Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Rancangan Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dimulai pada November 2010 sampai Mei 2011, tempat penelitian dilakukan di rumah kaca University Farm Kebun Percobaan Cikabayan, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta di Balai Penelitian Tanah, Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan tanah bagian lapisan atas 0-20 cm Latosol Darmaga, terak baja yang berasal dari dua sumber, yaitu terak baja convertor dari Sumitomo Metal Industry, Jepang dan terak baja electric furnace dari Krakatau Steel Industry, Indonesia serta bahan organik berupa pupuk kandang kotoran sapi produksi Sarana Tani yang beredar dipasaran. Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari cangkul, penumbuk tanah, saringan 5 mm, saringan 2 mm, label, selang, ember, alat semprot dan alat tulis. Peralatan yang digunakan dalam laboratorium untuk analisis tanah diantaranya adalah pH meter, Spectrophotometer, Atomic Absorption, dan Flamephotometer, serta alat-alat gelas kimia seperti tabung reaksi, pipet, labu erlenmeyer, serta bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisis.

3.3. Pelaksanaan Percobaan

3.3.1. Persiapan Bahan Tanah

Bahan tanah yang digunakan adalah Latosol Darmaga pada kedalaman 0-20 cm yang telah dibersihkan dari akar tanaman dan bahan kasar, selanjutnya dikeringudarakan lalu dikompositkan. Untuk keperluan analisis pendahuluan, bahan tanah dihaluskan kemudian diayak dengan saringan berukuran 2 mm. Bahan tanah dalam polybag yang berisi 5 kg BKM sebagai media tanam tanaman caisim diberi perlakuan terak baja dan bahan organik sesuai perlakuan. Dosis terak baja ini ditentukan berdasarkan Al-dd tanah dan daya netralisasi DN masing-masing terak. Untuk jenis terak baja convertor, perhitungan daya netralisasi menggunakan data analisis yang pertama, yaitu terak baja convertor dengan komposisi CaO sebesar 19.56 dan MgO sebesar 6.46. Namun setelah dilakukan analisis ulang jenis terak baja convertor tersebut saat penelitian sudah berlangsung, didapatkan data kadar CaO 53.36 dan MgO 2.86 yang berbeda dengan analisis sebelumnya sehingga dosis perlakuan tidak didasarkan pada data analisis yang diulang, tetapi tetap berdasarkan analisis yang pertama. Perbedaan hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa komposisi terak baja cukup heterogen bahkan pada satu sumber terak baja sekalipun. Dosis terak baja yang diberikan pada perlakuan per pot dan kesetaraannya tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan Dosis Terak Baja serta Kesetaraannya Bahan organik yang digunakan berasal dari kotoran sapi dengan dosis 40.98 gpot atau setara dengan 10 tonha. Hasil analisis nisbah CN bahan organik kadar air 61.00 adalah sebesar 31.76. Bahan tanah, bahan organik dan terak baja yang telah tercampur sesuai dengan perlakuan kemudian diinkubasi selama dua minggu dengan kadar air yang dipertahankan sekitar 80 dari kapasitas lapang.

3.3.2. Analisis Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan setelah pertanaman caisim dipanen pada tanah yang telah diberikan perlakuan terak baja dan bahan organik. Bahan tanah yang berada dalam polybag diambil kemudian diadukdicampur untuk mendapatkan kondisi yang homogen. Tanah kemudian dikeringudarakan lalu disaring dengan saringan 2 mm dan diambil secukupnya untuk keperluan analisis tanah. Analisis tanah meliputi pH tanah, N Total, P tersedia, Ca-dd, Mg-dd, dan K-dd. Dilakukan juga pengukuran kandungan logam berat Pb, Cd, As, Sn dan Hg.

3.4. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan tentang pengaruh terak baja dan bahan organik pada tanah setelah pertanaman caisim. Rancangan penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok RAK faktorial 3 faktor dengan faktor utama adalah jenis terak baja yaitu S 1 convertor Dosis Terak Baja S 1 Convertor S 2 Electric Furnace tonha gpot tonha gpot T Tanpa Terak - - - - T 1 1 Al-dd 5 12.97 4 9.98 T 2 2 Al-dd 10 25.94 8 19.96 T 3 3 Al-dd 15 38.91 12 29.94 Jepang dan S 2 electric furnace Indonesia. Faktor kedua yaitu terak baja dengan 4 dosis T , T 1 , T 2 , T 3 dan faktor ketiga bahan organik B dan B 1 sehingga terdapat 16 kombinasi, yaitu S 1 T B , S 1 T B 1 , S 1 T 1 B , S 1 T 1 B 1 , S 1 T 2 B , S 1 T 2 B 1 , S 1 T 3 B , S 2 T 3 B 1 , S 2 T B , S 2 T B 1 , S 2 T 1 B , S 2 T 1 B 1 , S 2 T 2 B , S 2 T 2 B 1 , S 2 T 3 B , S 2 T 3 B 1 . Masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan, sehingga terdapat 64 satuan percobaan 64 polybag. Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut Y ijk = μ + ρk + αi + j + k + α ij +α ik + jk + α ijk + εijk dengan i =1,β…,a; j = 1,β,…,b; k = 1,β,…,r Y ijk = pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B. μ = nilai rata-rata yang sesungguhnya rata-rata populasi ρk = pengaruh aditif dari kelompok ke-k αi = pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor jenis terak j = pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor dosis terak k = pengaruh aditif taraf ke-k dari faktor bahan organik α ij = pengaruh aditif taraf ke-i dari jenis terak dan taraf ke-j dari dosis terak α ik = pengaruh aditif taraf ke-i dari jenis terak dan taraf ke-k dari bahan organik jk = pengaruh aditif taraf ke-j dari dosis terak dan taraf ke-k dari bahan organik α ijk = pengaruh aditif taraf ke-i dari jenis terak, taraf ke-j dari dosis terak, dan taraf ke-k dari bahan organik ik = pengaruh acak dari petak utama, yang muncul pada taraf ke-i dari jenis terak dalam kelompok ke-k. Sering disebut galat petak utama. ik ~ N0,σ β. εijk = pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij. Sering disebut galat anak petak. εijk Untuk mengetahui pengaruh perlakuan jenis terak, dosis terak dan bahan organik terhadap kadar hara tanah, maka dilakukan analisis ragam dengan menggunakan program SAS. Bila terdapat pengaruh nyata akan dilakukan analisis lanjut dengan menggunakan metode Duncan’s Multiple Range Test DMRT atau uji wilayah Duncan pada taraf 5.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga.

Berdasarkan kriteria penilaian menurut PPT 1983 Tabel Lampiran 2, hasil analisis Tabel Lampiran 1 menunjukkan bahwa sifat kimia dan fisik tanah pada Latosol yang digunakan dalam penelitian ini tergolong tanah masam pH 5.0, mempunyai kandungan C-organik, N-total dan Ca yang rendah dengan P- Bray yang sangat rendah. Kandungan Mg, K dan Na yang tergolong sedang, KTK rendah serta KB yang tergolong sedang. Tanah ini masuk ke dalam kelas tekstur liat, karena memiliki persentase liat yang sangat besar yaitu 74.64, sedangkan debu 18.17 dan pasir 7.19. Secara umum tanah ini memiliki kandungan hara yang relatif rendah, terutama P-tersedia dan N-total, serta kandungan C-organik rendah.

4.2. Komposisi Hara pada Terak Baja

Komposisi hara pada terak baja Jepang convertor dan Indonesia electricfurnace disajikan pada Tabel 2. Masing-masing terak baja memiliki kandungan basa-basa yang cukup tinggi. Kandungan CaO dan MgO pada masing- masing terak baja menunjukkan bahwa kandungan CaO pada terak baja S 1 convertor slag Jepang lebih tinggi dibandingkan pada terak baja S 2 electric furnace slag Indonesia, namun kandungan MgO dan SiO 2 pada jenis terak S 2 lebih tinggi dibandingkan pada jenis terak S 1 . Daya netralisasi masing-masing terak baja berdasarkan equivalen CaCO 3 dari unsur-unsur CaO dan MgO yang terdapat dalam terak adalah sebesar 102.44 jenis terak S 1 dan 66.39 jenis terak S 2 . Disamping itu masing-masing terak baja juga memiliki kandungan unsur mikro Fe, Al, Mn, Cu dan Zn yang berbeda komposisinya pada masing- masing terak baja. Dengan kandungan yang terdapat dalam terak baja, diharapkan pemberian pada tanah mampu menaikkan pH serta memperbaiki sifat kimia tanah Perbedaan komposisi terak baja ini dikarenakan karena proses pembuatan masing-masing slag juga berbeda. Terak baja S 1 convertor Jepang terbentuk melalui proses convertor sedangkan jenis terak baja S 2 Electric Furnace Indonesia melalui proses electric furnace. Meskipun mempunyai komposisi yang berbeda, kedua jenis terak tetap memiliki potensi yang baik untuk pertanian terutama untuk pengapuran. Hal ini dipertegas oleh Suwarno 1993 yang