Namun sangat disayangkan bahwa dalam aplikasinya, pelajaran PKn ini kurang diminati dan dikaji dalam dunia pendidikan dan persekolahan, karena
kebanyakan lembaga pendidikan formal dominan pada penyajian materi yang bersifat kognitif dan psikomotorik belaka, dan kurang menyentuh pada aspek
afektif.Hal ini bukan karena tidak disadari esensinya, melainkan karena ketidakpahaman para pengajar. Padahal, bagi guru professional , dituntut untuk
memberikan pembinaan keutuhan diri peserta didik agar tidak terjerumus pada erosi nilai moral , serta menjadi penyebab dehumanisasi, yang apda akhirnya
manusia menjadi arogan , egois dan individualistis, materialistis , sekuler, bahkan bersombong diri pada penciptanya Susanto , 2015: 227.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PKn di Sekolah Dasar belum terlaksana dengan maksimal.Oleh karena itu, tugas calon
guru dan guru adalah memperbaiki pembelajaran PKn dengan menerapkan strategi-strategi yang dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar.
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif bertitik tolak dari teori kontruktivisme. Pada dasarnya, pendekatan teori kontruktivisme dalam belajar adalah suatu
pendekatan dimana
siswa secara
individual harus
menemukan dan
mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada, dan merevisinya bila perlu. Menurut Slavin dalam Prastowo
2013:78 , pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa untuk berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini artinya, siswa boleh bertukar ide dan
memeriksa ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah
kontuktivisme. Karakteristik pembelajaran kooperatif ini dalah pembelajaran secara tim, didasarkan pada manajemen kooperatif , kemauan untuk bekerja sama,
dan ketrampilan bekerja sama. Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua
jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih
diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu
peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud Suprijono, 2012 : 54. Menurut Trianto 2007: 41 melalui pendekatan kooperatif, siswa akan
lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk
saling membantu memecahkan masalah – masalah yang kompleks, jadi hakikat
sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran
dengan pendekatan
kooperatif, mengelompokkan siswa dalam satu kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang heterogen, yang bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada semua siswa agar terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar agar mencapai hasil belajar yang optimal.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif memang menonjolkan pada diskusi dan kerjasama dalam
kelompok. Kelompok dibentuk secara heterogen sehingga siswa dapat
berkomunikasi, saling berbagi ilmu, saling menyampaikan pendapat, dan saling menghargai pendapat teman se-kelompoknya.
2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif Teams Assisted Individualization