopifolia,  dan  L.  papillosa
dipasangkan  untuk  melihat  asosiasinya  Tabel  31.  Terdapat  asosiasi  positif antara  pasangan  lamun  C.  rotundata  dan  T.  hemprichii  dan  dua  pasangan
makroalgae  yaitu  A.  spicifera-L.  papillosa  dan  D.  bartayresiana-L.  papillosa, sedangkan  asosiasi  negatif  dijumpai  pada  pasangan  lamun  E.  acoroides  dengan
H. uninervis dan antara H. uninervis dengan T. hemprichii  Gambar 67.
Tabel 31 Asosiasi lamun dan makroalgae di Pulau Barranglompo.
Kombinasi a
Ea
2
hit Jenis asosiasi
CR-EA 15
14.44  0.01 NA
CR-HU 3
3.33  0.10 NA
CR-TH 15
12.78  5.87 Positif
EA-TH 23
22.15  1.02 NA
EA-HU 5
5.78  9.81 Negatif
HU-TH 4
5.11  4.41 Negatif
CR-As 5
3.89  0.96 NA
CR-Lp 3
2.78  0.05 NA
CR-Db 2
3.33  1.54 NA
CR-Gc 2
2.22  0.02 NA
EA-As 7
6.74  0.31 NA
EA-Lp 5
4.81  0.68 NA
EA-Db 6
5.78  0.46 NA
EA-Gc 4
3.85  1.02 NA
HU-As 2
1.78  0.05 NA
HU-Lp 2
1.11  1.12 NA
HU-Db 2
1.33  0.11 NA
HU-Gc 2
0.89  0.63 NA
TH-As 7
5.96  1.64 NA
TH-Lp 5
4.26  0.11 NA
TH-Db 4
4.26  1.12 NA
TH-Gc 3
3.41  1.91 NA
As-Lp 4
1.48  7.47 Positif
As-Db 3
1.78  1.54 NA
As-Gc 1
1.04  0.00 NA
Lp-Db 3
1.11  5.07 Positif
Lp-Gc 1
0.74  0.11 NA
Db-Gc 1
0.89  0.26 NA
Keterangan: Nilai 
2
yang diberi tanda kurung menunjukkan nilai yang telah dikoreksi dengan Formula Yate.  NA = jenis asosianya tidak dihitung karena memiliki nilai
2
yang tidak signifikan. = berbeda nyata pada taraf  uji 5 ,  = berbeda nyata pada taraf  uji 1 . CR = Cymodocea
rotundata EA = Enhalus acoroides  HU = Halodule uninervis TH = Thalassia hemprichii As =
Acanthophora spicifera Db = Dictyota bartayresiana  Gc = Gracilaria coronopifolia Lp =
Laurencia papillosa
C. rotundata E. acoroides
H. uninervis
+ 
T. hemprichii A.
spicifera D. bartayresiana
G. coronopifolia
+ +
L. papillosa
Gambar 67 Matriks asosiasi lamun dan makroalgae di Pulau Barranglompo
Analisis  lamun  dan  makroalgae  di  Pulau  Bonebatang  Tabel  32 memasangkan  empat  spesies  lamun  yang  sama  jenisnya  seperti  di  Pulau
Barranglompo  dan  empat  jenis  makroalgae  A.  spicifera,  A.  fragilis,  G. coronopifolia
,  dan  S.  crassifolium.  Asosiasi  positif  makrofita  di  Pulau Bonebatang  hanya  dijumpai  pada  pasangan  lamun  C.  rotundata-H.  uninervis,
sedangkan  asosiasi  negatif  dijumpai  pada  empat  pasangan  silang  lamun- makroalgae  yaitu  C.  rotundata-A.  spicifera,  C.  rotundata-A.  fragilis,  T.
hemprichii-G. coronopifolia, dan T. hemprichi-S. crassifolium Gambar 68.
Tabel 32 Asosiasi lamun dan makroalgae di Pulau Bonebatang.
Kombinasi a
Ea
2
hit Jenis asosiasi
CR-EA 13
14.78 3.25
NA CR-HU
15 12.59
4.79 Positif
CR-TH 17
16.89 0.27
NA EA-HU
12 14.00
3.86 Negatif
EA-TH 18
18.67 2.95
NA HU-TH
17 16.00
1.69 NA
CR-As 1
2.11 4.67
Negatif CR-Af
1 3.52
7.47 Negatif
CR-Gc 2
1.41 0.02
NA CR-Sc
6 4.93
1.07 NA
EA-As 2
2.33 1.51
NA EA-Af
5 3.89
1.75 NA
EA-Gc 2
2.33 1.51
NA EA-Sc
5 5.44
0.22 NA
HU-As 2
2.00 0.00
NA HU-Af
2 3.33
1.96 NA
HU-Gc 1
2.00 1.69
NA HU-Sc
3 4.67
2.41 NA
TH-As 3
2.67 0.01
NA TH-Af
5 4.44
0.01 NA
TH-Gc 2
2.67 5.17
Negatif TH-Sc
5 5.96
5.83 Negatif
As-Af 0.56
2.77 NA
As-Gc 0.33
2.64 NA
As-Sc 0.59
3.09 NA
Af-Gc 0.44
2.65 NA
Af-Sc 2
1.56 0.22
NA Gc-Sc
2 0.78
1.02 NA
Keterangan: Nilai 
2
yang diberi tanda kurung menunjukkan nilai yang telah dikoreksi dengan Formula Yate
.
NA = jenis asosianya tidak dihitung karena memiliki nilai 
2
yang tidak signifikan.  = berbeda nyata pada taraf  uji 5 ,  = berbeda nyata pada taraf  uji 1 . CR =
Cymodocea rotundata EA = Enhalus acoroides  HU = Halodule uninervis TH = Thalassia
hemprichii As = Acanthophora spicifera Af = Actinorithchia fragilis    Gc = Gracilaria
coronopifolia Sc = Sargassum crassifolium
C.rotundata E. acoroides
+ 
H. uninervis T. hemprichii
A. spicifera
A. fragilis
G. coronopifolia
S. crassifolium
Gambar  68 Matriks asosiasi lamun dan makroalgae di Pulau Bonebatang Asosiasi  atau  hubungan  antara  dua  spesies  dapat  berupa  asosiasi  positif,
negatif  atau  tidak  ada  hubungan.    Asosiasi  positif  terjadi  apabila  antara  kedua spesies  memerlukan  suatu  kondisi  yang  sama  atau  adanya  predator  terhadap
keduanya.  Sebaliknya, asosiasi negatif terjadi jika keduanya memerlukan kondisi yang berbeda atau bersaing satu sama lainnya Ludwig  Reynolds 1988.
Indeks Ochiai
Hasil  perhitungan  asosiasi  pasangan  spesies  makrofita  menggunakan Indeks  Ochiai  mendapatkan  nilai  berkisar  0.19-0.94  di  Pulau  Barranglompo,
sedangkan di Pulau Bonebatang, didapatkan nilai berkisar 0.0-0.82.  Kebanyakan pasangan  makrofita  menunjukkan  asosiasi  yang  rendah  dan  sangat  rendah  di
kedua pulau Tabel 33 dan 34 serta Lampiran 8.
Tabel  33  Persentase  kategori  nilai  indeks  asosiasi  delapan  spesies  lamun  dan makroalgae dominan di Pulau Barranglompo
No. Indeks
Asosiasi Kategori
Jumlah Kombinasi
Persentase
1. 0.75
– 1.00 Sangat tinggi
3 10.71
2. 0.49
– 0.74 Tinggi
5 17.86
3. 0.23
– 0.48 Rendah
16 57.14
4. ≤ 0.22
Sangat rendah 4
14.29 Indeks  Ochiai  merupakan  salah  satu  indeks  yang  banyak  dipakai  untuk
mengukur  derajat  asosiasi  Ludwig    Reynolds  1988.    Satuan  sampling  dan frekuensi  kejadian  pada  penggunaan  Indeks  Ochiai  tidak  memberikan  pengaruh
yg mencolok terhadap hasil perhitungan Jackson et al. 1989. Tabel  34  Persentase  kategori  nilai  indeks  asosiasi  delapan  spesies  lamun  dan
makroalgae dominan di Pulau Bonebatang
No. Indeks
Asosiasi Kategori
Jumlah Kombinasi
Persentase
1. 0.75
– 1.00 Sangat tinggi
4 14.29
2. 0.49
– 0.74 Tinggi
4 14.29
3. 0.23
– 0.48 Rendah
12 42.86
4. ≤ 0.22
Sangat rendah 8
28.57 Indeks  Evaluasi  Ekologi  Makrofita  di  Pulau  Barranglompo  dan  Pulau
Bonebatang
Berdasarkan status ekologisnya, dari 22 spesies yang ditemukan di daerah padang  lamun  Pulau  Barranglompo,  sebanyak  8  spesies  termasuk  dalam
kelompok ESG I dan 14 spesies yang termasuk ESG II Tabel 35.
Tabel  35  Pembagian  spesies  makroalgae  di  Pulau  Barranglompo  ke  dalam kelompok status ekologi Ecological Status Group-ESG I dan II
Spesies Kelompok Status Ekologi ESG
Chlorophyta
Boodlea composita II
Chlorodermis fastigiata II
Halimeda macroloba I
Halimeda opuntia I
Phaeophyta
Dictyota bartayresiana II
Hormophysa triquetra I
Padina australis I
Rosenvingea intricata II
Sargassum crassifolium I
Sargassum polycistum I
Turbinaria ornata I
Rhodophyta
Acanthophora muscoides II
Acanthophora  spicifera II
Actinoritchia fragilis I
Euchema denticulatum II
Euchema serra II
Gelidiella acerosa II
Gracilaria coronopifolia II
Gracilaria salicornia II
Hypnea esperi II
Hypnea cervicornis II
Laurencia papillosa II
Berbeda  dengan  Pulau  Barranglompo,  spesies  yang  termasuk  dalam kategori ESG I di Pulau Bonebatang lebih banyak dibandingkan dengan kategori
II Tabel 36.  Terdapat 12 spesies ESG I dan 8 spesies ESG II.
Tabel  36  Pembagian  spesies  makroalgae  di  Pulau  Bonebatang  ke  dalam kelompok status ekologi Ecological Status Group-ESG I dan II
Spesies Kelompok Status Ekologi ESG
Chlorophyta
Chlorodermis fastigiata II
Halimeda macroloba I
Halimeda opuntia I
Neomeris annulata I
Phaeophyta
Dictyota bartayresiana II
Hormophysa triquetra I
Hydroclathrus clathratus II
Padina australis I
Rosenvingea intricata II
Sargassum binderi I
Sargassum crassifolium I
Sargassum polycistum I
Turbinaria conoides I
Turbinaria ornata I
Rhodophyta
Acanthophora  spicifera II
Actinoritchia fragilis I
Amphiroa fragilissima I
Gracilaria coronopifolia II
Hypnea esperi II
Kappaphycus alvarezii II
Komposisi  jenis  makroalgae  di  Pulau  Barranglompo  dan  Pulau Bonebatang,  secara  jelas  menunjukkan  bahwa  di  Pulau  Barranglompo,  proporsi
makroalgae  yang  bersifat  oportunistik  ESG  II  jauh  lebih  besar  dibandingkan dengan  yang  ada  di  Pulau  Bonebatang  Tabel  37.    Hal  itu  merupakan  indikasi
adanya  perubahan  komposisi  jenis  makroalgae  akibat  tekanan  antropogenik Orfanidis et al. 2001; 2003. Penyebab utama perubahan dan suksesi makrofita
ini adalah meningkatnya pasokan nutrien terutama nitrogen Viaroli et al. 2008. Peningkatan nutrien dapat memicu pertumbuhan spesies makroalgae oportunistik
yang  memiliki  pertumbuhan  cepat  Flindt  et  al.  1999;  Samper-Villarreal  et  al. 2008.
Tabel  37  Nilai tutupan  makrofita laut lamun dan makroalgae setiap kelompok status  ekologi  pada  setiap  stasiun  di  Pulau  Barranglompo  dan
Bonebatang
Lokasi Kelompok
Status Ekologi
Stasiun Rata-
Rata A
B C
Barranglompo
I 59.53
57.55 56.41
57.83 II
22.20 54.40
34.80 37.13
Bonebatang
I 73.67
76.23 70.17
73.36 II
8.40 17.70
17.20 14.43
Berdasarkan nilai kelompok status ekologi di atas, didapatkan nilai IEE di Pulau  Barranglompo  sebesar  6.67  kategori  sedang,  sedangkan  di  Pulau
Bonebatang  sebesar  10  sangat  bagus.    Nilai  IEE  ini  mengindikasikan  bahwa perairan  Pulau  Barranglompo  sudah  mengalami  pencemaran  meskipun  masih
ringan.    Hal  ini  diperkuat  oleh  hasil  pengukuran  nutrien  Bab  5  dan  nilai kekeruhan dan padatan tersuspensi total Bab 6.  Parameter-parameter ini dapat
memicu  pertumbuhan  makroalgae  oportunistik  yang  bisa  menjadi  kompetitor lamun.
Pada  padang  lamun  alami,  penutupan  lamun  yang  tinggi  sering  diiringi oleh  kepadatan  makroalgae  yang  rendah  dengan  jumlah  spesies  yang  lebih
sedikit,  sebaliknya  pada  habitat  yang  tercemar  atau  mengalami  stres, keanekaragaman mungkin berkurang, tetapi kemungkinan muncul spesies tertentu
yang  memiliki  kelimpahan  dan  biomassa  yang  tinggi  Verheij    Erftemeijer 1993; Sidik et al. 2001.
Invasi  makroalgae  ke  daerah  padang  lamun  dapat  mengurangi  tutupan lamun.  Di daerah Mediterrania, pergantian lamun oleh alga hijau oportunis dari
marga  Caulerpa  menyebabkan  penurunan  lamun  yang  luas  Hendriks  et  al. 2009.
Indeks Similaritas IS
Nilai  Indeks  Similaritas  antar  stasiun  penelitian  berkisar  47-77. Similaritas  tertinggi  sebesar  77  dijumpai  antara  stasiun  BLB-BLC,  sedangkan
nilai  similaritas  terendah  sebesar  47  adalah  antara  stasiun  BLA-BBC.    Nilai indeks  similaritas  ini  mengindikasikan  bahwa  nilai  kesamaan  antar  stasiun  di
pulau yang sama lebih tinggi bila dibandingkan dengan stasiun pada pulau yang berbeda.
Berdasarkan  tingkat  kemiripan  vegetasi  Tabel  24,  sebanyak  6.7 pasangan  stasiun  yang  memiliki  kemiripan  sangat  tinggi,  80  dikategorikan
tinggi dan 13.3 yang tergolong rendah. Tabel    38    Indeks  similaritas  dan  disimilaritas  makrofita  antar  stasiun  di  Pulau
Barranglompo  dan  Pulau  Bonebatang.    BL  =  Pulau  Barranglompo, BB = Pulau Bonebatang, A,B,C = stasiun.
Sta I N D E K S  S I M I L A R I T A S  IS
BLA BLB
BLC BBA
BBB BBC
BLA
0.70 0.62
0.48 0.59
0.47
BLB
0.30 0.77
0.59 0.65
0.62
BLC
0.38 0.23
0.56 0.58
0.59
BBA
0.52 0.41
0.44 0.69
0.58
BBB
0.41 0.35
0.42 0.31
0.70
BBC
0.53 0.38
0.41 0.42
0.30
I N D E K S  D I S I M I L A R I T A S  ID
Indeks  similaritas  Indeks  Sorensen  merupakan  salah  satu  indeks  yang secara  konsisten  memiliki  ranking  yang  tinggi  dan  korelasi  linear  Boyce
Ellison  2001,  namun  indeks  ini  hanya  menggunakan  data  biner  kehadiran  dan ketidakhadiran spesies  dan tidak menghitung kelimpahan spesies.  Oleh karena
itu, indeks ini tidak menginformasikan pola ekologi yang sebenarnya dalam data Balmer 2002.
Simpulan
1. Terdapat 22 spesies makroalgae di Pulau Barranglompo, sedangkan di Pulau
Bonebatang terdapat 20 spesies yang dijumpai selama penelitian. 2.
Kebanyakan  makroalgae  yang  ditemukan  hidup  sebagai  epilithik  litofitik dan epipelik rhizofitik.
3. Di  Pulau  Barranglompo  dijumpai  asosiasi  positif  antara  pasangan
Cymodocea  rotundata -Thalassia  hemprichii,  Acanthophora  spicifera-
Laurencia  papillosa ,  dan  Dictyota  bartayresiana-Laurencia  papillosa,
sedangkan  asosiasi  negatif  didapatkan  pada  dua  pasangan  yaitu  Enhalus acoroides-Halodule uninervis
dan Thalassia hemprichii-Halodule uninervis.
4. Di Pulau Bonebatang,  asosiasi positif dijumpai pada pasangan C. rotundata-
H.  uninervis saja,  sedangkan  asosiasi  negatif  dijumpai  pada  beberapa
pasangan yaitu. C. rotundata-A.spicifera, C. rotundata-Actinoritchia fragilis, E.  acoroides-H.  uninervis,  T.  hemprichii-Gracilaria  coronopifoli
a,  dan  T. hemprichii-Sargassum crassifolium
. 5.
Sementara  itu,  untuk  menguji  fungsi  makrofita  sebagai  bioindikator perubahan ekosistem akibat  tekanan antropogenik,  didapatkan bahwa Pulau
Barranglompo  memiliki  status  ekologi  sedang,  yang  berarti  sudah  mulai tercemar oleh aktivitas antropogenik dan Pulau Bonebatang memiliki status
ekologi  sangat  bagus  yang  mengindikasikan  bahwa  perairan  di  pulau  ini relatif belum tercemar.
6. Indeks  similaritas  tertinggi  dijumpai  antar  stasiun  pada  pulau  yang  sama,
sehingga  disimpulkan  bahwa  pulau  yang  berbeda  memiliki  konfigurasi makroalgae yang berbeda dan sangat dipengaruhi oleh aktivitas antropogenik
yang berlangsung di pulau-pulau tersebut.
9.  POTENSI GRAZING BULU BABI PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PULAU BARRANGLOMPO DAN
BONEBATANG
Abstrak
Bulu  babi  merupakan  salah  satu  pemakan  lamun  yang  menonjol.    Untuk mengkaji  potensi  bulu  babi  sebagai  pemakan  lamun,  sebuah  penelitian  telah
diadakan pada dua pulau di Kepulauan Spermonde yaitu Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang.  Kombinasi pengamatan di lapangan dan analisis laboratorium
dilaksanakan  untuk  meneliti  beberapa  aspek  yang  meliputi  komposisi  jenis, kepadatan, diameter cangkang dan analisis isi perut.  Terdapat 6 jenis bulu babi
yang  sama  pada  masing-masing  pulau  yaitu  Diadema  setosum,  Echinothrix calamaris,  Echinothrix  diadema,  Echinometra  mathaei,  Mespilia  globulus
dan Tripneustes  gratilla.    T.  gratilla
dan D. setosum merupakan dua jenis bulu babi yang dominan dan memiliki kepadatan tertinggi di kedua pulau. Lamun Thalassia
hemprichii dan  Enhalus  acoroides  memiliki  komposisi  terbesar  dalam  isi
lambung bulu babi  yang diamati.  Indeks pilihan masing-masing jenis bulu babi mengindikasikan  bahwa  bulu  babi  menyukai  berbagai  jenis  lamun,  terutama  T.
hemprichii .
Kata kunci: bulu babi, lamun, Barranglompo, Bonebatang
Abstract
Sea  urchins  are  among  outstanding  grazer  to  seagrass  leaves.    In  order  to analyze the potency of sea urchins  as seagrass  grazer, a study has been  done in
two  small  islands  within  Spermonde  Archipelago  i.e.  Barranglompo  and Bonebatang  Islands.    Combined  field  sampling  and  laboratory  analysis  were
applied to measure several aspects including species composition, urchin density, test diameter and  gut  content analysis.  There were six similar species found in
both islands i.e. Diadema setosum, Echinothrix calamaris, Echinothrix diadema, Echinometra mathaei, Mespilia globulus
and Tripneustes gratilla.  T. gratilla and D. setosum
were two dominant species having the highest density in both islands. Index  of  Preponderance  revealed  that  Thalassia  hemprichii  and  Enhalus
acoroides were  the  largest  seagrass  diet  within  almost  all  sea  urchin  guts.
Electivity  index  indicated  that  sea  urchins  prefer  several  seagrass  species especially T. hemprichii.
Keywords: sea urchins, seagrass, Barranglompo, Bonebatang
Pendahuluan
Hewan  herbivora  sering  memberikan  pengaruh  yang  besar  terhadap produktivitas dan kelimpahan tumbuhan pada lingkungan perairan Valentine
Heck  1999.    Secara  teoritis,  peningkatan  diversitas  herbivora  akan  mengurangi
biomassa  komunitas  tumbuhan  karena  banyak  biota  pemangsa  yang  akan mendominasi  sistem  sehingga  mengarah  ke  pemangsaan  berlebih  atau
overgrazing Duffy et al. 2003. Di  antara  semua  fauna  invertebrata,  bulu  babi  Echinoidea  merupakan
pemangsa  grazer  lamun  yang  paling  menonjol.    Kadang-kadang  populasinya cukup  besar  untuk  mengkonsumsi  proporsi  lamun  yang  besar  Klumpp  et  al.
1989.  Perhatian besar telah diberikan terhadap bulu babi yang memakan lamun Christie et al. 2009.
Bulu  babi  dapat  dijumpai  sangat  melimpah  pada  padang  lamun,  dimana mereka memakan daun-daun epifit segar, detritus atau kombinasi dari keduanya.
Bulu babi ungu Lythecinus variegatus di Teluk Mexico memotong-motong daun lamun  sehingga  meninggalkan  banyak  daerah-daerah  gundul  Hogarth  2007.
Dampak  grazing  bulu  babi  terhadap  pertumbuhan  dan  kelimpahan  lamun Thalassia  testudinum
di  Florida  Keys,  Amerika  Serikat  sangat  bervariasi tergantung musim dan kondisi faktor lingkungan Valentine et al. 2000.
Grazing  oleh  bulu  babi  Tripneustes  gratilla  terhadap  lamun Thalassodendron  ciliatum
telah  diteliti  oleh  Alcoverro  dan  Mariani  2002  di Kenya.  Mereka menggunakan penelitian eksperimental dan penelitian lapangan
deskriptif  untuk  menguji  pengaruh  aggregasi  bulu  babi  yang  padat  terhadap padang  lamun  di  Lagoon  Mombasa.  Mereka  menemukan  bahwa  39  lamun
Thalassodendron ciliatum mengalami grazing berat  75 tegakan mati, 23.4
mengalami grazing sedang  50 tegakan mati, dan 38.5 mengalami grazing ringan  19.8  tegakan  yang  mati.    Dari  model  sederhana  yang  dibuatnya,
mereka mendapatkan waktu pulih lamun ini adalah 44 bulan. Penelitian mengenai  grazing bulu  babi  Tripneustes gratilla pada tiga jenis
lamun yaitu Thalassia hemprichii, Halodule uninervis dan Cymodocea rotundata di  Pulau  Bonebatang,  kepulauan  Spermonde  telah  dilakukan  oleh  Vonk  et  al.
2008.    Mereka  menemukan  bahwa  total  konsumsi  Tripneustes  gratilla  pada kepadatan  1.55  ±  0.07  bulu  babim
2
sekitar    1,28  berat  keringm
2
hari  setara dengan  26    produksi  bersih  lamun  di  atas  permukaan  substrat.  Mereka
menyimpulkan  bahwa  peningkatan  grazing  Tripneustes  gratilla  hanya mempengaruhi  kerapatan  tegakan  di  atas  permukaan  substrat  untuk  Halodule
uninervis dan  Cymodocea  rotundata  saja  dan  tidak  mempengaruhi  Thalassia
hemprichii .
Grazing langsung makrofita lamun dan makroalgae oleh fauna herbivora dapat  mengindikasikan  transfer  karbon  dan  energi  yang  signifikan  dalam  rantai
makanan  Alongi  1998.    Grazing  oleh  bulu  babi  juga  memiliki  peran  ekologis dalam mengontrol ketebalan algae.  Hal ini terbukti setelah terjadinya penurunan
populasi bulu babi Diadema antillarum di Karibia akibat kematian massal tahun 1983.  Pada  daerah-daerah  yang  telah  habis  bulu  babinya,  ketebalan  pada  algae
meningkat dari 1-2 mm ke 20-30 mm Karleskint et al. 2010.  Pada daerah yang lamunnya berkurang akibat grazing yang intensif oleh bulu babi, algae epifit yang
bersifat oportunistik akan berkembang.  Hal ini akan memberi lamun kesempatan untuk pulih Tewfik et al. 2005.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi grazing oleh bulu babi pada daerah  padang  lamun  yang  ada  di  pulau  dengan  tekanan  antropogenik  yang
berbeda.    Dua  pulau  dalam  kawasan  Kepulauan  Spermonde  dipilih  yaitu  Pulau Barranglompo yang memiliki penduduk yang sangat padat dan Pulau Bonebatang
yang tidak berpenghuni.
Bahan dan Metode
Penelitian  ini  berlangsung  dari  bulan  Mei  2010 –  Mei  2011  di  Pulau
Barranglompo 5
o
02’ 44.28‖- 5
o
03’ 05.65‖ S, 119
o
19’ 38.56‖- 119
o
19’ 52.27‖ E dan Pulau Bonebatang 5
o
00’ 47.46‖- 5
o
00’ 51.82 S, 119
o
19’ 35.55‖- 119
o
19’  36.71‖  E  yang  termasuk  dalam  Kepulauan  Spermonde  Provinsi  Sulawesi Selatan.  Peta kedua pulau ini dapat dilihat pada Gambar 6 Bab 4.
Sebaran dan Kepadatan Bulu Babi Echinoidea
Pengamatan terhadap populasi bulu babi Echinoidea dilakukan bersamaan dengan pengambilan data bioekologi lamun.  Untuk menghitung kepadatan bulu
babi  ini,  digunakan  plot  kuadrat  3m  x  3m  yang  dipasang  secara  acak  pada daerah lamun mulai  dari pinggir pantai  sampai kedalaman dimana lamun masih
tumbuh.    Jenis  bulu  babi  yang  didapatkan  dalam  plot  kuadrat,  didentifikasi jenisnya  berdasarkan
Clark  1971  dan  Grzimek  et  al.  1974.
Diameter  cangkang
test  jenis-jenis  bulu  babi  yang  dijumpai  di  dalam  kuadrat  juga  diukur menggunakan mistar geser Gambar 69.
Gambar 69 Pengukuran diameter cangkang bulu babi menggunakan mistar geser. Foto diambil saat penelitian
Analisis Isi perut Gut Content Analysis
Sampel  bulu  babi  dipecahkan  cangkangnya  untuk  melihat  jenis-jenis makanan yang dikonsumsinya.  Isi lambung dan usus dimasukkan ke dalam botol
sampel  dan  difiksasi  dengan  alkohol  70    Zupo  et  al.  2001.  Untuk mempermudah  identifikasi  jenis-jenis  makanan  bulu  babi  tersebut  digunakan
mikroskop stereo Leica Wild Heerbrugg M-8.
Analisis Data Grazing Bulu Babi
Untuk  menganalisis  jenis-jenis  makanan  utama  bulu  babi,  digunakan indeks bagian terbesar atau Index of Preponderance Natarajan  Jhingran 1961
diacu Kumar et al. 2007.
IP = x 100
IP = Indeks bagian terbesar Vi = Persentase volume satu macam makanan
Oi = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan ∑Vi.Oi = Jumlah Vi.Oi dari semua macam makanan
Untuk  menganalisis  preferensi  jenis-jenis  bulu  babi  terhadap  makanan berupa  lamun  dan  makroalgae,  digunakan  indeks  pilihan  atau  Electivity  Index
Straus 1979; Lechowicz 1982. E
=
E = Indeks Pilihan ri = Kelimpahan relatif jenis makanan i dalam lambung
pi = Kelimpahan relatif  makanan i di lingkungan Nilai  indeks ini berkisar antara -1 sampai +1, dimana nilai mendekati +1
menunjukkan  bahwa  lamun  lebih  melimpah  dalam  kandungan  diet  lebih disukai, sedangkan nilai mendekati -1 berarti lamun lebih melimpah di alam tapi
tidak  dalam  diet  dihindari.    Nilai  E  =  0  menunjukkan  bahwa  makanan  yang dikonsumsi  bersifat  proporsional  dengan  ketersediaannya  di  alam  Straus  1979;
Vanderploeg  Scavis 1979; Lyimo et al. 2011. Uji  t-test  digunakan  untuk  membandingkan  kepadatan  dan  diameter  test
populasi bulu babi antar lokasi penelitian Pulau Barranglompo dan Bonebatang. Sedangkan korelasi linier antara kerapatan lamun Bab 5 dengan kepadatan bulu
babi dianalisis menggunakan Korelasi Pearson Product-Moment. Kedua analisis ini menggunakan perangkat lunak Statistica 6.0.
Hasil dan Pembahasan Komposisi Jenis Bulu Babi
Terdapat  6  jenis  bulu  babi  yang  ditemukan  pada  daerah  padang  lamun baik di Pulau Barranglompo maupun Bonebatang Tabel 39 dan Gambar 70.
Tabel  39  Komposisi  jenis  Bulu  Babi  di  Pulau  Barranglompo  dan  Pulau Bonebatang
Ordo Famili
Marga dan Spesies
Diadematoida Diadematidae
Diadema setosum Leske, 1778
Echinothrix calamaris Pallas, 1774
Echinothrix diadema Linnaeus, 1758 Echinoida
Echinometridae Echinometra  mathaei  De  Blainville,
1825
Temnopleuroida   Temnopleuroidae Mespilia globulus Linnaeus 1758
Toxopneustidae Tripneustes gratilla Linnaeus, 1758
Gambar 70   Jenis-jenis bulu babi yang terdapat di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang.  a  Diadema  setosum;  b  Tripneustes  gratilla;
c  Echinothrix  calamaris;  d  Echinothrix  diadema;  e Echinometra mathaei
; f Mespilia globulus
Bulu  babi  yang  ditemukan  merupakan  kelompok  reguler  regular urchins
, selain itu, bulu babi juga ditemukan dalam bentuk irreguler yang terdiri atas  heart  urchin  Spatangoida  dan  sand  dollar  Clypeasteroida.    Bulu  babi
hidup  pada kisaran  yang luas mulai  dari daerah  pasang surut hingga kedalaman 5000 m Miskelly 2002.
Di  daerah  padang  lamun,  bulu  babi  dapat  hidup  soliter  atau  hidup mengelompok  tergantung  jenis  dan  habitatnya  Aziz  1994.    Dari  semua  jenis
bulu  babi  yang  ditemukan  di  kedua  pulau,  Tripneusies  gratilla  dan  Diadema setosum
hidup  mengelompok,  sedangkan  keempat  jenis  lain  hidup  menyendiri. Jenis T. gratilla memiliki  duri pendek dengan warna  yang bervariasi,  umumnya
merah  keunguan  atau  putih,  sedangkan  D.  setosum  berwarna  hitam  dengan  duri yang  panjang.    Selain  T.  gratilla,  jenis  bulu  babi  yang  mempunyai  duri  pendek
adalah Mespilia globulus.
Kepadatan Bulu Babi
Tripneustes  gratilla merupakan  jenis  bulu  babi  yang  mempunyai
kepadatan tertinggi dibandingkan dengan jenis lain yang ditemukan baik di Pulau Barranglompo  ataupun  Pulau  Bonebatang  Tabel  40  dan  Gambar  .    Di  Pulau
Barranglompo spesies ini memiliki kepadatan 1.37 ± 0.96 individum
2
, sedangkan di Pulau Bonebatang sebesar 1.57  ± 0.15 individum
2
.  Di Pulau Bonebatang ini, Vonk  et  al.  2008  menemukan  kepadatan  yang  hampir  sama  dengan  yang
didapatkan  pada  penelitian  ini  yaitu  1.55  ±  0.07  individum
2
.    Kepadatan  yang hampir  sama  1.6  individum
2
ditemukan  oleh  Alcoverro    Mariani  2002  di daerah padang lamun di Kenya pada komunitas bulu babi yang didominasi oleh T.
gratilla .  Komunitas  bulu  babi  yang  didominasi  oleh  T.  gratilla  juga  ditemukan
oleh Dobo 2009 di Pulau Hatta, Kepulauan Banda, Maluku. Bulu  babi  jenis  T.  gratilla  di  Pulau  Barranglompo  memiliki  variabilitas
sebaran yang tinggi dibandingkan dengan Pulau Bonebatang.  Hal itu disebabkan karena melimpahnya jenis ini di stasiun yang berada di sisi utara pulau.  Namun,
uji statistik menunjukkan bahwa  kepadatan semua jenis bulu  babi tidak berbeda nyata antara kedua pulau Tabel 40.
Tabel 40  Kepadatan  Bulu  babi  rata-rata  setiap  stasiun Individum
2
di  Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang
Spesies Barranglompo
Bonebatang p
A B
C A
B C
D. setosum 1.67
1.27 0.89
1.42 1.33
1.09 0.9897
ns
E. calamaris 0.11
0.25 0.14
0.10 0.32
0.31 0.2300
ns
E. diadema 0.09
0.07 0.05
0.06 0.12
0.14 0.2643
ns
E. mathaei 0.02
0.02 0.19
0.04 0.11
0.07 0.9145
ns
M. globulus 0.05
0.26 0.07
0.10 0.75
0.51 0.05417
ns
T. gratilla 0.43
2.35 1.33
1.44 1.73
1.53 0.6671
ns
Keterangan: ns = tidak berbeda nyata
Kepadatan dua jenis bulu babi dominan di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang  yaitu  T.  gratilla  dan  D.  setosum  Gambar  71  lebih  tinggi
dibandingkan  dengan  yang  ditemukan  di  Bali  dan  Pulau  Padaido  Tabel  41 Dobo  2009.    Begitupula  dengan  E.  matthaei  yang  meskipun  populasinya  di
kedua pulau lokasi penelitian ini cukup rendah, namun memiliki kepadatan yang masih lebih  tinggi  dibanding di  Pulau Padaido  Dobo 2009.  Jenis  ini memang
lebih  banyak  ditemukan  pada  cangkang  ataupun  pecahan  karang  di  daerah terumbu karang sehingga populasinya di daerah padang lamun rendah.
Gambar  71  Kepadatan  Bulu  Babi  rata-rata  individum
2
±  sd  di  Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang Individum
2
-0.50 0.00
0.50 1.00
1.50 2.00
2.50
K epa
da ta
n B
ulu B
a bi
I nd
iv idu
m
2
Spesies Bulu Babi
Barranglompo Bonebatang
Tabel    41    Kepadatan  beberapa  jenis  bulu  babi  di  berbagai  lokasi  di  Indonesia Dobo 2009
Jenis Lokasi
Kepadatan Individum
2
Sumber
Tripneustes gratilla Bali
0.02-1.2 Darsono  Sukarno 1993
Tripneustes gratilla Padaido
0.003-0.021 Radjab 2004
Diadema setosum Padaido
0.001-0.002 Radjab 2004
Brissus latecarinatus Padaido
0.010 Radjab 2004
Heterocentrotus mammilatus
Padaido 0.001
Radjab 2004 Echinometra mathaei
Padaido 0.008
Radjab 2004 Protoreaster gratiosa
Padaido 0.001
Radjab 2004 Echinoidea
Spermonde 0.17-0.61
De Beer 1990 Echinoidea
Bunaken 0.17-0.61
Rondo 1992
Diameter Cangkang Bulu Babi
Hasil pengukuran diameter cangkang test jenis-jenis bulu babi Tabel 42 dan Gambar 72 menunjukkan bahwa diameter cangkang semua jenis  bulu  babi
tidak  berbeda  nyata  antara  kedua  pulau.    T.  gratilla  merupakan  jenis  yang
memiliki diameter cangkang rata-rata terbesar dibandingkan jenis-jenis lainnya.
Tabel  42  Diameter  cangkang  cm  ±  sd  setiap  jenis  bulu  babi  di  Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang
Spesies Barranglompo
Bonebatang p
A B
C A
B C
D. setosum 4.70 ±
1.24 4.73 ±
1.35 4.30 ±
1.63 4.64 ±
0.91 4.78 ±
1.18 4.38 ±
1.32 0.4001
ns
E. calamaris 5.49 ±
0.35 5.68 ±
0.52 5.59 ±
0.38 5.54 ±
0.29 5.63 ±
0.51 5.58 ±
0.50 0.9203
ns
E. diadema 4.97 ±
0.66 4.94 ±
0.58 4.91 ±
0.56 4.92 ±
0.73 5.02 ±
0.75 5.08 ±
0.52 0.8918
ns
E. mathaei 3.19 ±
0.04 3.28 ±
0.06 3.34 ±
0.30 3.03 ±
0.06 3.10 ±
0.27 3.13 ±
0.26 0.0567
ns
M. globulus 2.79 ±
0.28 3.45 ±
0.34 2.92 ±
0.28 3.08 ±
0.33 3.38 ±
0.32 3.24 ±
0.29 0.4909
ns
T. gratilla 5.96 ±
0.48 6.28 ±
0.49 5.65 ±
0.66 6.12 ±
0.40 6.45 ±
0.59 5.69 ±
0.69 0.0662
ns
Keterangan: ns = tidak berbeda nyata
Studi  sebelumnya  oleh  Tuwo  1995  di  Pulau  Kapoposan  yang  juga termasuk  dalam  gugus  Kepulauan  Spermonde  mendapatkan  bahwa  dari  230
individu  T.  gratilla  yang  diukur  diameter  cangkangnya  pada  4  kohor,  85 diantaranya  memiliki  diameter  rata-rata  sebesar  6.12  ±  0.34.    Nilai  ini  hampir
sama dengan nilai yang diperoleh dari kedua lokasi penelitian Tabel 42.
Gambar 72  Diameter cangkang rata-rata cm ± sd setiap jenis bulu babi di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang
Komposisi Makanan Bulu Babi
Nilai  indeks bagian terbesar  preponderance index menunjukkan bahwa lamun  jenis  T.  hemprichii  dan  E.  acoroides  merupakan  bagian  terbesar  dalam
komposisi makanan keempat jenis bulu babi  yang diamati Gambar 73  dan 74. Kasim 2009 juga mendapatkan bahwa kedua jenis lamun ini memiliki proporsi
terbesar  dalam  isi  lambung  bulu  babi  T.  gratilla  di  Pulau  Buton,  Sulawesi Tenggara masing-masing dengan persentase sebesar 55 dan 32.
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
8.00
Dia m
et er
T est
cm
Spesies Bulu Babi
Barranglompo Bonebatang
Gambar 73  Persentase makanan rata-rata dalam lambung bulu babi berdasarkan nilai  indeks  bagian  terbesar  preponderance  index  di  Pulau
Barranglompo
Gambar 74  Persentase makanan rata-rata dalam lambung bulu babi berdasarkan indeks  bagian terbesar preponderance index di Pulau Bonebatang
Preferensi Makanan Bulu Babi
Nilai  Indeks  Pilihan  Tabel  43  digunakan  untuk  mengetahui  preferensi jenis-jenis  bulu  babi  terhadap  jenis  makanan  yang  terdiri  atas  lamun  dan
makroalgae. Tabel 43   Nilai Indeks Pilihan Electivity Index empat jenis bulu babi terhadap
makanan  lamun  dan  makroalgae  di  Pulau  Barranglompo  BL  dan Pulau Bonebatang BB
Jenis makanan
D. setosum E. calamaris
M. globulus T. gratilla
BL BB
BL BB
BL BB
BL BB
C. rotundata 0.43  -0.04
0.30  -0.02 0.53  -0.07  0.30  -0.08
E. acoroides 0.15  0.49  -0.02
0.43  -0.33 0.22  -0.12
0.20 H. uninervis
-0.01  -0.22 0.13  -0.18
0.39 0.15  0.02
0.00 H. ovalis
0.14  -0.04  -0.66 0.04  -0.54
0.11  0.18 0.04
S. isoetifolium 0.03  0.24
0.12 0.10
0.05 0.24  0.50
0.37 T. hemprichii
0.34  0.12 0.49
0.14 0.49
0.25  0.52 0.28
Makroalgae -0.55  -0.48  -0.59  -0.40  -0.69  -0.61  -0.60  -0.55
Kebiasaan  makan  bulu  babi  tergantung  pada  kombinasi  dua  faktor  yaitu ketersediaan  makanan  dan  preferensi,  dimana  preferensi  atau  selektivitas
makanan  mungkin  disebabkan  oleh  nilai  nutrisi  suatu  jenis  makanan  atau kehadiran substansi kimia tertentu yang tidak disukai bulu babi Beddingfield
McClintock 1998; Lyimo et al. 2011. Bulu babi lebih menyukai lamun dibandingkan dengan algae Klumpp  et
al . 1993; Aziz 1999.  Lamun yang paling disukai oleh jenis T. gratilla di daerah
Bolinao, Filipina adalah jenis T. hemprichii Klumpp et al. 1993.  Analisis usus bulu  babi  Tripneustes  gratilla  dan  Salmacis  sphaeroides  menunjukkan  bahwa
spesies-spesies  ini  secara  efisien  mencerna  dan  menyerap   60  lamun  T.
hemprichii Klump  et  al. 1993;  Alongi  1998.   Makroalgae  dapat  menghasilkan
senyawa kimia senyawa sekunder yang bersifat protektif Lobban  et al. 1997. Sebagai  contoh,  jenis  Sargassum  dan  Turbinaria  umumnya  memiliki  zat  kimia
yang  disebut  tannin  yang  mengakibatkan  algae  ini  jadi  keras  dan  sukar  dicerna Aziz  1999.    Penimbunan  zat  kapur  pada  Halimeda  dan  Coralline  Algae  juga
menyebabkan  hewan  herbivor  sulit  untuk  mencerna  jenis  makroalgae  ini  Hatta
1991.    Selain  secara  kimia,  secara  morfologis  makroalgae  juga  memiliki  cara adaptasi untuk tidak didekati oleh herbivor, misalnya dengan membentuk bagian-
bagian  luar  tubuhnya  sedemikian  rupa  sehingga  sulit  didekati.  Pembentukan cabang-cabang  kecil  yang  menyerupai  duri  pada  Gelidiella  acerosa  dan
Acanthophora sp, bagian pinggir yang bergerigi pada Sargassum sp dan Caulerpa
serrulata , serta thalli yang bersudut tajam pada Turbinaria sp Hatta 1991.
Laju pemangsaan bulu babi berlangsung cepat dan dalam proses makan ini dibantu oleh bagian mulut yang telah terspesialisasi Klumpp et al. 1989.  Pada
bagian  mulut  bulu  babi  kelompok  reguler  terdapat  membran  peristome  yang  di dalamnya  terdapat  organ  yang  disebut  lentera  aristoteles.    Lentera  aristoteles
merupakan  organ  yang  terdiri  atas  gigirahang,  tulang  serta  otot  Gambar  75. Alat  pemotong  ini  sangat  rumit  dibangun  oleh  40  keping  kerangka  kapur  yang
terdiri  atas  5  pasang  gigi,  10  keping  demipyramid,  10  keping  ephyphysis,  5 keping rotulae dan 5 keping compass dan digerakkan oleh sekitar 60 otot motoris
dengan fungsi yang berbeda-beda Aziz 1987.
Gambar 75  Bagian dalam cangkang bulu babi Tripneustes gratilla yang dikoleksi dari  perairan  Pulau  Barranglompo.  A.  Lentera  Aristoteles,  b.
Potongan  makanan.    Inset  adalah  Lentera  Aristoteles  yang diperbesar
Gambar  76  dan  77  memperlihatkan  hasil  uji  korelasi  Pearson  Product Moment
untuk melihat korelasi antara kerapatan lamun dan kepadatan bulu babi di  Pulau  Barranglompo  dan  Pulau  Bonebatang.  Secara  teoritis,  peningkatan
jumlah hewan herbivora akan mengurangi biomassa komunitas tumbuhan karena banyaknya grazer yang akan datang mendominasi sistem sehingga akan mengarah
ke  overgrazing  Duffy  et  al.  2003.    Namun,  hasil  yang  diperoleh  dalam penelitian  ini  menunjukkan  korelasi  yang  lemah  Gambar  76    77.    Di  Pulau
Barranglompo  terdapat  korelasi  negatif  yang  lemah  r  =  -0.2215,  sedangkan  di Pulau Bonebatang terdapat korelasi positif yang lemah r = 0.4957 Reimann et
al
. 2008.
Dengan  demikian,  meningkatnya  jumlah  tegakan  lamun  tidak  selalu diikuti  dengan  meningkatnya  populasi  bulu  babi  di  Pulau  Barranglompo  dan
Pulau  Bonebatang,  begitu  pula  sebaliknya.    Namun,  korelasi  negatif  yang signifikan  antara  kepadatan  bulu  babi  dengan  biomassa  lamun,  tinggi  kanopi,
kerapatan tegakan dan persentase penutupan diamati oleh Mamboya et al. 2009 di perairan Dar es Salaam, Tanzania  yang mengindikasikan bahwa grazing bulu
babi berperan terhadap pengurangan biomassa di atas substrat pada lokasi dengan kepadatan bulu babi yang tinggi.
Gambar 76  Korelasi antara kerapatan lamun dengan kepadatan bulu babi di Pulau Barranglompo
 Selang kepercayaan 95 Korelasi  negatif  antara  kerapatan  lamun  dengan  kepadatan  bulu  babi  di
Pulau  Barranglompo  meskipun  lemah,  namun  hal  itu  mengindikasikan  bahwa grazing  di  Pulau  Barranglompo  lebih  intensif  dibandingkan  dengan  Pulau
Bonebatang.    Meningkatnya  kadar  nutrien  dan  tutupan  epifit  yang  tinggi  pada lamun  membuatnya  lebih  disukai  oleh  herbivora  yang  secara  eksperimental
didapatkan memangsa lebih intensif pada kondisi seperti itu McGlathery 1995. Penelitian menunjukkan bahwa bulu babi berukuran kecil diametet test
 30 mm dimangsa oleh predatornya seperti ikan predator dan gastropoda dengan
laju  yang  lebih  cepat  dibandingkan  dengan  bulu  babi  yang  lebih  besar  dengan diameter  test  antara  31-60  mm  Heck    Valentine  1995.  Jadi  pada  ekosistem
padang  lamun  dapat  terjadi  keseimbangan  antara  populasi  bulu  babi  dengan kerapatan lamun karena bulu babi yang lebih muda new recruits dimangsa lebih
banyak  oleh  predatornya  sehingga  populasi  bulu  babi  berkurang.    Hal  ini menyebabkan  lamun  yang  telah  mengalami  grazing  dapat  pulih  kembali.
Peningkatan  kerapatan  lamun  yang  meningkat  akan  memberi  bulu  babi perlindungan  struktural  dari  pemangsanya.    Hal  ini  pada  akhirnya  akan
meningkatkan  lagi  grazing  lamun  yang  akan  kembali  mengurangi  kerapatan lamun.
Populasi  bulu  babi  yang  ada  baik  di  Pulau  Barranglompo  dan  Pulau Bonebatang  masih  belum  merupakan  ancaman  serius  bagi  vegetasi  lamun  yang
ada  di  pulau-tersebut.  Penelitian  eksperimental  sebelumnya  oleh  Vonk  et  al. 2008  menunjukkan  bahwa  bulu  babi  T.  gratilla  dapat  mengurangi  74
biomassa di atas substrat, namun tidak mempunyai pengaruh terhadap biomassa di  bawah  substrat.    Grazing  yang  tidak  intensif  hanya  mengakibatkan
pengurangan  biomassa  di  atas  substrat,  sehingga  dapat  pulih  dengan  cepat. Namun,  grazing  yang  sangat  intensif  dapat  mengakibatkan  lamun  hilang  secara
permanen  Heck    Valentine  1999.    Pada  berbagai  wilayah  telah  dilaporkan terjadinya  ledakan  populasi  bulu  babi  yang  cepat  dengan  kepadatan  mencapai
500-600  individum
2
,  mengakibatkan  hilangnya  daerah  lamun  yang  luas  bahkan menghabiskan padang lamun yang
ada Heck  Valentine 1995; Mamboya et al.
2009.    Oleh  karena  itu,  pemantauan  populasi  bulu  babi  pada  daerah  padang lamun  perlu  dilakukan  secara  periodik  mengingat  ledakan  populasi  bulu  babi
dapat terjadi bila predatornya berkurang.
Gambar 77  Korelasi antara kerapatan lamun dengan kepadatan bulu babi di Pulau Bonebatang
Simpulan
1. Terdapat  6  jenis  bulu  babi  yang  dijumpai  di  daerah  padang  lamun  Pulau
Barranglompo dan Pulau Bonebatang  yaitu  Diadema setosum, Echinometra mathaei,  Echinothrix  calamaris,  Echinothrix  diadema,  Mespilia  globulus
, dan Tripneustes gratilla.
2. T.  gratilla  dan  D.  setosum  merupakan  jenis  bulu  babi  yang  memiliki
kepadatan tertinggi di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang. 3.
Thalassia  hemprichii  merupakan  jenis  lamun  yang  memiliki  komposisi terbesar dalam isi lambung bulu babi.
4. Nilai  indeks  pilihan  mengindikasikan  bahwa  bulu  babi  menyukai  beberapa
jenis lamun terutama T. hemprichii.