9 Konsep pembangunan berkelanjutan memiliki penekanan yang berbeda
dengan konsep world conservation strategy walaupun sama-sama diperjuangkan kelompok konservasionis. Dalam konsep konservasi hanya mempertimbangkan
kondisi sumberdaya alam dan lingkungan sedang konsep pembangunan berkelanjutan menambahkan pertimbangan bagaimana dengan manusianya.
Efisiensi berkaitan dengan pengalokasian sumberdaya alam dalam kegiatan produksi. Pembangunan ekonomi dapat memperbaiki keadaan sosial.
Ketidakmampuan pengalokasian sumberdaya alam secara efisien karena adanya eksternalitas sehingga tidak dapat mencapai kesejahteraan sosial yang maksimal.
Permasalahan pembangunan ekonomi yang timbul berkaitan dengan masalah kesejahteraan, adalah: produksi, investasi, pengembangan pasar,
penghasilan dan formasi harga. Kemiskinan berpengaruh negatif terhadap lingkungan. Masyarakat miskin tidak akan menimbulkan investasi yang berkaitan
dengan lingkungan jangka panjang. Kerusakan lingkungan menyebabkan berkurangnya produktivitas dan penghasilan masyarakat, sedangkan yang
menyangkut pertimbangan distribusi dan keadilan, adalah: distribusi penghasilan, akses ke pasar, dan posisi kekayaan dan kemiskinan dari kelompok atau wilayah
tertentu. Kemiskinan dapat memberi pengaruh yang merugikan terhadap lingkungan. Masyarakat miskin tidak akan menimbulkan investasi yang berkaitan
dengan lingkungan berjangka panjang, karena mereka tidak memiliki daya produksi yang efisien.
2.1.2 Tujuan pembentukan dan fungsi kawasan konservasi laut
Wilayah pesisir dan laut yang terletak di kawasan konservasi laut memiliki peran dan arti penting bagi kehidupan, karena memiliki nilai-nilai nyata dan
instrinsik yang tidak terhingga seperti nilai ekologi, ekonomi, sosial dan
sebagainya Sembiring dan Husbani, 1999. Kawasan konservasi laut KKL
sebagai perwakilan tipe ekosistem dan keanekaragaman jenis biota laut, keutuhan sumber plasma nutfah, keseimbangan ekosistem telah memberikan kontribusi
yang jelas bagi kehidupan manusia. Kontribusi dan manfaat kehadiran kawasan konservasi laut antara lain dalam bentuk kepentingan ekonomi, ekologis, estetika,
pendidikan dan penelitian, biologi dan jaminan masa depan.
10 Kawasan konservasi laut yang didefinisikan pada World Wilderness
Congress ke-4 dan diadopsi oleh IUCN dalam General Assembly pada tahun
1988, adalah: daerah intertidal atau subtidal beserta flora fauna, sejarah dan corak budaya dilindungi sebagai suaka dengan melindungi sebagian atau
seluruhnya melalui peraturan perundangan . Tidak berbeda dengan definisi di
atas Executive Order 13158 mendefinisikan MPA sebagai any area of the marine environment that has been reserved by Federal, State, territorial, tribal or local
laws or regulations to provide lasting protection for part or all of the natural and cultural resources therein
. Di Amerika Serikat bentuk, ukuran dan karakteristik pengelolaan MPA
berbeda-beda berdasarkan tujuan pembentukannya dan dikembangkan dalam berbagai jenis MPA, seperti: national marine sanctuaries, fishery management
zones, national seashores, national parks, national monuments, critical habitats, national wildlife refuges, national estuarine research reserves, state conservation
areas, state reserves, dan lainnya. MPA memiliki perbedaan bentuk, ukuran,
karakteristik pengelolaan dan dibentuk berdasarkan perbedaan tujuan seperti konservasi kawasan, konservasi jenis, konservasi migratory species dan marine
managed area MMA.
MPA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1935 ketika didirikannya The
Fort Jefferson National Monument di Florida seluas 18.850 ha wilayah laut dan
35 ha wilayah pesisir, menjadi pendorong bagi pembentukan MPA berikutnya. The Fort Jefferson National Monument
telah mendapat perhatian khusus pada The World Congress on National Park
tahun 1962. Pada pertemuan selanjutnya tahun 1982 dinyatakan bahwa kesatuan kerja MPA meliputi perpaduan antara wilayah
laut, pesisir dan perairan tawar di daratan. Pada The World Congress on National Park and Protected Area yang ke
4 tahun 1992 di Caracas pengelolaan MPA mendapat perhatian khusus yang tertuang dalam Action 3.5, dimana: 1 Menggolongkan daerah pesisir laut sebagai
perlindungan alam di berbagai wilayah telah memberi sumbangan pada sistem global; 2 Peran serta secara aktif dalam program pengelolaan wilayah pesisir dan
memastikan keberhasilan pengelolaan perlindungan alam daratan dan laut; 3 Mengembangkan dan penerapan program pengelolaan MPA secara terpadu.
11 Dukungan internasional semakin berkembang dalam mempromosikan
MPA sebagai bagian penting dari program konservasi laut. WWF International
1998 menyatakan bahwa berbagai MPA merupakan sarana penting untuk memelihara dan pemulihan kesehatan ekosistem laut dan diberbagai wilayah dapat
digunakan sebagai sarana pengelolaan perikanan secara efektif. Saat ini di dunia telah terbentuk lebih kurang 1.300 MPA .
Kawasan konservasi laut seyogyanya didesain dalam kerangka pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Jadi kawasan konservasi
laut tidak berdiri sendiri atau tidak ada kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Perkembangan MPA dalam kaitannya dengan
pengelolaan sumberdaya perikanan masih relatif baru dan menjadi bahasan pertemuan global pakar perikanan dan konservasi.
Di Indonesia pengelolaan kawasan konservasi laut dilaksanakan dalam bentuk cagar alam laut CAL, suaka margasatwa laut SML, taman nasional laut
TNL dan taman wisata alam laut TWAL dan daerah perlindungan laut DPL. CAL, SML, TNL dan TWAL pada umumnya mempunyai ukuran yang luas dan
proses pembentukannya berasal dari inisiatif pemerintah pusat. Namun belakangan ini ada inisiatif dari masyarakat untuk membentuk daerah
perlindungan laut dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya perikanan seperti yang ada di Desa Blongko, Talise dan Tumbak, Provinsi Sulawesi Utara
yang luasnya di bawah 1.000 hektar dan dikelola oleh masyarakat. Dalam era otonomi, maka kawasan konservasi laut dapat dibentuk atas inisiasi pemerintah
daerah provinsi, kabupatenkota, bahkan masyarakat. MPA memiliki dua fungsi utama, yaitu: 1 Melindungi seluruh ekosistem
dengan cara mengkonservasi berbagai spesies dan habitat-habitat utama critical habitat
seperti daerah pemijahan spawning grounds dan daerah asuhan pembesaran nursery grounds, dan 2 Stok ikan biota laut lainnya dalam MPA
dapat berfungsi seperti “tabungan” bank account atau jaminan yang dapat menyangga fluktuasi dan penurunan populasi yang terjadi di luar MPA akibat
kesalahan manajemen maupun fluktuasi alamiah. Pada prinsipnya MPA berperan untuk memenuhi tujuan dari world
conservation strategy yaitu memadukan aktivitas konservasi dengan non-
12 konservasi secara simultan, sehingga dapat meningkatkan manfaat dari
penggunan. Aktivitas konservasi bertujuan untuk: 1 Memelihara proses ekologis dan melindungi sistem penyangga kehidupan, 2 Pengawetan
keanekaragaman jenis beserta ekosistemnya, dan 3 Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, sedangkan aktivitas non-konservasi
digunakan sebagai obyek penelitian, sarana pendidikan tentang flora-fauna dan ekosistemnya, sarana dan parasarana wisata alam.
Tujuan utama dari pengembangan MPA adalah melakukan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya hayati laut secara berkelanjutan, terutama yang terkait
dengan keberlanjutan sumberdaya perikanan dan menguragi dampak perubahan global climate. Program utama MPA mencakup 4 empat unsur :
1 Conservation of biodiversity – MPA bertujuan melindungi dan memperbaiki
keanekaragaman hayati laut melalui implementasi perencanaan pengelolaan berbasis ekologi melalui prioritas daerah untuk konservasi laut, konservasi
habitat atau wilayah dan konservasi spesies, serta membuat kerangka aturan untuk pembangunan secara berkelanjutan.
2 Sustainable fisheries – MPA menunjukkan cara yang efektif mengenai usaha perlindungan terhadap collapsnya perikanan, dan untuk meningkatkan
populasi ikan termasuk meningkatkan recruitment termasuk menambahkan bibit-bibit ikan pada daerah perikanan. Membuat kawasan konservasi laut
MPA sangat penting untuk pengelolaan perikanan secara berkelanjutan. MPA untuk pendekatan perikanan sangat sesuai khususnya untuk wilayah-
wilayah di Asia Tenggara, karena kondisi perikanannya bersifat multi-species dan multi-gear.
3 Sustainable tourism – MPA memajukan tourism malalui pelibatan seluruh
stakeholders dalam pengelolaan MPA untuk melindungi, memperbaiki dan
memelihara ekosistem laut. 4 Integrated coastal management – MPAs adalah sistem percontohan mengenai
pengelolaan secara partisipatif dan terintegrasi, menghindari “building blocks” untuk keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hayati pesisir dan lautan secara
terintegrasi.
13 Menurut Ward dan Hegeri 2003, peran pemodal dalam proses penentuan
MPA tidak kalah penting sebab para pemodal biasanya dilibatkan sejak awal dalam pelaksanaan proses dan berkontribusi terhadap setiap tahapan proses,
termasuk pemantauan dan evaluasi secara terus menerus. Peran pemodal yang cukup penting adalah membantu menentukan nilai-nilai lingkungan dimana
kegiatan pengusahaan sumberdaya lautperikanan berjalan dan bagaimana tujuan dari kegiatan pengusahaan sumberdaya lautperikanan akan berinteraksi dengan
tujuan konservasi. Proses pembentukan MPA perlu dilakukan se-inclusive mungkin dengan
melibatkan para pemodal dan penduduk asli dengan prosedur yang efektif. Para pemilik modal dapat membantu proses disain MPA serta manajemennya dengan
jalan menyumbangkan visi strategis mereka untuk manajemen sumberdaya lautperikanan, membantu mencari tempat-tempat baru untuk kegiatan
pengusahaan sumberdaya lautperikanan dalam sepuluh tahun mendatang. Usaha pengelolaan sumberdaya laut tidak harus merusak ekosistem apabila strategi dan
tujuan dari manajemen MPA memberi basis transparansi bagi manajemen sumberdaya lautperikanan berkelanjutan.
2.1.3 Konservasi dan aspek ekonomi serta sosial budaya